Apa yang dimaksud dengan Kelas Sosial?

Kelas sosial atau golongan sosial merujuk kepada perbedaan hierarkis atau stratifikasi antara insan atau kelompok manusia dalam masyarakat atau budaya.

Apa yang dimaksud dengan Kelas Sosial ?

1 Like

Pengertian kelas sosial menurut para ahli sosiologi ialah:

  • Menurut Pitrim A. Sorokin yang dimaksud dengan kelas sosial adalah “Pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarchis). Dimana perwujudannya adalah lapisan-lapisan atau kelas-kelas tinggi, sedang, ataupun kelas-kelas yang rendah ”.

  • Menurut Peter Beger mendifinisikan kelas sosial sebagai “a type of stratification in which one’s general position in society is basically determined by economic criteria” seperti yang dirumuskan Max dan Weber, bahwa konsep kelas dikaitkan dengan posisi seseorang dalam masyarakat berdasarkan kriteria ekonomi, maksudnya disini adalah bahwasannya pembedaan kedudukan seseorang dalam masyarakat berdasarkan kriteria ekonomi.

    Yang mana apabila semakin tinggi perekonomian seseorang maka semakin tinggi pula kedudukannya, dan bagi mereka perekonomiannya bagus (berkecukupan) termasuk kategori kelas tinggi (high class ), begitu juga sebaliknya bagi mereka yang perekonomiannya cukup bahkan kurang, mereka termasuk kategori kelas menengah ( middle class ) dan kelas bawah ( lower class).

  • Jeffries mendefinisikan kelas sosial merupakan “social and eeconomic groups constituted by a coalesence of economic, occupational, and educational bonds”. Maksudnya adalah bahwa konsep kelas melibatkan perpaduan antara ikatan-ikatan. Yang diantaranya adalah ekonomi, pekerjaan dan pendidikan.

    Yang mana ketiga dimensi tersebut saling berkaitan. Jeffries mengemukakan bahwa ekonomi bukanlah satu-satunya dasar yang dijadikan pedoman untuk mengklasifikasikan adanya kelas sosial, akan tetapi ketiga dimensi diatas mempunyai keterikatan yang erat. Seperti contoh orang yang mempunyai ekonomi yang bagus (kaya) belum tentu mempunyai pendidikan yang bagus (sarjana).

    Menurut Jeffries pendidikan dan pekerjaan juga merupakan aspek penting dari kelas, karena pendidikan sering menjadi prasyarat untuk seseorang mendapatkan pekerjaan yang layak.

  • Bernard Barber mendefinisikan kelas sosial sebagai sebagai himpunan keluarga-keluarga. Menurutnya, bahwa kedudukan seorang anggota keluarga dalam suatu anggota kelas terkait dengan kedudukan anggota keluarga lain. Bilamana seorang kepala keluarga atau anggota keluarga menduduki suatu status tinggi maka status anggota keluarga yang lain akan mendapatkan status yang tinggi pula. Sebaliknya apabila status kepala keluarga mengalami penurunan maka menurun pula status anggota keluarganya.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli sosiologi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kelas sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarchis), yang mana terjadinya pembedaan kelas dalam masyarakat tersebut didasarkan pada faktor ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan keterkaitan status (jabatan) seorang anggota keluarga dengan status anggota keluarga yang lain, bilamana jabatan kepala keluarga naik, maka status anggota keluarga yang lain ikut naik pula. Adapun perwujudannya adalah lapisan-lapisan atau kelas-kelas tinggi, sedang, ataupun kelas-kelas yang rendah .

Adapun faktor yang menyebabkan seseorang tergolong kedalam suatu kelas sosial tertentu itu oleh sejumlah ilmuwan sosiologi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

1) Kekayaan dan penghasilan

Uang diperlukan pada kedudukan kelas sosial atas. Untuk dapat memahami peran uang dalam menentukan kelas sosial, kita harus menyadari bahwa pada dasarnya kelas sosial merupakan suatu cara hidup. Diperlukan banyak sekali uang untuk dapat hidup menurut cara hidup orang berkelas sosial atas.

Mereka mampu membeli rumah mewah, mobil, pakaian, dan peralatan prabot rumah yang berkelas dan harganya mahal, namun tidak saja hanya berdasarkan materi akan tetapi cara bersikap juga menentukan kelas sosial mereka. Uang juga memiliki makna yang lain, misalnya penghasilan seseorang yang diperoleh dari investasi lebih memiliki prestise daripada penghasilan yang diperoleh dari tunjangan pengangguran.

Penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan profesional lebih berfungsi daripada penghasilan yang berwujud upah pekerjaan kasar. Sumber dan jenis penghasilan seseorang inilah yang memberi gambaran tentang latar belakang keluarga dan kemungkinan cara hidupnya.
Jadi, uang memang merupakan determinan kelas sosial yang penting, hal tersebut sebagian disebabkan oleh perannya dalam memberikan gambaran tentang latar belakang keluarga dan cara hidup seseorang.

2) Pekerjaan

Pekerjaan merupakan determinan kelas sosial lainnya. Pekerjaan juga merupakan aspek kelas sosial yang penting, karena begitu banyak segi kehidupan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Jika dapat mengetahui jenis pekerjaan seseorang, maka kita bisa menduga tinggi rendahnya pendidikan, standar hidup, teman bergaul, jam bekerja, dan kebiasaan sehari- harinya. Kita bahkan bisa menduga selera bacaan, selera tempat berlibur, standar moral dan orientasi keagamaannya. Dengan kata lain, setiap jenis pekerjaan merupakan bagian dari cara hidup yang sangat berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya.
Keseluruhan cara hidup seseoranglah yang pada akhirnya menentukan pada kelas sosial mana orang itu digolongkan. Pekerjaan merupakan salah satu indikator terbaik untuk mengetahui cara hidup seseorang. Oleh karena itu juga pekerjaan merupakan salah satu indikator terbaik untuk mengetahui kelas sosial seseorang.

3) Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap lahirnya kelas sosial dimasyarakat, hal ini disebabkan karena apabila seseorang mendapatkan pendidikan yang tinggi maka memerlukan biaya dan motivasi yang besar, kemudian jenis dan tinggi- rendahnya pendidikan juga mempengaruhi jenjang kelas sosial. Pendidikan juga bukan hanya sekedar memberikan kerampilan kerja, tetapi juga melahirkan perubahan mental, selera, minat, tujuan, etiket, cara berbicara hingga perubahan dalam keseluruhan cara hidup seseorang.

Macam-macam kelas sosial

Dikalangan para ahli sosiologi kita menjumpai keanekaragaman dalam penentuan jumlah lapisan sosial. Marx misalnya, membagi jumlah lapisan sosial menjadi dua, yaitu kelas borjuis dan kelass proletar.

Mosca membedakan antara kelas yang berkuasa dan kelas yang dikuasai, antara orang kaya dan orang miskin.

Namun sejumlah ilmuwan sosial membedakan menjadi tiga kelas atau lebih, yaitu :

  1. Kelas atas, kelas ini ditandai oleh besarnya kekayaan, pengaruh baik dalam sektor-sektor masyarakat perseorangan ataupun umum, berpenghasilan tinggi, tingkat pendidikan yang tinggi, dan kestabilan kehidupan keluarga.

  2. Kelas menengah, kelas ini di tandai oleh tingkat pendidikan yang tinggi, penghasilan dan mempunyai penghargaan yang tinggi terhadap kerja keras, pendidikan, kebutuhan menabung dan perencanaan masa depan, serta mereka dilibatkan dalam kegiatan komunitas.

  3. Kelas bawah, kelas ini biasanya terdiri dari kaum buruh kasar, penghasilannya pun relatif lebih rendah sehingga mereka tidak mampu menabung, lebih berusaha memenuhi kebutuhan langsung daripada memenuhi kebutuhan masa depan, berpendidikan rendah, dan penerima dana kesejahteraan dari pemerintah.

Bahkan seorang ilmuwan yang bernama Warner merinci tiga kelas ini menjadi enam kelas yaitu:

  1. Kelas atas-atas (upper-upper class) mencakup keluarga-keluarga kaya lama, yang telah berpengaruh dalam masyarakat dan sudah memiliki kekayaan yang begitu lama, sehingga orang-orang tidak lagi bisa mengingat kapan dan bagaimana cara keluarga-keluarga itu memperoleh kekayaanya.

  2. Kelas atas bawah (lower upper class) mempunyai jumlah uang yang sama, tetapi mereka belum terlalu lama memilikinya dan keluarga ini belum lama berpengaruh terhadap masyarakat.

  3. Kelas menengah atas (upper middle class) mencakup kebanyakan pengusaha dan orang profesional yang berhasil, yang umumnya berlatar belakang keluarga baik dan berpenghasilan yang menyenangkan.

  4. Kelas menengah bawah (lower middle class) meliputi para juru tulis, pegawai kantor dan orang-orang semi profesional.

  5. Kelas bawah atas (upper lower class) terdiri atas sebagian besar pekerja tetap.

  6. Kelas bawah bawah (lower-lower class) meliputi para pekerja tidak tetap, penganggur, buruh musiman.

Menurut Paul B. Horton (1984), kelas sosial dapat diartikan sebagai suatu strata (lapisan) orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum (rangkaian kesatuan) status sosial, dan para anggota suatu kelas sosial saling memandang satu sama lainnya sebagai anggota masyarakat yang setara, serta menilai diri mereka secara sosial lebih hebat dari beberapa orang lain dan lebih rendah daripada beberapa orang lainnya, dan untuk menebak kelas sosial orang secara tepat, maka seseorang membuat beberapa pertanyaan yang kemudian itu dapat menentukan kelas sosialnya di masyarakat, misalnya; “pada acara pesta makan malam siapa mereka diundang sebagai anggota masyarakat yang setara, para anggota suatu kelas sosial tertentun acapkali mempunyai jumlah uang yang sama , namun yang lebih penting lagi mereka memiliki sikap, nilai-nilai, dan cara hidup yang sama sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Kelas sosial tidak di tentukan secara tegas sebagai pengelompokan status seperti halnya system kepangkatan dalam angkatan bersenjata, status sosial bervariasi dalam suatu kontinum, suatu garis kemiringan yang bertahap dari puncak ke bawah, bukannya sejumlah tangga. Sebagaimana halnya “usia tua” merupakan fase-fase dalam kontinum “usia muda” setengah baya” maka sama sebenarnya bahwa kelas sosial pun dapat dilihat dari sebagai beberapa fase sepanjang kontinum status seseorang. Oleh karena itu, dari beberapa jumlah kelas sosial, tidaklah pasti dan tidak terdapat pula suatu batas atau jarak status yang tegas dan jelas.

Kelas sosial atau golongan sosial merujuk pada stratifikasi (penggolongan) antara insan atau kelompok manusia dalam masyarakat atau budaya. Berdasarkan karakteristik stratifikasi sosial, dapat ditemukan beberapa pembagian kelas atau golongan dalam masyarakat.

Ada beberapa unsur dalam teori kelas Karl Marx yang perlu diperhatikan :

  1. Tampak betapa besarnya peran segi struktural dibandingkan segi kesadaran dan moralitas. Pertentangan antar buruh dengan majikan bersifat objektif karena berdasarkan kepentingan objektif yang didasarkan kedudukan mereka masingmasing dalam proses produksi.

  2. Karena kepentingan kelas pemilik dengan kelas buruh secara objektif bertentangan, mereka juga akan mengambil sikap dasar yang berbeda terhadap perubahan sosial. Kelas pemilik, dan kelas-kelas atas pada umumnya mesti bersifat konserfatif, sedangkan kelas buruh, dan kelas-kelas bawah pada umumnya, akan bersikap progresif dan revolusioner.

  3. Dengan demikian menjadi jelas mengapa bagi Marx setiap kemajuan dalam susunan masyarakat hanya dapat tercapai melalui revolusi. Begitu kepentingan kelas bawah yang sudah lama ditindas mendapat angin, kekuasaan kelas penindas mesti dilawan dan digulingkan. Apabila kelas bawah bertambah kuat, kepentingannya pun akan mengalahkan kepentingan kelas atas, jadi aka mengubah ketergantungan dari pada pemilik dan itu berarti membongkar kekuasaan kelas atas.

Dalam lingkungan masyarakat kita melihat bahwa ada pembedaan yang berlaku dan diterima secara luas oleh masyarakat. Di sekitar kita ada orang yang menempati jabatan tinggi seperti gubernur dan wali kota dan jabatan rendah seperti camat dan lurah. Di sekolah ada kepala sekolah dan ada staf sekolah. Di RT atau RW kita ada orang kaya, orang biasa saja dan ada orang miskin.

Perbedaan itu tidak hanya muncul dari sisi jabatan tanggung jawab sosial saja, namun juga terjadi akibat perbedaan ciri fisik, keyakinan dan lain-lain. Perbedaan ras, suku, agama, pendidikan, jenis kelamin, usia atau umur, kemampuan, tinggi badan, cakep jelek, dan lain sebagainya juga membedakan manusia yang satu dengan yang lain.

Pengertian kelas sejalan dengan pengertian lapisan tanpa harus membedakan dasar pelapisan masyarakat tersebut. Kelas Sosial ialah sekelompok manusia yang menempati lapisan social (stratifikasi) berdasarkan kriteria ekonomi ( menurut Barger ). Ekonomi dalam hal ini cukup luas yaitu meliputi sisi pendidikan dan pekerjaan karena pendidikan dan pekerjaan seseorang pada zaman sekarang sangat mempengaruhi kekayaan / perekonomian individu.

Faktor Penentu Kelas Sosial

Apakah yang menyebabkan seseorang tergolong ke dalam suatu kelas sosial tertentu?Jawaban terhadap pertanyaan tersebut sangat beragam, karena strata sosial dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat itu sendiri atau terjadi dengan sengaja disusun untuk mengejar tujuan­-tujuan atau kepentingan-kepentingan bersama. Secara ideal semua manusia pada dasarnya sederajat. Namun, secara realitas disadari ataupun tidak ada orang-orang yang dipandang tinggi kedudukannya dan ada pula yang dipandang rendah kedudukannya.

Dalam istilah sosiologi kedudukan seseorang dalam masyarakat disebut status atau kedudukan sosial (posisi seseorang dalam suatu pola hubungan sosial yang tertentu).Status merupakan unsur utama pembentukan strata sosial, karena status mengandung aspek struktural dan aspek fungsional.Aspek struktural adalah aspek yang menunjukkan adanya kedudukan - tinggi dan rendah dalam hubungan antar status. Aspek fungsional, yaitu aspek yang menunjukkan adanya hak-hak dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh penyandang status.

Talcott Persons menyebutkan ada lima menentukan tinggi rendahnya status seseorang, yaitu:

  • Kriteria kelahiran (ras, kebangsawanan, jenis kelamin),

  • Kualitas atau mutu pribadi (umur, kearifan atau kebijaksanaan)

  • Prestasi (kesuksesan usaha, pangkat,

  • Pemilikan atau kekayaan (kekayaan harta benda)

  • Otoritas (kekuasaan dan wewenang; kemampuan-untuk menguasai/ mempengaruhi orang lain sehingga orang itu mau bertindak sesuai dengan yang diinginkan tanpa perlawanan)

Klasifikasi Kelas Sosial

Pembagian Kelas Sosial terdiri atas 3 bagian yaitu:

1. Berdasarkan status ekonomi
image

  • Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi kelas atau golongan:

    • Golongan pertama; merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat. Mereka terdiri dari pengusaha, tuan tanah dan bangsawan.

    • Golongan kedua; merupakan golongan yang cukup banyak terdapat di dalam masyarakat. Mereka terdiri dari para pedagang, dsbnya.

    • Golongan ketiga; merupakan golongan terbanyak dalam masyarakat. Mereka kebanyakan rakyat biasa.

  • Karl Marx juga membagi masyarakat menjadi tiga golongan, yakni:

    • Golongan kapitalis atau borjuis; adalah mereka yang menguasai tanah dan alat produksi.

    • Golongan menengah; terdiri dari para pegawai pemerintah.

    • Golongan proletar; adalah mereka yang tidak memiliki tanah dan alat produksi. Termasuk didalamnya adalah kaum buruh atau pekerja pabrik.

      image

  • Pada masyarakat Amerika Serikat, pelapisan masyarakat dibagi menjadi enam kelas yakni:
    image

    • Kelas sosial pertama (Kelas sosial atas lapisan atas / Upper-upper class) keluarga-keluarga yang telah lama kaya.

    • Kelas sosial kedua (Kelas sosial atas lapisan bawah / Lower-upper class): belum lama menjadi kaya

    • Kelas sosial ketiga (Kelas sosial menengah lapisan atas / Upper-middle class) : pengusaha, kaum professional

    • Kelas sosial keempat (Kelas sosial menengah lapisan bawah / Lower-middle class): pegawai pemerintah, kaum semi profesional,
      supervisor, pengrajin terkemuka

    • Kelas sosial kelima (Kelas sosial bawah lapisan atas / Upper lower class) : pekerja tetap (golongan pekerja)

    • Kelas sosial keenam (Kelas sosial lapisan sosial bawah-lapisan bawah / Lower-lower class): para pekerja tidak tetap, pengangguran, buruh musiman, orang bergantung pada tunjangan.

  • Dalam masyarakat Eropa dikenal 4 kelas, yakni:

    • Kelas puncak (top class)

    • Kelas menengah berpendidikan (academic middle class)

    • Kelas menengah ekonomi (economic middle class)

    • Kelas pekerja (workmen dan formensclass)

    • Kelas bawah (underdog class)

2. Berdasarkan Status Sosial

Kelas sosial timbul karena adanya perbedaan dalam penghormatan dan status sosialnya. Misalnya, seorang anggota masyarakat dipandang terhormat karena memiliki status sosial yang tinggi, dan seorang anggota masyarakat dipandang rendah karena memiliki status sosial yang rendah.

Contoh : Pada masyarakat Bali, masyarakatnya dibagi dalam empat kasta, yakni Brahmana, Satria, Waisya dan Sudra. Ketiga kasta pertama disebut Triwangsa. Kasta keempat disebut Jaba.Sebagai tanda pengenalannya dapat kita temukan dari gelar seseorang. Gelar Ida Bagus dipakai oleh kasta Brahmana, gelar cokorda, Dewa, Ngakan dipakai oleh kasta Satria.Gelar Bagus, I Gusti dan Gusti dipakai oleh kasta Waisya, sedangkan gelar Pande, Khon, Pasek dipakai oleh kasta Sudra.

3. Berdasarkan Status Politik

Secara politik, kelas sosial didasarkan pada wewenang dan kekuasaan.Seseorang yang mempunyai wewenang atau kuasa umumnya berada di lapisan tinggi, sedangkan yang tidak punya wewenang berada di lapisan bawah.

Kelompok kelas sosial atas antara lain:

  • pejabat eksekutif, tingkat pusat maupun desa.

  • pejabat legislatif, dan

  • pejabat yudikatif.

Pembagian kelas-kelas sosial dapat kita lihat dengan jelas pada hirarki militer.

  • Kelas Sosial Atas (perwira) : Dari pangkat Kapten hingga Jendral .

  • Kelas sosial menengah (Bintara) :Dari pangkat Sersan dua hingga Sersan mayor.

  • Kelas sosial bawah (Tamtama) : Dari pangkat Prajurit hingga Kopral kepala.

Kelas sosial oleh para ahli sudah di definisikan secara gambling. Pengertian kelas sosial adalah pembagian kelas dalam masyarakat berdasarkan kriteria tertentu, baik menurut agama, pendidikan, status ekonomi, keturunan dan lain-lain. Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan dan setiap masyarakat pasti mempunyai atau memiliki sesuatu yang dihargainya. Sesuatu yang dihargai inilah sesungguhnya merupakan embrio atau bibit yang menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis, didalam masyarakat itu. Penghargaan yang lebih tinggi terhadap hal-hal tertentu, akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya.

Biasanya barang yang di hargai itu berupa uang, benda-benda yang bersifat ekonomi, tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, dan penghargaan yang lebih tinggi di masyarakat tersebut seperti keturunan dari keluarga yang terhormat atau pangkat. Jika ada sekelompok kecil dari masyarakat yang memiliki barang-barang berharga itu dalam jumlah yang besar, maka masyarakat umumnya menganggap mereka sebagai kelompok atau golongan yang berada pada lapisan atas. Sebaliknya dengan mereka yang memiliki sedikit sekali atau hampir tidak memiliki barang sesuatu yang berharga itu, punya kedudukan yang rendah dimata masyarakat.

Sistem berlapis-lapis ini dalam sosiologi dikenal sebagai “Social Stratification”, yang berasal dari kata Stratum yang kalau jamaknya strata dan biasanya lebih dikenal dengan istilah lapisan atau yang biasa disebut dengan kelas sosial. Istilah lapisan yang terdapat dalam suatu masyarakat telah ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama didalam suatu organisasi sosial. Lapisan masyarakat mula-mula didasarkan pada perbedaan seks, perbedaan pemimpin dan yang dipimpin, golongan non budak dan golongan budak, pembagian kerja dan pembedaan masyarakat berdasarkan kekayaan.

Namun istilah kelas juga tidak selalu mempunyai arti yang sama, walaupun pada hakikatnya mewujudkan sistem kedudukan-kedudukan yang pokok dalam masyarakat. Penjumlahan kelas-kelas dalam masyarakat disebut class system. Artinya, semua orang dan keluarga yang sadar akan kedudukan mereka itu diketahui dan diakui oleh masyarakat umum. Kelas sosial dapat didefinisikan sebagai suatu strata (lapisan) orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum (rangkaian kesatuan) status sosial.

Adapun definisi dari kelas sosial menurut para ahli sosiologi ialah:

  • Menurut Pitrim A. Sorokin yang dimaksud dengan kelas sosial adalah “Pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarchis). Dimana perwujudannya adalah lapisan-lapisan atau kelas-kelas tinggi, sedang, ataupun kelas-kelas yang rendah ”.

  • Menurut Peter Beger mendifinisikan kelas sebagai “a type of stratification in which one’s general position in society is basically determined by economic criteria” seperti yang dirumuskan Max dan Weber, bahwa konsep kelas dikaitkan dengan posisi seseorang dalam masyarakat berdasarkan kriteria ekonomi, maksudnya disini adalah bahwasannya pembedaan kedudukan seseorang dalam masyarakat berdasarkan kriteria ekonomi. Yang mana apabila semakin tinggi perekonomian seseorang maka semakin tinggi pula kedudukannya, dan bagi mereka perekonomiannya bagus (berkecukupan) termasuk kategori kelas tinggi (high class ), begitu juga sebaliknya bagi mereka yang perekonomiannya cukup bahkan kurang, mereka termasuk kategori kelas menengah ( middle class ) dan kelas bawah ( lower class).

  • Jeffries mendefinisikan kelas sosial merupakan “social and economic groups constituted by a coalesence of economic, occupational, and educational bonds”. Maksudnya adalah bahwa konsep kelas melibatkan perpaduan antara ikatan-ikatan. Yang diantaranya adalah ekonomi, pekerjaan dan pendidikan. Yang mana ketiga dimensi tersebut saling berkaitan. Jeffries mengemukakan bahwa ekonomi bukanlah satu-satunya dasar yang dijadikan pedoman untuk mengklasifikasikan adanya kelas sosial, akan tetapi ketiga dimensi diatas mempunyai keterikatan yang erat. Seperti contoh orang yang mempunyai ekonomi yang bagus (kaya) belum tentu mempunyai pendidikan yang bagus (sarjana). Menurut Jeffries pendidikan dan pekerjaan juga merupakan aspek penting dari kelas, karena pendidikan sering menjadi prasyarat untuk seseorang mendapatkan pekerjaan yang layak.

  • Bernard Barber mendefinisikan kelas sosial sebagai sebagai himpunan keluarga-keluarga. Menurutnya, bahwa kedudukan seorang anggota keluarga dalam suatu anggota kelas terkait dengan kedudukan anggota keluarga lain. Bilamana seorang kepala keluarga atau anggota keluarga menduduki suatu status tinggi maka status anggota keluarga yang lain akan mendapatkan status yang tinggi pula. Sebaliknya apabila status kepala keluarga mengalami penurunan maka menurun pula status anggota keluarganya.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli sosiologi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kelas sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarchis), yang mana terjadinya pembedaan kelas dalam masyarakat tersebut didasarkan pada faktor ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan keterkaitan status (jabatan) seorang anggota keluarga dengan status anggota keluarga yang lain, bilamana jabatan kepala keluarga naik, maka status anggota keluarga yang lain ikut naik pula.

Adapun perwujudannya adalah lapisan-lapisan atau kelas-kelas tinggi, sedang, ataupun kelas-kelas yang rendah . Adapun faktor yang menyebabkan seseorang tergolong kedalam suatu kelas sosial tertentu itu oleh sejumlah ilmuwan sosiologi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

1. Kekayaan dan penghasilan

Uang diperlukan pada kedudukan kelas sosial atas. Untuk dapat memahami peran uang dalam menentukan kelas sosial, kita harus menyadari bahwa pada dasarnya kelas sosial merupakan suatu cara hidup. Diperlukan banyak sekali uang untuk dapat hidup menurut cara hidup orang berkelas sosial atas.

Mereka mampu membeli rumah mewah, mobil, pakaian, dan peralatan prabot rumah yang berkelas dan harganya mahal, namun tidak saja hanya berdasarkan materi akan tetapi cara bersikap juga menentukan kelas sosial mereka. Uang juga memiliki makna yang lain, misalnya penghasilan seseorang yang diperoleh dari investasi lebih memiliki prestise daripada penghasilan yang diperoleh dari tunjangan pengangguran. Penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan profesional lebih berfungsi daripada penghasilan yang berwujud upah pekerjaan kasar. Sumber dan jenis penghasilan seseorang inilah yang memberi gambaran tentang latar belakang keluarga dan kemungkinan cara hidupnya.

Jadi, uang memang merupakan determinan kelas sosial yang penting, hal tersebut sebagian disebabkan oleh perannya dalam memberikan gambaran tentang latar belakang keluarga dan cara hidup seseorang.

2. Pekerjaan

Pekerjaan merupakan determinan kelas sosial lainnya. Pekerjaan juga merupakan aspek kelas sosial yang penting, karena begitu banyak segi kehidupan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Jika dapat mengetahui jenis pekerjaan seseorang, maka kita bisa menduga tinggi rendahnya pendidikan, standar hidup, teman bergaul, jam bekerja, dan kebiasaan sehariharinya. Kita bahkan bisa menduga selera bacaan, selera tempat berlibur, standar moral dan orientasi keagamaannya. Dengan kata lain, setiap jenis pekerjaan merupakan bagian dari cara hidup yang sangat berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya.

Keseluruhan cara hidup seseoranglah yang pada akhirnya menentukan pada kelas sosial mana orang itu digolongkan. Pekerjaan merupakan salah satu indikator terbaik untuk mengetahui cara hidup seseorang. Oleh karena itu juga pekerjaan merupakan salah satu indikator terbaik untuk mengetahui kelas sosial seseorang.

3. Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap lahirnya kelas sosial dimasyarakat, hal ini disebabkan karena apabila seseorang mendapatkan pendidikan yang tinggi maka memerlukan biaya dan motivasi yang besar, kemudian jenis dan tinggi- rendahnya pendidikan juga mempengaruhi jenjang kelas sosial. Pendidikan juga bukan hanya sekedar memberikan kerampilan kerja, tetapi juga melahirkan perubahan mental, selera, minat, tujuan, etiket, cara berbicara hingga perubahan dalam keseluruhan cara hidup seseorang.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat penulis simpulkan bahwa penghasilan, pekerjaan dan pendidikan merupakan tiga indikator yang cukup jelas yang membuat seseorang dapat digolongkan kedalam suatu kelas sosial. Ketiga indikator ini juga biasa dimanfaatkan oleh para ilmuwan dalam mengklasifikasikan kelas sosial.

Kelas sosial adalah sebuah penggolongan manusia dalam bentuk penggolongannya yang tidak sederajat dengan kelompok sosial. Jika kelompok sosial lebih menekankan pada penggelompokkan manusia atas dasar perbedaan yang bersifat horizontal, tetapi dalam kelas sosial manusia dikelompokkan berdasarkan perbedaan kualifikasi kolektif secara vertikal.

Pengkualifikasian sosial secara vertikal, manusia dikelompokkan menurut kelas masing-masing seperti kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah. Seacara ekonomi, manusia dikelompokkan menurut pada kepemilikan harta benda, sehingga seseorang yang memiliki harta benda dalam kapasitas yang banyak seperti perusahaan, tanah pertanian yang luas, mobil, rumah mewah dan sebagainya bisa disebut kelompok kelas atas, akan tetapi jika harta benda yang dimiliki hanya dikategorikan lebih dari kecukupan tetapi tidak melimpah, maka bisa disebutkan dalam kelompok kelas menengah dan bagi mereka yang memiliki harta kurang dari berkecukupan akan digolongkan dalam kelompok kelas bawah.

Permasalahan yang terjadi dikehidupan sosial bermasyarakat ini adalah mengapa selalu terdapat didalam pengelompokkan kelas-kelas sosial. Dalam kehidupannya, manusia tidak ada yang menginginkan kemapanan dalam hidup, mereka selalu senantiasa berusaha untuk mendapatkannya. Dari sebuah perjuangan tersebut maka akhirnya akan muncul untuk terbagi dalam kelaskelas sosial sesuai dengan apa yang telah didapatkannya setelah perjuangannya tersebut. Bekerja keras dan bekal dari keterampilannya atau keahliannya, maka ia akan menduduki kelas sosial tertentu berdasarkan kekayaan yang ia dapatkan.

Teori kelas dari Marx berdasarkan pemikiran bahwa: “sejarah dari segala bentuk masyarakat dari dahulu hingga sekarang adalah sejarah pertikaian antar golongan”. Menurut pandangannya, sejak masyarakat manusia mulai dari bentuknya yang primitif secara relatif tidak berbeda satu sama lain, masyarakat itu tetap mempunyai perbedaan-perbedaan fundamental antara golongan yang bertikai di dalam mengejar kepentingan masing-masing golongannya.

Dalam dunia kapitalisme misalnya, inti dari kapitalisme yaitu pabrik lebih merupakan tempat utama terjadinya pertentangan-pertentangan antara golongan yaitu mereka yang mengeksploitir dan mereka yang dieksploitir, antara pembeli dan penjual dan antara buruh dan majikan; daripada merupakan tempat terjadinya kerja sama yang fungsional. Kepentingan golongan serta konfrontasi fisik yang ditimbulkannya adalah merupakan faktor utama dari proses sosial di dalam sejarah.

Marx mengajukan konsepsi penting tentang konflik, yaitu tentang masyarakat kelas dan perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada waktu itu, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin (proletar). Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial yang hirarkis, dan borjuis melakukan eksploitasi terhadap proletar dalam sistem produksi kapitalis.

Teori ini didasarkan pada pemikiran Karl Marx yang melihat, masyarakat berada dalam konflik yang terus-menerus di antara kelompok dan kelas sosial. Disisi lain konflik masyarakat juga dikuasai oleh sebagian kelompok atau individu yang mempunyai kekuasaan dominan. Dengan demikian maka tampaklah bahwa ada pembagian yang jelas antara pihak yang berkuasa denga pihak yang dikuasai, keduanya itu mempunyai kepentingan yang berbeda dan bahkan mungkin akan bertentangan.

Secara kepemilikan sarana dan alat produksi (property), yaitu kelas borjuis dan proletar. Kelas borjuis adalah kelompok yang memilki sarana dan alat produksi yang dalam hal ini adalah perusahaan sebagai modal dalam usaha. Kelas ploretar adalah kelas yang tidak memiliki sarana dan alat produksi sehingga dalam pemenuhan akan kebutuhan ekonominya tidak lain hanyalah menjual tenaganya. Konflik antar kelas terjadi melalui proses produksi sebagai salah satu kegiatan ekonomi di mana dalam proses produksi terjadi kegiatan pengeksploitasian terhadap kelompok proletar oleh kelompok borjuis.

Perubahan sosial justru membawa dampak yang buruk bagi para kaum buruh (proletar) karena perubahan sosial berdampak pada semakin banyaknya jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk akan menyulitkan kehidupan kelompok proletar karena tuntutan akan lapangan pekerjaan semakin tinggi sementara jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak bertambah (konstan).

Tingginya jumlah penawaran tenaga kerja akan berpengaruh pada rendahnya ongkos tenaga kerja yang diterimanya, sehingga kehidupan selanjutnya justru kian buruk. “Sementara kehidupan kelompok kapitalis (borjuis) akan semakin berlimpah dengan segala kemewahannya. Gejala inilah yang pada akhirnya menimbulkan ketimpangan sosial yang berujung pangkal pada konflik sosial.” umum pendekan konflik dibagi menjadi dua dan Karl Marx memandang masyarakat terdiri dari dua kelas yang didasarkan pada “Konflik antar kelas sosial biasanya berupa konflik yang bersifat vertikal, yaitu konflik antara kelas sosial atas dan kelas sosial bawah.

Konflik ini terjadi karena kepentingan yang berbeda antar dua golongan atau kelas sosial yang ada.” Konflik antar kelas sosial biasanya lebih ditekankan pada konflik antara buruh dan majikan di dalam struktur masyarakat industri, konflik antara patron dan klien dalam struktur masyarakat feodal. Golongan buruh yang menuntut perbaikan upah kepada pemerintah maupun perusahaan adalah wujud dari salah satu konflik antar golongan. Pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah wujud dari konflik sosial antar kelas sosial yang ada.

Faktor utama yang menjadi pemicu konflik biasanya terletak pada perbedaan pendapat dimana majikan yang memiliki modal usaha memiliki pendapatan yang lebih besar, sedangkan para buruh yang memiliki tenaga memperoleh pendapatan yang kecil, sehingga keadaan ini memunculkan isu ketidakadilan, ketimpangan sosial, dan sebagainya. Ketegangan hubungan produksi dalam sistem produksi kapitalis antara kelas borjuis dan kelas proletar menyebabkan suatu bentuk gerakan sosial besar, yaitu sebuah revolusi.

Ketegangan hubungan produksi terjadi ketika kelas proletar telah menyadari akan eksploitasi borjuis terhadap mereka. Sampai tahap ini “Marx adalah seorang yang sangat yakin terhadap perubahan sosial radikal dan merindukannya, tetapi terlepas dari moral Marx, esensi akademiknya adalah realitas kekuasaan kelas terhadap kelas yang lain yang lemah, konflik antar kelas ini terjadi karena adanya eksploitasi tersebut” dan suatu perubahan sosial, proses dialektika yang sangat berkaitan dengan konflik dan determinisme ekonomi.

Konflik yang terjadi antara kelas borjuis dan proletar ini bersifat mendalam dan sulit untuk diselesaikan karena memiliki perbedaan dalam kesadaran kelas bukan dalam cara hidup. Perbedaan kelas borjuis dan kelas proletar tidak hanya terdapat pada cara hidup melainkan juga cara berfikir, orang komunis menganggap penting kesadaran maka dari itu mereka mementingkan sosialisasi.

Kaitannya ini berhubungan dengan demontrasi buruh yang sedang marak terjadi untuk menuntut hak-hak mereka dalam menjalankan tugasnya sebagai pekerja yang berada di dalam naungan sebuah perusahaan, yang mengambil contoh buruh yang berada di PT. Parin yang terletak di Gedangan Sidoarjo sebenrnya terdapat banyak perindustrian yang terdapat di Sidoarjo dikarenakan kota ini terkenal banyak perindustriannya.

Kaitannya ini sangat berpengaruh bagi kehidupan masyarakat atau para buruh yang bekerja dalam perindustrian tersebut, dengan adanya sebuah demontrasi buruh tersebut konflik dalam kehidupan masyarakat semakin bertambah setiap harinya karena merka menginginkan hak-hak para buruh terpenuhi dengan semakin melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok yang makin sulit untuk didapatkan dengan hasil yang kurang memadai. Dan sebagai fungsi untuk mempersatukan pendapat para buruh agar tidak tertindas oleh kelas borjuis (pemilik modal), upaya yang dilakukan oleh para buruh tersebut untuk meningkatkan ketidakadilan yang didapatkan selama bekerja.

Kehidupan yang para buruh lakukan tersebut untuk memenuhi semua kebutuhan hidup sehari-hari dengan menggunakan otot, pikiran dan waktu mereka agar menghasilkan upaya atau usaha untuk sandang, pangan dan papan. Teori konflik sosial ini sangatlah sepadan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan para buruh yang merasa tertindas dengan ketidakadilan yang mereka dapatkan dari usaha mereka selama bekerja, maka dari itu para buruh menuntut adanya keseimbangan yang tidak mereka dapatkan dari kaum-kaum kapitalis.

Perbedaan-perbedaan kelas membuat kehidupan masyarakat menimbulkan sebuah konflik sosial yang semakin memusingkan masyarakat, membedaan kelas tersebut membuktikan bahwa kehidupan masyarakat atau para buruh seperti dijadikan mainan oleh para kaum kapitalis yang mana mereka mempunyai kedudukan yang penting dan memiliki kepetingan yang harus mereka lakukan dengan menjadikan kelas proletar (buruh) untuk melakukan kepentingan-kepentingan pribadi yang diinginkan. Walaupun dalam kehidupan hal tersebut sangatlah saling berkaitan karena kelas borjuis dan kelas proletar saling membutuhkan untuk memperoleh apa yang mereka butuhkan.

Konsep stratifikasi sosial ditafsirkan secara berbeda oleh berbagai pendekatan teoretis dalam ilmu sosial dan sosiologi. Pendukung teori struktural-fungsional memandang bahwa untuk mengatasi terjadinya stratifi kasi sosial yang lazim terjadi di negara-negara berkembang, hierarki sosial diperlukan untuk membuat struktur sosial stabil. Talcott Parson menegaskan bahwa stabilitas dan tata tertib sosial dicapai dengan sarana konsensus nilai-nilai universal yang ada di masyarakat, untuk membuat syarat-syarat berjalannya fungsi-fungsi masyarakat.

Sementara itu, sebaliknya, teori konflik sebagaimana marxisme beranggapan bahwa stratifikasi sosial terjadi karena kurangnya akses terhadap sumber daya ekonomis maupun sulitnya mobilitas sosial. Ilmu sosial non-marxis tidak membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas berdasarkan hubungannya dengan kepemilikan alat-alat produksi. Max Weber, misalnya, membagi masyarakat ke dalam kelaskelas berdasarkan tingkat penghasilannya. Talcott-Parson, sosiolog lain, membagi masyarakat ke dalam “golongan fungsional”. Kedua teori ini tidak melihat, bahkan menyangkal, bahwa proses ekonomi adalah proses utama yang melandasi dinamika masyarakat.

Menurut Blowers dan Thomson:

“Perbedaan fundamental antara konsepsi Weber dan konsepsi Marx adalah bahwa apabila Weber mengemukakan tiga dimensi yang terpisah dan pada hakikatnya independen bagi syarat-syarat eksistensi sosial, maka Marx, walaupun menerima diferensiasi sosial yang mencakup hal-hal lain selain hubungan-hubungan ekonomi murni, memandangnya sebagai sesuatu yang strukturnya, bagaimana pun juga, pasti ditentukan oleh hubungan-hubungan ekonomi, khususnya hubungan-hubungan kepunyaan ekonomi. Menurut Weber, aspek dieksploitasi/mengeksploitasi dari defi nisi kelas akan hilang dan kelas akan berubah menjadi suatu hierarki yang terdiri dari berbagai kombinasi dari ketiga dimensi tersebut di atas. Itulah sebabnya, kita berhadapan dengan suatu bentuk masyarakat yang selalu berlapis, di mana tidak terdapat pertentangan-pertentangan yang menghancurkan strukturnya, yang pada hakikatnya tidak dapat dipecahkan. Dari sudut pandangan marxis, persoalan pokok bagi konsepsi semacam itu adalah berkenaan dengan penjelasan yang sistematik tentang apa yang menentukan ‘status ’ dan ‘kekuasaan ’. Apakah yang terkandung di dalam otonomi mereka? Dengan perkatan lain, apakah syarat-syarat bagi eksistensi mereka? Jika mereka (status dan kekuasaan) sama sekali tidak berhubungan dengan pemilikan ekonomi, apalagi dengan kepunyaan ekonomi, lalu hubungan-hubungan sosial (yang didefi nisikan dengan objektif ) apakah yang mereka cerminkan?”

Memang tidak bisa disangkal bahwa di dalam kelas terdapat banyak lapisan. Di antara mereka yang memiliki alat produksi, kita masih dapat membaginya menjadi seberapa jauh tingkat kepemilikan mereka atas alat produksi itu. Demikian pula di antara mereka yang tidak memiliki alat produksi. Kelas ini masih dapat lagi kita bagi dalam tingkat pengisapan yang dialaminya, atau berdasarkan jenis pekerjaan yang dilakukannya, dan sebagainya.

Namun demikian, pembagian seperti ini tidak akan menunjukkan pada kita: bagaimana kelas-kelas itu muncul. Yang lebih penting lagi: pembagian seperti ini tidak menunjukkan pada kita asal usul ketimpangan sosial yang terjadi dalam masyarakat— ketimpangan sosial yang nyata, riil, ada di tengah masyarakat.

Dengan teori Max Weber, misalnya, kita memang dapat mengetahui bahwa ada orang kaya dan orang miskin dalam masyarakat. Akan tetapi, kita akan mengira bahwa seseorang akan bisa menjadi kaya jika rajin menabung, berhemat, dan mengencangkan ikat pinggang. Dari kenyataan sehari-hari, kita tahu bahwa ini tidaklah benar secara umum. Berapa yang bisa ditabung seorang buruh pabrik, misalnya, hingga ia memiliki cukup uang untuk mulai membuka usaha sendiri? Sekalipun bisa, paling-paling usahanya (yang kadang sangat keras) tidak menghasilkan hasil lebih yang terlalu banyak sehingga hanya cukup untuk makan sehari-hari saja, tidak dapat dipakai untuk mengembangkan usaha lebih lanjut. Memang ada beberapa gelintir orang yang bisa melakukannya.

Namun, jika jalan ini yang ditempuh, perbaikan nasib hanya akan terjadi secara individual—bukan secara kelas, secara keseluruhan masyarakat. Teori Talcott-Parsons tampak lebih naif. Ia sama sekali tidak mengakui adanya kelas. Ia hanya mengakui adanya golongan dalam masyarakat, yang dibagi berdasarkan fungsinya. Ini jelas membuat kita kesasar dari upaya perbaikan masyarakat secara keseluruhan. Dengan mengikuti teori Talcott-Parsons, kita hanya akan melihat persoalan masyarakat secara terkotak-kotak. Perbaikan yang akan kita lakukan adalah perbaikan parsial, hanya sebagiansebagian saja tanpa memerhatikan dampaknya pada masyarakat secara keseluruhan.

Ada anggapan bahwa penekanan Marxis pada kelas-kelas sosial adalah “reduksionis” karena kelas-kelas melarutkan. Mereka mengklaim bahwa pendekatan kelas mengaburkan kesejajaran atau yang lebih penting lagi identitas budaya (gender dan etnis). Menurut mereka, pendekatan kelas adalah reduksi ekonomistis dan gagal menjelaskan perbedaan-perbedaan gender dan etnis di dalam kelas-kelas. Lalu, juga dikatakan bahwa pandangan analisis kelas hanyalah desain dari konstruksi intelektual, hanya merupakan gejala subjektif yang kuat menentukan secara kultural saja.

Bagi mereka, sebenarnya tidak ada “kepentingan kelas yang objektif” yang membagi masyarakat, semenjak “kepentingan” tersebut semata-mata subjektif dan setiap budaya menentukan pilihan-pilihan individual. Argumen mereka berikutnya adalah terjadi transformasi yang cepat dalam ekonomi dan masyarakat sehingga perbedaan kelas yang lama melenyap. Dalam masyarakat pos-industrial sekarang ini, sumber kekuasaan ada pada sistem informasi yang terbaru, teknologi baru, dan pada mereka yang mengatur semua itu. Masyarakat, bagi mereka, sedang berubah menuju masyarakat baru ketika buruh industri akan menghilang menuju dua arah, yaitu naik menjadi new middle class yang berteknologi tinggi atau merosot ke bawah menjadi under class.

Marxisme tidak pernah menolak pentingnya ras, gender, dan etnis dalam pendekatan analisis kelas. Akan tetapi, kaum “non-kelas” ini mempersoalkan ketidakadilan terhadap gender, etnis, serta ras dan mengira hal itu dapat dihapus di luar pendekatan kelas. Seorang perempuan tuan tanah dan pembantu-pembantunya memiliki “identitas esensial”, seperti halnya seorang perempuan tani bekerja di bawah upah rendah; seorang bersuku Indian dari pemerintahan neo-liberal memiliki sebuah “identitas” yang sama dengan petani perempuan Indian yang kehilangan tanah karena politik ekonomi pasar bebas. Contohnya seperti Bolivia yang memiliki seorang wakil presiden berasal dari etnis Indian yang juga melakukan pemenjaraan massal terhadap petani cokelat Indian. Pada intinya, pemahaman ini menjadi pemenjaraan kesadaran (ras, etnis, gender) yang mengisolasinya dari tiap bentuk penindasan lain di masyarakat yang sebenarnya bersumber dari penindasan kelas.