Apa yang dimaksud dengan Konsep Kebijakan Luar Negeri?

Konsep Kebijakan Luar Negeri

Konsep tentang kebijakan luar negeri adalah panduan, prinsip dan tujuan dari keputusan suatu negara dalam mengupayakan kepentingan negara di kancah internasional.

Apa yang dimaksud dengan Konsep Kebijakan Luar Negeri ?

Konsep Kebijakan Luar Negeri


Konsep tentang kebijakan luar negeri adalah panduan, prinsip dan tujuan dari keputusan suatu negara dalam mengupayakan kepentingan negara di kancah internasional. Proses pengambilan keputusan luar negeri selalu didasari oleh kebutuhan dan kepentingan nasional yang tercermin di dalam kehendak masyarakat. Sehingga, secara umum konsep kebijakan luar negeri tidak jauh berbeda dengan kebijakan dalam negeri, hanya saja ruang lingkupnya meliputi aktor-aktor internasional dan intensitas persaingan kepentingan jauh lebih tinggi, lebih-lebih pada sesuatu yang berkaitan dengan isu ekonomi, politik, hukum, dan keamanan. Lebih lanjut, peneliti akan menjelaskan konsep kebijakan luar negeri dalam perspektif K.J. Holsti.

Kebijakan luar negeri, sebagaimana penjelasan K.J. Holsti, pada dasarnya merupakan instrumen kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah suatu negara untuk menjalin hubungan dengan aktor-aktor atau negara-negara lain dalam politik dunia internasional demi mencapai tujuan nasionalnya. Holsti juga mencirikan kebijakan luar negeri sebagai proses pembentukan keputusan atau pengulangan pola dan tindakan sebagai ciri khas perilaku dan sikap diplomatik sebuah negara.

Ruang lingkup kebijakan luar negeri meliputi semua tindakan serta aktivitas negara terhadap lingkungan eksternalnya dalam upaya memperoleh keuntungan dari lingkungan tersebut, serta memperhatikan berbagai kondisi internal yang menopang formulasi tindakan tersebut.

Secara fungsi, kebijakan luar negeri didefinisikan sebagai serangkaian sasaran yang menjelaskan bagaimana suatu negara berinteraksi dengan negara lain di bidang-bidang ekonomi, politik, sosial, dan militer; atau dalam tingkatan lain juga mengenai bagaimana negara berinteraksi dengan organisasi-organisasi non-negara. Interaksi tersebut dimonitor dan dievaluasi dalam usaha untuk memaksimalkan berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari kerjasama internasional. Dengan demikian, aktor-aktor negara akan melakukan berbagai macam kerjasama, baik kerjasama yang bersifat bilateral, trilateral, regional, maupun multilateral, yang biasa dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya melalui perang, perdamaian dan kerjasama ekonomi.

… Interaksi antar negara dalam sistem internasional sekarang ini bersifat rutin dan hampir bebas dari konflik. Berbagai jenis masalah nasional, regional dan global bermunculan dan memerlukan perhatian dari berbagai negara. Dari banyak kasus yang terjadi pemerintah saling berhubungan atau melakukan pembicaraan mengenai masalah yang dihadapi, mengemukakan berbagi bukti teknis untuk menolong permasalahan tertentu, dan mengadakan beberapa perjanjian yang memuaskan bagi semua pihak.

Fungsi tersebut juga mencakup dalam konteks bantuan luar negeri sebagai instrumen hubungan internasional. Kajian tentang foreign policy bisa menjadi acuan untuk mengetahui cara pengambilan kebijakan di negara donatur terhadap negara penerima, dalam mempromosikan kepentingan nasionalnya di atas batas teritori negara. Konsep ini akan menjabarkan bagaimana perubahan dalam lingkungan eksternal dapat mempengaruhi negara yang bersangkutan, atau proses pembentukan “ image ” yang diinginkan negara tersebut dari lingkungan eksternalnya.

Holsti menjelaskan, bahwa kebijakan luar negeri adalah strategi atau rencana tindakan yang dibentuk oleh para pembuat keputusan suatu negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional. Terdapat lima landasan pembuatan sumber kebijakan luar negeri, meliputi:

1. Sumber Eksternal (External Sources) , meliputi atribut-atribut yang ada pada sistem internasional dan pada karakteristik serta sikap suatu negara dalam menjalaninya. Sumber Eksternal mencakup perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal, kebijakan dan tindakan dari negara lain baik itu konflik maupun kerjasama, ancaman, dukungan yang baik secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi foreign policy suatu negara.

2. Sumber Masyarakat (Societal Sources) , yaitu seluruh karakteristik sosial domestik dan sistem politik yang membentuk orientasi masyarakat terhadap dunia. Intinya adalah seluruh aspek non-pemerintah dari sistem politik yang mempengaruhi foreign policy . Hal ini meliputi keadaan geografis, etnis, nilai atau norma yang berkembang di masyarakat, populasi, opini publik, dan lain- lain.

3. Sumber Pemerintah (Governmental Sources), meliputi seluruh elemen dari struktur pemerintahan yang memberikan pertimbangan-pertimbangan akan pilihan foreign policy , baik yang sifatnya memperluas atau membatasi pilihan yang akan diambil oleh para pembuat kebijakan, tentunya dalam lingkungan serta interaksi antar pihak-pihak di dalam pemerintahan.

4. Sumber Peranan (Role Sources), role di sini terkait dengan peranan atau status dari pemerintah sebagai pembuat keputusan.

5. Sumber Individu (Individual Sources), meliputi nilai-nilai dari seorang pemimpin atau pengambil keputusan sebagai ideologinya, pengalaman hidupnya, masa kecilnya, latar belakang pendidikannya, segala sesuatu yang mempengaruhi persepsinya, karakter, dan lain-lain. Hal-hal inilah yang mempengaruhi persepsi, pilihan-pilihan dan respon atau reaksi dari seorang pengambil keputusan dari pengambil keputusan yang lain.

Maka, sesungguhnya keputusan dalam pengambilan kebijakan luar negeri tidak akan pernah lepas dari faktor internal suatu negara, meliputi aspek ekonomi, politik dalam negeri, situasi sosial, kelompok kepentingan, dan lainlain. Selain itu, faktor eksternal juga tetap menjadi pertimbangan dalam pengambilan sebuah kebijakan luar negeri suatu negara. Dalam hal ini, pola tindakan negara terhadap lingkungan eksternal sebagai reaksi atas respon negara lain, selain mencakup unsur kekuasaan ( power ), kepentingan dan tindakan, juga mencakup perhatian terhadap sistem internasional dan perilaku para pembuat keputusan dalam situasi konflik. Jadi politik internasional menggambarkan hubungan dua arah (reaksi dan respon) bukan aksi. Dengan demikian, apa yang telah diupayakan sebagai kepentingan nasional akan dapat direalisasikan, dengan saling mengkondisikan antara faktor internal dan eksternal sesuai dengan kepentingan nasional.

Konsep tersebut mengacu pada pandangan Holsti, bahwa, foreign policy as the analysis of decisions of a state toward the external environment and the condition-usually domestic under which these actions are formulated . Maksudnya, kurang lebih, bahwa politik luar negeri sebagai suatu analisis keputusan negara terhadap keadaan lingkungan pada kondisi eksternal negara, dan biasanya melihat kondisi di dalam negeri terlebih dahulu untuk bertindak dan merumuskan kebijakan politik luar negeri suatu negara, menyesuaikan dengan kepentingan nasional.

K.J. Holsti memberikan tiga kriteria untuk mengklasifikasikan tujuantujuan politik luar negeri suatu negara: Pertama, nilai ( values ) yang menjadi tujuan dari para pembuat keputusan; Kedua, jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, meliputi tujuan jangka pendek ( short term ), jangka menengah ( middle term ), dan jangka panjang ( long term ); Ketiga, tipe tuntutan yang diajukan suatu negara kepada negara lain.

Untuk mewujudkan kepentingan nasional, perumusan kebijakan luar negeri harus memenuhi semua kepentingan masyarakat dan kepentingan negara. Adapun kepentingan nasional itu sendiri, bertolak pada keniscayaan karakter ”negara” yang cenderung invasif. Sehingga, kepentingan nasional memiliki pengertian yang tidak jauh dari upaya untuk meningkatkan kekuatan domestik, sekaligus berusaha memperluas pengaruh keluar batas negaranya, melalui individu pembuat kebijaksanaan yang berkehendak membuat kondisi tertentu. Output politik luar negeri dapat berupa kebijaksanaan, sikap, atau tindakan negara, yang merupakan tindakan atau pemikiran yang disusun oleh pembuat kebijaksanaan.

Beberapa variabel untuk menganalisis kebijakan luar negeri, di antaranya meliputi:

  • Atribut Nasional, yaitu meliputi kapabilitas yang kuat dan lemah, sikap dan pendapat masyarakat, kebutuhan ekonomi, dan komposisi etnis sosial;
  • Kondisi Eksternal, meliputi persepsi ancaman dan perubahan fundamental dalam kondisi eksternal; dan
  • Atribut Ideologi dan Sikap, yang mencakup kebijakan dan peranan tradisional, sikap dan pendapat masyarakat, tanggung jawab kemanusiaan, prinsip ideologi, identifikasi diri terhadap kawasan dan pertentangan ideologi dengan negara lain.

Kebijakan luar negeri juga mengandung komponen tindakan, suatu hal yang dilakukan oleh pemerintah sebuah negara kepada pemerintah negara lain untuk menghasilkan orientasi, memenuhi peran atau mencapai dan mempertahankan tujuan tertentu. Tindakan, pada dasarnya, merupakan satu bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk mengubah atau mendukung perilaku pemerintah negara lain yang sangat berperan untuk menentukan berhasil tidaknya pencapaian tujuan pemerintah negara yang bersangkutan. Proses politik internasional dimulai bila sebuah negara berusaha melalui berbagai tindakan atau isyarat untuk mengubah atau mendukung perilaku negara lain, mulai dari tindakannya, citranya dan kebijakannya. Dengan demikian, kekuasaan dapat didefinisikan sebagai kemampuan umum suatu negara untuk mengendalikan perilaku negara lain.

Tindakan-tindakan politik luar negeri pada hakikatnya merupakan teknik-teknik yang digunakan sebagai sarana pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam strategi kebijakan luar negeri. Tindakan tersebut dapat dibedakan berdasarkan teknik yang digunakannya. Menurut Holsti, tindakan kebijakan luar negeri dapat dibedakan menurut sarana yang digunakannya:

Pertama, diplomasi . Upaya untuk mengkomunikasikan kepentingankepentingan nasional suatu negara, rasionalisasi kepentingan tersebut, ancaman, janji, dan kemungkinan kesepakatan-kesepakatan yang dapat diterima dalam suatu isu kepada pemerintah negara lain. Diplomasi pada hakikatnya merupakan proses negosiasi, di mana masing-masing negara melakukan tawar-menawar dalam suatu isu tertentu demi mencapai kepentingan nasionalnya melalui saluran-saluran resmi yang telah disepakati.

Kedua, propaganda . Upaya untuk mempengaruhi perilaku dan opini publik asing, sehingga sesuai dengan kehendak negara yang melakukan propaganda. Publik asing meliputi negara lain, kelompok etnik, kelompok religi, atau kelompok ekonomi tertentu dengan harapan bahwa publik ini pada gilirannya akan mempengaruhi perilaku dan kebijakan pemerintahnya sesuai dengan harapan negara yang melancarkan propaganda.

Ketiga, ekonomi . Upaya untuk memanipulasi transaksi ekonomi internasional demi mencapai tujuan-tujuan nasional. Bentuknya dapat berupa imbalan ( rewards ) maupun paksaan ( coercion ). Sebagai sarana paksaan, ransaksi ekonomi internasional digunakan untuk memaksa pemerintah asing mengubah kebijakan-kebijakannya, baik domestik maupun luar negeri agar sesuai dengan keinginan pemerintah yang melancarkan ancaman tersebut. Sedangkan sebagai sarana imbalan, transaksi ekonomi internasional digunakan untuk mendukung agar pemerintah asing terus melakukan tindakan-tindakan yang diinginkan pemerintah si pemberi imbalan.

Keempat, militer . Upaya untuk mempengaruhi perilaku dan kebijakan negara lain dengan menggunakan ancaman dan/atau dukungan militer.

Konsep yang dikemukakan oleh Holstu mengenai kebijakan luar negeri sejalan dengan pandangan William D. Coplin mengenai penetapan politik luar negeri oleh pengambil kebijakan di suatu negara yang pada dasarnya dipengaruhi oleh empat determinan, meliputi: konteks internasional, kondisi ekonomi dan militer, politik dalam negeri, dan perilaku pengambil kebijakan. Konteks internasional menurut Coplin—hampir sama dengan faktor eksternal menurut Holsti—bahwa posisi khusus negara dipengaruhi oleh situasi global yang sedang terjadi, atau bergantung pada hubungannya dengan negara lain. Sedangkan kondisi ekonomi dan militer serta politik domestik merupakan faktor internal yang secara langsung mempengaruhi perilaku pengambil keputusan dalam menetapkan kebijakan luar negeri, termasuk di dalamnya adalah pertimbangan kepentingan nasional. Meskipun, kadang pula, pengambil keputusan juga memengaruhi kebijakan luar negeri dari aspek personalitasnya.