Apa yang dimaksud dengan Kekuasaan dalam Masyarakat?

image

Dalam kehidupan masyarakat kita akan menjumpai istilah kekuasaan.

Apa yang dimaksud dengan kekuasaan dalam masyarakat?

Kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu.

Kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu. Kekuasaan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat bagaimana pun bersahaja, besar, atau runut susunannya.

Banyak para pemikir dan pengamat politik yang mendefi nisikan apa itu “kekuasaan ” (power). Miriam Budiardjo mendefi nsikan kekuasaan sebagai kemampuan seseorang atau kelompok manusia untuk memengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.

Definisi itu menekankan pada konsep “pengaruh” atau tindakan memengaruhi. Artinya, ia lebih mengacu pada proses atau aktivitas. Untuk mendapatkan kekuasaan , orang harus menempatkan dirinya untuk menjadi kekuatan yang mampu mengubah cara pandang, kesadaran, dan tingkah laku orang lain. Jika kita bisa memengaruhi orang lain, kita akan mudah membuat orang lain tersebut melakukan sesuatu sesuai apa yang kita harapkan. Meskipun perilaku dan tindakannya tidak sesuai benar sebagaimana kita harapkan, minimal pengaruh kita telah membuatnya melakukan sesuatu. Istilah “pengaruh” (influence) berkaitan dengan hubungan kita dengan orang lain. Pengaruh itu dapat dilakukan dengan berbagai bentuk. Misalnya, pengetahuan, doktrin, dan kata-kata yang memiliki kekuatan untuk masuk ke dalam pikiran orang lain.

Bentuk dan Dimensi Kekuasaan

Bentuk-bentuk kekuasaan , antara lain:

  • Influence, yaitu kemampuan untuk memengaruhi orang lain agar mengubah sikap dan perilakunya secara sukarela;

  • Persuasion, yaitu kemampuan meyakinkan orang lain dengan argumentasi untuk melakukan sesuatu;

  • Manipulasi, yaitu penggunaan pengaruh. Dalam hal ini, yang dipengaruhi tidak menyadari tingkah lakunya mematuhi pemegang kekuasaan ;

  • Coercion, yaitu peragaan kekuasaan (ancaman paksaan) yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap pihak lain agar bersikap dan berperilaku sesuai dengan kehendak pemilik kekuasaan; dan

  • Force, yaitu penggunaan tekanan fi sik, membatasi kebebasan menimbulkan rasa sakit, ataupun membatasi pemenuhan kebutuhan biologis agar melakukan sesuatu.

Sedangkan, dimensi-dimensi kekuasaan , antara lain:

1. Kekuasaan Potensial dan Aktual

  • Potensial: memiliki sumber-sumber kekuasaan (kekayaan, tanah, senjata, ilmu pengetahuan dan informasi, popularitas, status sosial, massa terorganisasi, dan jabatan); dan

  • Aktual: telah menggunakan sumber-sumber yang dimilikinya ke dalam kegiatan politik yang efektif.

2. Kekuasaan Konsensus dan Paksaan

  • Konsensus: berusaha menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan masyarakat secara keseluruhan; dan

  • Paksaan: cenderung memandang politik sebagai perjuangan, pertentangan, dominasi, dan konflik (kelompok kecil masyarakat).

3. Kekuasaan Positif dan Negatif

  • Positif: penggunaan sumber kekuasaan untuk mencapai tujuan yang dipandang penting dan diharuskan; dan

  • Negatif: penggunaan sumber kekuasaan untuk mencegah pihak lain mencapai tujuannya, tidak hanya dipandang tidak perlu, tetapi juga merugikan.

4. Kekuasaan dalam Jabatan dan Pribadi

  • Jabatan: kekuasaan dalam masyarakat modern karena menduduki posisi formal (presiden, perdana menteri, menteri, dan lain-lain); dan

  • Kualitas pribadi: kekuasaan bukan karena posisi, melainkan karena kualitas diri, kapabilitas, akseptabilitas, integritas, dan lain-lain, yang dimiliki seeorang.

5. Kekuasaan Implisit dan Eksplisit

  • Implisit: kekuasaan yang pengaruhnya tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan; dan

  • Eksplisit: kekuasaan yang pengaruhnya secara jelas terlihat dan terasakan.

6. Kekuasaan Langsung dan Tidak Langsung

  • Langsung: penggunaan sumber kekuasaan untuk memengaruhi pembuat dan pelaksanaan keputusan politik dengan melakukan hubungan secara langsung; dan

  • Tidak langsung: penggunaan sumber kekuasaan untuk memengaruhi pembuat dan pelaksana keputusan politik melalui perantara pihak lain (berpengaruh).

Dalam kajian sosiologi, kekuasaan memiliki dimensi sosial. Kekuasaan sosial menurut Ossip K. Flechtheim adalah the sum total of all those capacities, relationship and processes by which compliance of others is secured… for ends determined by the power holder (keseluruhan dari kemampuan, hubungan-hubungan dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain… untuk tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemegang kekuasaan). Sedangkan, Robert McIver mengartikan kekuasaan sosial sebagai berikut, “Social power is a capacity to control the behaviour of others either directly by fi at or indirectly by the manipulation of availaible means (kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung maupun tak langsung dengan menggunakan segala alat dan cara yang tersedia).

Dalam interaksi sosiologis, kekuasaan politik memiliki banyak dimensi. Dilihat dari sudut pandang ini, kita bisa mengartikan beberapa pengertian:

Kekuasaan Potensial dan Aktual

Kekuasaan sebenarnya sama dengan energi. Kekuatan potensial bagai energi yang tersimpan. Sedangkan, kekuasaan aktual menyerupai tenaga gerak atau energi dalam gerakan. Kekuasaan aktual ini menunjuk pengolahan sumber daya untuk mencapai tujuan. Dalam proses pengolahan ini, berbagai macam alat, seperti organisasi, pemerintah, partai politik, dan kelompok-kelompok kepentingan, bekerja dan berjalan.

Kepemilikan terhadap sumber daya belum tentu mampu memengaruhi orang lain atau dapat digunakan untuk meraih atau menjalankan kekuasaan apabila sumber daya itu didiamkan atau tidak “diapa-apakan”. Jadi, dalam hal ini sumber daya tersebut bersifat potensial. Ia akan menjadi kekuatan aktual jika digunakan untuk memengaruhi kebijakan publik dalam tindakan. Uang, bagi orang kaya, misalnya, adalah kekuasaan potensial. Jika ia dapat digunakan untuk mengubah suatu kebijakan/keputusan politik, misalnya digunakan dengan cara “menyogok” pembuat kebijakan, uang menjadi kekuatan politik aktual.

Kekuasaan dalam Jabatan dan Kekuasaan dalam Pribadi

Di mana pun dan kapan pun, setiap individu mempunyai tanggung jawab untuk mengorganisasikan kekuasaan potensial menjadi kekuasaan aktual. Pada kenyataannya, hanya individu konkret—dan bukan organisasi abstrak—yang membuat keputusan. Namun, dalam masyarakat tertentu yang stabil, individu-individu tersebut dapat meningkatkan sumber-sumber daya mereka dengan meraih jalan menuju jabatan tertentu, seperti monarki, kepresidenan, atau birokrasi. Ketika seseorang dipilih atau ditunjuk menduduki suatu jabatan, dia mendapatkan hak untuk menggunakan sumber-sumber daya yang ada yang berkaitan dalam jabatan ini. Misalnya, di banyak negara apabila seorang terpilih sebagai presiden, secara otomatis dia adalah panglima tertinggi angkatan bersenjata, karenanya ia bisa menggunakan sumber daya tersebut untuk menyertai perannya sebagai presiden.

Jadi, dalam hal ini kadang kita harus membedakan antara kualitas pribadi dan kekuasaan yang disokong oleh kelembagaan/ jabatan. Banyak yang menginginkan secara pribadinya memiliki kualitas bagus, memiliki pengaruh, seperti inteligensi, motivasi, keterampilan fi sik, keterampilan politik, dan kompetensi, yang mampu menjalankan wewenang kelembagaan secara baik.

Kekuasaan Paksaan dan Konsensual

Pembedaan antara kekuasaan atas dasar paksaan dan berdasarkan konsensus ini adalah yang paling banyak dilakukan, baik dalam teori maupun wacana politik keseharian. Mungkin ini disebabkan untuk menilai apakah sebuah kekuasaan demokratis atau tidak. Pertanyaan ini telah menjadi baku di era sekarang ini.

Jika politik dipandang sebagai wilayah yang dipenuhi konfl ik, pergulatan, dan dominasi, yang sering muncul adalah kekuasaan yang berdasarkan paksaan. Sedangkan, jika politik dipandang sebagai usaha-usaha mencapai tujuan bersama, model kekuasaan konsensual adalah yang mungkin.

Masing-masing memiliki keuntungannya dan kerugiannya. Ada sebagian yang memilih menggunakan kekuatan paksaan untuk memperoleh ketertundukan dan kepatuhan secara efektif. Akan tetapi, tak jarang beberapa masalah muncul akibat cara ini. Dalam kekuasaan paksaan, orang dapat berbuat lain bila sarana-sarana kekerasan itu tidak ada dibandingkan jika sarana-sarana tersebut ada.

Walaupun kekuasaan paksaan dapat menimbulkan kepatuhan, biasanya kepatuhan itu hanya terjadi dalam jangka waktu yang tidak lama. Oleh karenanya, inilah sisi baik kekuasaan konsensual karena ia merupakan landasan kekuasaan yang stabil. Dalam hal konsensus, orang yang patuh tersebut akan melakukan hal yang sama, baik ada maupun tidak ada penguasa. Ia melakukan sesuatu bukan karena takut pada penguasa. Berlawanan dengan kekuasaan paksa, konsensus juga kurang menimbulkan penolakan yang tidak diharapkan oleh penguasa.