Apa yang Dimaksud dengan Kebinekaan Suku Bangsa dalam Studi Antropologi?

image
Indonesia memiliki banyak sekali suku bangsa dan satu keyakinan yang dipegang untuk menyatukan perbedaan adalah Bhineka Tunggal Ika. Dalam studi antropologi terdapat istilah kebinekaan suku bangsa.

Apa yang dimaksud dengan kebinekaan suku bangsa?

Indonesia, selain memiliki keanekaan ekosistem dan keanekaragaman hayati, juga memiliki keanekaan atau kebinekaan suku bangsa2 dan bahasa. Indonesia telah tercatat memiliki lebih dari 300 kelompok etnik. Aneka ragam kelompok etnik tersebut bermukim di berbagai lokasi/geografis dan ekosistem, seperti lingkungan pesisir dan pedalam atau perairan daratan. Sementara itu, berdasarkan bentuk mata pencahariannya berbagai etnik tersebut dapat dibedakan menjadi lingkungan sosial pemburuperamu, nelayan, berladang berpindah atau berladang berotasi, petani menetap, serta industri dan jasa. Misalnya, berbagai kelompok pemburu dan peramu yang hidup di perairan, seperti Orang Laut di perairan sekitar Batam, Irang Sekak di perairan utara Pulau Bangka, dan Orang Bajau di sepanjang perairan sebelah timur Pulau Sulawesi.

Berbagai kelompok masyarakat nelayan di Indonesia dicatat di berbagai kawasan pesisir. Contohnya, masyarakat nelayan di Bagan Siapi-api dari suku Cina, nelayan Marunda, Muara Karang dan Cilincing dari suku bangsa Betawi; nelayan Pelabuhan Ratu masih bagian dari suku Sunda, nelayan Cilacap di pantai Selatan Jawa, nelayan Cirebon dan Gresik di pantai utara Jawa; masyarakat pesisir Pulau Seram, pesisir utara Irian Jaya, pesisir Sulawesi, pesisir Kepulauan Kei.

Berbagai masyarakat pemburu dan peramu di kawasan hutan di Indonesia, tercatat di antaranya Anak Dalam di Jambi, Orang Sakai di pedalaman Riau, Orang Punan di Kalimantan Timur, Orang Asmat di Pedalaman Irian Jaya bagian selatan; orang Nualu di Pedalaman Pulau Seram, Maluku. Berbagai kelompok masya-rakat peladang berpindah di Indonesia, dikenal di antaranya masyarakat Baduy di Banten Selatan, masyarakat Kasepuhan di Sukabumi Selatan bagian dari suku bangsa Sunda; peladang Talang Mamak di pedalaman Riau, bagian suku bangsa Malayu, masyarakat Kantu di Kalimantan Barat, bagian dari kelompok suku bangsa Dayak. Sementara itu, para petani penetap terutama para petani sawah di berbagai suku bangsa di Indonesia.

Pada umumnya tiap suku di Indonesia mempunyai bahasa lokal atau bahasa ibu yang berbeda-beda. Mengingat Indonesia memiliki lebih dari 30 suku bangsa, maka tak heran di Indonesia memiliki sekurangnya 655 bahasa lokal atau bahasa ibu. Jumlah bahasa lokal di Indonesia menempati peringkat ke dua dari 25 negara di dunia yang memiliki bahasa lokal di dunia yang memiliki keanekaan bahasa lokal endemik setelah Papua Guinea (847 bahasa). Dengan adanya berbahasa lokal telah menyebabkan berbagai kelompok etnik memiliki kemampuan untuk berfikir secara sistimatis dan teratur serta berkembangnya aneka ragam pengetahuan lokal di Indonesia. Misalnya, pengetahuan penduduk lokal tentang botani, seperti pengenalan jenis-jenis tumbuhan, pemanfaatan dan pengelolaannya.

Pengetahuan penduduk tentang ekologi pertanian atau agroekosistem, seperti pengelolaan berbagai agroforestri tradisional, seperti pekarangan dan sistem talun-kebun di Jawa Barat; sistem dukuh lembur atau leuweung lembur di Baduy, Banten Selatan; kaliwo atau kalego di Sumba Barat; repong damar di Krui, Lampung; kaleka di Bangka dan Belitung, Sumatera; pelak di Kerinci Jambi, Sumatera; parak di Maninjau, Sumatera Barat; lembo atau simpukng atau lepu atau pun pulung bue di Kalimantan Timur, dan tembawang di Kalimantan Barat.

Selain itu, beberapa kelompok etnik di Indonesia juga telah memiliki pengetahuan lokal untuk mengelola kawasan hutan secara berkelanjutan, misalnya dikenal sistem pengelolaan hutan dengan sistem tanah ulen di masyarakat Dayak Kalimantan Timur (sistem zonasi hutan keramat pada masyrakat Baduy; dan sistem zonasi tradisional pada masyarakat Toro, di kawasan enclave Taman Nasional Lore, Sulawesi Tengah. Tidak hanya itu, beberapa kelompok masyarakat lokal dengan berbekal pengetahuan lokalnya telah mampu mengelola sumber daya air secara berkelanjutan, seperti sistem sasi di Maluku, Sulawesi dan Papua , dan sistem lubuk larangan di Sumatera.