Kista dentigerous merupakan kantung tertutup berbatas epitel atau kantung jaringan ikat yang berbatas epitel squamosa berlapis yang terbentuk di sekitar mahkota gigi yang tidak erupsi atau dentikel dan terdapat cairan.
Kista ini melekat pada cemento-enamel junction hingga jaringan folikular yang menutupi mahkota gigi yang tidak erupsi.
Kista dentigerous yang terjadi pada saat erupsi dinamakan dengan kista erupsi, biasanya menghalangi erupsi. Separuh bagian dari kista ini biasanya sudah tidak dibatasi oleh tulang.
Kista dentigerous juga disebut sebagai kista folikular sebab merupakan hasil pembesaran folikel, berasal dari akumulasi cairan antara epitel email tereduksi dan email gigi.
Etiologi dan Patogenesis
Etiologi kista dentigerous biasanya berhubungan dengan:
- gigi impaksi,
- gigi yang erupsinya tertunda,
- perkembangan gigi, dan
- odontoma.
Ada dua teori mengenai pembentukan kista dentigerous. Teori pertama menyatakan bahwa kista disebabkan oleh akumulasi cairan antara epitel email tereduksi dan mahkota gigi. Tekanan cairan mendorong proliferasi epitel email tereduksi ke dalam kista yang melekat pada cemento-enamel junction dan mahkota gigi.
Teori kedua menyatakan bahwa kista diawali dengan rusaknya stellate reticulum sehingga membentuk cairan antara epitel email bagian dalam dan bagian luar. Tekanan cairan tersebut mendorong proliferasi epitel email luar yang menyisakan perlekatan pada gigi di bagian cemento- enamel junction; lalu epitel email dalam tertekan ke atas permukaan mahkota.
Kista terbentuk mengelilingi mahkota dan melekat pada cemento- enamel junction dari gigi. Saat telah terbentuk sempurna, mahkota akan berprotrusi ke dalam lumen, dan akar-akarnya memanjang ke sisi luar kista.
Pada setiap teori, cairan menyebabkan proliferasi kistik karena kandungan hiperosmolar yang dihasilkan oleh cellular breakdown dan produk-produk sel sehingga menyebabkan gradien osmotik untuk memompa cairan ke dalam lumen kista.5,8,9,16,20
Gambar Kista Dentigerous: low power view menunjukkan perlekatan dinding kista terhadap leher gigi. (Diambil dari buku “Oral Disease Clinical and Pathological Correlations 3rd Edition”. )
Gambar Ilustrasi kista dentigerous. Perhatikan perlekatannya pada cemento-enamel junction. (Diambil dari buku “Oral and Maxillofacial Pathology A Rationale for Diagnosis and Treatment”.)
Klasifikasi
Klasifikasi kista dentigerous ada tiga tipe, yaitu tipe sentral, lateral, dan sirkumferensial, sesuai dengan posisi berkembangnya kista pada mahkota gigi.
-
Kista Dentigerous Sentral
Kista mengelilingi mahkota secara asimetris, menggerakkan gigi ke arah yang berlawanan dengan erupsi normal.
Gambar Kista dentigerous tipe sentral menunjukkan mahkota terproyeksi ke dalam rongga kista. (Diambil dari buku “Oral & Maxillofacial Pathology 2nd Edition”.)
-
Kista Dentigerous Lateral
Pada tipe lateral, kista berkembang pada sisi mesial dan distal dari gigi dan meluas jauh dari gigi, hanya menutupi sebagian mahkota gigi, menyebabkan miringnya gigi ke arah yang tidak diliputi kista.
Gambar Kista dentigeorus tipe lateral menunjukkan kista yang besar di sepanjang akar mesial gigi impaksi. (Diambil dari buku “Oral & Maxillofacial Pathology 2nd Edition”.)
-
Kista Dentigerous Sirkumferensial
Pada tipe sirkumferensial, seluruh organ email di sekitar leher gigi menjadi kistik, sering menyebabkan gigi bererupsi menembus kista sehingga menghasilkan gambaran seperti kista radikular.
Gambar Kista dentigerous tipe sirkumferensial menunjukkan kista meluas sepanjang akar mesial dan distal gigi yang tidak erupsi. (Diambil dari buku “Oral & Maxillofacial Pathology 2nd Edition”.)
Gambaran Klinis
Jumlah kasus kista dentigerous cukup banyak sehingga menjadi kista odontogenik kedua yang paling banyak terjadi setelah kista radikular. Gigi yang menjadi asal-muasal kista absen secara klinis sebab melibatkan gigi yang biasanya impaksi atau telat erupsi. Sebagian besar berhubungan dengan gigi molar tiga mandibula, lalu juga dengan kaninus maksila, molar tiga maksila, dan premolar dua mandibula.
Meskipun demikian kista ini tetap bisa terjadi pada semua gigi yang tidak erupsi, di mana pada mahkota gigi tersebut terdapat lumen kista. Kista dentigerous hampir selalu melibatkan gigi permanen meskipun pada beberapa kasus ditemukan adanya keterlibatan gigi sulung. Beberapa kasus lainnya berhubungan dengan gigi supernumerary atau dengan odontoma.
Karena berhubungan dengan gigi impaksi maka kemungkinan terjadinya kista ini akan bertambah seiring bertambahnya usia. Sebagai contoh seseorang berusia 50 tahun dengan gigi impaksi, kemungkinannya memiliki kista dentigerous lebih besar dibandingkan dengan pasien 21 tahun dengan gigi impaksi pula. Namun karena sebagian besar masyarakat telah membuang gigi impaksinya saat masih muda, maka kelompok usia muda (dekade ke-2 dan ke-3) mendominasi statistik yang ada.
Penelitian terakhir menunjukkan terjadi pemerataan jumlah kasus dari berbagai usia dalam lima dekade terakhir ini. Kista dentigerous terjadi dua kali lipat lebih banyak pada pria dibandingkan wanita.
Kista dentigerous biasanya asimtomatik kecuali bila ukurannya menjadi sangat besar (10-15cm) atau bila terjadi infeksi sekunder sehingga akan terasa sakit. Infeksi sekunder ini sering terjadi. Dapat pula menyebabkan ekspansi rahang. Ada kemungkinan terjadi fraktur patologis. Fraktur patologis dan infeksi ini dapat mempengaruhi sensasi nervus alveolar inferior dan pleksus nervus alveolar superior sehingga menyebabkan parastesia.
Kista dapat terdeteksi melalui pemeriksaan radiografik rutin, atau dalam proses mencari penyebab retained deciduous tooth, atau pada pemeriksaan ekspansi klinis.
Kista dapat terjadi pada pasien dengan cleidocranial dysostosis dan kadang juga terjadi pada kelainan hipoplastik amelogenesis imperfekta dan menyebabkan beberapa atau bahkan banyak gigi menjadi nonvital.
Gambaran Radiografik
Ukuran normal ruang folikular kurang dari 2,5 mm pada radiograf intraoral dan 3 mm pada radiograf panoramik; spasi yang lebih besar dianggap sebagai kista. Temuan diagnostik yang penting yakni kista dentigerous melekat pada cemento-enamel junction. Beberapa kista dentigerous terlihat eksentrik, berkembang dari aspek lateral folikel sehingga kista malah menempati area di sebelah mahkota, bukan di atas mahkota.
Kista yang berhubungan dengan molar tiga maksila seringkali tumbuh ke dalam maxillary antrum dan biasanya ukurannya sudah cukup besar sebelum akhirnya ditemukan. Kista yang melekat pada mahkota molar tiga mandibula dapat memanjang sampai ke ramus.
Gambar Kista yang melibatkan ramus mandibula. (Diambil dari buku “Oral Radiology Principles and Interpretation 4th Edition”.)
Gambar Kista dentigerous menyebabkan pergeseran gigi kaninus ke dalam ruang maxilary antrum serta menggeser insisif lateral dan premolar satu. (Diambil dari buku “Oral Radiology Principles and Interpretation 4th Edition”.)
Gambar Coronal CT image menggunakan algoritma tulang memperlihatkan gigi molar tiga maksila yang bergeser ke dalam ruang maxillary antrum. (Diambil dari buku “Oral Radiology Principles and Interpretation 4th Edition”.)
Kista dentigerous biasanya memiliki korteks yang berbatas jelas dengan outline berbentuk kurva atau sirkuler. Jika terjadi infeksi, korteksnya hilang. Lesi berbentuk unilokular, namun efek multilokular dapat dihasilkan dari ridge dinding tulang. Kista dentigerous biasanya soliter, bila terlihat multipel mungkin disertai dengan sindrom nevoid basal sel karsinoma.
Secara radiografik, aspek internal kista terlihat radiolusen kecuali untuk mahkota gigi yang terlibat. Kista terlihat translusen dan compressible ketika ekspansi kista menyebabkan resorpsi tulang kortikal.
Kista dentigerous memiliki kecenderungan untuk menggeser dan meresorpsi gigi tetangga. Dilaporkan ada 50% kasus kista dentigerous yang menyebabkan resorpsi akar gigi tetangga. Kista biasanya akan menggeser gigi yang terlibat ke arah apikal. Tingkat pergeserannya dapat bervariasi. Sebagai contoh, gigi molar tiga maksila atau kaninus dapat terdorong ke dasar orbita, dan gigi molar tiga mandibula dapat tergeser ke regio kondil atau koronoid atau bahkan sampai ke korteks inferior mandibula. Dasar dari maxillary antrum dapat bergeser jika kista menginvaginasi antrum. Kista juga dapat menggeser kanalis nervus alveolar inferior ke arah inferior. Kista yang pertumbuhannya lambat tersebut juga seringkali mampu memperluas batas kortikal luar dari rahang yang terlibat.
Gambar Resorpsi akar distal gigi molar dua. (Diambil dari buku “Oral Radiology Principles and Interpretation 4th Edition”.)
Gambaran Histopatologis
Dinding kista dibentuk oleh folikel gigi ketika dinding kista melekat pada cervico-enamel junction. Gambarannya bervariasi, umumnya terdiri atas lapisan dinding jaringan ikat tipis, dilapisi epitel gepeng yang bersatu dengan epitel email tereduksi, meliputi mahkota gigi. Kapsul biasanya tersusun oleh jaringan kolagen yang agak padat dan kadang terlihat sel datia.
Kadang terjadi inflamasi pada dinding kista di sekitar perlekatan gigi pada cervico-enamel junction. Sering terjadi infeksi sekunder sehingga terjadi akantosis dari rete ridge dengan infiltrasi sel radang.
Pada kista dentigerous yang tidak terinflamasi, batas epitelnya kira-kira berketebalan 4-6 lapisan sel. Batas jaringan epitel konektif biasanya datar meskipun pada beberapa kasus terjadi inflamasi kronis atau infeksi sekunder sehingga terjadi hiperplasia epitel. Batas epitel tidak berkeratin.
Gambar Kista dentigerous terinflamasi menunjukkan dinding epitel yang lebih tipis dengan hyperplastic rete ridge. (Diambil dari buku “Oral & Maxillofacial Pathology 2nd Edition.”)
Gambar Kista Dentigerous non-inflamasi menunjukkan lapisan tipis dinding epitel tak berkeratin. (Diambil dari buku “Oral & Maxillofacial Pathology 2nd Edition.”)
Pada 25% kasus kista dentigerous mandibula dan 50% kasus kista dentigerous maksila dapat ditemukan area fokal sel-sel mukus. Kadang juga terlihat sel bersilia. Elemen sel sebasea juga kadang terlihat dalam struktur dindingnya.
Kadang terdapat area keratinisasi (metaplasia berkeratin) dan hasil aspirasi kista ini kadang membingungkan untuk membedakannya dengan keratosis. Elemen berkeratin yang menandakan adanya proses metaplastik, harus bisa dibedakan dari dinding keratosis odontogenik sebab perbedaan tersebut menyerupai multipotensialitas dinding epitel odontogenik dari kista dentigerous.
Dapat juga terjadi proliferasi cell rests of Serres pada dinding kista. Meskipun gambaran diagnostik ini penting namun juga dapat membingungkan sebab biasanya proliferasinya luas sehingga menyerupai tumor odontogenik.
Gambar Scattered mucous cell dapat terlihat pada dinding epitel kista dentigerous (Diambil dari buku “Oral & Maxillofacial Pathology 2nd Edition.”)
Potensial Neoplastik
Dinding epitel kista dentigerous dapat bertransformasi sehingga dapat terjadi komplikasi, yakni transformasi neoplastik dari epitel kistik menjadi ameloblastoma. Suatu penelitian menunjukkan bahwa 17% kasus ameloblastoma diawali dengan adanya riwayat kista dentigerous.
Transformasi malignansi lebih sedikit terjadi dibandingkan dengan tranformasi ameloblastik. Kemungkinan tranformasi malignansi tersebut dapat berupa karsinoma ameloblastik namun jarang terjadi. Malignansi yang paling sering dihubungkan dengan kista dentigerous yakni karsinoma sel skuamosa dan karsinoma mukoepidermoid.
Selain adanya kemungkinan terjadinya rekurensi setelah pembedahan yang tidak sempurna, beberapa komplikasi lainnya juga dapat terjadi, seperti :
a. Perkembangan Ameloblastoma
- Berkembang pada dinding kista dentigerous dari lapisan atau sisa-sisa epitel.
- Hasil penelitian dari 641 kasus ameloblastoma, 17% kasus berkaitan dengan gigi impaksi/folikular/kista dentigerous. Disposisi dari proliferasi epitel neoplastik dalam bentuk ameloblastoma ini lebih sering ditemui pada kista dentigerous dibandingkan kista odontogenik lainnya.
- Manifestasi formasi tumor ini sebagai penebalan nodular pada dinding kista tetapi gambaran klinis yang jelas sulit ditentukan sehingga perlu pemeriksaan mikroskopis dari jaringan kista dentigerous tersebut.
b. Perkembangan Karsinoma Epidermoid
- Perkembangannya berasal dari lapisan epitel.
- Faktor predisposisi dan mekanisme perkembangan belum diketahui, tetapi kejadiannya menampakkan unequivocal.
c. Perkembangan Karsinoma Mukoepidermoid
- Merupakan bentuk tumor kelenjar saliva malignan dari lapisan epitel kista dentigerous yang mengandung sel sekresi mukus.
- Lebih jarang terjadi dibandingkan karsinoma epidermoid.
- Sering terjadi pada kista dengan impaksi molar tiga mandibula.
Diagnosis, Perawatan, dan Prognosis
Awalnya dilakukan aspirasi pada lesi. Kista dentigerous menghasilkan straw-colored fluid. Jika aspirasi tidak menghasilkan cairan apapun, implikasinya lesi ini merupakan lesi yang solid sehingga pada kasus tersebut sebaiknya dilakukan biopsi. Jika lesi menghasilkan darah, pertimbangan pertama hal tersebut mungkin terjadi karena angiogram, masuknya jarum menyebabkan perdarahan. Jika pada aspirasi kedua yang dilakukan beberapa hari kemudian juga menghasilkan darah dan darah menyembur dari jarum dengan syringe barrel disconnected atau Doppler sounding yang positif untuk suara vaskular maka dibutuhkan angiogram.
Computed Tomography (CT) Scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) Scan dapat dilakukan untuk membedakan antara kista yang berisi cairan dan tumor solid. Namun densitas cairan kistik sangat beragam, dapat serupa dengan konsistensi tumor solid tipe lainnya sehingga membuat perbandingannya jadi membingungkan.
Kista dentigerous yang berukuran kecil (kurang dari 2cm) biasanya dapat dienukleasi dengan mudah, bersamaan dengan pencabutan gigi yang berhubungan dengan kista tersebut. Enukleasi kista yang diikuti dengan manipulasi ortodontik untuk mempertahankan gigi yang terlibat telah berhasil digunakan (seperti pada gigi kaninus maksila). Jika enukleasi beresiko buruk terhadap struktur di sekitarnya maka eksternalisasi/penestrasi dapat dilakukan sebagai pendekatan alternatif untuk mengurangi ukuran kista, selanjutnya diikuti dengan enukleasi.
Gambar Kista dentigerous besar yang dienukleasi dari mandibula. (Diambil dari buku “Oral and Maxillofacial Pathology A Rationale for Diagnosis and Treatment”.)
Meskipun biasanya kista hanya melibatkan satu gigi namun pada kista yang membesar maka kista tersebut juga dapat mempengaruhi beberapa gigi lainnya yang ada di dekatnya.
Bila kista dentigerous mencapai ukuran yang besar, menghasilkan pergeseran ekstrim dari gigi impaksi yang berhubungan. Pergeseran gigi yang terjadi bisa jauh dari posisinya yang normal terutama pada regio maksila, sehingga gigi asal kista akan sulit ditentukan. Gigi tersebut dapat bermigrasi ke arah suborbital, baik ke prosesus koronoid atau kondiloid. Jika fraktur patologis mengancam, kadang dipilih cangkok tulang autologous untuk rekonstruksinya sesegera mungkin.
Marsupialisasi dilakukan pada kista dentigerous yang berukuran besar. Hal ini kurang ideal untuk dilakukan sebab menimbulkan resiko terbentuknya ameloblastoma in situ atau microinvasive ameloblastoma atau transformasi neoplastik lainnya dari dinding kista yang berkembang menjadi penyakit yang lebih invasif. Marsupialisasi juga menyebabkan proses penyembuhan bekas luka lebih lambat, perawatan pascaoperasi lebih rumit, dan reduksi pada regenerasi tulang akhir. Indikasi marsupialisasi, yakni:
-
jika marsupialisasi memungkinkan gigi untuk erupsi spontan atau dipandu secara ortodontik ke posisi fungsionalnya pada lengkung rahang, atau
-
jika ahli bedah mengidentifikasi resiko terjadinya kerusakan gigi yang berkembang atau bundel neurovaskular selama enukleasi.
Prognosisnya baik sekali dan tidak ada kemungkinan rekurensi setelah enukleasi. Namun kista residual dapat berkembang jika lesi tidak dienukleasi dengan sempurna.
Diagnosis Banding
Dilihat dari kondisi biologisnya, diagnosis banding kista dentigerous, yakni keratosis odontogenik, ameloblastoma in situ, atau microinvasive ameloblastoma dalam kista dentigerous, invasive ameloblastoma, dan ameloblastic fibroma pada remaja muda dan anak- anak. Jika kista dentigerous terjadi pada maksila anterior, kista odontogenik adenomatoid akan menjadi pertimbangan utama sebagai diagnosis bandingnya, khususnya jika terjadi pada pasien muda.
Diagnosis utama kista dentigerous didapat berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis.