Apa yang dimaksud dengan Lean enterprise atau Lean Manufacturing ?

Lean enterprise atau Lean Manufacturing

Lean manufacturing adalah sebuah cara berpikir, filosofi, metode dan strategi manajemen untuk meningkatkan efisiensi di lini manufaktur atau produksi. Metode ini diadaptasi dari Toyota Production System (TPS).

Apa yang dimaksud dengan Lean enterprise atau Lean Manufacturing ?

Lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan (Waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang/jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan (customer value).

APICS Dictionary (2005), mendefinisikan Lean sebagai suatu filosofi bisnis yang berlandaskan pada minimasi penggunaan sumber-sumber daya (termasuk waktu) dalam berbagai aktivitas perusahaan. Lean berfokus pada identifikasi dan eliminasi aktivitas- aktivitas tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) dalam desain, produksi (untuk bidang manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa), dan supply chain management, yang berkaitan langsung dengan pelanggan (Gaspersz, 2011).

Lean yang diterapkan pada keseluruhan perusahaan disebut sebagai lean enterprise. Lean yang diterapkan pada manufacturing disebut sebagai lean manufacturing, dan lean yang diterapkan dalam bidang jasa disebut sebagai lean service, lean yang diterapkan pada bank disebut sebagai lean banking, lean dalam bidang retail disebut lean retailing, lean dalam bidang pemerintahan disebut sebagai lean government dan lain-lain (Gaspersz, 2011).

Terdapat lima prinsip lean yaitu :

  1. Mengidentifikasi nilai produk berdasarkan perspektif pelanggan.
  2. Mengidentifikasi value stream mapping untuk setiap produk
  3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang value stream.
  4. Mengorganisasikan agar material, informasi dan produk mengalir secara lancar dan efesien sepanjang proses value stream menggunakan sistem tarik (pull system)
  5. Terus menerus mencari teknik dan alat peningkatan (improvement tools and techniques) untuk mencapai keunggulan dan peningkatan secara terus- menerus.

Lean manufacturing dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah (non-value-adding activities) melalui peningkatan terus-menerus secara radikal (radical continous inprovement) dengan cara mengalirkan produk (material, work-in-process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan (Gaspersz, 2011).

Konsep Dasar Waste



Waste dapat didefinisikan sebagai segala aktivitas kerja yang tidak memberikan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang value stream mapping. Berdasarkan perspektif lean, semua jenis pemborosan yang terdapat sepanjang proses value stream, yang mentransformasi input menjadi output harus dihilangkan guna meningkatkan nilai produk (barang atau jasa) dan selanjutnya meningkatkan customer value (Vincent dan Avanti, 2011)

Menurut Gaspersz (2011), Secara umum terdapat “Seven plus One Type of Waste” yang terdapat pada sistem produksi yaitu:

  1. Over Production
    Over production merupakan jenis pemborosan yang terburuk yang mempengaruhi keenam jenis pemborosan lainnya. Over production terjadi karena memproduksi suatu produk melebihi kebutuhan pelanggan yang mengakibatkan penumpukan pada produk sehingga memerlukan pengangkutan, penyimpanan, pemeriksaan, serta memungkinkan akan mengakibatkan kecacatan. Selain itu, over production terjadi karena variasi produk yang di produksi oleh perusahaan.

  2. Waiting Time (Delay)
    Waiting time disebabkan karena tidak seimbangan pada lintasan produksi sehingga keterlambatan tampak melalui orang-orang yang sedang menunggu mesin , peralatan dan bahan baku.

  3. Transportation
    Transportation merupakan pemborosan yang berupa pergerakan di sekitar lantai produksi. Transportasi terjadi diantara langkah proses pembuatan, aliran pengolahan serta pengiriman ke pelanggan.

  4. Over processing
    Pemborosan pada proses disebabkan oleh proses yang berlebihan yang tidak diinginkan oleh pelanggan. Perusahaan membuat spesifikasi produk diluar keinginan pelanggan sehingga sering menciptakan limbah dalam produksi.

  5. Motion
    Motion merupakan jenis pemborosan yang disebabkan oleh gerakan yang tidak diperlukan oleh seorang operator atau mekanik seperti berjalan, mencari alat atau bahan. Ini dikatakan limbah ketika melihat seorang operator yang aktif bergerak dan terlihat sibuk sehingga sering melakukan gerakan yang tidak diperlukan.

  6. Inventory
    Inventory termasuk jenis pemborosan klasik, semua inventory termasuk pemborosan kecuali jika diterjemahkan langsung untuk penjualan. Inventory dapat berupa raw materials, work in process atau finished goods.

  7. Defect Product
    Jenis pemboran ini dapat disebut scrap yang disebabkan oleh ketidak puasan konsumen terhadap produk sehingga produk dikembalikan ke perusahaan selain itu proses yang tidak baik.

  8. Defective Design
    Pemborosan yang disebabkan oleh pengerjaan desain yang tidak memenuhi kebutuhan pelanggan serta penambahan feature yang tidak perlu.

Pada dasarnya dikenal dua kategori utama pemborosan, yaitu Type One Waste dan Type Two Waste (Vincent dan Avanti, 2011)

Type one waste adalah aktivitas kerja yang tidak menciptakan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang value stream, namun aktivitas itu pada saat sekarang tidak dapat dihindarkan karena berbagai alasan. Misalnya, aktivitas inspeksi dan penyortiran dari perspektif Lean merupakan aktivitas tidak bernilai tambah sehingga merupakan waste, namun pada saat sekarang kita masih membutuhkan inspeksi dan penyortiran karena mesin dan peralatan yang digunakan sudah tua sehingga tingkat keandalan kurang.

Demikian pula pengawasan terhadap orang, misalnya merupakan aktivitas tidak bernilai tambah berdasarkan perspektif lean, namun pada saat sekarang kita masih harus melakukannya, karena orang tersebut baru saja direkrut oleh perusahaan sehingga belum berpengalaman. Dalam konteks ini, aktivitas inspeksi, penyortiran, dan pengawasan dikategorikan sebagai Type One Waste harus dapat dihilangkan atau dikurangi.

Type One Waste ini sering disebut sebagai Incidental Activity atau Incidental Work yang termasuk ke dalam aktivitas tidak bernilai tambah (non- value-adding-work or activity))

Type Two Waste merupakan aktivitas yang tidak menciptkan nilai tambah dan dapat dihilangkan dengan segera. Misalnya menghasilkan produk cacat (defect) atau melakukan kesalahan (error) yang harus dihilangkan segera. Type Two Waste ini sering disebut waste saja, karena benar-benar merupakan pemborosan yang harus dapat diidentifikasi dan dihilangkan dengan segera.

Konsep value added activity, incidential (non value added) activity atau type one waste, dan type two waste (waste) dapat di lihat pada bagan berikut ini (Vincent dan Avanti, 2011):

Perhitungan Matriks Lean


Process Cycle Efficiency

Untuk melakukan penerapan lean pada suatu sistem produksi, hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan pengukuran metrik lean. Pengukuran metrik lean ini akan memberikan gambaran awal mengenai kondisi perusahaan sebelum diterapkan lean dan bila lean telah diterapkan maka akan terlihat perubahan pada nilai yang baik pada metrik-metrik ini. Salah satu metrik lean yang pelu diukur antara lain Efisiensi Siklus Proses (Process Cycle Efficiency) (Batubara, 2012).

Efisiensi siklus proses adalah suatu cara dengan melakukan pengukuran untuk melihat ke-efisienan suatu pabrik, karena dengan menggunakan metrik ini dapat dilihat bagaimana persentasi antara waktu proses terhadap waktu keseluran produksi yang dilakukan oleh pabrik. Suatu proses dapat dikatakan Lean jika nilai PCE > 30% (Gasperz, 2011).

Rumus untuk menghitung efisiensi siklus proses adalah:

Process Cycle Efficiency = Value Added Time / Total Lead Time

dimana,

  • Value-added time adalah waktu melakukan proses yang memberikan nilai tambah kepada produk sedangkan total lead time adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses dari awal sampai akhir yaitu ketika barang dipesan sampai dengan barang dikirim kepada pelanggan (Gasperz, 2011).

  • Lead time adalah berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memberikan produk atau jasa kepada pelanggan sejak permintaan diterima. Memahami apa yang menyebabkan lead time menjadi panjang yang berarti terdapat proses yang berjalan dengan lambat, akan sangat memudahkan pada saat menganalisa keadaan perusahaan dan memikirkan solusi yang tepat untuk diterapkan (Gasperz, 2011).

Seven Waste Relationship


Semua jenis waste bersifat interdependent dan berpengaruh terhadap jenis lain. Berikut adalah gambar keterkaitan antara seven waste :

image
Gambar Seven Waste Relationship

Tujuh waste dapat dikelompokan kedalam 3 kategori utama yang dikaitkan terhahadap man, machine, dan material. Kategori man berisi konsep motion, waiting, dan over production. Kategori machine meliputi over process,sedangkan kategori material meliputi transportation, inventory dan defect (Gaspersz, 2011).

Secara konseptual, waste adalah segala aktifitas dan kejadian di dalam value stream (aliran nilai) yang termasuk non value added (NVA). Penggolongan ini mengacu pada kategorisasi aktivitas dalam sebuah perusahaan oleh Hines dan Taylor (2000) yang mengelompokkan aktivitas dalam organisasi menjadi tiga:

  1. Value Added (VA)
  2. Non Value Added ((NVA)
  3. Necessary but Non Value Added (NNVA)

Aktivitas VA adalah memberikan nilai tambah bagi konsumen akhir, sedangkan jika tidak memberikan nilai tambah bagi konsumen akhir maka aktivitas tersebut tergolong NVA. Diantara dua kelompok tersebut terdapat kelompok (NNVA) terakhir yang tidak memberikan nilai tambah tetapi diperlukan misalkan material handling ataupun inspeksi. Menurut Gaspersz (2011), kelompok NNVA, meskipun tidak harus segera, sebisa mungkin dikurangi atau dihilangkan sedangkan NVA harus segera diprioritaskan untuk dihilangkan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan pengaruh antara satu jenis waste dengan waste lainnya. Sebagaimana didiskusikan oleh Rawabdeh (2005) penelitian-penelitian termaksud dapat diringkas dalam tabel sebagai berikut :

Tabel Temuan Penelitian Terhadap Keterkaitan Antar Waste.

Penulis & Tahun Temuan/simpulan
Kobayashi (1995) Over production adalah jenis waste yang paling kritis karena dapat menaikkan resiko terjadinya semua waste lainnya.
Wu (2003) Over production sering memaksa perusahaan menambah jumlah pekerja yang dapat mengakibatkan masalah kualitas akibat tidak adanya standar kompetensi pekerja baru.
Hines and Rich (1997) Over production mengurangi kelancaran aliran barang atau jasa dan sangat mungkin akan menghambat produktifitas dan berisiko pada kualitas.
Inventory dapat mempengaruhi over production, defect, motion dan transportation dalam tingkat yang sama.
Imai (1997) Excessive inventory cenderung meningkatkan lead time menghalangi diketahuinya masalah secara cepat dan dapat meningkatkan kebutuhan ruang serta menghambat komunikasi
Produk berkualitas rendah akan dihasilkan jika mesin-mesin digunakan secara tidak efisien.
Sumber: Rawabdeh, 2005

Berdasarkan simpulan tersebut, Rawabdeh (2005) berkeyakinan bahwa semua jenis dari waste adalah saling mempengaruhi dalam artian selain memberi pengaruh terhadap yang jenis waste lainnya, ia juga secara simultan dipengaruhi oleh jenis waste yang lain. Lebih jauh, Rawabdeh (2005) juga membuat model dasar kategorisasi dan keterkaitan antar waste berdasarkan hubungannya dengan manusia, mesin dan material. Berikut adalah gambar keterkaitan antara manusia, mesin dan material:


Gambar Model Dasar Hubungan Antar Waste. Sumber: Gaspersz, 2012

Sepanjang tahun 1990-an dan awal 2000an beberapa metode dan kerangka kerja terkait permasalahan seputar waste telah dikembangkan (Gaspersz, 2012). Beberapa diantaranya adalah practical program of revolution in factories (PPORF) oleh Kobayasi, pendekatan perbaikan terus-menerus atau kaizen oleh Imai, holistic framework oleh Lim dan rekan-rekanya, penggunaan 5S secara praktis untuk pengurangan waste oleh O’hEocha dan lain-lain (Rawabdeh, 2005).

Meskipun demikian, pendekatan-pendekatan tersebut tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap hubungan antara jenis waste. Oleh karena itu diperlukan suatu alat eliminasi waste yang cukup komprehensif yang dapat memberikan analisa yang memadai untuk menentukan strategi eliminasi waste tanpa memberikan pengaruh negatif pada waste jenis lain (Rawabdeh, 2005)…

Aplikasi Lean


Ada beberapa aplikasi yang bisa diterapkan pada suatu sistem yang menjalankan lean, adalah sebagai berikut:

  1. Mengurangi ukuran lot produksi
  2. Mengurangi waktu set up
  3. Fokus pada pemasok tunggal
  4. Menjalankan kegiatan pemeliharaan preventif (preventive maintenance)
  5. Penurunan cycle time
  6. Mengurangi persediaan (stock) untuk mengekpos manufaktur, distribusi dan masalah penjadwalan.
  7. Menggunakan peralatan yang baru atau teknologi.
  8. Menggunakan teknik change over cepat.
  9. Continous atau one pieces flow.
  10. Produksi menggunakan sistem tarik atau kanban.
  11. Menghapus kemacetan (bottleneck).
  12. Menggunakan teknik pemeriksaan kesalahan atau pokayoke, dan
  13. Menghilangkan waste.

Menurut (Gaspersz, 2012) Persyaratan dan landasan bagi perusahaan untuk menyebarkan lean production meliputi:

  1. Kombinasikan berfikir lean dengan strategi bisnis
  2. Integrasikan dengan para penyalur (supplier) dan pelanggan (customer)
  3. Komitmen manajemen
  4. Keterlibatan semua staff

Long-Term Philosophy Toyota (“4P” Model of the Toyota Way)


Keputusan manajemen berdasarkan pada suatu filosofi yang jangka panjang, bahkan atas biaya dari sasaran keuangan jangka pendek.

  1. Process (Eliminate Waste)

    • Buat proses “flow” untuk memunculkan permasalahan
    • Beban kerja yang rata (Heijunka)
    • Berhenti ketika ada suatu masalah mutu “quality”(Jidoka)
    • Sistem tarik (pull system) untuk menghindari produksi berlebih
    • Menstandarisasi tugas-tugas untuk perbaikan berkelanjutan
    • Gunakan visual kontrol sehingga tidak ada masalah yang tersembunyikan
    • Gunakan pada yang dapat dipercaya
  2. People and Partner (Respect,Challange and Grow Them)

    • Pertumbuhan para pimpinan (leader) yang hidup sesuai filsafat
    • Rasa hormat, berkembang dan memberikan tantangan ke team
    • Rasa hormat, tantangan dan membantu para supplier
  3. Problem Solving (Continous Improvement and Learning)

    • Mempelajari organisasi yang berkesinambungan melalui Kaizen
    • Memahami situasi secara menyeluruh
    • Membuat keputusan-keputusan secara bertahap melalui konsesus, secara menyeluruh mempertimbangkan semua opini atau tidak cepat.

Lean manufacuring bertujuan untuk mengurus dan mengatur sebuah organisasi dalam memperbaiki produktifitas, efisiensi, dan kualitas dari produk maupun jasa yang dihasilkannya (ITC, 2004)

Menurut Vincent gaspersz (2007), konsep lean adalah konsep perampingan atau efisiensi. Konsep ini dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur maupun jasa, karena pada dasarnya konsep efisiensi akan selalu menjadi suatu target yang ingin dicapai oleh perusahaan. Lean sepenuhnya berbicara tentang eliminasi “muda”/ waste, oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui benar konsepnya.

*Waste dapat didefinisikan sebagai segala aktivitas kerja yang tidak bernilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang value stream.

Lebih dalam lagi The Association for Operation Management (2005) menyebutkan bahwa Lean adalah sebuah filosofi binis yang berlandaskan pada minimasi penggunaan sumber-sumber daya produksi dalam berbabagi aktivitas perusahaan, melalui upaya perbaikan dan peningkatan terus-menerus, yang berfokus pada identifikasi dan eliminasi aktivitas-aktivitas (activities) dalam bidang design, manufaktur, jasa, maupun supply chain management yang berkaitan langsung dengan pelanggan.

Lean manufacturing merupakan metode yang pada awalnya diadaptasi dari sistem produksi perusahaan otomotif Jepang yang sangat sukses yaitu Toyota. Konsep ini kemudian diperkenalkan kepada dunia internasional melalui sebuah buku yang di buat oleh James Womack dan Dan Jones yang berjudul “The

Machine That Changed The World ” pada tahun 1990. Dalam bukunya mereka menyebutkan bahwa dalam menerapkan lean diperlukan 5 prinsip utama yaitu:

  1. Define value precisely
    Menentukan apa yang menjadi value dari sudut pandang pelanggan

  2. Identify the entire value stream
    Mengidentifikasi semua tahapan yang diperlukan untuk men- design, order dan produksi barang ke dalam seluruh aliran nilai ( value stream ) untuk mencari non-value adding activity.

  3. Value-creating steps flow
    Membuat value flow, yaitu semua aktivitas yang memberikan nilai tambah disusun kedalam suatu aliran yang tidak terputus (continuous).

  4. Design and provide what the customer wants only when customer wants it (pull)
    Mengetahui aktivitas-aktivitas penting yang digunakan untuk membuat apa yang diinginkan oleh customer .

  5. Pursue perfection
    Perbaikan yang dilakukan secara terus-menerus sehingga waste yang terjadi dapat dihilangkan secara total dari proses yang ada.

Perbandingan Sebelum & Sesudah Lean
Gambar Perbandingan Sebelum & Sesudah Lean

Waste (Pemborosan)


Tujuan utama dari sistem lean adalah mengurangi waste. Waste atau muda dalam bahasa jepang adalah segala sesuatu yang tidak bernilai atau tidak bernilai tambah. Waste adalah sesuatu yang pelanggan tidak mau membayarnya. Ditegaskan kembali oleh Hines dan Taylor (2000) bahwa waste berarti non-value- adding activities , dalam susdut pandang pelanggan. Terdapat dua jenis utama waste (pemborosan), yaitu Type one waste dan Type two waste (Vincent Gaspersz, 2007).

  • Type One Waste adalah segala aktivitas yang tidak bernilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang value stream , tetapi aktivitas itu pada saat sekarang tidak dapat dihindarkan karena berbagai alasan. contoh, aktivitas inspeksi dan penyortiran dalam sudut pandang lean merupakan aktivitas yang tidak bernilai tambah sehingga merupakan waste, namun aktivitas tersebut tidak dapat terhindari. Demikian pula pengawasan terhadap orang,misalnya yang merupakan aktivitas yang tidak bernilai tambah, namun pada saat sekarang kita masih harus melakukannya, karena orang tersebut baru saja direkrut oleh perusahaan sehingga belum berpengalman. Dalam konteks ini aktivitas inspeksi, penyortiran, dan pengawasan dikategorikan sebagai Type One Waste.

    Dalam jangka panjang Type One Waste harus dapt dihilangkan atau dikurangi. Type One Waste ini sering disebut sebagai Incidental Activity atau Incidental Work yang termasuk dalam aktivitas yang tidak bernilai tambah (non valueadding work or activity).

  • Type Two Waste merupakan aktivitas yang tidak menciptkan nilai tambah dan dapat dihilangkan segera. Misalnya, menghasilkan produk cacat (defect) atau melakukan kesalahan ( error ) yang harus dapat dihilangkan dengan segera. Type Two Waste ini sering disebut sebagai Waste saja, karena merupakan benar-benar pemborosan yang harus dapat diidentifikasi dan dihilangkan dengan segera.

Terdapat tujuh jenis pemborosan yang di definisikan oleh Shigeo Shingo (1981, 1988), diantaranya adalah sebagai berikut :

  • Overproduction- memproduksi terlalu banyak melebihi kebutuhan pelanggan atau memproduksi lebih cepat daripada waktu kebutuhan pelanggan yang menyebabkan kelebihan inventory.

  • Defects- yang tergolong defects contohnya bisa berupa kesalahan dokumentasi, permasalahan kualitas produk yang dihasilkan, atau delivery performance yang buruk.

  • Unnecessary Inventory- kelebihan penyimpanan dan delay material maupun produk sehingga mengakibatkan peningkatan biaya dan peningkatan biaya dan penurunan kualitas pelayanan terhadap pelanggan.

  • Inappropriate processing- seperti kesalahan dalam mempergunakan tools saat bekerja sehingga terjadinya kesalahan dalam proses produksi.

  • Excessive transportation- dapat berupa waktu, tenaga, dan biaya akibat pergerakan yang berlebihan dari pekerja, aliran informasi, dan atau material.produk.

  • Waiting- tidak beraktifitasnya (menunggu) pekerja, informasi dan atau barang dalam waktu yang lama yang berdampak terhadap buruknya aliran proses dan bertambahnya lead times.

  • Unnecessary motions- segala pergerakan dari orang atau mesin yang tidak menambah nilai terhadap barang dan jasa yang akan diserahkan kepada pelanggan tetapi hanya menambah biaya dan waktu saja. Atau keadaan tempat kerja yang kurang (tidak ergonomis) yang menyebabkan pekerja melakukan gerkan yang tidak perlu.

Seven Wastes Shigeo Shingo
Gambar Seven Wastes Shigeo Shingo

Value Stream Mapping (VSM)


VSM merupakan salah satu tool dari lean manufacturing yang pada awalnya berasal dari Toyota production system (TPS) yang dikenal dengan istilah “material and information flow mapping” (WPI, 2007).

Russell dan Shook (1999) mendefinisikan VSM sebagai sebuah powerful tool yang tidak hanya dapat mengidentifikasi inefisiensi proses tetapi juga dapat menjadi panduan dalam melakukan perbaikan.

Lebih jauh lagi Jones dan Womack (2000) menyebutkan bahwa VSM merupakan proses pemetaan secara visual aliran informasi dan material yang bertujuan untuk menyaiapkan metode dan performance yang lebih baik dalam sebuah usulan future state map.

Dari tool ini, informasi tentang aliran informasi dan fisik dalam sistem dapat diperoleh. Selain itu kondisi sistem produksi seperti lead time yang dibutuhkan juga dapat digambarkan dari masing- masing karakteristik proses yang terjadi. Pada gambar di bawah ini, dijelaskan simbol-simbol visual standar yang digunakan dalam pembuatan Value stream Mapping.

Simbol-simbol yang digunakan dalam Value stream Mapping
Gambar Simbol-simbol yang digunakan dalam Value stream Mapping (VSM)

Terdapat 7 macam detail mapping tools yang paling umum digunakan, yaitu:

  • Process Activity Mapping

    Merupakan pendekatan teknis yang biasa dipergunakan pada aktivitas-aktivitas di lantai produksi. Walaupun demikian, perluasan dari tool ini dapat digunakan untuk mengidentifikasikan lead time dan produktivitas baik aliran produk fisik maupun aliran informasi, tidak hanya dalam ruang lingkup perusahaan namun juga pada area lain dalam supply chain.

    Konsep dasar dari tool ini adalah memetakan setiap tahap aktivitas yang terjadi mulai dari operasi, transportasi, inspeksi, delay , dan storage , kemudian mengelompokkannya ke dalam tipe-tipe aktivitas yang ada mulai dari value adding activities, necessary non value adding activities, dan non value adding activities.

    Tujuan dari pemetaan ini adalah untuk membantu memahami aliran proses, mengidentifikasikan adanya pemborosan, mengidentifikasikan apakah suatu proses dapat diatur kembali menjadi lebih efisien, mengidentifikasikan perbaikan aliran penambahan nilai.

  • Supply Chain Response Matrix

    Merupakan grafik yang menggambarkan hubungan antara inventory dengan lead time pada jalur distribusi, sehingga dapat diketahui adanya peningkatan maupun penurunan tingkat persediaan dan waktu distribusi pada tiap area dalam supply chain . Dari fungsi yang diberikan, selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan manajemen untuk menaksir kebutuhan stock apabila dikaitkan pencapaian lead time yang pendek. Tujuannya untuk memperbaiki dan mempertahankan tingkat pelayanan pada setiap jalur distribusi dengan biaya rendah.

  • Production Variety Funnel

    Merupakan teknik pemetaan visual yang mencoba memetakan jumlah variasi produk di tiap tahapan proses manufaktur. Tools ini dapat digunakan untuk mengidentifikasikan titik dimana sebuah produk generic diproses menjadi beberapa produk yang spesifik. Selain itu, tools ini juga dapat diguanakn untuk menunjukkan area bottleneck pada desain proses. Dengan fungsi-fungsi tersebut, selanjutnya dapat digunakan untuk merencanakan perbaikan kebijakan inventory (apakah dalam bentuk bahan baku, produk setengah jadi atau produk jadi).

  • Quality Filter Mapping

    Merupakan tool yang digunakan untuk mengidentifikasikan letak permasalahan cacat kualitas pada rantai suplai yang ada. Evaluasi hilangnya kualitas yang sering terjadi dilakukan untuk pengembangan jangka pendek. Tools ini mampu menggambarkan tiga tipe cacat kualitas yang berbeda, yaitu sebagai berikut:

    • Product defect
      Cacat fisik produk yang lolos ke customer karena tidak berhasil diseleksi pada saat proses inspeksi.

    • Scrap defect
      Sering disebut juga sebagai internal defect , dimana cacat ini masih berada dalam internal perusahaan dan berhasil diseleksi pada saat proses Inspeksi.

  • Service defect
    Permasalahan yang dirasakan customer berkaitan dengan cacat kualitas pelayanan. Hal yang paling utama berkaitan dengan cacat kualitas pelayanan adalah ketidaktepatan waktu pengiriman (terlambat atau terlalu cepat). Selain itu dapat disebabkan karena permasalahan dokumentasi, kesalahan proses packing maupun labeling , kesalahan jumlah (quantity) , dan permasalahan faktur.

  • Demand Amplification Mapping

    Peta yang digunakan untuk memvisualisasikan perubahan demand di sepanjang rantai suplai. Fenomena ini menganut law of industrial dynamics , dimana demand yang ditransmisikan disepanjang rantai supplai melalui rangkaian kebijakan order dan inventory akan mengalami variasi yang semakin meningkat dalam setiap pergerakannya mulai dari downstream sampai dengan upstream . Dari informasi tersebut dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dan analisa lebih lanjut baik untuk mengantisipasi adanya perubahan permintaan, me- manage fluktuasi, serta evaluasi kebijakan inventory .

  • Decision Point Analysis

    Menunjukkan berbagai option sistem produksi yang berbeda, dengan trade off antara lead time masing-masing option dengan tingkat inventory yang diperlukan untuk meng- cover selama proses lead time .

  • Physical Structure

    Merupakan sebuah tools yang digunakan untuk memahami kondisi rantai suplai di level produksi. Hal ini diperlukan untuk memahami kondisi industri itu, bagaimana operasinya, dan dalam mengarahkan perhatian pada area yang mungkin belum mendapatkan perhatian yang cukup untuk pengembangan.

Pemakaian dari 7 tool diatas didasarkan pada pemilihan yang tepat berdasarkan kondisi perusahaan itu sendiri. Agar lebih mudah maka dapat dilakukan berdasarkan sistem bobot, seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini,

Tabel Matrik Seleksi Untuk Tujuh VALSAT
Matrik Seleksi Untuk Tujuh VALSAT

Catatan:

  • H (high correlation and usefulness) faktor pengali = 9
  • M (Medium correlation and usefulness) faktor pengali = 3
  • L (Low correlation and usefulness) faktor pengali = 1

Sedangkan untuk mendapatkan tool mana yang tepat dalam proses mapping digunakan metode dapat dilihat pada tabel berikut ini,

Tabel Matrik Seleksi Untuk Pemilihan VALSAT
Matrik Seleksi Untuk Pemilihan VALSAT
(Sumber: Peter Hines and Nick Rich, 2008)

Kolom A berisi tujuh pemborosan yang biasanya terdapat dalam perusahaan. Kolom B merupakan tools pada value stream mapping. Kolom C adalah korelasi antara kolom A dan B dimana nilai korelasi antar keduanya ada 3 macam yaitu high correlation yang memiliki bobot 9 , medium correlation yang memiliki bobot 3, low correlation yang memiliki bobot 1. Kemudian masing-masing bobot dikalikan dengan bobot yang ada pada kolom D setelah didapatkan hasilnya maka dijumlahkan dan diletakkan pada kolom E dan nilai yang tertinggi adalah yang terpilih. Pemilihan lebih dari satu tool akan lebih berguna dalam mereduksi waste yang ada di perusahaan

Cycle time, Normal time, Standard time


Cycle time adalah waktu rata-rata yang diperoleh dari data waktu pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya (Chase dkk, 2007). Sedangkan Normal time adalah waktu kerja yang dibutuhkan oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya pada kecepatan kerja normal (Niebel,B & Freivalds,A, 2003).

Perhitungan waktu siklus dan waktu normal ditujukan untuk menghitung waktu bahu tiap operator dalam tiap proses kerja. Standard time merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan tingkat kemampuan rata-rata yang mana telah meliputi kelonggaran waktu yang diberikan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan tersebut (Niebel,B & Freivalds,A, 2003).

Kegunaan dari perhitungan standard time adalah untuk perencanaan kebutuhan tenaga kerja, untuk perkiraan biaya-biaya dalam penentuan upah karyawan, untuk penjadwalan produksi, dan untuk menunjukkan keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja dalam sehari.

Hubungan antar waste


Semua waste saling bergantung satu dengan yang lainnya dan saling dipengaruhi dan mempengaruhi (Kobayashi, 1995). Wu (2003) melaporkan bahwa over-production memaksa perusahaan untuk menambah tenaga kerjanya sehingga membuat standarisasi menjadi sulit dan hal ini menyebabkan masalah kualitas.

Hubungan antar waste memang sangat kompleks, hal ini disebabkan pengaruh dari tiap waste dapat muncul secara lansung maupun tidak langsung. Hubungan antar waste yang satu dengan yang lain dapat disimbolkan dengan menggunakan huruf pertama pada tiap waste (Rawbdeh, 2005)

  • O untuk overproduction
  • I untuk inventory
  • D untuk defect
  • M untuk motion
  • P untuk process
  • T untuk transportation
  • W untuk waiting

Tiap hubungan ditandai dengan symbol garis bawah “_”, contohnya, O_I yang berarti bahwa efek secara lansung dari overproduction terhadap inventory.

Hubungan antar jenis waste memiliki bobot yang berbeda. Oleh sebab itu di butuhkan penilaian untuk mengetahui bobot dari tiap pola hubungan yang erjadi diantara waste tersebut.

Waste Realtionship Matrix


Analisa pengukuran kriteria hubungan antar pemborosan di lakukan dengan menggunakan WRM. WRM merupakan matrix yang terdiri dari baris dan kolom. Setiap baris menunjukkan pengaruh tiap waste terhadap keenam tipe waste lainnya. Sedangkan setiap kolom menunjukkan waste yang dipengaruhi oleh waste lainnya. Diagonal matriks menunjukkan nilai hubungan yang tertinggi seperti yang ditunjukkan pada Tabel dibawah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa setiap waste memiliki hubungan yang besar dengan dirinya sendiri (Rawbdeh, 2005).

Tabel Matriks Waste Realtionship Matrix
Matriks *Waste Realtionship Matrix

Tabel Range Division Derajat Kekuatan Hubungan Antar Waste

Range Jenis Hubungan Symbol
17-20 Absolutely necessary A
13-16 Especially important E
9-12 Important I
5-8 Ordinary Closeness O
1-4 Unimportant U

Waste Assessment Questionnaire


Waste assessment questionare dibuat untuk mengidentifikasi dan mengalokasikan waste yang terjadi pada lini produksi (Rawbdeh, 2005). Assessment questionnaire terdiri dari 68 pertanyaan yang berbeda, pertanyaan- pertanyaan tersebut mewakili aktifitas, kondisi maupun tingkah laku dalam lantai produksi yang secara spesifik dapat menghasilkan pemborosan. Beberapa pertanyaan di kelompokkan dalam jenis “ From ” yang berarti bahwa pertanyaan tersebut merujuk terhadap segala jenis pemborosan yang terjadi yang dapat memicu ataupun menghasilkan jenis pemborosan (waste) yang berbeda. Sedangkan pertanyaan yang lainnya mewakili jenis “To ” yang berarti segala jenis waste yang ditimbulkan oleh waste yang lainnya.

Setiap pertanyaan pada waste assessment questionnaire terdiri dari tiga buah jawaban dengan bobot masing-masing : 1, 0.5 dan 0. Pertanyaan dikategorikan ke dalam 4 kelompok yaitu man, machine, material dan method . Tiap pertanyaan tersebut dikelompokkan menjadi beberapa tipe dengan derajat yang sama berdasarkan jawabannya untuk mengembangkan model kuesoner penilaian waste. Nilai akhir dari waste bergantung pada kombinasi jawaban.

Langkah-langkah untuk menganalisa hasil waste assessment questionnaire dengan persamaan algorithm waste assessment :

  1. Menghitung jumlah pertanyaan “From” dan “To” dari tipe waste yang sama.

  2. Membagi tiap bobot dengan jumlah dari masing-masing tipe pertanyaan (Ni). persamaan dibawah digunakan untuk menghitung score dari waste , di mana W merupakan bobot dari hubungan, Sj merupakan score dari waste dan j merupakan tipe waste dari tiap pertanyaan di nomor k.

    Sj = ∑ (Wj.k / Ni) waste j

  3. Menghilangkan efek dari jawaban yang nol dengan mencari Fj . Fj merupakan ferukensi dari cells yang berisi bobot yang tidak nol untuk tiap jenis dari waste j .

  4. Menganalisa jawaban waste assessment questionnaire . Baris pada tiap tipe waste dikalikan dengan bobot dari tiap jawaban. Hasilnya diberi simbol Xk. Nilai dari tiap kolom di bawah tiap tipe waste dijumlahkan untuk mendapatkan score yang baru (sj) dengan menggunakan persamaan :

    image untuk tiap tipe waste j

  5. Jumlah dari cells yang bukan berisi angka nol dihitung untuk mendapatkan frekuensi (fj) . Hal ini dilakukan karena terkadang jawaban dari kuesioner akan memiliki nilai yang sama dengan nol dan kadang-kadang ada pertanyaan yang tidak dapat mengindikasikan faktor dari tiap tipe waste . Berdasarkan jawaban kuesioner, faktor indikasi untuk tiap tipe waste (Yj) dihitung dengan persamaan :

    image untuk tiap tipe waste j

  6. Menghitung nilai persentase “From” dan “To” pada nilai waste matrix dikalikan untuk menganalisa bagaimana tiap tipe waste dipengaruhi waste lainnya. Persentase “From” dan “ To” pada nilai waste matrix dikalikan untuk mendapatkan probabilitas kejadian masing-masing waste (Pj).

  7. Menghitung faktor final waste (Yjfinal) dengan persamaan di bawah ini:

    Yfinal = Yj x Pj

Lean Manufacturing adalah sistem yang membantu mengidentifikasi dan mengeliminasi dari pemborosan, meningkatkan kualitas, dan mengurangi waktu produksi dan biaya. Sistem ini juga membuat perusahaan lebih fleksibel dan lebih responsif dalam mengurangi pemborosan. (Wilson, 2010)

Menurut Ohno ada tujuh tipe prinsip pemborosan, yakni:

  1. Overproduction : Ini adalah sumber utama dari keenam jenis pemborosan lainnya. Overproduction disebabkan karena barang yang kita produksi tidak terjual bisa disebabkan karena produk tersebut defect atau kita terlalu cepat melakukan produksi dari waktu yang telah ditentukan.

  2. Waiting : ini disebabkan karena pekerja tidak melakukan pekerjaannya karena suatu alasan. Bisa terjadi dalam bentuk short-term waiting disebabkan karena pekerja menganggur karena ketidakseimbangan lini, atau long-term waiting karena kehabisan stok barang atau kerusakan mesin.

  3. Transportation : Ini terjadi ketika produk yang diantarkan ke konsumen tidak efisien.

  4. Overprocessing : Ini adalah proses yang dilakukan berlebihan yang tidak diminta oleh konsumen. Melakukan proses yang tidak efisien juga termasuk dalam Overprocessing.

  5. Movement: ini adalah gerakan yang tidak diperlukan oleh orang-orang, seperti orang dan mesin berjalan-jalan untuk mencari material atau alat. Ini biasa dianggap sebagai pemborosan karena melakukan aktivitas yang tidak penting karena melakukan pekerjaan yang tidak perlu.

  6. Inventory: Terjadi karena inventori tidak terjual langsung dan disimpan di dalam gudang.

  7. Making Defective: Pemborosan ini biasa disebut dengan scrap . Making Defective Parts membuat tambahan waktu, usaha, dan energi menjadi terbuang sia-sia.

Dengan menerapkan Lean Manufacturing manfaat untuk perusahaan adalah berkurangnya defect , investasi, berkurangnya material yang digunakan, berkurangnya penyimpanan, ruang, dan berkurangnya manusia dalam proses produksi.

Lean manufacturing merupakan konsep dari Toyota Production System dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah kerja dengan menghilangkan waste dan mengurangi pekerjaan yang tidak perlu, biaya yang lebih rendah, kualitas yang lebih tinggi dan lead time yang lebih pendek.

Lean manufacturing juga dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) melalui peningkatan terus menerus secara radikal (radical continuous improvement) dengan cara mengalirkan produk (material, work in process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan dalam industri manufaktur.

Tujuan dari lean manufacturing adalah untuk mengurangi waste dalam tenaga kerja dan persediaan, time to market tepat waktu, dan mengelola persediaan untuk produksi yang sangat responsif terhadap permintaan pelanggan sambil menghasilkan produk berkualitas dengan cara yang paling efisien dan ekonomis. Lean manufacturing berfokus pada efisiensi, bertujuan untuk menghasilkan produk dan jasa pada biaya terendah dan dalam waktu sesingkat- singkatnya. Konsep lean thinking berasal dari toyota production system (TPS) yang menentukan nilai setiap proses dengan cara membedakan value added activities dari non value added activities dan menghilangkan waste sehingga setiap langkah memberikan nilai tambah didalam proses.

Dalam pengaplikasian lean thinking Hines dan Taylor (2000) membaginya kedalam enam tahapan yaitu understanding waste , setting the direction, understanding the big picture, detailed mapping, getting suppliers and constumers involved, cheking the plan fits the direction and ensuring buy-in.

  1. Understanding Waste
    Pada tahap pertama ini menekankan bagaimana memahami waste yang terjadi dalam proses produksi yang kemudian digolongkan kedalam tujuh tipe waste. Untuk membantu proses indentifikasi waste maka perlu dilakukan proses pemilahan terhadap setiap aktivitas yang terjadi dalam perusahaan, aktivitas-aktivitas tersebut di katagorikan ke dalam tiga jenis aktivitas yaitu value adding activity, non value adding activity, dan necessary non value adding activity.

  2. Setting the Direction
    Proses ini merupakan penentuan arah serta perencanaan dalam upaya menerapkan lean thinking, untuk berhasil haruslah mengembangkan faktor penentu keberhasilan, mengkaji atau menentukan langkah-langkah bisnis yang tepat, memiliki sasaran peningkatan dari waktu ke waktu, mendefinisikan key business processes, menentukan key business processes untuk pada daerah yang ditargetkan, dan memahami proses yang membutuhkan pemetaan secara rinci.

  3. Understanding The Big Picture
    Di dalam proses ini dipetakan seluruh aliran proses bisnis perusahaan mulai dari supplier, perusahaan, hingga pelanggan. Dengan dilakukanya pemetaan ini dapat diketahui dengan jelas aliran fisik dan informasi yang dapat berguna dalam mempermudah pengdentifikasian waste.

  4. Detailed Mapping
    Dalam proses ini diakukan pemetaan secara detail dengan menggunakan tujuh tools yaitu process activity mapping, supply chain response matrix, production variety funnel, quality filter mapping, demand amplification mapping, decision point analysis dan physical structure mapping.

  5. Getting Suppliers and Constumers Involved
    Dalam proses penerapan lean thinking juga harus melibatkan supplier dan konsumen, yang dimaksudkan agar lean tercipta pada setiap proses di sepanjang rantai nilai.

  6. Cheking the Plan Fits the Direction and Ensuring Buy-in
    Dilakukan pengecekan kesesuaian atara arah dan tujuan dengan rencana awal melalui evaluasi terhadap masalah dalam proses demi mencapai tujuan.

Lean manufacturing adalah suatu konsep produksi dimana semua orang bekerja sama untuk menghilangkan pemborosan (waste). Lean manufacturing didefinisikan sebagai suatu proses yang terdiri dari lima langkah. Untuk menjadi sebuah perusahaan manufaktur yang lean diperlukan suatu pola pikir yang terfokus pada membuat produk mengalir melalui proses penambahan nilai tanpa interupsi (one piece flow), suatu sistem “tarik” yang berawal dari permintaan elanggan, dengan hanya menggantikan apa yang diambil oleh proses berikutnya dalam interval yang singkat, dan suatu budaya dimana semua orang berusaha keras melakukan peningkatan secara terus-menerus.

Sejarah Lean Manufacturing

Konsep lean manufacturing merupakan pengembangan dari Toyota Production System dimulai pertama kali oleh Henry Ford, orang pertama yang benar-benar mengintegrasikan seluruh proses produksi. Pada tahun 1913 ia menciptakan konsep interchangeable parts , dengan standard kerja dan sistem conveyor yang kita sebut dengan aliran produksi. Henry Ford dan tangan kanannya Charles E. Sorensen menciptakan strategi manufakturing yang sangat sukses yang kemudian menjadi trend di seluruh dunia. Mereka mengatur pekerja, mesin, tool, produk menjadi sebuah sistem untuk membuat mobil model T.

Permasalahan dengan sistem Ford bukanlah aliran produksi. Ford mampu mengubah persediaan dari seluruh perusahaan setiap beberapa hari. Sebaliknya itu adalah ketidakmampuan untuk menyediakan produk beragam warna. Model T bukan hanya terbatas pada satu warna. Model T juga terbatas pada satu spesifikasi sehingga semua Model T chasis pada dasarnya identik dengan akhir produksi pada tahun 1926. Ini menggambarkan bahwa setiap mesin di Ford hanya memproduksi satu jenis produksi saja tidak ada proses pergantian tool ( change overs ).

Ketika dunia ingin variasi warna, model dan penambahan fasilitas baru Ford sepertinya kehilangan jalannya. Alfred P. Sloan dari General Motors mampu menjawab tantangan tersebut. Dia mampu mengembangkan strategi untuk mengelola perusahaan dalam skala besar dan menghadapi berbagai perubahan. Pada pertengahan decade 1930-an General Motors mengalahkan Ford dalam dominasi pasar otomotif.

Setelah perang dunia II, para pemimpin Toyota mengunjungi Ford dan GM untuk mempelajari jalur perakitan dengan seksama. Mereka menguji sistem ban berjalan, mesin pemrosesan yang presisi, dan ide mengenai skala ekonomi pada produksi mesin tenun mereka. Toyota menyadari bahwa kondisi bisnis mereka sangat berbeda dengan Ford dan GM. Dimana Ford dan GM menggunakan produksi massal, skala ekonomi, dan peralatan besar untuk memproduksi komponen sebanyak mungkin dengan harga semurah mungkin, pasar Toyota setelah perang di Jepang merupakan pasar yang kecil. Toyota juga harus membuat beragam kendaraan dalam jalur perakitan yang sama untuk memuaskan pelanggannya.

Pada tahun 1990, James Womack menulis buku yang berjudul “The Machine That Change The World” yang berisi penelitian pengembangan industri manufakturing otomotif di Jepang, Amerika dan Eropa, dan menelurkan istilah baru Lean Manufacturing , yang menarik perhatian praktisi manufakturing di banyak negara. Istilah yang sekarang ini sudah biasa kita dengar.