Apa Yang Dimaksud Dengan Klausula Eksonerasi?

image

Klausula eksonerasi merupakan klausula pengecualian kewajiban atau pengalihan tanggung jawab dalam perjanjian. Dengan kata lain, Klausula eksonerasi merupakan syarat dan ketentuan yang membatasi, atau meniadakan tanggung jawab yang seharusnya dibebankan kepada pelaku usaha.

Klausula Eksonerasi Dalam Kontrak Baku

Di dalam suatu kontrak baku terdapat klausula yang sangat memberatkan salah satu pihak. Terhadap klausula yang berat sebelah tersebut terdapat beberapa penggunaan istilah di antaranya Klausula Eksonerasi atau Klausula Eksemsi. Klausula eksonerasi atau klausula pembebasan dari tanggung jawab (exemption clause) tercantum di dalam kontrak baku. Klausula eksonerasi yang tercantum dalam kontrak baku pada umumnya terlihat pada ciri-cirinya, yaitu adanya pembatasan tanggung jawab atau kewajiban salah satu pihak (kreditur) untuk mengganti kerugian kepada debitur.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman seperti yang dikutip oleh Sri Gambir Melati Hatta, ciri-ciri klausula eksonerasi adalah sebagai berikut:

  1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh penjual (pengusaha) yang posisinya relatif kuat dari pembeli;

  2. Pembeli (konsumen) sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian;

  3. Terdorong oleh kebutuhannya pembeli (konsumen) terpaksa menerima perjanjian tersebut;

  4. Bentuknya tertulis;

  5. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.[19]

Dalam pustaka-pustaka hukum Inggris, klausula eksonerasi disebut exclusion clause. Sementara itu pustaka-pustaka hukum Amerika Serikat menyebutnya sebagai exculpatory clause, warranty disclaimer clause dan limitation of liability clause. Sementara itu menurut Niew Nederlands Burgerlijk Wetboek (NNBW) dipakai istilah, ketentuan yang onredelijk bezwarend.[20]

Selanjutnya di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal-pasal yang mengatur mengenai jual-beli yang menjadi sumber klausula eksonerasi dalam kontrak baku yaitu Pasal 1493 K.U.H.Perdata dan Pasal 1506 K.U.H.Perdata. Pasal 1493 KUHPerdata menyatakan:

“Kedua belah pihak diperbolehkan dengan persetujuan-persetujuan istimewa, memperluas atau mengurangi kewajiban yang ditetapkan oleh Undang-Undang ini; bahkan mereka itu diperbolehkan mengadakan perjanjian bahwa si penjual tidak akan diwajibkan menanggung sesuatu apapun.”

Pasal 1506 KUHPerdata menyatakan bahwa:

“Ia diwajibkan menanggung terhadap cacat yang tersembunyi, meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacat itu, kecuali jika ia, dalam hal yang demikian, telah meminta diperjanjikan bahwa ia tidak diwajibkan menanggung sesuatu apapun.”

Kemudian, klausula eksonerasi yang ditimbulkan dari asas kebebasan berkontrak dalam suatu perjanjian yang para pihaknya mempunyai kedudukan yang seimbang masih dapat dibenarkan. Namun, apabila ditelaah lebih dalam, jika kedudukan para pihak dalam membuat perjanjian adalah seimbang, kemungkinan adanya klausula eksonerasi dalam perjanjian sangat kecil. Masing-masing pihak tentu tidak mau bertanggung jawab atas resiko yang bukan tanggung jawabnya.

Dalam perkembangannya, klausula eksonerasi yang banyak digunakan oleh kalangan usaha termasuk bank menimbulkan permasalahan dalam hal kedudukan para pihak, yakni antara bank dan nasabah yang tidak seimbang dalam membuat perjanjian, sehingga bank dapat “memaksakan” penggunaan klausula eksonerasi secara tidak langsung.

Asas kebebasan berkontrak yang memungkinkan penggunaan klausula eksonerasi secara luas perlu dibatasi. UUPK sendiri lahir sebagai bentuk intervensi atas asas kebebasan berkontrak tersebut. Hal ini perlu, mengingat kedudukan para pihak tidak seimbang, sehingga konsumen sebagai pihak yang mempunyai posisi tawar yang lemah perlu dilindungi. UUPK berusaha menyeimbangkan posisi tawar konsumen terhadap produsen agar produsen tidak sewenang-wenang menggunakan klausula eksonerasi.

Referensi:

[1] Sri Gambir Melati Hatta, Beli Sewa Sebagai Perjanjian Tak Bernama : Pandangan Masyarakat Dan Sikap Mahkamah Agung Indonesia, (Bandung: Alumni, 2000), hal. 149-151.
[2] M.D. Badrulzaman, “Perlindungan terhadap konsumen dilihat dari sedut perjanjian baku (standard) dalam symposium aspek-aspek hukum masyarakat perlindungan konsumen,” Cet.1, (s.l: Binacipta, 1986), hal. 71.