Apa yang dimaksud dengan Komunikasi Politik?

Komunikasi Politik adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara “yang memerintah” dan “yang diperintah”.

Komunikasi Politik

Lasswell dalam (Riswandi, 2009) mengemukakan secara eksplisit mengenaik unsur-unsur yang terlibat satu sama lain dalam komunikasi, yaitu:

  • Siapa/who (pelaku komunikasi pertama yang mempunyai inisiatif atau sumber)
  • Mengatakan apa/Says what (isi informasi yang disampaikan atau pesan)
  • Kepada siapa/To whom (pelaku komunikasi lainnya yang dijadikan sasaran penerima)
  • Melalui saluran apa/In which channel (alat/saluran penyampaian informasi)
  • Dengan akibat atau hasilapa /With what effect (hasil yang terjadi pada diri penerima)

Komunikasi Politik mengkhususkan diri dalam penyampaian informasi politik. Komunikasi politik dangan penting dalam sistem politik. Menurut McNair, komunikasi politik adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan dan kebijakan pemerintah.

Yang membedakan komunikasi politik dengan komunikasi biasa adalah pesan dan tujuan. Pesan dalam komunikasi politik berisi tentang visi misi, program kerja, kebijakan, dan yang berkaitan dengan kegiatan politik. Tujuan komunikasi politik pun yakni untuk mengambil hati masyarakat agar terpilih dan bisa menduduki jabatan di pemerintahan.

Aktor-aktor komunikator politik yakni seperti lembaga atau instansi pemerintahan, partai politik, individu yang mencalonkan diri, dll. Pelaku komunikasi politik sebaiknya bisa menjaga jarak yang tepat dan mempergunakan media sebaik-baiknya.

“Bad News is A Good News” Bagi pencari berita berita yang buruk akan lebih menarik untuk lebih dibahas dan menjadi konsumsi masyarakat.

Media yang sangat gencar digunakan saat ini yakni media sosial tak heran bila banyak buzzer yang kemudian menjadikan propaganda dalam komunikasi politik. Setiap orang sangat bebas menyikapi berita atau informasi yang ada di dalam media sosial sehingga pelaku-pelaku komunikasi politik perlu memperhatian setiap langkah dengan strategi yang tepat dalam melakukan komunikasi politik dengan sasaran masyarakat.

Contoh beberapa komunikasi politik yang dilakukan aktor politik:
image
Partai Perindo merupakan partai yang sangat gencar dalam komunikasi politik dengan membuat iklan kampanye. Iklan yang dilakukan yaitu dengan menunjukkan program kerja partai dengan backsound lagu perindo. Lagu perindo ini sudah seprti lagu yang tanpa disadari masyarakat bisa hafal tanpa harus menghafalnya karena sering mendengarnya. Hal itulah yang menjadi tujuan dari partai tersebut yakni menunjukkan hal-hal yang menarik dan positif dari partainya.

Sumber:

  • Qadaruddin, Muhammad, 2016, Kepemimpinan Politik Prespektif Komunikasi, Yogyakarta: Deepublish

Komunikasi politik merupakan penggabungan dua konsentrasi ilmu pengetahuan yaitu ilmu politik dan ilmu komunikasi. Hal ini karena perkembangan ilmu komunikasi yang pesat.
Pada perkembangan itu ilmu komunikasi mampu melahirkan apa yang kemudian disebut dengan komunikasi politik.

Jadi, kajian komunikasi politik berada dalam ranah studi ilmu komunikasi.

Pada sisi lain, komunikasi politik juga menjembatani dua disiplin dalam ilmu yaitu ilmu sosial dan ilmu politik. Kajian ilmu sosial dan ilmu politik kerap bersentuhan dengan media sebagai medium yang menghubungkan berbagai macam kelompok dan kepentingan.

Menyatunya dua disiplin ilmu tersebut membuat media yang peranannya pada masing-masing disiplin ilmu tersebut telah cukup sentral, menjadi cukup signifikan.

  • Kajian ilmu politik kerap bersentuhan dengan media sebagai medium pengelolaan pesan.

  • Komunikasi politik memungkinkan adanya analisis tentang propaganda dan agitasi akibat hubungan antar aktor politik dan aktor media.

  • Komunikasi politik berusaha memahami berbagai fenomena politik di masyarakat._

  • Kajian komunikasi politik sebagai ilmu terapan sebenarnya bukan hal yang baru. Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang konkret sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa saja._

Tak heran jika ada yang menyebut komunikasi politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka. Pada zaman dimana ilmu saling silang-bersilang dan lintas batas, zamanlah yang menentukan apakah komunikasi politik dapat bertahan sebagai ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan di bidang kemanusiaan dan dalam pencarian kebenaran. Bukan dalam sebuah jendela dari sekian banyak jendela untuk melihat suatu realitas fisik yang tunggal tetapi dalam sebuah dunia egaliter dan pluralitas yang rendah hati.

Mochtar Pabotinggi (1993): dalam praktik proses komunikasi politik sering mengalami empat distorsi.

  1. Distorsi bahasa sebagai “topeng”; ada euphemism (penghalusan kata); bahasa yang menampilkan sesuatu lain dari yang dimaksudkan atau berbeda dengan situasi sebenarnya, bisa disebut seperti diungkapkan Ben Anderson (1966), “bahasa topeng”.

  2. Distorsi bahasa sebagai “proyek lupa”; lupa sebagai sesuatu yang dimanipulasikan; lupa dapat diciptakan dan direncanakan bukan hanya atas satu orang, melainkan atas puluhan bahkan ratusan juta orang.

  3. Distorsi bahasa sebagai “representasi”; terjadi bila kita melukiskan sesuatu tidak sebagaimana mestinya. Contoh, gambaran buruk kaum Muslimin dan orang-orang Arab oleh media Barat.

  4. Distorsi bahasa sebagai “ideologi”. Ada dua perspektif yang cenderung menyebarkan distoris ideologi. Pertama, perspektif yang mengidentikkan kegiatan politik sebagai hak istimewa sekelompok orang—monopoli politik kelompok tertentu. Kedua, perspektif yang semata-mata menekankan tujuan tertinggi suatu sistem politik. Mereka yang menganut perspektif ini hanya menitikberatkan pada tujuan tertinggi sebuah sistem politik tanpa mempersoalkan apa yang sesungguhnya dikehendaki rakyat.

Politik adalah kegiatan masyarakat yang berkisar pada masalah-masalah seseorang untuk mendapatkan suatu tujuan kapan dan bagaimana. Dalam kenyataannya memang seperti itulah persoalan politik selalu menyangkut siapa yang sedang mengejar apa. Kemudian juga kapan dan bagaimana yang dikejar itu dapat diperoleh.Seorang ahli ilmu politik Amerika Serikat pada tahun 1948 mengemukakan ungkapan yang sangat terkenal dalam teori dan penelitian komunikasi massa. Ungkapan yang merupakan cara sederhana untuk memahami proses komunikasi massa ungkapan tersebut biasa disebut dengan formula Laswell. formula Laswell tersebut terdiri dari who? what channel? whom? and what effect? berikut adalah penjelasannya:

  1. Siapa (Who)
    Bisa di gunakan untuk menanyakan siapa namanya pada saat awal berkomunikasi atau kenalan satu sama lainnya.Who juga dapat diartikan sebagai sumber atau komunikator yaitu, pelaku utama atau pihak yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi dan yang memulai suatu komunikasi, bisa seorang individu,kelompok,organisasi,maupun suatu negara sebagai komunikator.
  2. Berkata Apa (Says What)
    Biasanya sering di gunakan untuk menayakan pesan apa yang telah di sampaikan, dan menanya kan kejadian kejadian.
  3. Melalui Saluran Apa (In Which Channel)
    Melalui saluran apa informasi atau komunikasi bisa di lakukan atau di jalankan.
  4. Kepada Siapa (To Whom)
    Kepada siapa pesan tersebut di tujukan apakah kepada suatu kelompok, individu, organisasi atau suatu Negara yang menerima pesan dari sumber. Hal tersebut dapat disebut tujuan, pendengar, khalayak, komunikan, penafsir, penyandi balik.
  5. Dengan Efek Apa? (With What Effect?)
    Apa efek atau dampak dari pesan tersebut, apakah pesan yang sudah disampaikan dapat di respon baik atau tidak oleh penerima seperti perubahan sikap dan bertambahnya pengetahuan.

Dalam suatu komunikasi pun terdapat beberapa peran agar komunikasi berjalan dengan lancer, peran tersebut adalah komunikator, pesan/media, komunikan dan juga feed back

  1. Komunikator
    Menurut Willian Doob komunikator politik dibagi menjadi 3 : politikus (punya otoritas mewakili partai politik), komunikator professional contohnya seperti jurnalis dan promoter dan yang ketiga adalah seorang aktivis dimana ia memiliki peran untuk menyampaikan aspirasi yang didapat dari suara rakyat.
  2. Pesan/Media
    Penyampaian pesan atau media bisa berakibat positif maupun negative bentuk pesan khususnya dalam pesan politik adalah berupa : keputusan/kebijakan, peraturan, retorika, kampanye, iklan politik dan sebagainya. Pesan ini juga dapat digunakan untuk bernegosisasi dimana tujuan bernegosisasi ini adalah untuk menyelesaikan permsalahan antar dua Negara dengan melalui duduk bersama saling berdiskusi tanpa harus melalui jalur peperangan.
  3. Komunikan
    Komunikan adalah seorang yang menerima pesan tersebut, siapakah yang menerima pesan? Bisa rakyat langsung atau anggota DPR kepada bawahannya. Isi pesan tersebut bisa berupa memo atau juga surat perintah.
  4. Feed back
    Feed back adalah bagaimana proses seseorang dalam menerima pesan yang telah di sampaikan oleh seorang komunikator pesan tersebut, apakah seseorang tersebut merespon pesan tersebut secara langsung atau tidak dan menerima sebagai pesan positif atau pesan negative.

KOMUNIKASI POLITIK DAN KOMPONEN-KOMPONEN NYA

Definisi komunikasi politik adalah seluruh proses transmisi, pertukaran, dan pencarian informasi (termasuk fakta, opini, keyakinan, dan lainnya) yang dilakukan oleh para partisipan dalam kerangka kegiatan-kegiatan politik yang terlembaga. Definisi ini menghendaki proses komunikasi politik yang dilakukan secara terlembaga. Sebab itu, komunikasi yang dilakukan di rumah antarteman atau antarsaudara tidak termasuk ke dalam fokus kajian. Meskipun demikian, konsep-konsep yang dikaji di dalam komunikasi politik sangat banyak, yang oleh sebab keterbatasan tempat, maka hanya akan diambil beberapa saja.

Skema Kerja Komunikasi Politik

Untuk mempermudah penjelasan, perlu kiranya diberikan istilah-istilah dalam komunikasi politik antara lain:

  • Komunikator = Partisipan yang menyampaikan informasi politik

  • Pesan Politik = Informasi, fakta, opini, keyakinan politik

  • Media = Wadah (medium) yang digunakan untuk menyampaikan pesan (misalnya surat kabar, orasi, konperensi pers, televisi, internet,

  • Demonstrasi, polling, radio)

  • Komunikan = Partisipan yang diberikan informasi politik oleh komunikator

  • FeedBack = Tanggapan dari Komunikan atas informasi politik yang diberikan oleh komunikator

Secara operasional, komunikasi politik juga dapat dinyatakan sebagai proses penyampaian pesan-pesan politik dari komunikator kepada komunikan melalui media tertentu hingga memberikan efek (feedback).

  1. Komunikator dan Komunikan

    Komunikator dalam proses komunikasi politik dapat diposisikan oleh beragam pihak. Parlemen, partai politik, kelompok kepentingan, warganegara, presiden, menteri, pengamat politik, dan lain sebagainya. Mereka menjadi komunikator jika menjadi partisipan yang menyampaikan pesan-pesan politik, dan berubah menjadi komunikan jika mereka berposisi sebagai penerima.

  2. Partisipan Bias

    Dalam komunikasi politik dikenal istilah partisipan bias. Artinya, kecenderungan melebih-lebihkan posisi diri dan tindakan suatu kelompok ketimbang kelompok lain. Partisan bias cenderung berakibat pada ketidakakuratan fakta. Partisipan bias tampak saat seorang anggota parlemen memposisikan partainya lebih bagus dan komitmen pada kesejahteraan rakyat ketimbang partai lain.

    Demikian pula, komunikan dapat saja membelokkan pemahaman atas apa yang disampaikan komunikator. Misalnya, ketika pemerintahan SBY memberlakukan kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan uang bantuan, sehingga dapat langsung dirasakan penerima. Ini ditanggapi berbeda oleh lawan-lawan politik dan warganegara yang kontra kebijakan tersebut, yang diwakili dengan pernyataan “pemerintah Cuma mengalihkan perhatian dari ketidakmampuan mengurangi angka kemiskinan” dan sejenisnya.

  3. Media

    Media menempati tempat strategis di dalam kajian komunikasi politik. Terlebih lagi, dunia kini tengah berada di peralihan antara Era Industrik menjadi Era Informasi. Informasi menjadi komoditi yang “laku” dipasarkan layaknya barang-barang seperti mobil, motor, sepeda, dan air conditioner. Dalam proses komunikasi pun, media memperoleh peranan yang semakin signifikan terutama setelah ditemukannya media-media baru akibat hasil perkembangan teknologi.

    Contoh media adalah surat kabar (misalnya Kompas, Media Indonesia, Rakyat Merdeka, Republika), televisi (Metro TV, RCTI, SCTV, TV One, Al Jazeerah, CNN), website (detik.com, kompas-online, tempo-interaktif), majalah (tempo, gatra), dan masih banyak lagi. Media-media tersebut memiliki karakteristik berupa keunggulan maupun kelemahannya, dan ini dapat dijelaskan melalui Teori Medium.

  4. Media Bias

    Media bias merupakan kecenderungan media untuk melakukan pemberitaan secara tidak berimbang. Jika partisan bias dilakukan oleh komunikator, maka media bias adalah kecenderungan media untuk tidak memberitakan fakta secara berimbang. Apa yang disampaikan media akan diserap oleh komunikan dan memunculkan FeedBack yang tidak akurat.

  5. Medium Theory

    Teori ini menjelaskan tentang alat yang digunakan sebagai media penyampai pesan punya pengaruh besar atas sifat dan isi komunikasi manusia. Marshall McLuhan lewat karya penelitiannya The Guttenberg Galaxy (1962) menceritakan proses perubahan dari komunikasi “oral” menjadi komunikasi tertulis (cetak). Revolusi alat cetak ini yang membuat ajaran Protestantisme menyebar cepat ke seluruh penjuru Eropa. Selain itu, ia juga menceritakan soal terjadinya peralihan dari komuniasi tercetak menjadi elektronik. Komunikasi lewat media elektronik ini membuat manusia mampu memahami dunia secara kolektif sehingga memunculkan apa yang disebutnya sebagai Global Village (Desa Global).

    Efek dari peristiwa “baku-hantam” di parlemen tentu berbeda, jika dinikmati melalui media yang berbeda. Efek marah, kesal, atau lucu lebih mudah muncul jika peristiwa tersebut kita saksikan melalui televisi ketimbang surat kabar. McLuhan menyebut ini sebagai “hot” media dan “cold” media. Televisi dan media elektronik lagi bersifat “hot” media, sementara surat kabar bersifat “cold” media.

  6. Hot media

    Hot media” artinya komunikan harus menggali atau mampu memperoleh makna lain setelah menyaksikan peristiwa “baku-hantam” melalui televisi. Sementara itu, jika melalui surat kabar, pemaknaan terbatas pada kalimat-kalimat yang ditulis wartawan. Variasi makna pada surat kabar dapat diperoleh jika terdapat image (foto) dan itupun tidak terlalu banyak oleh sebab keterbatasan tempat.

  7. Media Logic

    Media Logic adalah konsep yang mengindikasikan pengaruh media untuk merepresentasikan peristiwa yang kita sebut sebagai “realitas.” Media sebab itu dapat mengkonstruksi peristiwa dan hasil rekaannya, setelah dipublikasi, dinyatakan sebagai kenyataan yang sesunggunya. Contoh dari ini adalah film Pemberontakan G30S/PKI yang diproduksi pemerintah Orde Baru. Film ini mengkonstruksi peristiwa “pemberontakan” yang didalangi oleh PKI. Film tersebut terus diputar setiap tanggal 30 September di Indonesia, setiap tahun. Akhirnya, masyarakat mengira bahwa itulah kejadian pemberontakan yang sebenarnya.

    Media logic ini dipertentangkan dengan Party Logic, sebagai pola yang lebih “tua”. Party logic adalah konstruksi realitas oleh partai politik melalui penerbitan partai, seperti surat kabar, majalah, ataupun pamflet. Kini, party logic mendapat desakan yang kuat dari media, yang sebagian besar dimiliki oleh para pengusaha. Konstruksi realitas sebab itu semakin sulit untuk dikendalikan oleh partai politik.

  8. Editorial

    Editorial adalah pokok-pokok pikiran yang dibuat oleh dewan redaksi suatu media di dalam setiap edisi penerbitan. Surat kabar seperti Kompas memuatnya dalam kolom Tajuk Rencana dan Kartunnya. Editorial ini menjelaskan posisi media dalam isu-isu penting suatu penerbitan. Metro TV (pemberitaan elektronik) memuat Editorialnya setiap pagi hari, yang berisikan pokok-pokok masalah yang harus dicermati dan mengajak masyarakat berpikir akan masalah tersebut.

  9. Pesan Politik

    Pesan politik adalah isu-isu yang disampaikan komunikator kepada komunikan. Diyakini bahwa komunikator politik selalu “merekayasa” pesan politik sebelum itu disampaikan kepada komunikan. Artinya, suatu pesan tidak pernah dibuat secara sembarang oleh sebab seluruh komunikator percaya selalu ada FeedBack dalam setiap komentar mereka. Penentuan isu ini berkait dengan konsep-konsep Manajemen Isu dan Kepemilikan Isu.

  10. Manajemen Isu

    Manajemen isu adalah istilah untuk menggambarkan langkah-langkah strategis komunikator politik guna mempengaruhi kebijakan publik seputar masalah-masalah yang tengah hangat dipertikaikan masyarakat. Dalam kasus kenaikan harga BBM misalnya, PDIP berusaha mengambil simpati warganegara dengan secara terang-terangan menolak kebijakan tersebut meskipun akhirnya kenaikan tersebut tidak bisa dicegah. Sebagai partai yang tidak terserap ke dalam pemerintahan, PDIP hadir dengan isu-isu yang “mengkritis” kebijakan-kebijakan pemerintahan SBY.

    Sebab itu, komunikator politik selalu membicarakan isu-isu “hangat” ketimbang isu-isu “dingin.” Misalnya, kini hampir tidak ada partai politik yang berbicara tentang “orang hilang” atau “lumpur Lapindo”. Isu-isu tersebut hampir dapat disebut sebagai isu “dingin” dan jika dibicarakan pada publik maka tidak akan meningkatkan popularitas partai di mata masyarakat.

  11. Kepemilikan Isu

    Kepemilikan isu terjadi ketika pemilih yang beragam menganggap bahwa partai atau komunikator politik tertentu lebih layak untuk membawakan isu itu ketimbang pihak lain. Hal ini diketahui secara baik oleh PKS, misalnya, bahwa isu-isu Islam sudah jenuh diserahkan masyarakat pada partai-partai Islam lain seperti PPP, PKB, PAN, atau PBB. Masyarakat kemungkinan sekarang menganggap kepemilikan isu Islam terletak pada PKS.

Mendefinisikan komunikasi politik memang tidak cukup hanya dengan menggabungkan dua definisi, “komunikasi” dan “politik”. Ia memiliki konsep tersendiri, meskipun secara sederhana merupakan gabungan dari dua konsep tersebut. Komunikasi dan politik dalam wacana ilmu pengetahuan manusia merupakan dua wilayah pencarian yang masing-masing dapat dikatakan relatif berdiri sendiri. Namun keduanya memiliki kesamaan-kesamaan sebab memiliki objek material yang sama yaitu manusia.

Kesamaan objek material ini membuat kedua disiplin ilmu itu tidak dapat menghindari adanya pertemuan bidang kajian. Hal ini disebabkan karena masing-masing memiliki sifat interdisipliner, yakni sifat yang memungkinkan setiap disiplin ilmu membuka isolasinya dan mengembangkan kajian kontekstualnya. Komunikasi mengembangkan bidang kajiannya yang beririsan dengan disiplin ilmu lain, seperti sosiologi dan psikologi, dan hal yang sama berlaku pula pada ilmu politik.

Komunikasi politik secara keseluruhan tidak bisa dipahami tanpa menghubungkannya dengan dimensi-dimensi politik serta dengan segala aspek dan problematikanya. Kesulitan dalam mendefinisikan komunikasi politik terutama dipengaruhi oleh keragaman sudut pandang terhadap kompleksitas realitas sehari-hari. Kalaupun komunikasi dipahami secara sederhana sebagai “proses penyampaian pesan”, tetap saja akan muncul pertanyaan, apakah dengan demikian komunikasi politik berarti “proses penyampaian pesan-pesan politik.” Lalu apa yang disebut pesan-pesan politik itu?

Berkenaan dengan hal ini, sebelum memahami konsep dasar komunikasi politik, perlu terlebih dahulu ditelurusi pengertian politik paling tidak dalam konteks yang menjadi masalah penelitian ini. Politics, dalam bahasa Inggris, adalah sinonim dari kata politik atau ilmu politik dalam Bahasa Indonesia, Bahasa Yunani pun mengenal beberapa istilah yang terkait dengan kata politik, seperti politics (menyangkut warga negara), polities (seorang warga negara), polis (kota negara), dan politeia (kewargaan).

Pengertian leksikal seperti ini mendorong lahirnya penafsiran politik sebagai tindakan-tindakan, termasuk tindakan komunikasi, atau relasi sosial dalam konteks bernegara atau dalam urusan publik. Penafsiran seperti ini selaras dengan konsepsi seorang antropolog semisal Smith yang menyatakan bahwa politik adalah serangkaian tindakan yang mengaarahkan dan menata urusan-urusan publik. Selain terdapat fungsi administratif pemerintahan, dalam sistem politik juga terjadi penggunaan kekuasaan (power) dan perebutan sumber-sumber kekuasaan. Smith sendiri memahami kekuasaan sebagai pengaruh atas pembuatan keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan yang berlangsung secara terus menerus.

Konsep lain yang berkaitan dengan politik adalah otoritas (authority), yaitu kekuasaan (formal) yang terlegitimasi. Politik berasal dari kata “polis” yang berarti negara, kota, yaitu secara totalitas merupakan kesatuan antara negara (kota) dan masyarakatnya. Kata “polis” ini berkembang menjadi “politicos” yang artinya kewarganegaraan. Dari kata “politicos” menjadi ”politera” yang berarti hak-hak kewarganegaraan. Secara definitif, ada beberapa pendapat sarjana politik, diantaranya Nimmo mengartikan politik sebagai kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial.

Dalam berbagai hal orang berbeda satu sama lain – jasmani, bakat, emosi, kebutuhan, cita-cita, inisiatif, perilaku, dan sebagainya. Lebih lanjut Nimmo menjelaskan, kadang-kadang perbedaan ini merangsang argumen, perselisihan, dan percekcokan. Jika mereka menganggap perselisihan itu serius, perhatian mereka dengan memperkenalkan masalah yang bertentangan itu, dan selesaikan; inilah kegiatan politik. Bagi Lasswell, ilmu politik adalah ilmu tentang kekuasaan.

Berbeda dengan David Easton dalam mendefinisikan politik sebagai berikut: “Political as a process those developmental processes through which person acquire political orientation and patterns of behavior”. Dalam definisi ini David Easton menitikberatkan bahwa politik itu sebagai suatu proses di mana dalam perkembangan proses tersebut seseorang menerima orientasi politik tertentu dan pola tingkah laku.

Dalam pandangan Surbakti, politik didefinisikan sebagai “the management of conflict.” Definisi ini didasarkan pada satu anggapan bahwa salah satu tujuan pokok pemerintahan adalah untuk mengatur konflik. Jadi pemerintahan sendiri pada dasarnya diperlukan untuk memberikan jaminan kehidupan yang tentram bagi masayrakatnya, terhindar dari kemungkinan terjadinya konflik diantara individu ataupun kelompok dalam masyarakat.

Pengertian ini memang didasarkan pada realitas politik di negara-negara bagian di Amerika. Untuk bisa mengatur konflik tentu tidak bisa menghindari pentingnya kekuasaan dan otoritas formal. Penguasa yang tidak memiliki kekuasaan tidak akan pernah mampu mengatasi masalah-masalah yang sewaktu-waktu muncul di masyarakat. Konsekuensinya, ia dengan sendirinya akan kehilangan legitimasi dan dianggap tidak berfungsi. Apabila definisi komunikasi dan definisi politik itu kita kaitkan dengan komunikasi politik, maka akan terdapat suatu rumusan sebagai berikut:

Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini, dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik. Mengenai komunikasi politik ini (political communication). Kantaprawira memfokuskan pada kegunaanya, yaitu untuk menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik pikiran intra golongan, institusi, asosiasi, ataupun sektor kehidupan politik masyarakat dengan sektor kehidupan politik pemerintah.

Dengan demikian segala pola pemikiran, ide atau upaya untuk mencapai pengaruh, hanya dengan komunikasi dapat tercapainya segala sesuatu yang diharapkan, karena pada hakikatnya segala pikiran atau ide dan kebijakan (policy) harus ada yang menyampaikan dan ada yang menerimanya, proses tersebut adalah proses komunikasi. Dilihat dari tujuan politik “an sich”, maka hakikat komunikasi politik adalah upaya kelompok manusia yang mempunyai orientasi pemikiran politik atau ideologi tertentu dalam rangka menguasai dan atau memperoleh kekuasaan, dengan kekuatan mana tujuan pemikiran politik dan ideologi tersebut dapat diwujudkan.

Lasswell memandang orientasi komunikasi politik telah menjadikan dua hal sangat jelas: pertama, bahwa komunikasi politik selalu berorientasi pada nilai atau berusaha mencapai tujuan; nilai-nilai dan tujuan itu sendiri dibentuk di dalam dan oleh proses perilaku yang sesungguhnya merupakan suatu bagian; dan kedua, bahwa komunikai politik bertujuan menjangkau masa depan dan bersifat mengantisipasi serta berhubungan dengan masa lampau dan senantiasa memperhatikan kejadian masa lalu.

Dalam hal ini, R.S. Sigel memberikan pandangan sebagai berikut: “Political socialization refers to the learning process, by which the political norms and behavior acceptable to an ongoing political system are transmitted from generation to generation.” Dari batasan Sigel ini menunjukkan bahwa sosialisasi politik bukan hanya menitikberatkan pada penerimaan norma-norma politik dan tingkah laku pada sistem politik yang sedang berlangsung, tapi juga bagaimana merwariskan atau mengalihkan nilai-nilai dari suatu generasi kenegaraan berikutnya.

Unsur-Unsur Komunikasi Politik


  1. Komunikator
    Komunikator dalam proses Komunikasi politik memainkan peran sebagai pembentuk opini publik. Sedangkan pesan adalah pembicaraan-pembicaraan sebagai proses negosiasi yang bertujaun membentuk pengertian bersama antara berbagai pihak tentang bagaimana sikap seharusnya yang harus diperankan setiap pihak dan bagaimana bertindak terhadap sesamanya. Dari sini, isi komunikasi politik seharusnya tidak hanya berkaitan dengan kekuasaan tetapi juga kemungkinan terjadinya konflik. Hal itu mengandung pengertian bahwa pesan politik dimungkinkan mengandung paradoks sebagai bentuk penyelesaian konflik.

  2. Pesan
    Teknik berkomunikasi adalah cara atau “seni” panyampaian suatu pesan yang dilakuakan oleh komunikator sedemiakian rupa sehingga menimbulkan dampak tertentu bagi komunikan. Pesan yang disampaikan komunikator adalah pernyataan sebagai panduan pemikiran dan perasaan, dapat berupa ide, informasi, keluhan, keyakinan, himbauan anjuran dan sebagainya.Sedangkan pesan dalam komunikasi politik dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain.

  3. Media
    Komunikator mempunyai bentuk-bentuk simbolik dan kombinasinya dengan berbagai teknik dan media: secara lisan melalui perbincangan profesional, melalui catatan seperti koran dan majalah, dan teknik elektronik seperti radio atau televisi. Dilihat secara luas, saluran komunikasi terdiri atas lambang-lambang, kombinasinya, dan berbagai teknik secara media yang digunakan untuk berbicara dengan khalayak. Dengan demikian maka saluran komunikasi adalah saran yang memudahkan penyampaian pesan. Maka saluran komunikasi lebih dari sekedar titik sambungan, tetapi terdiri atas pengertian bersama tentang siapa berbicara kepada siapa, dalam keadaan bagaiman serta sejauh mana dapat dipercaya.

  4. Khalayak
    Jalaluddin Rakhmat menjelaskan pengertian khalayak dengan sejumlah orang yang heterogen. Mereka menjadi khalayak komunikasi politik segera setelah mereka “mengkristal” menjadi opini publik. Arthur F. Bentey dalam bukunya The Process of Government sebagaimana dikutip Dan Nimmo memberikan pengertian yang mengarah pada pemahaman tentang khalayak sebagai bagian tertentu dari orang-orang dalam masyarakat yang diperlakukan tidak sebagai massa fisik yang terpisah dari masa yang lain, tetapi sebagai “kegiatan massa yang tidak menghalangi orang yang berpartisipasi di dalamnya untuk berpartisipasi juga dalam banyak kegiatan kelompok yang lain”.

  5. Efek
    Efek adalah dampak sebagai pengaruh dari pesan. Dalam komunikasi pemilihan umum dan pilkada, efek yang diharapkan dari kegiatan komunikasi politik adalah pemberian suara kepada partai atau calon yang diusungnya.

Referensi

http://digilib.uinsby.ac.id/17044/58/Bab%202.pdf

Komunikasi politik

Komunikasi menjadi dunia yang sangat dekat dengan manusia, dimana manusia ada disitu komunikasi akan terus ada. Komunikasi politik bisa dikatakan berbeda dengan politik komunikasi, penempatan kata yang dipindahkan akan bermakna sangat berbeda cara memahaminya.

  • Komunikasi politik artinya adalah politik sebagai pesan-pesan komunikasi, yaitu bagaimana politik yang berkaitan dengan pengaruh, kekuasaan, kewenangan, nilai, ideologi, kebijakan umum, distribusi kekuasaan menjadi pesan yang disampaikan secara sirkular dari pengirim (komunikator politik) kepada penerima (komunikan), audiens atau khayalak politik (Alfian, 1991).

  • Politik Komunikasi maksudnya mengkaji komunikasi dari aspek politiknya, contohnya setiap peristiwa komunikasi yang bermuatan politik terjadi seperti pertemuan non formal antara petinggi partai politik, forum-forum di sidang-sidang komisi di DPR, shilahturahmi politik Partai Golkar, kunjungan PKS (partai oposisi) ke Istana Presiden (Nasution, 1990).

Pada dasarnya, prinsip komunikasi Politik adalah sebagai berikut :

  • Pembentukan citra politik
  • Pembentukan pendapat umum
  • Partisipasi politik
  • Sosialisasi politik
  • Pendidikan politik
  • Rekruitmen politik (DeVito, 2011)

Komunikasi politik ialah proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah (Ramlan Surbakti, 2010). Komunikasi politik adalah proses di mana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan di antara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Kejadian tersebut merupakan proses yang berkesinambungan, melibatkan pula pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompok- kelompoknya pada semua tingkatan masyarakat.

Lagi pula tidak hanya mencakup penampilan pandangan-pandangan serta harapan-harapan para anggota masyarakat, tetapi juga merupakan sarana dengan mana pandangan dan asal-usul serta anjuran-anjuran pejabat yang berkuasa diteruskan kepada anggota-anggota masyarakat selanjutnya juga melibatkan reaksi-reaksi anggota-anggota masyarakat terhadap pandangan-pandangan dan janji serta saran-saran para penguasa. Maka komunikasi politik itu memainkan peranan yang penting sekali di dalam sistem politik: komunikasi politik ini menentukan elemen dinamis, dan menjadi bagian menentukan dari sosialisasi politik, partisipasi politik, dan pengrekrutan politik (Michael Rush dan Phillip Althoff, 2008).

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan pengertian komunikasi politik adalah proses penyampaian informasi politik yang relevan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan di antara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Dalam hal ini komunikasi politik merupakan proses yang berkesinambungan, dan melibatkan pula pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkatan masyarakat.

Komunikasi Politik dan Ruang Lingkupnya


Komunikasi politik sebagai suatu proses yang berkesinambungan dan melibatkan pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkatan masyarakat tentunya memiliki ruang lingkup. Krans dan Davis sebagaimana dikutip oleh Ardial (2010) melukiskan komunikasi politik sebagai proses komunikasi massa dan elemen di dalamnya yang mungkin mempunyai dampak terhadap perilaku politik. Dalam hal ini Davis membagi komunikasi politik menjadi komunikasi massa dan sosialisasi politik, komunikasi dan informasi politik, penggunaan media dan proses politik, dan konstruksi realitas politik dalam masyarakat. Dalam semua segi itu tercakup di dalamnya masalah hubungan media massa dengan pemerintahan.

Sementara itu, Almond dan Powell sebagaimana dikutip oleh Ardial (2010) menekankan adanya kaitan antara komunikasi politik dengan sistem politik. Pakar ini menempatkan komunikasi politik sebagai salah satu fungsi politik dalam sistem politik. Bahkan komunikasi politik merupakan prasyarat yang diperlukan bagi berlangsungnya fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi artikulasi, agregasi, sosialisasi, dan rekrutmen. Berarti, komunikasi politik sangat berkaitan erat dengan sistem politik.

Komunikasi politik pada dasarnya tidak terlepas dari adanya peranan media massa. Media massa dalam hal ini dapat memberikan gambaran sejauh mana seluruh proses politik itu mampu terintegrasi dengan jaringan komunikasi sosial yang lebih luas. Melalui media massa seperti surat kabar, radio, maupun televisi ini pada umumnya terdapat informasi mengenai masalah-masalah politik yang ditujukan untuk masyarakat luas. Meskipun tidak dipungkiri bahwa terkadang isu-isu hiburan di media massa merupakan bagian utama yang ditonjolkan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik merupakan prasyarat yang diperlukan bagi berlangsungnya fungsi- fungsi lainnya seperti fungsi artikulasi, agregasi, sosialisasi, dan rekrutmen. Oleh karena itu, komunikasi politik sangat berkaitan erat dengan sistem politik.

Tujuan Komunikasi Politik


Tujuan komunikasi politik sangat terkait dengan pesan politik yang disampaikan komunikator politik. Sesuai dengan tujuan komunikasi, maka tujuan komunikasi politik itu adakalanya sekadar penyampaian informasi politik, pembentukan citra politik, pembentukan public opinion (pendapat umum) dan bisa pula menghandel pendapat atau tuduhan lawan politik. Selanjutnya komunikasi politik bertujuan menarik simpatik khalayak dalam rangka meningkatkan partisipasi politik saat menjelang pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah (Ardial, 2010).

  1. Membangun Citra Politik
    Salah satu tujuan komunikasi politik adalah membangun citra politik yang baik bagi khalayak. Citra politik itu terbangun atau terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima, baik langsung maupun melalui media politik, termasuk media massa yang bekerja untuk menyampaikan pesan politik yang umum dan aktual (Anwar Arifin, 2006).

  2. Membentuk dan Membina Pendapat Umum
    Pembentukan pendapat umum dalam komunikasi politik, sangat ditentukan oleh peranan media politik terutama media massa. Memang pers, radio, film dan televisi, selain memiliki fungsi memberi informasi, mendidik, menghubungkan dan menghibur, juga terutama membentuk citra politik dan pendapat umum yang merupakan dimensi penting dalam kehidupan politik (Anwar Arifin, 2006). Setiap sistem politik mengembangkan jaringan komunikasi politiknya sendiri, dan mengakui pentingnya sumber-sumber khusus; sedang saluran-saluran dan para pendengar akan berbeda menurut jenis media yang digunakan.

    Masyarakat primitif yang dicirikan dengan tingkatan melek-huruf yang rendah dan tidak memiliki keahlian teknis dan sarana untuk mengembangkan media massa modern, maka barang cetakan dan siaran radio merupakan sarana utama, dimana informasi politik disampaikan kepada setiap sistem politik. Bersamaan dengan itu, saluran komunikasi lainnya adalah sangat penting, dan jelas sering lebih politis sifatnya. Kelompok kepentingan dan partai-partai politik, meskipun berbeda dari sistem yang satu dengan yang lain sangat vital sekali bagi proses komunikasi, karena menyajikan saluran yang dapat mengadakan kontak antara para pejabat politik dan pejabat-pejabat administratif, serta rakyat pada umumnya. Keanggotaan organisasi politik dan quasi politik dapat melibatkan seseorang dalam komunikasi politik yang hanya bersifat sementara; akan tetapi para partisipan yang ikut terlibat dalam

    Komunikasi menjadi lebih akrab, dimana informasi diteruskan secara vertikal dari para pemegang posisi yang lebih tinggi dalam suatu hierarkhi partisipasi, dan diteruskan secara horisontal antara para anggota aktivis pada tingkatan yang sama, baik sebagai anggota suatu organisasi yang sama, maupun antara sesama organisasi. Dibandingkan dengan media massa yang dapat dianggap sebagai sarana umum dari komunikasi politik, maka kelompok kepentingan dan partai-partai politik itu lebih khusus dan lebih sering terlibat dalam proses komunikasi (Michael Rush dan Phillip Althoff, 2008).

    Pendapat umum sebagai kekuatan politik tidak hanya mampu mendukung suatu pemerintahan atau kekuasaan, melainkan juga memiliki kekuatan untuk menggulingkannya. Seperti apa yang dialami oleh Soekarno, Soeharto dan Abd. Rahman Wahid, baik melalui cara yang konstitusional (melalui parlemen), maupun melalui pergolakan- pergolakan atau aksi-aksi massa, atau kedua-keduanya (aksi massa dan parlemen). Sehingga pendapat umum harus dapat dibentuk, dipelihara, dibina dengan baik oleh semua kekuatan politik, melalui komunikasi politik yang intensif, persuasif ataupun informatif, edukatif dan koersif (Anwar Arifin, 2006).

  3. Mendorong Partisipasi Politik
    Partisipasi politik sebagai tujuan komunikasi politik dimaksudkan agar individu-individu berperan serta dalam kegiatan politik (partisipasi politik) (Anwar Arifin, 2006). Sehingga salah satu bentuk partisipasi politik yang penting adalah ketika seseorang (khalayak) mau memberikan suaranya untuk seorang politikus maupun partai politik tertentu dalam pemilihan umum.

Sesuai dengan pendapat di atas mengenai tujuan komunikasi politik dapat diambil kesimpulan bahwa, tujuan komunikasi politik sangat terkait dengan pesan politik yang disampaikan komunikator politik. Tujuan komunikasi politik secara umum terdiri dari tiga tujuan yaitu, membangun citra politik, membentuk dan membina pendapat umum, dan mendorong partisipasi politik.

Referensi

Alfian. 1991. Komunikasi Politik dan Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Arifin, Anwar. 1992. Komunikasi Politik dan Pers Pancasila. Jakarta: Media Sejahtera.
Cangara, Hafied. 2011. Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Fagen, Richard R. 1966. Politics and Communication: An Analytic Study. Little Brown &
Company.
Hikmat, Mahi M. 2010. Komunikasi Politik: Teori dan Praktik (Dalam Pilkada Langsung).
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh partai politik dengan segala struktur yang tersedia, mengadakan komunikasi informasi, isu dan gagasan politik. Partai politik menjalankan fungsi sebagai alat mengomunikasikan pandangan dan prinsip-prinsip partai, program kerja partai, gagasan partai, dan sebagainya.

Konsep Komunikasi Politik


Pembagian Teori Komunikasi dalam beberapa konsep disesuaikan dengan Sistem Politik yang berlaku di negara yang bersangkutan. W.L. Rivers, W. Schramm, dan C.G. Cristians dalam bukunya Responsibility in Mass Communications membagi dalam tiga konsep berikut.

  1. Konsep komunikasi dalam sistem politik authoritarianism
    Konsep ini adalah komunikasi politik yang di dalamnya lembaga suprastruktur politik mengatur, bahkan menguasai sistem komunikasi politik yang menghubungkan antara suprastruktur dan infrastruktur. Artinya negara lebih besar memiliki pengaruh dalam mengendalikan media komunikasi politik kepada masyarakat. Masyarakat tidak memiliki daya yang kuat untuk mengendalikan sistem komunikasi atau hanya bisa menerima semua pesan komunikasi politik yang disampaikan oleh negara atau pemerintah.

  2. Konsep politik dalam sistem politik liberitarianism
    Pada konsep ini lembaga infrastruktur politik memiliki kewenangan yang besar untuk mengatur, bahkan menguasai sistem komunikasi politik yang menghubungkan antara suprastruktur dan infrastruktur politik. Artinya, masyarakat (society) lebih besar memiliki pengaruh dalam mengendalikan media komunikasi politik dalam kehidupan masyarakat dan negara. Negara hanya memiliki daya untuk memantau atau mengendalikan sistem komunikasi agar tidak melanggar semua aturan atau hukum yang berlaku dalam negara yang dapat berakibat kerugian pada masyarakat umum.

  3. Konsep komunikasi politik dalam sistem politik sosial Responsibility Theory
    Dalam komunikasi politik ini, lembaga suprastruktur politik mengatur, bahkan menguasai sebagian besar sistem komunikasi politik yang menghubungkan antara suprastruktur dan infrastruktur. Artinya negara lebih besar memiliki pengaruh dalam mengendalikan media komunikasi politik kepada masyarakat. Masyarakat tidak memiliki daya yang kuat untuk mengendalikan sistem komunikasi politik atau hanya bisa menerima sebagian besar pesan komunikasi politik yang disampaikan oleh negara atau pemerintah.

Menurut Sumarno A.P., unsur komunikasi politik meliputi dua unsur, yaitu:

  1. Unsur komunikasi politik dalam lembaga suprastruktur. Unsur ini terdiri atas tiga kelompok, yaitu yang berada pada lembaga Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Ketiga kelompok tersebut terdiri atas:
  • elite politik;
  • elite militer;
  • teknokrat;
  • profesional group.
  1. Unsur komunikasi politik dalam lembaga infrastruktur politik. Unsur ini terdiri atas beberapa kelompok, yaitu:
  • partai politik;
  • interest group;
  • media komunikasi politik;
  • kelompok wartawan (sebagai within-put);
  • kelompok mahasiswa (sebagai within-put);
  • para tokoh politik;
  • fungsi komunikasi politik.

Fungsi Komunikasi Politik


Fungsi komunikasi politik dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu sebagai berikut.

  1. Fungsi komunikasi politik dalam aspek totalitas
    Mewujudkan suatu kondisi negara yang stabil dengan terhindar dari faktor-faktor negatif yang mengganggu keutuhan nasional. Ini artinya negara berkewajiban menyampaikan komunikasi politik kepada masyarakat secara terbuka (transparan) dan menyeluruh (komprehensif) serta menghilangkan hambatan (barier) komunikasi antara negara dan masyarakat sehingga tercipta hubungan yang harmonis di antara keduanya.

  2. Fungsi komunikasi politik dalam aspek hubungan suprastuktur dan infrastruktur
    Sebagai jembatan penghubung antara kedua suasana tersebut dalam totalitas nasional yang bersifat independen dalam berlangsungnya suatu sistem pada ruang lingkup negara. Ini artinya pemerintah berkewajiban menyampaikan (artikulasi) semua kebijakan dan keputusan politik kepada masyarakat dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Aspek dimaksud adalah aspek ideologi, ekonomi, sosial budaya, hukum dan hankam serta aspek lain yang berhubungan dengan sikap dan perilaku politik Indonesia kepada pihak internasional (luar negeri).

Unsur-unsur Komunikasi Politik


Menurut Dan Nimmo, unsur-unsur komunikasi terdiri atas sebagai berikut.

1. Komunikasi Massa

Menurut J.D. Halloran, komunikator massa berlaku juga bagi komunikator politik. Komunikator politik menurut James Rosenau adalah tempat opini pemerintah atas “hal ihwal nasional yang multimasalah”. Pejabat yang termasuk klasifikasi tersebut adalah:

  1. pejabat eksekutif (presiden, kabinet);
  2. pejabat legislatif (senator atau DPD, Pimpinan Utama DPR);
  3. pejabat yudikatif (para hakim MA, MK).

Menurut Leonard W. Dob, komunikator politik dibagi dalam 3 macam, yaitu sebagai berikut.

  1. Politikus sebagai komunikator politik
    Politikus adalah orang yang memiliki otoritas untuk berkomunikasi sebagai wakil dari kelompok atau langganan; pesan-pesannya mengajukan dan melindungi tujuan kepentingan politik. Artinya komunikator politik mewakili kepentingan kelompok. Sekalipun demikian, ada juga politikus yang bertindak sebagai ideolog yang aktivitasnya membuat kebijakan yang luas, mengusahakan reformasi, bahkan mendukung perubahan revolusioner.

  2. Komunikator profesional dalam politik
    Menurut James Carey, komunikator profesional adalah orang yang menghubungkan golongan elite dalam organisasi atau komunitas mana pun dengan khalayak umum. Secara horizontal, ia menghubungkan dua komunitas bahasa yang dibedakan pada tingkat struktur sosial yang sama. Menurutnya, sifat komunikator ini adalah “bahwa pesan yang dihasilkan tidak memiliki hubungan yang pasti dengan pikiran dan tanggapannya sendiri”. Klasifikasi komunikator profesional meliputi jurnalis; promotor.

  3. Aktivis atau komunikator paruh waktu (part time) adalah orang yang cukup banyak terlibat dalam kegiatan politik atau komunikasi politik, tetapi tidak menjadikan kegiatannya sebagai lapangan pekerjaannya. Kategori komunikator ini adalah juru bicara, pemuka pendapat dan pengamat.

2. Pesan

Pesan komunikasi politik adalah pesan yang berkaitan dengan peran negara dalam melindungi semua kepentingan masyarakat (warga negara). Bentuk pesannya dapat berupa keputusan, kebijakan, dan paraturan yang menyangkut kepentingan dari keseluruhan masyarakat, bangsa, dan negara.

3. Media

Dalam menyampaikan komunikasi politik, para komunikator politik menggunakan saluran komunikasi politik dan saluran komunikasi persuasif politik yang memiliki kemampuan menjangkau seluruh lapisan masyarakat, bangsa, dan negara. Tipe-tipe saluran komuni kasi politik dimaksud adalah sebagai berikut.

  1. Komunikasi massa, yaitu proses penyampaian pesan (message) oleh komunikator politik kepada komunikan (khalayak) melalui media komunikasi massa, seperti surat kabar, radio, televisi.

  2. Komunikasi interpersonal, yaitu proses penyampaian pesan (message) oleh komunikator kepada komunikan (khalayak) secara langsung atau tatap muka (face to face). Contohnya, dialog, lobi, konferensi tingkat tinggi (KTT), dan lain-lain.

  3. Komunikasi organisasi, yaitu proses penyampaian pesan (message) oleh komunikator politik kepada komunikan (khalayak) atau komunikasi vertikal (dari atas ke bawah) dan horizontal (dari kiri ke kanan) sejajar. Contohnya, komunikasi antarsesama atasan dan komunikasi sesama bawahan (staf).

Adapun tipe saluran komunikasi persuasif politik meliputi:

  1. Kampanye massa, yaitu proses penyampaian pesan persuasif (pengaruh) berupa program asas, platform partai politik yang dilakukan oleh komunikator politik kepada calon pemilih (calon konstituen) melalui media massa cetak, radio, atau televisi, agar memilih partai politik yang dikampanyekannya.

  2. Kampanye interpersonal, yaitu proses penyampaian pesan persuasif (pengaruh) yang berupa program, asas, platform (garis perjuangan), pembagian kekuasaan partai politik yang dilakukan oleh komunikator politik kepada tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh luas terhadap calon pemilih (calon konstituen) agar menyerukan untuk memilih partai politik yang dikampanyekannya.

  3. Kampanye organisasi, yaitu proses penyampaian pesan persuasif (pengaruh) yang berupa program, asas, platform (garis perjuangan), pembagian kekuasaan partai politik yang dilakukan oleh komunikator politik kepada kader, fungsionaris, dan anggota dalam satu organisasi partai politik dan antarsesama anggota agar memilih partai politik yang dikampanyekannya.

4. Khalayak Komunikasi

Politik Komunikan atau khalayak dalam komunikasi politik adalah semua khalayak yang tergolong dalam infrastruktur ataupun suprastruktur politik. Dengan kata lain, semua komunikan yang secara hukum terikat oleh konstitusi, hukum, dan ruang lingkup komunikator suatu negara.

5. Efek (Umpan Balik)

Menurut Ball Rokeah dan De Fleur, akibat (efek) potensial komuni kasi dapat dikategorikan dalam tiga macam, yaitu:

  1. Akibat (efek) kognitif, yaitu efek yang berkaitan dengan pengetahuan komunikan terhadap pesan yang disampaikan. Dalam kaitannya dengan komunikasi politik, efek yang timbul adalah menciptakan dan memecahkan ambiguitas dalam pikiran orang, menyajikan bahan mentah bagi interpretasi personal, memperluas realitas sosial dan politik, menyusun agenda, media juga bermain di atas sistem kepercayaan orang.

  2. Akibat (efek) afektif, yaitu efek yang berkaitan dengan pemahaman komunikan terhadap pesan yang disampaikan. Dalam hal ini ada tiga efek komunikasi politik yang timbul, yaitu:

  • seseorang dapat menjernihkan atau mengkristalkan nilai politik melalui komunikasi politik;
  • komunikan bisa memperkuat nilai komunikasi politik;
  • komunikasi politik bisa memperkecil nilai yang dianut.
  1. Akibat konatif (perubahan perilaku), yaitu efek yang berkaitan dengan perubahan perilaku dalam melaksanakan pesan komunikasi politik yang diterimanya dari komunikator politik.

Inti dari politik adalah “sistem kompetisi”, sehingga studi komunikasi politik juga harus berkembang karena dalam menggunakan komunikasi sebagai alat politik selalu disesuaikan dengan perkembangan zaman atau apa yang terjadi pada zaman itu agar komunikasi sebagai alat politik dapat sesuai dengan sistem kompetisi pada suatu zaman dan dapat memberi pengaruh.

Menurut Blake dan Haroldsen (1975), komunikasi politik digolongkan sebagai salah satu bentuk (form) komunikasi diantara Sembilan bentuk yang lain, komunikasi intra-personal, komunikasi antar personal, komunikasi organisasi, rumor, komunikasi massa, komunikasi medio massa, telekomunikasi dan komunikasi non-verbal. Di dalam organisasi Internasional Communication Association, komunikasi politik merupakan salah satu divisi bersama tujuh divisi lainnya, yaitu: sistem informasi, komunikasi-antarpribadi, komunikasi massa, komunikasi organisasi, komunikasi antarbudaya, komunikasi instruksional, dan komunikasi kesehatan. Sehingga komunikasi politik sudah mendapatkan tempat menjadi kajian penelitian khusus seperti yang disebut oleh Galnoor dengan istilah field of inquiry.

Menurut Arbi Sanit, komunikasi politik diabdikan kepada kepentingan kaum politisi yang secara struktural adalah bagian utama dari kaum elit yang porsinya disekitar 3-5 % penduduk. Begitu pula Walter Lippmann menyebut dengan istilah kelompok sosial tertinggi dari mereka yang memegang kepemimpinan masyarakat dalam arti luas (Great Society), berbeda dengan kelompok sosial lain yang sebagian besar opini merupakan sumber langsung dari tangan pertama untuk urusan lokal dalam “masyarakat tingkat tinggi ini” keputusan-keputusan besar mengenai perang dan damai, strategi sosial dan pembagian kekuasaan politik, merupakan pengalaman yang dekat sekali dengan pengalaman pribadi.

Bisa dikatakan komunikasi politik adalah komunikasi tingkat tinggi yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang sudah matang baik emosional, intelektual dan spiritual. Kematangan tersebut merupakan proses perjalanan yang telah dilalui seseorang dari pengalaman hidup, asam garam, manis pahitnya sudah dilalui sehingga tercetaklah orang tersebut dengan kompetensi yang layak memasuki dunia politik.

Memahami pertemuan dua bidang disiplin ilmu ini bisa ditelusuri dari genetik formula dari para ahli terutama dari formula Aristoteles dan Harlod D Laswell yaitu:

  1. Who says what to whom (Aristoteles).
  2. Who says what to in which channel to whom with what effect (Lasswell).
  3. Who gets what, when, and how (Harold Laswell).

Ketiga gagasan atau ide dari dua tokoh tersebut terdapat koneksitas dalam terbentuknya pertemuan dari dua disiplin ilmu yaitu ilmu komunikasi dan ilmu politik.

Berawal dari formula Aristoteles yang secara sederhana mengenai komunikasi, suatu proses dimana ada pengirim pesan (sender) atau komunikator yang menyampaikan sebuah pesan (massage) kepada penerima pesan (receiver). Lalu proses komunikasi tersebut disempurnakan kembali oleh Laswell dengan menambahkan komponen media (to in which channel) dan efek dari terpaan dari pesan diterimanya.

Selanjutnya Laswell juga menjabarkan komponen yang merupakan proses komunikator “who” yang mengarah kepada kepentingan politik dengan rumusan yang menghubungkan komponen “gets what” dan “how”. Makna dari dua komponen tersebut adalah upaya untuk mendapatkan suatu kekuasaan dan cara mendapatkannya. Proses mendapatkan kekuasaan (who gets what), kapan dan bagaimana mendapatkannya (when and how) adalah masuk dalam ranah Ilmu politik.

Proses tersebut terjadi di dalam sistem politik yang akan mengurai suatu peristiwa bagaimana hubungan dan interaksi antara komunikator politik atau lembaga politik yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam rangka membuat pesan politik (memperoleh, mempertahankan dan menyelenggarakan kekuasaan) melalui saluran-saluran yang biasa digunakan untuk penyampaian pesan politik kepada komunikan politik atau penerima pesan politik (khalayak politik), sehingga akan muncul efek (pengetahuan, perasaan, tindakan) dan sampai terjadi umpan baik yang ditujukkan kembali ke komunikator politik (dukungan atau penolakan).

Komunikasi politik bisa dikatakan akan mengalami serangkain siklus pembicaraan, mulai pembicaraan ringan, sedang dan krusial. Pembicaraan ringan tejadi bila masih terdapat satu pandangan dan kepentingan dalam bentuk konsultasi. Lalu menjadi pembicaraan yang sedang bila terjadi perbedaan pandangan tapi masih satu kepetingan dalam bentuk diskusi dan melakukan kompromi dan negosiasi, selanjutnya terjadi pembicaraan yang krusial, yang akhirnya melahirkan pembicaraan yang berbalut dengan perdebatan, emosi dan saling menghujat.

Alasan kenapa dikatakan komunikasi politik adalah fase tertinggi komunikasi dan menyeluruh (konfrehensif), karena proses komunikasi politik melalui fase-fase mulai dari komunikasi intrapersonal, antarpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi massa, komunkasi antar budaya, komunikasi internasional. Komunikasi politik merupakan komunikasi yang kompleks dan multi komunikasi, yang kalau dijabarkan berdasarkan fase-fasenya adalah sebagai berikut:

1. Fase komunikasi intra personal:

Berawal dari niat seseorang pada saat akan masuk ke dalam sistem politik. Tujuan dari politik pada dasarnya adalah untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketentraman dan keadilan pada seluruh rakyat. Pada fase intra personal adalah proses perenungan, bertanya kepada diri sendiri: “apakah niat saya baik atau niat salah dalam berpolitik?”, apakah saya murni mewakili hati nurani yang berpihak pada kebenaran dan kepentingan orang banyak (rakyat) atau hanya berpihak kepada kelompok atau hanya golongan tertentu saja.

Kalau niatnya memang murni, ikhlas dan karena sebuah pengabdian apalagi menyakini bahwa berpolitik adalah amanah dari Tuhan maka hasilnya pasti adalah kebaikan, sebaliknya bila niatnya salah, mungkin hanya ingin mengejar nafsu berkuasa dan motivasi materi maka hasilnya pun bisa tidak baik. Maka memang betul bahwa segala amal perbuatan adalah berdasarkan niatnya, bila niatnya baik maka hasil pekerjaannya pasti baik, dan bila niatnya sudah jahat pasti hasil atau pekerjaannya penuh dengan kejahatan, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, permufakatan jahat, penindasan, hedonisme, kesewenang-wenangan, bahkan sampai berbuat melanggar hukum, norma dan kode etik.

2. Fase komunikasi antar personal:

Fase ini biasanya setelah kita mempunyai niat dan memiliki sebuah gagasan, maka kita biasanya akan mencari sesorang untuk berbagi dan menyalurkan ide atau gagasan tersebut. Kondisi ini akan menghasilkan komunikasi diadik dan akan terjadi sebuah dialetika atau komunikasi dua arah yang saling memberikan pengaruh. Biasanya tahap ini sangat berpengaruh dengan ideologi politik apa yang akan dijadikan dasar dalam berpolitik praktis.

Dalam komunikasi antarpribadi segala sesuatu bisa terjadi antara peneguhan suatu hubungan atau malah mengakhiri suatu hubungan. Jadi dalam konteks politik kepentingan akan lebih mendominasi dan hubungan bisa sangat dinamis. Kondisi ini bisa terjadi antara suami-istri, keluarga, sauadara, sahabat, kerabat atau teman sekolah, kantor atau dalam wadah yang hanya dilakukan secara diadik.

Komunikasi antar personal juga bisa memahami karakteristik antar politisi dari pertemuan yang dilakukan dengan tatap muka langsung dengan suasana informal atau dengan sengaja membangun hubungan secara personal dalam ruang lingkup kepentingan politik, seperti membangun koalisi yang diawali pertemuan para pemimpin partai, atau kandidat pemilihan eksekutif yang mencari pasangan dalam pencalonannya. Dalam konteks komunikasi antarpribadi sejarah Indonesia telah memberikan sebuah gambaran bagaimana persahabatan bisa bertambah kuat atau malah terpisah karena masalah ideologi politik yang dianut.

HOS Cokro Aminoto memiliki murid-murid yang pernah tinggal bersama-sama dan sangat akrab (indekos) dirumah beliau, yaitu Sukarno (nasionalis), Semaun (komunis) dan Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo (Islam) yang akhirnya persahabatan mereka terpisah dan berjalan masing-masing berdasarkan prinsip, ideologi dan keyakinannya masing-masing, bahkan menjadi musuh bagi satu dan lainnya. Lalu keharmonisan Proklamotor, Sukarno dan Hatta yang akhirnya berpisah dan berseberangan karena perbedaan cara pandang. Dan akhir tragis dari pemimpin yang dijatuhkan bawahan atau teman-teman seperjuangan seperti yang kejatuhan Soekarno dan Suharto, suatu akhir yang tidak baik dari sebuah kesetiaan antarpersonal atau pengorbanan perasaan dari sikap politik, tidak ada keakraban dan kehangatannya karena sudah dipisahkan dengan garis tegas suatu ideologi.

3. Fase komunikasi kelompok:

Fase ini adalah dimana terjadi keterlibatan antara antara 3 (tiga) atau lebih dalam diskusi atau pembicaraan politik. Keterlibatan dalam diskusi dengan pola lebih dari 3 sampai 20 orang akan menjadi suasana dalam diskusi terbatas dan mendalam dalam merumuskan dan membangun pandangan politik. Kondisi ini bisa terjadi dalam diskusi di ruang kelas, ruang kuliah, pertemuan dalam sebuah perkumpulan kecil, arisan, dan sebagainya. Biasanya pertemuan yang intens akan menghasilkan gagasan politik seperti yang terjadi pada kelompok-kelompok perumus AD/ ART organisasi, panitia formatur, atau kelompok-kelompok sepeti kelompok Petisi 50,26 kelompok 9 tokoh itu diundang untuk diminta menjadi anggota Komite Reformasi oleh presiden Suharto pada tahun 1998.

4. Fase komunikasi organisasi:

Dalam menyalurkan gagasan sampai kepada komunikasi kelompok yang akhirnya membentuk perkumpulan yang legal dan formal maka terjadilah bentuk komunikasi organisasi, ketika seseorang masuk menjadi anggota atau menjadi pengurus sebuah partai, menjadi bagian dari institusi lembaga negara, atau lembagalembaga non pemerintah seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga bantuan hukum (LBH) yang berbadan hukum resmi. Di dalam organisasi terdapat komunikasi dari atas kebawah dan dari bawah keatas (vertikal) dan kepada sesame atau sejawat (horizontal).

5. Fase komunikasi massa:

Fase ini cukup efektif dalam penyebaran sosialisasi politik, iklan politik, publikasi karena penyebarannya yang serentak dan jangkauan yang luas. Walaupun sifatnya hanya linear (searah) banyak politisi yang menggunakan saluran ini secara masif terutama politisi dan juga pemilik media, terjadi monopoli dalam pemberitaan di media berdasarkan ideologi pemiliknya. Kita bisa lihat dari peristiwa Pilpres di tahun 2014 dimana pemberitaan yang sangat bersebrangan antara TV One dan Metro TV terkait perspektif pemilik media tersebut.

6. Fase komunikasi antar budaya:

Fase ini akan terjadi sejak terjadi pada fase komunikasi kelompok dan di dalam organisasi. Semakin banyak dan luas pertemuan dengan orang yang berbeda dari sisi karakter, adat-istiadat, bahasa, dan juga agama, maka diperlukan sekali kemampuan atau kecerdasan dalam berkomunikasi antar budaya. Perbedaan akan terjadi pada rapat-rapat, negosiasi, saat berkompromi dan berkonsusu, begitu pula saat kampanye ke daerah tertentu yang memang pasti sangat kental dengan adat istiadat, kebiasaan yang ada di daerah. Komunikasi antar budaya diperlukan agar dapat meminimalisir kesalahpahaman (misunderstanding) masalah perbedaan budaya dan karakteristik.

7. Fase komunikasi di dunia virtual:

Komunikasi ini menjadi sebuah trend baru di era digital. Komunikasi yang dimaksud adalah mulai munculnya internet dimana jejaring komunikasi tidak lagi terikat ruang dan waktu. Dengan pemanfaatan dan pengelolaan satelit dan gelombang eletromagneti yang ada di alam semesta. Kemajuan di era tahun 2000an yang sangat penting adalah ditemukannya smartphone yang terakses dengan jaringan internet. Sehingga Komputer yang besar mulai dari sebesar rumah lalu mengecil menjadi Komputer pribadi (Personal Computer) yang hanya digunakan dirumah, lalu muncul Komputer jinjing (laptop) yang bisa dibawa kemana-mana sampai Komputer mengalami metamorphosis menjadi Komputer yang digengam di tangan (smartphone). Di smartphone yang otomatis selalu dibawa kemana saja oleh penggunanya membuat komunikasi di dinia virtual terus berlangsung. Ada beberapa model aplikasi yang tertanam di smartphone mulai dari Blackberry Massenger (BBM) yang sangat trend pada saat kampanye Barrack Obama dengan cara broadcast, lalu muncul Whatsup (WA) yang akhirnya dibeli oleh pemilik Facebook, begitu pula banyak bermunculan aplikasi yang serupa seperti Line, cocotalk, telegram dan lain-lain.

Fenomena komunikasi kelompok pun berkembang di media ini, bukan saja mengubah komunikasi ujaran (verbal) menjadi komunikasi tulisan (ketikan) tapi muncul grup-grup WA yang bersifat tematik untuk membahas masalah-masalah, atau sekedar sharing, pembahasan semi rapat terjadi di grup-grup yang ada di media virtual tersebut. Begitu banyaknya para politisi memiliki account di media sosial, sehingga memudahkan masyarakat untuk mengetahui segala informasi mulai dari gagasan, ide, sikap, pendapat, gaya berkomunikasi sampai info mengenai keseharian para politisi. Bagi para politisi juga bisa menjadikan saluran media sosial sebagai penghubung atau penyambung lidah kepada masyarakat. Sering terjadi statement para politisi di kutip dan disiarkan kembali ke media massa terutama di televisi atau dikutip kembali di media online.

8. Fase komunikasi internasional:

Fase ini dimana seorang politisi akan berinteraksi dari sistem politik nasional ke sistem politik internasional. Komunikasi internasional sangat diperlukan berkaitan dengan eksistensi negara di pergaulan internasional.

Komunikasi Politik sendiri memiliki dua unsur kata yang sebenarnya sangat berlainan namun dapat dipadukan. Secara etimologis, dimulai dari kata “komunikasi” yang memiliki definisi sebagai sesuatu yang dilakukan oleh manusia atau individu dalam kehidupannya untuk memberikan pesan berupa informasi kepada individu lainnya. Sedangkan ‘Politik’ memiliki arti secara etimologis berasal dari kata ‘polis’. Polis menunjukkan negara kota pada zaman kuno. Namun, seiring berjalannya waktu, kata ‘Politik’ memiliki definisi sebagai suatu usaha yang ditempuh oleh warga negara untuk berdiskusi dan mewujudkan tujuan bersama.

Menurut Andrik Purwasito, inti dari politik adalah “sistem kompetisi”, sehingga studi komunikasi politik juga harus berkembang karena dalam menggunakan komunikasi sebagai alat politik selalu disesuaikan dengan perkembangan zaman atau apa yang terjadi pada zaman itu agar komunikasi sebagai alat politik dapat sesuai dengan sistem kompetisi pada suatu zaman dan dapat memberi pengaruh. Menurut Blake dan Haroldsen (1975), komunikasi politik digolongkan sebagai salah satu bentuk (form) komunikasi diantara Sembilan bentuk yang lain, yaitu: komunikasi intra-personal, komunikasi antar personal, komunikasi organisasi, rumor, komunikasi massa, komunikasi medio massa, telekomunikasi dan komunikasi non-verbal. Di dalam organisasi Internasional Communication Association, komunikasi politik merupakan salah satu divisi bersama tujuh divisi lainnya, yaitu: sistem informasi, komunikasi-antarpribadi, komunikasi massa, komunikasi organisasi, komunikasi antarbudaya, komunikasi instruksional, dan komunikasi kesehatan. Sehingga komunikasi politik sudah mendapatkan tempat menjadi kajian penelitian khusus seperti yang disebut oleh Galnoor dengan istilah field of inquiry.

Kajian komunikasi politik merupakan puncak atau fase tertingi dari kajian bidang komunikasi, pertama karena komunikasi politik sudah menyentuh kepada bidang kekuasaan dan sistem politik, berbicara sistem politik yang tertinggi adalah kajian sistem kekuasaan tertinggi yang ada di bumi, yaitu “Negara” (State), dan kedua, komunikasi politik adalah pembicaraan yang sudah mencapai tahapan yang serius, fokus dan sungguhsungguh karena berkaitan masalah makro kehidupan bangsa dan negara yang tujuan dan dampaknya untuk mewujudkan masyarakat yang berkeadilan, beradab (moral) dan sejahtera. Kembali kepada pemahaman piramida khalayak komunikasi politik, semakin keatas semakin sedikit orang-orang yang berperan, berambisi, dan yang terpanggil untuk masuk ke lingkaran kekuasaan. Semakin kebawahan khalayak komunikasi politik semakin tidak terlalu perhatian dengan masalah politik. Seperti yang telah digambarkan dalam piramida yang teratas adalah elit opinion lalu dipertengahan ada attentive public dan yang paling terbesar adalah general public.

Komunikasi politik secara keseluruhan tidak bisa dipahami tanpa menghubungkannya dengan dimensi-dimensi politik serta dengan segala aspek dan problematikanya. Kesulitan dalam mendefinisikan komunikasi politik terutama dipengaruhi oleh keragaman sudut pandang terhadap kompleksitas realitas sehari-hari. Kalaupun komunikasi dipahami secara sederhana sebagai “proses penyampaian pesan”, tetap saja akan muncul pertanyaan, apakah dengan demikian komunikasi politik berarti “proses penyampaian pesan-pesan politik.

Secara umum, tujuan komunikasi politik adalah penyampaian pesanpesan politik dalam sebuah sistem politik tertentu (Negara) oleh komunikator politik kepada komunikan politik. Namun, secara khusus para ilmuan memberikan batasan yang eksplisit tentang tujuan komunikasi politik ini sebagai berikut:

  • Citra Politik, karena menurut Robert (1977)51, bahwa komunikasi tidak secara langsung menimbulkan pendapat dan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara khalayak mengorganisasikan citranya tentang lingkungan, citra (image) adalah gambaran seseorang (figure) yang tersusun melalui persespsi yang bermakna melalui kepercayaan, nilai dan pengharapan. Menurut Dan Nimmo52, citra politik terjalin melalui pikiran.
  • Pendapat Umum, yang diterjemahkan dari bahasa inggris public opinion dikenal pada awal abad ke-18 menurut Alquin menganggap bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan “vox populi, vox dei”, William Albig53, pendapat umum adalah hasil interaksi antara orang-orang dalam suatu kelompok, sedang Whyte menyebutkan sebagai suatu sikap rakyat mengenai suatu masalah yang menyangkut kepentingan umum sehingga bisa dicirakan sebagai : (a) pendapat, sikap, perasaan, ramalan, pendirian dan harapanharapan dari individu, kelompok dalam masyarakat tentang maslaah yang berhubungan dengan kepentingan umum atau persoalan sosial; (b) hasil interaksi, diskus, atau penilaian sosial antarindividu berdasarkan pertukaran pikiran secara sadar dan rasional; © pendapat umum akan dapat dikembangkan, dirubah dan dibentuk oleh media massa; (d) bisa dilakukan pada penganut paham demokratis.
  • Partisipasi Politik, menurut Kevin R Hardwick sebagai perhatian dari warga negara yang berupaya menyampaikan kepentingankepentingannya terhadap pejabat publik; sedang Meriam Budiardjo mengartikan sebagai kegiatan seseorang atau kelompok untuk ikut serta aktif dalam memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah.
  • Sosialisasi Politik, menurut David Easton dan Jack Dennis sebagai suatu proses perkembangan seseorang untuk mendapatkan orientasi-orientas politik dan pola-pola tingkah laku. Kemudian Robinson oleh Alexis S Tan55, merupakan proses perubahan perilaku yang berhubungan erat dengan proses belajar pemahaman terhadap peristiwa politik.

Fungsi komunikasi politik dapat dibedakan kepada dua bagian. Pertama, fungsi komunikasi politik yang berada pada struktur pemerintah (suprastruktur politik) atau disebut pula dengan istilah the governmental political sphere, berisikan informasi yang menyangkut kepada seluruh kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Isi komunikasi ditujukan kepada upaya untuk mewujudkan loyalitas dan integritas nasional untuk mencapai tujuan negara yang lebih luas. Kedua, fungsi yang berada pada struktur masyarakat (infrastruktur politik) yang disebut pula dengan istilah the socio political sphere, yaitu sebagai agregasi kepentingan dan artikulasi kepentingan, dimana kedua fungsi tersebut sebagai proses komunikasi yang berlangsung di antara kelompok asosiasi dan proses penyampaian atau penyaluran isi komunikasi terhadap pemerintah dari hasil agregasi dan artikulasi tersebut. Apabila dilihat secara umum, maka fungsi komuniksi politik pada hakekatnya sebagai jembatan penghubung antara suprastruktur dan infrastruktur yang bersifat interdependensi dalam ruang lingkup negara. Komunikasi ini bersifat timbal balik atau dalam pengertian lain saling merespons sehingga mencapai saling pengertian dan diorientasikan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.

Referensi :

Andrik Purwasito. 2011. Pengantar Studi Politik , Surakarta: UNS Press

Nina Winangsih Syam. 2002. Rekonstruksi Ilmu Komunikasi Perspektif Pohon Komunikasi . Bandung: Unpad

Dan Nimmo. 2001. Komunikasi Politik (Khalayak dan Efek) . Terjemahan: Tjun Surjaman. Cetakan III. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Blake, Reed H. dan Edwin O. Haroldsen. 2003. Taksonomi Konsep Komunikasi. Terjemahan oleh Hasan Bahanan. Surabaya: Papyrus.

Anwar Arifin. 2003. Komunikasi Politik dan Pers Pancasila. Jakarta: Media Sejahtera

Rochayat Harun dan Sumarno AP. 2006. Komunikasi Politik, Bandung: Mandar Maju

Deden Faturohman dan Wawan Sobari. 2002. Pengantar Ilmu Politik , Malang: UMM Press