Apa yang dimaksud dengan luka diabetes atau Ulkus Diabetikum?

Luka diabetes

Luka diabetes (diabetic ulcers) sering kali disebut diabetics foot ulcers, luka neuropati, luka diabetik neuropath. Luka diabetes atau neuropati adalah luka yang terjadi pada pasien yang diabetik melibatkan gangguan pada saraf perifer dan otonomik.

Luka diabetes adalah luka yang terjadi pada kaki penderita diabetes, dimana terdapat kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes melitus yang tidak terkendali. Kelainan kaki diabetes mellitus dapat disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan adanya infeksi ( Tambunan, 2007).

Luka diabetes merupakan kejadian luka yang tersering pada penderita diabetes, dimana neuropati menyebabkan hilang rasa pada kondisi terpotong kaki, blister/ bullae atau kalus yang diikuti dengan penurunan sirkulasi juga penyakit mikrovaskuler ( Black, 1998)

Luka diabetes dengan gangren didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh karena adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang, perlukaan ( digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar), proses degenerative ( arteriosklorosis) atau gangguan metabolik (diabetes melitus). (Taber, 1990).

Ulkus diabetes adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis, yang biasanya terjadi di telapak kaki.

EPIDEMIOLOGI


Menurut The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease , diperkirakan 16 juta orang Amerika Serikat diketahui menderita diabetes, dan jutaan diantaranya beresiko untuk menderita diabetes. Dari keseluruhan penderita diabetes, 15% menderita ulkus di kaki, dan 12-14% dari yang menderita ulkus di kaki memerlukan amputasi.

Separo lebih amputasi non trauma merupakan akibat dari komplikasi ulkus diabetes, dan disertai dengan tingginya angka mortalitas, reamputasi dan amputasi kaki kontralateral. Bahkan setelah hasil perawatan penyembuhan luka bagus, angka kekambuhan diperkirakan sekitar 66%, dan resiko amputasi meningkat sampai 12%.

Komunitas Latin di Amerika (Hispanik), Afro Amerika dan Native Amerika mempunyai angka prevalensi diabetes tertinggi didunia, dimungkinkan berkembangnya ulkus diabetes.

Menurut Medicare, prevalensi diabetes sekitar 10% dan 90% diantaranya adalah penderita diabetes tipe II. Neuropati diabetik cenderung terjadi sekitar 10 tahun setelah menderita diabetes, sehingga kelainan kaki diabetik dan ulkus diabetes dapat terjadi setelah waktu itu.

ETIOLOGI


Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus diabetes meliputi neuropati, penyakit arterial, tekanan dan deformitas kaki.

PATOFISIOLOGI


1. Neuropati Perifer

Neuropati perifer pada diabetes adalah multifaktorial dan diperkirakan merupakan akibat penyakit vaskuler yang menutupi vasa nervorum, disfungsi endotel, defisiensi mioinositol-perubahan sintesis mielin dan menurunnya aktivitas Na-K ATPase, hiperosmolaritas kronis, menyebabkan edema pada saraf tubuh serta pengaruh peningkatan sorbitol dan fruktose.

Neuropati disebabkan karena peningkatan gula darah yang lama sehingga menyebabkan kelainan vaskuler dan metabolik. Peningkatan kadar sorbitol intraseluler, menyebabkan saraf membengkak dan terganggu fungsinya. Penurunan kadar insulin sejalan dengan perubahan kadar peptida neurotropik, perubahan metabolisme lemak, stres oksidatif, perubahan kadar bahan vasoaktif seperti nitrit oxide mempengaruhi fungsi dan perbaikan saraf. Kadar glukosa yang tidak teregulasi meningkatkan kadar advanced glycosylated end product (AGE) yang terlihat pada molekul kolagen yang mengeraskan ruangan-ruangan yang sempit pada ekstremitas superior dan inferior (carpal, cubital, dan tarsal tunnel). Kombinasi antara pembengkakan saraf yang disebabkan berbagai mekanisme dan penyempitan kompartemen karena glikosilasi kolagen menyebabkan double crush syndrome dimana dapat menimbulkan kelainan fungsi saraf motorik, sensorik dan autonomik.

Perubahan neuropati yang telah diamati pada kaki diabetik merupakan akibat langsung dari kelainan pada sistem persarafan motorik, sensorik dan autonomik. Hilangnya fungsi sudomotor pada neuropati otonomik menyebabkan anhidrosis dan hiperkeratosis. Kulit yang terbuka akan mengakibatkan masuknya bakteri dan menimbulkan infeksi. Berkurangnya sensibilitas kulit pada penonjolan tulang dan sela-sela jari sering menghambat deteksi dari luka-luka kecil pada kaki.

Neuropati autonomik mengakibatkan 2 hal yaitu anhidrosis dan pembukaan arteriovenous (AV) shunt. Neuropati motorik paling sering mempengaruhi otot intrinsik kaki sebagai akibat dari tekanan saraf plantaris medialis dan lateralis pada masing-masing lubangnya (tunnel)

2. Penyakit Arterial

Penderita diabetes, seperti orang tanpa diabetes, kemungkinan akan menderita penyakit atherosklerosis pada arteri besar dan sedang, misalnya pada aortailiaca, dan femoropoplitea. Alasan dugaan bentuk penyakit arteri ini pada penderita diabetes adalah hasil beberapa macam kelainan metabolik, meliputi kadar Low Density Lipoprotein (LDL), Very Low Density Lipoprotein (VLDL), peningkatan kadar faktor von Willbrand plasma, inhibisi sintesis prostasiklin, peningkatan kadar fibrinogen plasma, dan peningkatan adhesifitas platelet. Secara keseluruhan, penderita diabetes mempunyai kemungkinan besar menderita atherosklerosis, terjadi penebalan membran basalis kapiler, hialinosis arteriolar, dan proliferasi endotel.

Peningkatan viskositas darah yang terjadi pada pasien diabetes timbul berawal pada kekakuan mernbran sel darah merah sejalan dengan peningkatan aggregasi eritrosit, Karena sel darah merah bentuknya harus lentur ketika melewati kapiler, kekakuan pada membran sel darah merah dapat menyebabkan hambatan aliran dan kerusakan pada endotelial. Glikosilasi non enzimatik protein spectrin membran sel darah merah bertanggungjawab pada kekakuan dan peningkatan aggregasi yang telah terjadi. Akibat yang terjadi dari dua hal tersebut adalah peningkatan viskositas darah. Mekanisme glikosilasi hampir sama seperti yang terlihat dengan hemoglobin dan berbanding lurus dengan kadar glukosa darah.

Penurunan aliran darah sebagai akibat perubahan viskositas memacu meningkatkan kompensasinya dalam tekanan perfusi sehingga akan meningkatkan transudasi melalui kapiler dan selanjutnya akan meningkatkan viskositas darah. Iskemia perifer yang terjadi lebih lanjut disebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terglikolasi terhadap molekul oksigen. Efek merugikan oleh hiperglikemia terhadap aliran darah dan perfusi jaringan sangatlah signifikan.

Pengaruh peningkatan gula darah terhadap aliran darah dan perfusi jaringan
Gambar Pengaruh peningkatan gula darah terhadap aliran darah dan perfusi jaringan (Sumber : Mathes, Plastic surgery, Trunk and Lower Extremity Vol 6, Second Edition)

3. Deformitas kaki

Perubahan destruktif yang terjadi pada kaki Charcot menyebabkan kerusakan arkus longitudinal medius, dimana akan menimbulkan gait biomekanik. Perubahan pada calcaneal pitch menyebabkan regangan ligamen pada metatarsal, cuneiform, navicular dan tulang kecil lainnya dimana akan menambah panjang lengkung pada kaki. Perubahan degeneratif ini nantinya akan merubah cara berjalan (gait), mengakibatkan kelainan tekanan tumpuan beban, dimana menyebabkan kolaps pada kaki. Ulserasi, infeksi, gangren dan kehilangan tungkai merupakan hasil yang sering didapatkan jika proses tersebut tidak dihentikan pada stadium awal.

4. Tekanan

Diabetes dapat memberikan dampak buruk pada beberapa sistem organ termasuk sendi dan tendon. Hal biasanya tejadi pada tendon achiles dimana advanced glycosylated end prodruct (AGEs) berhubungan dengan molekul kolagen pada tendon sehingga menyebabkan hilangnya elastisitas dan bahkan pemendekan tendon. Akibat ketidakmampuan gerakan dorsofleksi telapak kaki, dengan kata lain arkus dan kaput metatarsal mendapatkan tekanan tinggi dan lama karena adanya gangguan berjalan (gait).

Hilangnya sensasi pada kaki akan menyebabkan tekanan yang berulang, injuri dan fraktur, kelainan struktur kaki, misalnya hammertoes, callus, kelainan metatarsal, atau kaki Charcot; tekanan yang terus menerus dan pada akhirnya terjadi kerusakan jaringan lunak. Tidak terasanya panas dan dingin, tekanan sepatu yang salah, kerusakan akibat benda tumpul atau tajam dapat menyebabkan pengelepuhan dan ulserasi. Faktor ini ditambah aliran darah yang buruk meningkatkan resiko kehilangan anggota gerak pada penderita diabetes.

BIOMEKANIK ULKUS DIABETES


Berjalan terdiri atas urutan peristiwa biomekanik yang komplek termasuk didalamnya pergerakan triplanar kaki dan pergelangan kaki. Variasi gaya eksterna dan interna dapat mempengaruhi fungsi kaki.

Biomekanik Gait
Gambar Biomekanik Gait (sumber : Sumpio B.E., Foot Ulkuss, NEJM 2000)

Gambar diatas menuniukkan biomekanik dari gait. Pergerakan normal kaki dan pergelangan merupakan hasil kombinasi fungsi otot, tendon, ligamen, dan tulang. Gait terbagi menjadi 4 segmen.

  • Segmen pertama adalah benturan tumit, pada saat calcaneus menyentuh tanah dan otot, tendon, serta ligamen berelaksasi, menjadikan tempat penyerapan energi yang optimal.

  • Segmen kedua adalah kaki bagian tengah, pada saat kaki mendatar dan dapat beradaptasi dengan tanah yang tidak rata, mepertahankan keseimbangan dan menyerap goncangan saat menapak. Calcaneus tepat dibawah pergelangan kaki, menjaga kaki depan dan belakang tetap segaris untuk penopangan beban.

  • Segmen ketiga adalah pengangkatan tumit, pada saat calcaneus diangkat, mengalami pronasi, otot, tendon dan ligamen mengencang dan kaki mencapai lengkungannya kembali. Segmen ketiga ini langsung diikuti segmen ke empat yaitu jari kaki bergerak mendorong.

Variasi gaya eksterna dan interna yang bekerja pada kaki
Gambar Variasi gaya eksterna dan interna yang bekerja pada kaki (sumber : Sumpio B.E., Foot Ulkuss, NEJM 2000)

Gambar diatas menunjukkan gaya yang bekerja pada kaki. Gaya gesekan dan kompresi dihasilkan oleh dorongan ke bawah beban tubuh dan gaya reaksi tanah. Gesekan dan tekanan menyatu sebagai gaya menggunting selama berjalan dinamis dimana tulang-tulang kaki meluncur melewati satu sama lain sejajar pada bidang sentuhannya selama pronasi dan supinasi. Atrofi otot intrinsik kaki mengakibatkan ketidakseimbangan gaya yang berkerja pada struktur tulang. Hal ini akan menyebabkan deformitas jari kaki, penonjolan kaput metatarsal, deformitas equinus, posisi varus pada kaki belakang, dan ketidaksejajaran bagian proksimal.

Pembentukan Callus
Gambar Pembentukan Callus (sumber : Sumpio B.E., Foot Ulkuss, NEJM 2000)

Gambar di atas menunjukkan akibat pembentukan callus. Penyebaran gaya tahan beban yang tidak adekuat atau adanya deformitas kaki dapat menyebabkan pergerakan abnormal, yang menghasilkan tekanan berlebihan dan berakibat kerusakan jaringan ikat dan otot.

DIAGNOSIS KLINIS


Penanganan ulkus diabetes terdiri dari penentuan dan perbaikan penyakit dasar penyebab ulkus, perawatan luka yang baik, dan pencegahan kekambuhan ulkus. Penyebab ulkus diabetes dapat ditentukan secara tepat melalui anamnesa riwayat dan pemeriksaan fisik yang cermat.

RIWAYAT

Gejala neuropati perifer meliputi hipesthesia, hiperesthesia, paresthesia, disesthesia, radicular pain dan anhidrosis. sebagian besar orang yang menderita penyakit atherosklerosis pada ekstremitas bawah tidak menunjukkan gejala (asimtomatik), Penderita yang menunjukkan gejala didapatkan claudicatio , nyeri iskemik saat istirahat, luka yang tidak sembuh dan nyeri kaki yang jelas. Kram, kelemahan dan rasa tidak nyaman pada kaki sering dirasakan oleh penderita diabetes karena kecenderungannya menderita oklusi aterosklerosis tibioperoneal.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik pada penderita dengan ulkus diabetes dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

  • Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas

  • Penilaian kemungkinan isufisiensi vaskuler

  • Penilaian kemungkinan neuropati perifer

Mengingat diabetes mellitus merupakan penyakit sistemik, oleh karena itu pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada pasien sangat penting untuk dilakukan.

Pemeriksaan Ekstremitas

  • Ulkus diabetes mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa daerah yang menjadi tumpuan beban terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di telapak, ujung jari yang menonjol (pada jari pertama dan kedua). Ulkus dapat timbul pada malleolus karena pada daerah ini sering mendapatkan trauma.

  • Kelainan-kelainan lain yang ditemukan pada pemeriksaa fisik:

    • Callus hipertropik

    • Kuku yang rapuh/pecah

    • Hammer toes

    • Fissure

Isufisiensi arteri perifer

Pemeriksaan fisik rnemperlihatkan hilangnya atau menurunnya nadi perifer dibawah level tertentu. Penemuan lain yang berhubungan dengan penyakit aterosklerosis meliputi adanya bunyi bising (bruit) pada arteri iliaka dan femoralis, atrofi kulit, hilangnya rambut pada kaki, sianosis jari kaki, ulserasi dan nekrosis iskemia, kedua kaki pucat pada saat kaki diangkat setinggi jantung selama 1-2 menit.

Pemeriksaan vaskuler noninvasif meliputi pengukuran oksigen transkutan, ankle- brachial index (ABI), tekanan sistolik jari kaki. ABI merupakan pemeriksaan noninvasif yang dengan mudah dilakukan dengan menggunakan alat Doppler. Cuff tekanan dipasang pada lengan atas dan dipompa sampai nadi pada brachialis tidak dapat dideteksi Doppler. Cuff kemudian dilepaskan perlahan sampai Doppler dapat mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan pada tungkai, dimana cuff dipasang pada calf distal dan Doppler dipasang pada arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior. ABI didapatkan dari tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachialis.

Pengukuran Ankle-Brachial Index
Gambar Pengukuran Ankle-Brachial Index (ABI)

Neuropati Perifer

Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan posisi, hilangnya reflek tendon dalam, ulserasi tropik, foot drop, atrofi otot, dan pemembentukan calus hipertropik khususnya pada daerah penekanan misalnya pada tumit. Status neurologis dapat diperiksa dengan menggunakan monofilament Semmes-Weinsten untuk mengetahui apakah penderita masih memiliki "sensasi protektif’, Pemeriksaan menunjukkan hasil abnormal jika penderita tidak dapat merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada kaki dengan tekanan yang cukup sampai monofilamen bengkok.

Pemeriksaan dengan Monofilamen
Gambar Pemeriksaan dengan Monofilamen

Alat pemeriksaan lain adalah garputala 128C, dimana dapat digunakan untuk rnengetahui sensasi getar penderita dengan memeriksanya pada pergelangan kaki dan sendi metatarsophalangeal pertama. Pada neuropati metabolik terdapat gradien intensitas dan paling parah pada daerah distal. Jadi pada pasien yang tidak dapat merasakan getaran pada pergelangan ketika garputala dipindahkan dari ibu jari kaki ke pergelangan menunjukkan gardien intensitas karena neuropati metabolik. Pada umumnya, seseorang tidak dapat merasakan getaran garputala pada jari tangan lebih dari 10 detik setelah pasien tidak dapat merasakan getaran pada ibu jari kaki. Beberapa penderita dengan sensasi normal hanya menunjukkan perbedaan antara sensasi pada jari kaki dengan tangan pemeriksa kurang dari 3 detik.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium meliputi :

  • Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau infeksi lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh adanya anemia. Adanya insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan anemia menimbulkan nyeri saat istirahat.

  • Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin dan kreatinin serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi glukosa dan fungsi ginjal

  • Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume Recording (PVR), atau plethymosgrafi.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan radiologis meliputi :

  • Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya ostomielitis.

  • Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI): meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan untuk membantu diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas.

  • Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil false positif dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99 mTc -IabeIed ciprofolxacin sebagai penanda (marker) untuk osteomielitis.

  • Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskuler atau endovaskuler, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas dan makna penyakit atherosklerosis. Resiko yang berkaitan dengan injeksi kontras pada angiografi konvensional berhubungan dengan suntikan dan agen kontras.

    • Teknik : secara khusus, kateter dimasukan secara retrograde melalui tusukan pada femur, kontras disuntikkan melalui aorta infrarenal. Gambar diambil sejalan dengan kontras ke bawah pada kedua kaki.

    • Komplikasi berkaitan dengan tusukan: resiko dapat berupa perdarahan, terbentuknya pseudoaneurisma, dan pembekuan atau hilangnya lapisan intima arteri. Saat ini metode terbaru dengan suntikan secara perkutan dapat mengurangi komplikasi yang terjadi.

    • Resiko berkaitan dengan kontras: bahan kontras angiografi merupakan bahan nefrotoksik. Resiko terjadinya gagal ginjal akut tinggi pada pasien dengan insufisiensi renal dan pada penderita diabetes. Pada pasien dengan faktor resiko tersebut 30% kemungkinan dapat terjadi kegagalan ginjal akut. Oleh karena itu, pemeriksaan kreatinin serum dilakukan sebelum dilakukan angiografi.

    • Untuk mencegah kemungkinan lactic asidosis, penderita diabetes yang mengkonsumsi Metformin (Glucophage) tidak boleh minum obat tersebut menjelang dilakukan angiografi dengan kontras. Pasien dapat kembali mengkonsumsi obat tersebut setelah fungsi ginjal normal kembali dalam 1-2 hari setelah terpapar kontras.

    • Alternatif selain angiografi konvensional

      • Magnetic Resonance Angiography (MRA): MRA merupakan alternatif yang dapat digunakan pada penderita resiko tinggi atau penderita yang alergi bahan kontras. Kontras yang digunakan adalah Gadolinum chelates, berpotensi menimbulkan 3 efek samping pada penderita dengan insufisiensi renal: acute renal injury, pseudohipokalemia, dan fibrosis nefrogenic sistemik.

      • Multidetector Computed Tomographic Angiography (MDCT) menghindari penusukan arteri. Dengan menggunakan injeksi kontras intravenous, CT scan multidetektor (16 atau 64 channel) dapat meningkatkan resolusi gambar angiografi dan dengan kecepatan relatif tinggi. Penggunaan kontras pada MDCT mempunyai resiko yang sama.

      • Carbondioxide Angiography merupakan salah satu alternatif pada penderita dengan insufisiensi renal, tetapi tidak secara luas dapat digunakan dan masih membutuhkan bahan kontras iodium sebagai tambahan gas karbondioksida untuk mendapatkan gambar yang baik.

      • Plain radiografi tidak digunakan untuk pemeriksaan rutin pada penyakit arteri perifer oklusif. Hal ini disebabkan kalsifikasi arteri yang terlihat pada plain radiografi bukan merupakan indikator spesifik penyakit aterosklerosis. Kalsifikasi pada lapisan media arteri bukan merupakan diagnosis aterosklerosis, bahkan juga kalsifikasi pada lapisan intima yang merupakan diagnosis aterosklerosis, tidak akan menyebabkan stenosis hemodinamik yang signifikan

KLASIFIKASI PATOLOGI


Penilaian dan klasifikasi ulkus diabetes sangat penting untuk membantu perencanaan terapi dari berbagai pendekatan dan membantu memprediksi hasil. Beberapa sistem klasifikasi ulkus telah dibuat yang didasarkan pada beberapa parameter yaitu luasnya infeksi, neuropati, iskemia, kedalaman atau luasnya luka, dan lokasi. Sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan pada ulkus diabetes adalah Sistem Klasifikasi Ulkus Wagner-Meggit yang didasarkan pada kedalaman luka dan terdiri dari 6 grade luka.

image

University of Texas membagi ulkus berdasarkan dalamnya ulkus dan membaginya lagi berdasarkan adanya infeksi atau iskemi. Adapun sistem Texas ini meliputi:

image

Setiap tingkatan dibagi menjadi 4 stadium, meliputi:

  • A : luka bersih

  • B : luka iskemik

  • C : luka terinfeksi non iskemik

  • D : luka terinfeksi dan iskemik

Klasifikasi SAD ( Size, Sepsis, Arteriopathy, Depth and Denervation ) mengelompokkan ulkus ke dalam 4 skala berdasarkan 5 bentukan ulkus (ukuran, kedalaman, sepsis, arteriopati, dan denervasi). The International Working Group on the Diabetic Foot telah mengusulkan Klasifikasi PEDIS dimana membagi luka berdasarkan 5 ciri berdasarkan: Perfusion, Extent, Depth, Infection dan Sensation .

Berdasarkan Guideline The Infectious Disease of America , mengelompokkan kaki diabetik yang terinfeksi dalam beberapa kategori, yaitu:19

  • Mild : terbatas hanya pada kulit dan jaringan subkutan

  • Moderate : lebih luas atau sampai jaringan yang lebih dalam

  • Severe :disertai gejala infeksi sistemik atau ketidakstabilan metabolik

PENATALAKSANAAN ULKUS DIABETES


Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus diabetes adalah penutupan luka. Penatalaksanaan ulkus diabetes secara garis besar ditentukan oleh derajat keparahan ulkus, vaskularisasi dan adanya infeksi.3 Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement, offloading dan kontrol infeksi.

Perawatan umum dan diabetes

Regulasi glukosa darah perlu dilakukan, meskipun belum ada bukti adanya hubungan langsung antara regulasi glukosa darah dengan penyembuhan luka. Hal itu disebabkan fungsi leukosit terganggu pada pasien dengan hiperglikemia kronik. Perawatan meliputi beberapa faktor sistemik yang berkiatan yaitu hipertensi, hiperlipidemia, penyakit jantung koroner, obesitas, dan insufisiensi ginjal.

Debridement

Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan luka. Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, callus dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang membantu proses penyembuhan luka.

Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp), autolitik, enzimatik, kimia, mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik dan kimia hanya membuang jaringan nekrosis (debridement selektif), sedangkan metode mekanis membuang jaringan nekrosis dan jaringan hidup (debridement non selektif).

Surgical debridement merupakan standar baku pada ulkus diabetes dan metode yang paling efisien, khususnya pada luka yang banyak terdapat jaringan nekrosis atau terinfeksi. Pada kasus dimana infeksi telah merusak fungsi kaki atau membahayakan jiwa pasien, amputasi diperlukan untuk memungkinkan kontrol infeksi dan penutupan luka selanjutnya.

Debridement enzimatis menggunakan agen topikal yang akan merusak jaringan nekrotik dengan enzim proteolitik seperti papain, colagenase, fibrinolisin-Dnase, papain- urea, streptokinase, streptodornase dan tripsin. Agen topikal diberikan pada luka sehari sekali, kemudian dibungkus dengan balutan tertutup. Penggunaan agen topikal tersebut tidak memberikan keuntungan tambahan dibanding dengan perawatan terapi standar. Oleh karena itu, penggunaannya terbatas dan secara umum diindikasikan untuk memperlambat ulserasi dekubitus pada kaki dan pada luka dengan perfusi arteri terbatas.

Debridement mekanis mengurangi dan membuang jaringan nekrotik pada dasar luka. Teknik debridement mekanis yang sederhana adalah pada aplikasi kasa basah-kering (wet-to-dry saline gauze). Setelah kain kasa basah dilekatkan pada dasar luka dan dibiarkan sampai mengering, debris nekrotik menempel pada kasa dan secara mekanis akan terkelupas dari dasar luka ketika kasa dilepaskan.

Offloading

Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu komponen penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada area telapak kaki yang mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu cara yang ideal untuk mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan

Total Contact Casting (TCC) merupakan metode offloading yang paling efektif. TCC dibuat dari gips yang dibentuk secara khusus untuk menyebarkan beban pasien keluar dari area ulkus. Metode ini memungkinkan penderita untuk berjalan selama perawatan dan bermanfaat untuk mengontrol adanya edema yang dapat mengganggu penyembuhan luka. Meskipun sukar dan lama, TCC dapat mengurangi tekanan pada luka dan itu ditunjukkan oleh penyembuhan 73-100%. Kerugian TCC antara lain membutuhkan ketrampilan dan waktu, iritasi dari gips dapat menimbulkan luka baru, kesulitan untuk menilai luka setiap harinya.

Karena beberapa kerugian TCC tersebut, lebih banyak digunakan Cam Walker, removable cast walker, sehingga memungkinkan untuk inspeksi luka setiap hari, penggantian balutan, dan deteksi infeksi dini.

Penanganan Infeksi

Ulkus diabetes memungkinkan masuknya bakteri, serta menimbulkan infeksi pada luka. Karena angka kejadian infeksi yang tinggi pada ulkus diabetes, maka diperlukan pendekatan sistemik untuk penilaian yang lengkap. Diagnosis infeksi terutama berdasarkan keadaan klinis seperti eritema, edema, nyeri, lunak, hangat dan keluarnya nanah dari luka.

Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut The Infectious Diseases Society of America membagi infeksi menjadi 3 kategori, yaitu:

  • Infeksi ringan : apabila didapatkan eritema < 2 cm

  • Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema > 2 cm

  • Infeksi berat : apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.

Ulkus diabetes yang terinfeksi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

  • Non-limb threatening : selulitis < 2cm dan tidak meluas sampai tulang atau sendi.

  • Limb threatening : selulitis > 2cm dan telah meacapai tulang atau sendi, serta adanya infeksi sistemik.

Penelitian mengenai penggunaan antibiotika sebagai terapi ulkus diabetes masih sedikit, sehingga sebagian besar didasarkan pada pengalaman klinis. Terapi antibiotik harus didasarkan pada hasil kuftur bakteri dan kemampuan toksistas antibiotika tersebut.

Pada infeksi yang tidak membahayakan ( non-limb threatening ) biasanya disebabkan oleh staphylokokus dan streptokokus. Infeksi ringan dan sedang dapat dirawat poliklinis dengan pemberian antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilin-clavulanic, moxifloxin atau clindamycin.

Sedangkan pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba, seperti staphylokokus, streptokokus, enterobacteriaceae, pseudomonas, enterokokus dan bakteri anaerob misalnya bacteriodes, peptokokus, peptostreptokokus. Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan pemberian antibiotika yang mencakup gram posistif dan gram negatif, serta aerobik dan anaerobik. Pilihan antibiotika intravena untuk infeksi berat meliputi imipenem-cilastatin, B-lactam B-lactamase (ampisilin-sulbactam dan piperacilin-tazobactam), dan cephalosporin spektrum luass.

Pembedahan

  • Debridement
    Debridement dilakukan untuk membuang jaringan mati dan terinfeksi dari ulkus, callus hipertropik. Pada debridement juga ditentukan kedalaman dan adanya tulang atau sendi yang terinfeksi.

  • Pembedahan Revisional
    Pembedahan revisional dilakukan pada tulang untuk memindahkan titik beban. Tindakan tersebut meliputi reseksi metatarsal atau ostektomi

  • Pembedahan Vaskuler
    Indikasi pembedahan vaskuler apabila ditemukan adanya gejala dari kelainan pembuluh darah, yaitu nyeri hebat, luka yang tidak sembuh, adanya gangren.

  • Autologous skin graft merupakan ukuran standar penutupan luka partial thickness.

  • Skin allograft memungkinkan penutupan luka yang luas dan dalam dimana dasar luka tidak mencukupi untuk dilakukannya autologus skin graft

  • Jaringan pengganti kulit

    • Dermagraft
    • Apligraft
  • Penutupan dengan flap

Perawatan Luka

Penggunaan balutan yang efeklif dan tepat menjadi bagian yang penting untuk memastikan penanganan ulkus diabetes yang optimal. Pendapat mengenai lingkungan sekitar luka yang bersih dan lembab telah diterima luas. Keuntungan pendekatan ini yaitu mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, akselerasi angiogenesis, dan memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan sel target. Pendapat yang menyatakan bahwa keadaan yang lembab dapat meningkatkan kejadian infeksi tidak pernah ditemukan.

Beberapa jenis balutan telah banyak digunakan pada perawatan luka serta didesain untuk mencegah infeksi pada ulkus (antibiotika), membantu debridement (enzim), dan mempercepat penyembuhan luka.

Balutan basah-kering dengan normal salin menjadi standar baku perawatan luka. Selain itu dapat digunakan Platelet Derived Growth Factor (PDGF), dimana akan meningkatkan penyembuhan luka, PDGF telah menunjukan dapat menstimulasi kemotaksis dan mitogenesis neutrofil, fibroblast dan monosit pada proses penyembuhan luka.

Penggunaan pengganti kulit/dermis dapat bertindak sebagai balutan biologis, dimana memungkinkan penyaluran faktor pertumbuhan dan komponen matrik esktraseluler. Recombinant Human Platelet Derived Growth Factors (rhPDGF-BB) (beclpermin) adalah satu-satunya faktor pertumbuhan yang disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA). Living skin equivalen (LSE) merupakan pengganti kulit biologis yang disetujui FDA untuk penggunaan pada ulkus diabetes.

Terapi Tekanan Negatif dan Terapi Oksigen Hiperbarik

Penggunaan terapi tekanan negatif berguna pada perawatan diabetic ulkus karena dapat mengurangi edema, membuang produk bakteri dan mendekatkan tepi luka sehingga mempercepat penutupan luka. Terapi oksigen hiperbarik juga dapat dilakukan, hal itu dibuktikan dengan berkurangnya angka amputasi pada pasien dengan ulkus diabetes.

PROGNOSIS


Pada penderita diabetes, 1 diantara 20 penderita akan menderita ulkus pada kaki dan 1 diantara 100 penderita akan membutuhkan amputasi setiap tahun. Oleh karena itu, diabetes merupakan faktor penyebab utama amputasi non trauma ekstremitas bawah di Amerika Serikat. Amputasi kontralateral akan dilakukan pada 50 % penderita ini selama rentang 5 tahun ke depan.

Neuropati perifer yang terjadi pada 60% penderita diabetes merupakan resiko terbesar terjadinya ulkus pada kaki, diikuti dengan penyakit mikrovaskuler dan regulasi glukosa darah yang buruk. Pada penderita diabetes dengan neuropati, meskipun hasil penyembuhan ulkus tersebut baik, angka kekambuhannya 66% dan angka amputasi meningkat menjadi 12%.

PENCEGAHAN


Pencegahan agar tidak terjadi luka diabetes pada penderita diabetes antara lain :

  • Pengawasan dan perawatan penyakit diabetes dapat mencegah ulkus diabetes.

  • Regulasi kadar gula darah dapat mencegah neuropati perifer atau mencegah keadaan yang lebih buruk.

    • Penderita diabetes harus memeriksa kakinya setiap hari, menjaga tetap bersih dengan sabun dan air serta menjaga kelembaban kaki dengan pelembab topikal.
    • Sepatu dan alas kaki harus dipilih secara khusus untuk mencegah adanya gesekan atau tekanan pada kaki.
Referensi
  • Kruse I, Edelman S. Evaluation dan Treatmen of Diabetic Foot Ulcer. Clinical Diabetes Vol24, Number 2, 2006. p 91-93
  • Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management. Am Fam Physician, Vol 66, Number 9. 2002. p 1655-62
  • Stillman, RM. Diabetic Ulcers. Cited Jun 2008. Available at : URL http ://www.emedicine.com
  • California Podiatric Medical Association Diabetic Wound Care. Cited September 2008. Availabel at : URL http : // www.Podiatrist.org
  • Mathes. Plastic Surgery. Trunk and Lower Extremity Vol 6, Second Edition. P 1443 – 1450 Jones R. Exploring The Complex Care of The Diabetic Foot Ulcer. JAAPA. 2007
  • American Medical Association. Lower Extremity Amputation Episodes Among person with Diabetes-New Mexico,2000. JAMA. 2003 ;289 ;12: 1502-1503
  • H.Thorne, Charles . Grab’s and Smith Plastic Surgery. 6th Edition. p 704-706. Sumpio BE. Foot Ulcers. NEJM 2000;343:787-93
  • McCarthy JG, editor. Plastic Surgery. Philadelphia : W.B Saunders Company. ; 1990.p.4079-92
  • Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM; Fischer JE, Galloway AC, editors. Principles of Surgery. 7th ed. New York: Mc Graw Hill; 1999.p.931-1004.
  • Amstrong DG, Lavery LA. Diabetic Foot Ulcer : Prevention, Diagnosis and Classification. Am Fam Physician. 2008
  • Boulton JM, Kirsner RS, Vileykite L. Neuropathic Diabetic Foot Ulcers. NEJM 2004;351:48- 55
  • Caputo GM, Cavanagh PR, Ulbrecht JS, Gibbons GW, Karchmer AW. Assessment and Management of Foot Disease in Patients with Diabetes. NEJM 1994;331:854-60
  • Singh N, Amstrong DG, Lipsky BA. Preventing Foot Ulcers in Patients with Diabetes. J Am Med Ass 2005;293,217-28
  • Beiser IH. Diabetic Foot. Cited Dec 1998. Available at: URL http:// Dr.Ian H Beiser Podiatric Page
  • Parmet S, Glass TJ, Glass RM. Diabetic Foot Ulcers. JAMA’ 2005;293(2):260 Bloomgarden ZT.The Diabetic Foot. Diabetes care. 2008;3l:372-376
  • Doupis J, Veves A. Classification, Diagnosis, and Treatment of Diabetic Foot Ulcers. Wound. May 2008; 20:117-126
  • Brem H, Sheehan p, Boulton AJ. Protocol for Treatment of Diabetic Foot Ulcers. Am J Surg. 2004;187(5A):15-105
  • Sibbald RG, Amstrong DG, Orsted HL. Pain in Diabetic Foot Ulcers. Ostomy Wound Management. Apr 2003;49 :24-29
  • Beckman JA, Creager MA, Libby P. Diabetes and Atherosclerosis: Epidemiology, Pathophysiology, and Management. JAMA’ 2002; 287 ;19 :2570-2581

Ulkus adalah hilangnya lapisan kulit epidermis dan dermis yang dihasilkan dari kerusakn barrier/pertahanan kulit akibat erosi/gesekan dapat mencaai jaringan subkutan (Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005).

Klasifikasi Ulkus Diabetikum


Berbagai macam pengklasifikasian derajat ulkus digunakan oleh ahli. Sumpio, Schroeder, & Blume (2005) dan Sigh, Pai, & Yuhhui (2013) mengatakan bahwa pengklasifikasian derajat ulkus yang populer dan mudah diaplikasikan adalah metode pengklasifikasian berdasarkan wagner dan Texas University.

Klasifikasi ulkus kaki berdasarkan Wagner (Wagner Classification of foot ulcers)

  • Grade 0 : terdapat selulitis dengan tidak tampak lesi terbuka
  • Grade 1 : ulkus pada daerah superfisial
  • Grade 2: ulkus dalam mencapai tendon, tulang, atau tulang sendi (joint capsule)
  • Grade 3 : terdapat infeksi (abses atau osteomyelitis)
  • Grade 4 : terdapat gangren pada punggung kaki
  • Grade 5 : gangren menyeluruh pada permukaan kaki

Klasifikasi ulkus kaki berdasarkan Wagner
Gambar Klasifikasi ulkus kaki berdasarkan Wagner (Wagner Classification of foot)

Klasifikasi ulkus diabetikum berdasarkan University of Texas (University of Texas diabetic wound classification system)

Berdasarkan kedalaman :

  • Grade 0 : preulseratif atau area luka yang akan sembuh
  • Grade 1: luka superfisial sampai dengan epidermis atau dermis, tetapi belum mencapai tendon, capsule, atau tulang
  • Grade 2: kedalaman luka sampai pada tendon atau capsule tetapi belum sampai tulang
  • Grade 3 : kedalam luka sampai pada tulang atau sendi

Berdasarkan iskemia :

  • Stage A : luka bersih tanpa infeksi
  • Stage B : luka infeksi non-iskemik
  • Stage C : luka non infeksi iskemik
  • Stage D : luka infeksi iskemik

Klasifikasi ulkus diabetikum berdasarkan University of Texas
Gambar Klasifikasi ulkus diabetikum berdasarkan University of Texas

Diagnosis Ulkus Diabetikum


1. Riwayat

Pengkajian yang tepat dan menyeluruh dapat mengurangi risiko amputasi pada kaki yang mengalami ulkus. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah adanya tanda dan gejala neuropati (rasa nyeri pada kaki seperti terbakar, tidak berasa, rasa tebal pada kaki, perasaan panas dan dingin, penurunan ambang rasa sakit-mati rasa terhadap suhu dan getar, produksi keringat menurun, kulit kering dan pecah-pecah, kaki terasa lebih hangat).

Tanda dan gejala gangguan aliran darah perifer (kaki pucat saat diangkat ke atas, luka pada kaki dan jari-jari, kulit kering dan bersisik, otot kaki yang mengecil, bulu-bulu rambut yang menipis). Selain itu juga harus diperhatikan adanya tanda-tanda kelainan yang dijumpai pada kaki diabetes (jari bengkok, penonjolan tulang metatarsal ke arah plantar, kulit mudah luka akibat gesekan dengan alas kaki, sendi menjadi kurang stabil).

2. Pengkajian luka ulkus

Pengkajian luka meliputi lokasi, luas, kedalaman, bentuk, kondisi dasar luka, kondisi sekitar/batas luka (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013; Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005). Kondisi luka seperti ada atau tidak adanya slough atau jaringan granulasi menjadi sangat penting untuk diperhatikan untuk manajement perawatan luka yang akan dilakukan. Selain itu tanda-tanda infeksi juga harus diperhatikan seperti kemerahan, hangat, tekstur tenderness (lembut), adanya sekresi purulen, atau demam (Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005).

3. Pengkajian Neurologi

Pengkajian neurologi digunakan untuk mendeteksi apakah pada pasien diabetes telah terjadi neuropati perifer atau belum. Pemriksaaan dilakukan dengan menggunakan benang-benang halus atau dapat juga menggunakan garputala. Benang-benang ini di gosok-gosokkan pada permukaan kaki, dan di evaluasi apakah pasien merasakan apa yang dilakukan oleh pemeriksa. Selain itu jika menggunakan garpu tala, getaran yang dihasikan ditempel di kulit dan dievaluasi. Jika pasien tidak merasaka adanya getaran tersebut maka di duga pasien telah mengalami neuropati perifer (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013).

4. Laboratorium

Pemeriksaan kultur jaringan diperlukan untuk melihat penyebab infeksi luka. Pemeriksaan kultur tidak dapat dilakukan terlalu sering/setiap hari karena ini hanya akan menambah risiko infeksi pada luka (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013; Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005).

5. Radiologi

Dalam beberapa kasus untuk mengetahui kedalaman luka tidaklah mudah jika terdapat banyak slough atau eksudat/pus yang menutupi luka. X-ray sangat membantu untuk memudahkan pengkajian terhadap kedalaman luka serta untuk melihat ada atau tidaknya infeksi pada tulang, fraktur, subluxatio/dislokasi sendi (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013).

6. Pengkajian Lain

Gangguan sirkulasi perifer menjadi salah satu faktor risiko terjadinya ulkus kaki diabetikum. ABI (Ankle Brakhial Indeks) merupakan tindakan non invasif untuk mengetahui adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat murah, mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai marker adanya insufisiensi arterial.

Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita mengukur tekanan darah menggunakan manset tekanan darah, kemudian adanya tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi oleh probe Doppler (pengganti stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai bawah (ankle) (dorsalis pedis/tibia posterior) sama atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas (brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle (dorsalis pedis/tibia posterior) dibagi tekanan sistolik brachial.

Tabel Interpretasi hasil ABI

ABI interpretasi
>1.30 kalsifikasi arteri, penekanan pada pembuluh darah
0.90-1.30 normal
0.60-0.89 iskemia ringan
0.40-0.59 obstruksi vascular
<0.40 obstruksi vaskular berat
Sumber: Lipsky, B.A et al. 2012

Faktor Risiko Ulkus Diabetikum


The American Diabetes Association mengatakan bahwa seseorang dengan diabetes melitus memiliki risiko tinggi mengalami ulkus kaki diabetikum. Adapun faktor risiko tersebut antara lain laki-laki, klien dengan kontrol glukosa yang buruk, sudah mengalami diabtes melitus > 10 tahun, atau klien DM yang telah mengalami komplikasi kardiovaskular, retina, atau ginjal/renal (Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005). Klien diabetes mudah terkena penyakit arterosklerosis.

Mengenal faktor risiko yang dapat menyebabkan ulkus pada kaki diabetik merupakan salah satu hal yang penting dilakukan sebagai upaya pencegahan. Faktor risiko tersebut antara lain gangguan saraf, kelainan bentuk kaki, peningkatan tekanan/beban pada kaki, kelainan tulang-tulang kaki, gangguan pembuluh darah, riwayat luka pada kaki, kelainan pertumbuhan kuku, tingkat pendidikan dan lingkungan sosial, dan pemakaian sepatu yang tidak sesuai (Darmowidjojo, 2009).

Dua faktor penting yang berperan penting dalam kejadian ulkus kaki diabetikum antara lain gaya gesekan dan gaya tekanan. Gaya gesekan terjadi akibat adanya sentuhan kulit dengan permukaan benda seperti sepatu saat berjalan. Sedangkan gaya tekanan terjadi akibat proporsi berat badan, semakin tinggi berat badan maka tekanan yang dihasilkan oleh kaki akan semakin tinggi pula. Hal ini ditambah dengan kelainan-kelainan yang terdapat pada kaki diabetikum serperti adanya kalus, bentuk kaki yang menonjol, tulang jari kaki atau kaki yang miring sehingga akan memudahkan untuk terjadi sobekan pada permukaan kulit kaki.

Tekanan dan gesekan pada kulit akan merusak integritas jaringan kulit yang awalnya lesi pra-ulkus (perdarahan dalam kalus, kulit melepuh, lecet dll). Jika hal ini tidak disadari oleh klien makan luka akan menjadi luas dan melebar sehingga sangat berisiko untuk terjadinya infeksi sehingga harus diamputasi.

Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetikum


Standar penatalaksanaan ulkus kaki diabetikum dilakukan dalam tim dari multidisiplin ilmu. Penatalaksanaan ini bertujuan untuk memastikan kontrol glukosa darah, perfusi adekuat, perawatan luka dan debridemen, mengurangi bebab tekanan (offloading), serta kontrol infeksi dengan antibiotik yang sesuai dan penggantian balutan, serta tindakan operasi/bedahuntuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses penyembuhan (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013).

1. Debridemen

Penyembuhan luka lebih cepat terjadi jika kondisi luka terbas dari jaringan mati/nekrotik serta material yang menghambat pertumbuhan jaringan baru. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang Penatalaksanaan ulkus kaki diabetikum ini salah satunya dengan debridemen. Deberidement berfungsi untuk menghilangkan jaringan mati/nekrotik dan benda asing serta dapat mengoptimalkan kondisi lingkungan sekitar luka (Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005).

Debridemen tidak hanya dilakukan melalui proses pembedahan. Metode lain yang dilakukan adalah debridement dengan menggunakan balutan basah-kering (wet to dry dressing); debridement menggunakan enzim seperti kolagen sebagai salep; dan ada juga autolitik debridemen menggunakan dengan menggunakan balutan yang mempertahankan kelembaban (moisture retaining dressing) (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013).

Dari berbagai macam debridemen, debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan efisien.

Tujuan debridemen bedah adalah untuk :

  1. mengevakuasi bakteri kontaminasi,
  2. mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan,
  3. Menghilangkan jaringan kalus,
  4. mengurangi risiko infeksi lokal.

2. Balutan/Dressing

Prinsip perawatan luka diabetes saat ini menekankan pada kelembaban luka (moist wound healing). Kondisi luka yang lembab dan bersih dapat merangsang percepatan proses granulasi (Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005).

Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan luka. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma. Beberapa faktor yang harus perhatikan dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya.

3. Mengurangi beban (offloading)

Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar. Neuropati yang terjadi pada penderita DM sangat rentan terjadi luka akibat beban dan gesekan yang terjadi pada kaki. Pad pendderita DM luka menjadi sulit untuk sembuh. Salah satu hal yang sangat penting dalam perawatan kaki diabetik adalah mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off loading).

4. Revascularization surgery

Revaskularisasi dapat menurunkan risiko amputasi pada klien dengan iskemik perifer. Prosedur revaskularisasi meliputi bypass grafting tau endovaskular techniques (angioplasty dengan atau tanpa stent). Komplikasi yang harus diperhatikan dalam melakukan revaskularisasi berkaitan dengan adanya trombolisis (Singh, Rai, dan Yuhhui, 2013).

5. Amputasi

Amputasi merupakan tindakan yang paling terakhir jika berbagai macam telah gagal dan tidak menunjukkan perbaikan. Pasien DM dnegan ulkus kaki 40- 60% mengalami amputasi ekstremitas bawah (Singh, Rai, dan Yuhhui, 2013). Amputasi pada diabetes ini menyebabkan seseorang menjadi cacat dan kehilangan kemandiriannya (Wounds International, 2013).

Indikasi amputasi meliputi

  1. Iskemik jaringan yang tidak dapat di atasi dengan tindakan revaskularisasi
  2. Infeksi kaki yang mengancam dengan perluasan infeksi yang tidak terukur
  3. Terdapatnya ulkus yang semakn memburuk sehingga tindakan pemotongan menjadi lebih baik untuk keselamatan pasien.