Apa yang dimaksud dengan Kecurangan akademik atau Academic dishonesty?

Academic dishonesty

Academic dishonesty adalah suatu perilaku yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk mencapai hasil yang baik untuk mendapatkan keberhasilan akademik atau menghindari kegagalan akademik (Bowers, 1966).

Apa yang dimaksud dengan Academic dishonesty?

Academic dishonesty adalah suatu perilaku yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk mencapai hasil yang baik untuk mendapatkan keberhasilan akademik atau menghindari kegagalan akademik (Bowers, 1966).

Menurut McCabe dan Trevino, macam-macam perilaku academic dishonesty adalah sebagai berikut. (Mccabe & Trevino, 1997).

  1. Menggunakan catatan kecil saat ujian
  2. Menyalin jawaban siswa lain saat ujian
  3. Mencari soal yang akan diujikan sebelum diberikan
  4. Memberikan jawaban kepada siswa lain
  5. Plagiarism, memalsukan bibliography atau data penelitian
  6. Meminta seseorang mengerjakan tugas miliknya
  7. Bekerjasama mengerjakan tugas individu saat tidak ada pengawas
  8. Menyalin hampir seluruh kalimat dari penelitian orang lain tanpa memberikan sitasi

Sedangkan menurut Jones (2011) macam-macam perilaku academic dishonesty adalah sebagai berikut:

  1. Menerima dan memberi jawaban saat ujian
  2. Menggunakan alat bantu yang tidak diperbolehkan seperti catatan, kalkulator, smartphone dan lain-lain selama ujian
  3. Meminta orang lain untuk menggantikannya saat ujian termasuk apabila meminta seseorang untuk menuliskan sebuah tugas untuknya
  4. Mengirimkan lampiran atau berkas yang sama agar diterima saat mendaftar suatu kursus
  5. Melindungi seseorang yang melakukan tindak kecurangan dapat pula disebut tindakan kecurangan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Academic dishonesty


Faktor-faktor yang mempengaruhi siswa dalam melakukan academic dishonesty ada dua yaitu faktor individual dan faktor kontekstual.

1. Faktor individual yang terdiri dari
Usia
Belum ada teori yang mengatakan usia berkaitan dengan academic dishonesty, namun hasil penelitian McCabe dan Trevino pada tahun 1997 di Univeritas Rutgers menyatakan bahwa siswa yang lebih tua memiliki kecenderungan mencontek lebih rendah dari siswa yang lebih muda.

• Jenis kelamin
Hasil penelitian McCabe dan Trevino pada tahun 1997 di Univeritas Rutgers menyatakan wanita lebih sering menyontek dari pria. Dikarenakan menurut teori sex-role socialization dikatakan wanita memiliki kecenderungan untuk melanggar aturan dibandingkan laki-laki. Sehingga bisa dikatakan wanita cenderung lebih mudah melakukan academic dishonesty dari laki-laki
• Prestasi akademik
Secara teori rasional, maka mahasiswa dengan prestasi akademik yang lebih rendah akan memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku menyontek lebih tinggi daripada mahasiswa yang memiliki prestasi akademik tinggi.
• Pendidikan orang tua
Bowers (1966) berdasarkan teori rasional bahwa anak yang memiliki orang tua dengan pendidikan yang tinggi akan mempersiapkan pendidikan anaknya dengan tuntutan untuk mendapatkan hasil yang baik sehingga hal ini mendorong sang anak untuk melakukan perilaku mencontek. Namun teori ini masih dibantah oleh Kirkvliet (1994) yang menyatakan bahwa korelasi antara pendidikan orang tua dan perilaku academic dishonesty, hasilnya adalah lemah.

2. Faktor kontekstual terdiri dari beberapa hal berikut.

• Keanggotaan dari suatu kelompok
Anggota dari suatu kelompok misal seperti anggota dari sebuah organisasi secara tidak sadar dapat membuat seseorang melakukan academic dishonesty. Misal salah satu anggota dalam organisasi tersebut mempunyai sumber soal-soal yang nantinya akan diujikan dan ia memberikan soal-soal ujian tersebut kepada anggota organisasi yang lainnya tersebut, maka seseorang tersebut sudah melakukan academic dishonesty.

• Teman sebaya
Berdasarkan teori social learning dan teori differential association, keterlibatan teman sebaya cukup menjadi penentu seseorang melakukan academic dishonesty. Berdasarkan teori ini, perilaku seseorang akan mudah dipengaruhi oleh teman dekat atau orang-orang terdekat yang memiliki umur sebaya, maka apabila perilaku sehari-hari teman dekatnya tersebut sering melakukan academic dishonesty, maka seseorang tersebut akan mudah terpengaruh dan mengikuti perilaku teman dekatnya tersebut.

• Berat/ringannya hukuman
Berdasarkan teori rasional, maka semakin berat hukuman academic dishonesty, maka akan semakin kecil kemungkinan mahasiswa melakukan perilaku academic dishonesty. Dukungan kampus untuk integritas akademik juga dapat memengaruhi mahasiswa, kampus yang tidak menganggap pentingnya integritas akademik, maka kemungkinan para pelaku akademik dalam kampus tersebut juga akan mudah melakukan academic dishonesty. Selain itu, di Indonesia, Mujahidah (2009) melalui penelitiannya juga mengemukakan beberapa faktor seseorang melakukan academic dishonesty yaitu dibagi menjadi tiga bagian berupa faktor situasional, faktor personal dan faktor demografi.

  • Faktor situasional meliputi tekanan untuk mencapai nilai tinggi, pengawasan selama ujian, kurikulum yang diterapkan, pengaruh teman sebaya, ketidaksiapan mengikuti ujian, dan lingkungan akademis di sekolah atau institusi pendidikan.

  • Faktor personal yang meliputi kurangnya rasa percaya diri, self esteem dan need for approval , ketakutan terhadap kegagalan, kompetesi dalam memperoleh nilai atau peringkat akademis, dan self efficacy .

  • Faktor demografi meliputi jenis kelamin, IPK, moralitas dan riwayat pendidikan sebelumnya.

Klein menjelaskan kecurangan akademik sebagai perilaku tidak jujur yang meliputi, menyerahkan tugas yang bukan karya sendiri, berkolaborasi dengan pelajar lain pada saat ujian, meminta bantuan pada anggota keluarga untuk menyelesaikan tugas, mengutip tanpa mencantumkan sumber, mencontek, berbohong kepada institusi ketika tidak mampu menyelesaikan tugas tepat waktu. Beberapa peneliti mengidentifikasi kecurangan akademik sebagai perilaku curang pada saat ujian, sementara peneliti yang lain menggunakan pendekatan yang lebih luas juga mengkategorikan plagiat, manipulasi data, dan jenis perilaku kecurangan akademik lainnya ke dalam kecurangan akademik.

Jenis dan Perilaku Kecurangan Akademis

Jensen, Arnett & Feldman menyatakan bahwa jenis kecurangan akademis yang dilakukan pelajar adalah sebagai berikut:

  1. kecurangan dalam melaksanakan ujian,
  2. kecurangan dalam membuat tugas rumah, dan
  3. plagiat.

Sedangkan menurut Chizek mengemukakan bahwa kecurangan akademik dapat digolongkan ke dalam 3 kategori perilaku yaitu:

  1. memberikan, mengambil ataupun menerima informasi,
  2. menggunakan materi-materi yang tidak diperbolehkan, dan
  3. memanfaatkan kelemahan orang lain, prosedur, atau proses untuk mendapatkan keuntungan.

Senada menurut Jensen, Arnett & Feldman kecurangan akademis terdiri perilaku berikut:

  1. menyalin tugas rumah pelajar lain,
  2. menyalin jawaban pelajar lain ketika ujian,
  3. menyerahkan paper/makalah pelajar lain sebagai tugas sendiri,
  4. membiarkan pelajar lain menyalin tugas rumah sendiri,
  5. membiarkan pelajar lain menyalin jawaban sendiri ketika ujian,
  6. membiarkan pelajar lain menggunakan, mengakui dan menyerahkan paper/makalah sendiri sebagai paper/makalahnya.

Sementara menurut Jones perilaku kecurangan akademik adalah sebagai berikut:

  1. mengakui tugas orang lain sebagai tugas sendiri,
  2. menggunakan bagian dari tulisan orang lain tanpa menuliskan rujukan sumber dengan tepat,
  3. membeli paper secara online dari internet dan menyerahkannya sebagai paper sendiri,
  4. menggunakan bahan audio yang didapat dari internet tanpa menuliskan rujukan sumber dengan tepat,
  5. menyalin kutipan dalam tulisan orang lain tanpa menuliskan rujukan sumber dengan tepat,
  6. menyalin secara langsung tulisan orang lain, tanpa mengutip seolah-olah tulisan sendiri,
  7. menggunakan ide dari tulisan orang lain tanpa menulis rujukan sumber dengan tepat,
  8. menyimpulkan ide dari tulisan orang lain tanpa menuliskan rujukan sumber dengan tepat,
  9. menggunakan lebih dari 10 kata dari tulisan orang lain tanpa menuliskan rujukan sumber dengan tepat,
  10. menggunakan data dari internet, termasuk gambar, musik, video dan lain-lain tanpa mendokumentasikan sumbernya,
  11. menggunakan informasi yang dipahami sebagai pengetahuan umum tanpa menuliskan rujukan sumber dengan tepat,
  12. menyerahkan tugas yang telah digunakan pada kelas lain.

Menurut McCabe & Trevino indikator perilaku kecurangan akademis meliputi:

  1. menggunakan catatan kecil dalam ujian (ngrepek),
  2. mencontek,
  3. menggunakan metode yang tidak etis untuk dapat mengetahui dan mempelajari materi ujian sebelum ujian dimulai,
  4. menolong orang lain mencontek,
  5. mencontek dengan cara lain,
  6. menyalin tulisan orang lain dan mengakui sebagai milik sendiri,
  7. memalsukan daftar pustaka,
  8. mengakui hasil pekerjaan orang lain sebagai pekerjaan sendiri,
  9. menerima bantuan yang tidak diperbolehkan ketika mengerjakan tugas,
  10. bekerjasama dengan orang lain ketika mengerjakan tugas individual,
  11. mengutip tanpa menuliskan sumber.

Sedangkan Lim mengemukakan bahwa di Singapura siswa mempersepsikan kecurangan akademis yang dilakukan pada saat melakukan ujian seperti mencontek, ngepek (membuka catatan kecil) dianggap sebagai perilaku kecurangan akademik kategori berat. Sementara plagiat dan memanipulasi data tidak dipersepsikan sebagai kecurangan akademik kategori ringan.

Berikut daftar perilaku kecurangan akademik yang diidentifikasi di Singapura:

  1. membawa materi pembelajaran yang tidak diperbolehkan pada saat ujian,
  2. menggunakan cara-cara yang tidak etis untuk mendapatkan bocoran soal kuis dan ujian,
  3. berusaha untuk mendapatkan perlakuan khusus dengan cara memberikan atau menerima pertolongan,
  4. memanipulasi (berbohong) keterangan tentang kondisi kesehatan atau kondisi lain untuk mendapatkan perlakuan khusus dari pengajar atau penguji,
  5. tidak berkontribusi sesuai tugasnya pada tugas kelompok di saat semua anggota kelompok mendapatkan nilai yang sama,
  6. bekerjasama dengan siswa lain untuk menjawab soal kuis ataupun ujian,
  7. menyerahkan tugas yang dikerjakan bersama siswa lain sebagai tugas mandiri,
  8. Menyerahkan tugas yang didapatkan dari sumber lain (membeli secara online atau kepada siswa lain),
  9. menggunakan tulisan orang lain yang telah dipastikan tidak akan ditemukan di perpustakaan,
  10. memanipulasi atau berbohong tentang kondisi kesehatan untuk mendapatkan perpanjangan waktu menyelesaikan tugas,
  11. menyalin jawaban siswa lain pada saat ujian tanpa diketahui oleh siswa yang dicontek,
  12. menyalin tugas siswa lain dengan atau tanpa pengetahuan siswa tersebut,
  13. memberikan nilai yang lebih tinggi daripada yang seharusnya kepada diri sendiri atau orang lain ketika diminta untuk saling menilai tugas atau jawaban ujian,
  14. mengerjakan tugas untuk siswa lain,
  15. mengada-adakan data yang sebenarnya tidak ada,
  16. mengubah data sesuai kebutuhan,
  17. mengerjakan tugas mandiri dengan siswa lain,
  18. mencantumkan referensi yang sebenarnya tidak ada, tidak pernah dibaca atau tidak digunakan dalam tulisan,
  19. menyalin ide dari buku atau referensi lain tanpa menulis keterangan sumbernya,
  20. menyimpulkan tulisan orang lain tanpa menuliskan mencantumkan sumbernya, dan
  21. mengizinkan tugas sendiri disalin oleh siswa lain.

Aspek Kecurangan Akademik

McCabe menuturkan bahwa secara umum kecurangan akademik dapat dikategorikan ke dalam tiga aspek utama yaitu: 1) pada saat ujian, 2) pada saat menyusun tugas (paper, makalah ataupun tugas akhir), dan 3) pada saat aktifitas akademis lain.

Lebih lanjut menurut McCabe, kecurangan pada saat ujian terdiri dari 6 perilaku yaitu:

  • menyalin jawaban pelajar lain ketika ujian dengan atau tanpa diketahui oleh orang tersebut,

  • menggunakan catatan kecil (ngepek) yang tidak diperbolehkan pada saat ujian,

  • mempelajari materi yang akan diujikan dalam ujian dari seseorang yang sudah pernah mengikuti ujian sejenis pada periode sebelumnya,

  • membantu orang lain untuk melakukan tindakan curang pada saat ujian,

  • memalsukan keterangan untuk dapat memundurkan waktu pelaksanaan ujian sehingga memiliki tambahan waktu untuk mempersiapkan diri,

  • menyalahgunakan peralatan elektronik untuk melakukan kecurangan dalam melaksanakan ujian.

Kecurangan pada saat menyusun tugas terdiri dari:

  • bekerjasama dengan orang lain ketika mengerjakan tugas individual,

  • menyimpulkan ataupun mengutip tulisan orang lain tanpa mencantumkan sumber,

  • menyimpulkan ataupun mengutip tulisan dari internet tanpa mencantumkan sumber,

  • menerima bantuan dari orang lain yang tidak diperbolehkan dalam penyusunan tugas,

  • memalsukan ataupun mengadakan daftar pustaka yang sebenarnya tidak ada,

  • menyalin tugas yang disusun orang lain dan mengakuinya sebagai tugas sendiri,

  • menyalin tulisan orang lain tanpa mencantumkan sumber,

  • menyerahkan tugas yang disusunkan oleh orang lain,

  • memperoleh tugas dari pihak yang memperjualbelikan tulisan (paper dan jurnal).

Kecurangan pada aktifitas akademis lain meliputi perilaku:

  • memalsukan data laboratorium,

  • menyalin program yang dikembangkan orang lain pada tugas yang menuntut keahlian komputer, dan

  • memalsukan data penelitian.

Ashari (2013) mengungkapkan sekarang ini secara luas ditemukan fenomena di dunia pendidikan yaitu perilaku academic dishonesty (kecurangan dalam bidang akademis). Bjorklund & Wenestam (2000) mengemukakan bahwa perilaku academic dishonesty merupakan masalah yang sangat umum pada setiap universitas, akan tetapi seringkali tidak setiap perguruan tinggi mengetahui secara pasti. Institusi New Castle University (2004) mengungkapkan bahwa kecurangan akademis didefinisikan dalam dua kategori utama, yakni :

  1. penipuan akademis merupakan pembentukan gambaran palsu untuk memperoleh manfaat atau keuntungan yang tidak semestinya.

  2. Penyajian pemikiran atau hasil kerja orang lain.

Weaver, dkk (dalam Lambert, Hogan, dan Barton, 2003) mendefinisikan perilaku ini sebagai bentuk pelanggaran atas kebijakan institusi mengenai kejujuran. Lambeert, Hogan, dan Barton (2003) menyimpulkan bahwa academic dishonestywas broadly defined as any fraudulent actions or attempls by a student to use unauthorized or unacceptable means in any academic work. Kecurangan akademis didefinisikan secara luas sebagai tindakan-tindakan curang atau usaha-usaha siswa untuk menggunakan cara, alat, sumber-sumber yang tidak diperkenankan atau tidak dapat diterima pada pengerjaan tugas akademik.

Hendricks (dalam Fariqoh, 2014) mengungkapkan bahwa kecurangan akademik sebagai perilaku yang mendatangkan keuntungan bagi siswa secara tidak jujur, termasuk di dalamnya mencontek, plagiarism, mencuri dan memalsukan sesuatu yang berhubungan dengan akademis. Kecurangan dalam akademis digolongkan dalam beberapa kategori. Menurut Pavela (dalam Ashari, 2013) ada empat kategori yang termasuk dalam academic dishonesty, yakni :

  1. menyontek dengan menggunakan barangbarang terlarang pada kegiatan akademis,

  2. pemalsuan informasi, refrensi, maupun hasil pekerjaan akademis,

  3. penjiplakan, membantu siswa lain dalam tindakan curang akademis, seperti memfasilitasi siswa lain menyalin hasil pekerjaannya,

  4. mengambil soal ujian, mengingat-ingat dan memberitahukan soal yang keluar dalam ujian tersebut. Von Dran, Callahan dan Taylor (dalam Rizki, 2009) memandang kecurangan akademis sebagai perilaku tidak etis yang dilakukan dengan sengaja.

Aryani (2014) mengatakan jika terus menerus dilakukan pembiaran terhadap perilaku plagiat maka hal tersebut akan berdampak pada kepribadian dan karakter mahasiswa di masa yang akan datang, bangsa ini akan melahirkan para koruptor, penipu, bahkan plagiator dan penjahat yang menghalalkan segala cara untuk satu tujuan tertentu. Lawson (dalam Aryani, 2014)
mengatakan bahwa mahasiswa yang melakukan tindak kebohongan akademik cenderung akan berbohong di tempat kerja.

Ringkasan

Purnamasari. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi kecurangan akademik pada mahasiswa. Jurnal Psikologi.