Apa yang dimaksud dengan Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court)?

Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court atau ICC) dibentuk pada 1940 sebagai sebuah “tribunal” permanen untuk menuntut individual untuk genosida, , kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang, sebagaimana didefinisikan oleh beberapa persetujuan internasional, terutama Rome Statute of the International Criminal Court.

ICC dirancang untuk membantu sistem yudisial nasional yang telah ada, namun pengadilan ini dapat melaksanakan yurisdiksinya bila pengadilan negara tidak mau atau tidak mampu untuk menginvestigasi atau menuntut kejahatan seperti di atas, dan menjadi “pengadilan usaha terakhir”, meninggalkan kewajiban utama untuk menjalankan yurisdiksi terhadapt kriminal tertuduh kepada negara individual.

International Criminal Court juga disingkat sebagai ICCt untuk membedakannya dari International Chamber of Commerce. ICC berbeda dengan Mahkamah Internasional, yang merupakan badan untuk menyelesaikan sengketa antarnegara, dan Hukum Kejahatan Perang.

Pada bulan Juli 1998 telh disepakatinya Statuta mahkamah pidana internasional (International Criminal Court selanjutnya ICC). Berbeda dengan Mahkamah ad hoc yang telah dibentuk sebelumnya (misalnya Mahkamah Nuremberg, Tokyo, ICTY, dan ICTR), maka ICC ini merupakan suatu mahkamah yang bersifat permanen.

Mahkamah ini dibentuk untuk mengadili orang-orang yang melakukan kejahatan-kejahatan yang oleh masyarakat internasional dikategorikan sebagai kejahatan serius sebagaimana ditetapkan dalam Statuta ICC,

Mahkamah ini juga dibentuk sebagai pelengkap (complementarity) dari mahkamah pidana nasional.

Mengenai complementarity tersebut merupakan hal yang penting. Maksudnya adalah bahwa ICC baru menjalankan fungsinya apabila mahkamah nasional tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Sehubungan dengan hal ini dalam Statuta dikatakan bahwa ICC akan bekerja bila mahkamah nasional tidak mau (unwilling) dan tidak mampu (unable) untuk mengadili pelaku kejahatan-kejahatan yang dimaksud.

Dengan cara ini berarti bila terjadi suatu kejahatan yang termasuk dalam yurisdiksi ICC, maka si pelaku harus diadili dahulu oleh mahkamah nasionalnya. Bila mahkamah nasional tidak mau dan atau tidak mampu mengadili si pelaku, maka barulah ICC akan menjalankan fungsinya untuk mengadili si pelaku kejahatan yang bersangkutan.

Yurisdiksi ICC mencakup empat kejahatan yaitu kejahatan yang dikategorikan
sebgai the most serious crimes of concern to the international, yaitu :

  1. Genocide
  2. Crimes againts humanity
  3. War crimes
  4. Crime of aggression

Tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai genocide dijelaskan pada pasal 6 Statuta ICC, yaitu tindakan yang ditujukan untuk memusnahkan seluruhnya atau sebagian dari suatu bangsa, etnis, kelompok rasial atau agama tertentu.

Yang termasuk dalam kategori genocide menurut ketentuan Pasal ini adalah:

  1. Killing members of the group
  2. Causing serious bodily or mental harm to members of the group
  3. Deliberately inflicting on the group conditions of life calculated to bring about it’s physical destruction in whole or in part
  4. Imposing measures intended to prevent births within the group
  5. Forcibly transferring children of the group to another group

Kejahatan-kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai crimes againts humanity dirumuskan secara lengkap dan rinci pada Pasal 7 Statuta ICC.

Selanjutnya pasal 8 Statuta ICC menjelaskan apa yang dimaksud dengan war crimes, yaitu mencakup pelanggaran berat sebagaimana yang dimaksud dalam Konvensi Jenewa dan pelanggaran-pelanggaran serius lainnya terhadap hukum dan kebiasaan perang yang diberlakukan pada sengketa bersenjata yang bersifat internasional dan non internasional. Daftar dari kejahatan-kejahatan yang dimaksud secara lengkap diuraikan pada ketentuan Pasal 8 Statuta ICC.

Mengenai crime of aggression belum dirumuskan secara lengkap di dalam Statuta. Hanya pada pasal 5 ayat (2) dikatakan bahwa pelaksanaan yurisdiksi Mahkamah terhadap kejahatan agresi ini akan dilaksanakan setelah diterimanya suatu ketentuan atau pasal yang menentukan apa yang dimaksud dengan kejahatan tersebut serta syarat-syarat apa yang diperlukan agar Mahkamah dapat melaksanakan yurisdiksinya atas kejahatan agresi yang dimaksud.

Agar Mahkamah dapat melaksanakan yurisdiksinya maka negara yang meratifikasi Statuta ICC menerima yurisdiksi Mahkamah. Ini berarti tindakan meratifikasi Statuta ICC oleh suatu negara belum berarti bahwa Mahkamah dapat melaksanakan yurisdiksinya di negara tersebut.

Untuk itu masih diperlukan suatu tindakan dari negara yang bersangkutan yang menyatakan bahwa negara tersebut menerima yurisdiksi Mahkamah.

Hal ini antara lain diatur dalam Pasal 12 Statuta ICC. Beberapa asas pokok hukum pidana diberlakukan menurut Statuta ini, misalnya tentang ne bis in idem, nullum crimen sine lege, bulla poena sine lege, dan non retroactive.

Seperti halnya dengan mahkamah yang lainnya, pada Statuta ICC ini juga ditegaskan tentang tanggungjawab pidana individual (individual criminal responsibility).

Di samping itu pada Pasal 28 diatur mengenai tanggung jawab Komandan dan atasan terhadap tindakan yang dilakukan oleh anak buah atau bawahannya.

6 4 Mc.Cormack Timothy LH, and gerry J Simpson, The Law of War Crimes national and International
Approaches, Kluwer Law International, The hague, 1997, hlm 143.