Apa yang dimaksud dengan Kebijakan Luar Negeri (Foreign Policy)?

Kebijakan Luar Negeri

Kebijakan luar negeri atau dapat disebut sebagai politik luar negeri dapat dipandang sebagai sintesis dari kepentingan nasional yang mengandalkan power dan kapabilitas suatu negara dan hal ini pula yang membuat kebijakan luar negeri dinilai lebih penting daripada kebijakan-kebijakan lain karena mengandung kepentingan nasional yang merupakan tujuan utama yang harus dicapai dan diinginkan oleh suatu negara.

Kebijakan atau Politik luar negeri memang bukan sebuah defenisi, tetapi konsep ini sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan dari setiap negara. Akan tetapi, secara umum dapat dikatakan bahwa politik luar negeri merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah suatu negara atau komunitas politik lainnya dalam hubungan dengan negara dan aktor bukan negara di dunia internasional.

Politik luar negeri menjembatani batas wilayah dalam negeri dan lingkungan internasional. Politik luar negeri bisa berupa hubungan diplomatik, mengeluarkan doktrin, membuat aliansi, mencanangkan tujuan jangka panjang maupun jangka pendek.

Defenisi yang dianggap klasik dan detail, diberikan oleh Walter Carlsnaes, yaitu:

Tindakan-tindakan yang diarahkan ke tujuan, kondisi dan aktor (baik pemerintah maupun non pemerintah) yang berada di luar wilayah teritorial mereka dan yang ingin mereka pengaruhi. Tindakan-tindakan itu diekspresikan dalam bentuk tujuan-tujuan, komitmen dan atau arah yang dinyatakan secara eksplisit, dan yang dilakukan oleh wakil-wakil pemerintah yang bertindak atas nama negara atau komunitas yang berdaulat”.

Lebih lanjut, K.J. Holsti mendefenisikan,

foreign policy as the analysis of decisions of a state toward the external environment and the condition-usually domestic under which these actions are formulated.

Hal ini dimaksudkan, politik luar negeri sebagai suatu analisis keputusan negara terhadap keadaan lingkungan pada kondisi eksternal negara dan biasanya melihat kondisi di dalam negara terlebih dahulu untuk bertindak dan merumuskan kebijakan politik luar negeri suatu negara.

Senada dengan K.J Holsti, Mark R. Amstutz, mendefenisikan politik luar negeri sebagai,

as the explicit and implicit actions of governmental officials designed to promote national interests beyond a country’s territorial boundaries.

Pada defenisi ini, menekankan pada tindakan dari pejabat pemerintah untuk merancang kepentingan nasional negaranya agar dapat mempromosikan kepentingan nasional tersebut, melampaui batas-batas territorial suatu negara.
Sehingga, secara umum dapat dikatakan bahwa politik luar negeri ini merupakan konsep yang digunakan pemerintah atau negara maupun non pemerintah untuk merencanakan dan berkomitmen untuk menjadi pedoman dalam berhubungan dengan pihak-pihak lain di lingkungan eksternal.

Politik luar negeri dari tiap-tiap negara adalah lanjutan dan merupakan refleksi dari politik dalam negeri.

Kebijakan politik luar negeri sebagai cerminan politik dalam negeri, sehingga apabila politik domestiknya tidak ada arah yang jelas dan banyak mengandung ketidakpastian di tingkat nasional, akan sulit merefleksikan pada tingkat internasional.

Selain itu, politik luar negeri suatu negara senantiasa di dalamnya mengandung dua unsur yang saling berinteraksi, yaitu keajegan (tetap) dan perubahan. Unsur keajekan ini biasanya meliputi nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat di negara itu serta prinsip-prinsip bernegara yang disepakati, sementara unsur perubahan lebih menyangkut pada persoalan strategis, prioritas dan cara-cara memperjuangkan kepentingan nasionalnya.

Ada beberapa faktor determinan atau indikator yang dapat dipakai untuk memahami perilaku politik luar negeri yang dinamis. William D. Coplin mengidentifikasikan ada 4 determinan politik luar negeri.

  • Pertama, adalah konteks internasional. Artinya situasi politik internasional yang sedang terjadi pada waktu tertentu dapat memengaruhi bagaimana negara itu akan berperilaku. Dalam kaitan ini, Coplin lebih lanjut menyatakan bahwa terdapat tiga elemen penting dalam membahas dampak konteks internasional terhadap politik luar negeri suatu negara, yaitu geografi, ekonomi, dan politik.

    Lingkungan internasional setiap negara terdiri atas lokasi geografi dan dalam kaitannya dengan negara-negara lain dalam sistem itu, serta hubungan ekonomi dan politik antara negara itu dengan negara-negara lainnya. Geografi merupakan sesuatu yang konstan keberadaannya. Sebagaimana halnya geografi, faktor ekonomi juga memainkan peranan penting dalam menentukan kebijakan politik luar negeri. Melalui faktor ini arus barang dan jasa dapat memengaruhi pendukung ketergantungan antara satu negara dengan negara lain.

  • Kedua, yang menjadi determinan dalam politik luar negeri adalah perilaku para pengambil keputusan. Dalam hal ini mencakup pihak eksekutif, kementerian dan lembaga negara di suatu pemerintahan. Perilaku pemerintah yang dipengaruhi oleh persepsi, pengalaman, pengetahuan, dan kepentingan individu-individu dalam pemerintahannya menjadi faktor penting dalam penentuan kebijakan luar negeri.

  • Ketiga, kondisi ekonomi dan militer, kemampuan ekonomi dan militer suatu negara dapat memengaruhi negara tersebut dalam interaksinya dengan negara lain.

  • Keempat, determinan terakhir yang memengaruhi politik luar negeri yakni, politik dalam negeri. Melalui perspektif ini yang ingin dilihat, adalah sistem pemerintahan atau birokrasi yang dibangun dalam suatu pemerintahan serta pengaruhnya terhadap perpolitikan nasional. Situasi politik yang terjadi dalam negeri akan memberikan pengaruh dalam perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri.

Referensi :

  • Abubakar Eby Hara.2011. “Pengantar Analisis Politik Luar Negeri dari Realisme sampai Konstruktivisme”. Bandung: Nuansa. Hal. 15.
  • K… J. Holsti. 1970. “National Role Conceptions in the study of Foreign policy”.Vol. 14, No. 3.
  • Mark R. Amstutz. 2013. “International Ethics: Concepts, Theories, and cases in Global Politics”. 4th Ed. Boulder: Rowman and Littlefield.
  • Ganewati Wuryandari (ed). 2011. “Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Arus Perubahan Politik Internasional”, Jakarta: Pustaka Pelajar.
  • A. Agus Sriyono (ed). 2004. "Politik Luar Negeri Indonesia dalam zaman yang Berubah, Hubungan Internasional: Percikan Pemikiran Diplomat Indonesia”. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
  • William D. Coplin. 1992. “Pengantar Politik Internasional: Suatu telaah teoritis”. Bandung: Sinar Baru.

Kebijakan atau Politik Luar Negeri adalah sekumpulan kebijakan yang berperan dan berpengaruh dalam hubungan suatu negara (pemerintah) dengan negara (pemerintah) lainnya, sebagai tanggapan (respon) terhadap kejadian dan masalah dunia internasional. Dengan kata lain, politik luar negeri merupakan sintesa pengejawantahan tujuan dan kemampuan (kapabilitas) nasional. (Teuku May Rudi)

Secara umum dapat dikatakan, bahwa politik luar negeri merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah suatu negara atau komunitas politik lainnya dalam hubungan dengan negara dan aktor bukan negara di dunia internasional.

Berdasarkan defenisi dari berbagai ahli, maka dapat dikatakan bahwa, kebijakan politik luar negeri, dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor internal dan eksternal.

  • Faktor internal, merupakan faktor-faktor yang bersumber dari dalam negara yang saling memengaruhi perumusan dan pelaksanaan kebijakan di dalam forum internasional.
  • Faktor eksternal, yang bersumber dari perubahan dan perkembangan atmosfer publik, keamanan, dan ekonomi internasional juga dapat memengaruhi bahkan menekan negara lain dalam mengambil pilihan kebijakan luar negerinya.

image

Dalam kaitannya dengan faktor-faktor politik domestik yang memengaruhi politik luar negeri suatu negara di atas, Bantarto Bandoro, secara khusus mengkelompokkannya dalam 3 kategori berdasarkan pada kecepatan dari perubahan yang terjadi (pace of change), yaitu sebagai berikut:

  • Pertama, determinan yang keberhasilannya tinggi (highly stable determinants). Perubahan dalam determinan ini, biasanya berjalan sangat lambat dan ada kemungkinan berubah secara mendadak. Contohnya antara lain lokasi dan ukuran geografi, sumber daya dan populasi.

  • Kedua, determinan yang kestabilannya moderat (moderatly stable determinants). Perubahan dalam determinan ini, jika memang berubah biasanya terjadi lebih lamban daripada determinan yang kestabilannya tinggi. Misalnya, budaya politik, gaya politik, kepemimpinan politik dan proses politik.

  • Ketiga, determinan yang sifatnya tidak stabil (unable determinants). Bentuknya antara lain persepsi, sikap dan faktor-faktor yang muncul secara kebetulan saja. Sikap publik bisa berubah dengan cepat, dan dapat dipengaruhi oleh berbagai macam alat yang digunakan dalam menjalankan politik luar negeri.

Oleh karena itu, tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa politik luar negeri sangat erat kaitannya dengan kepentingan nasional suatu negara. Kepentingan nasional ini akan sangat membantu untuk memahami sasaran, dinamika dan arah suatu politik luar negeri suatu negara, baik pada tataran aspirasional, operasional, penjelasannya dan polemik di seputarnya, sehingga, kepentingan nasional ini menjadi garis landasan bagi arah kebijakan politik luar negeri.

Referensi
  • Teuku May Rudy.1993. “Teori, Etika, dan Kebijakan Hubungan Internasional”. Bandung: Angkasa.
  • Abubakar Eby Hara.2011. ”Pengantar Analisis Politik Luar Negeri Dari Realisme sampai Kontrukvisme”.Bandung: Nuansa.
  • Ganewati Wuryandari (ed). “Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Arus Perubahan Politik Internasional”. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional.

Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya meskipun kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu ditentukan oleh siapa yang berkuasa pada waktu itu.

Dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri, terdapat beberapa langkah yang harus diperhatikan yaitu :

  • Menjabarkan pertimbangan kepentingan nasional kedalam bentuk tujuan dan sasaran yang spesifik
  • Menetapkan faktor situasional dilingkungan domestik dan internasional yang berkaitan dengan tujuan kebijakan luar negeri.
  • Menganalisis kapabilitas nasional untuk menjangkau hasil yang dikehendaki.
  • Mengembangkan perencanaan atau strategi untuk memakai kapabilitas nasional dalam menanggulangi variabel tertentu sehingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
  • Melaksanakan tindakan yang diperlukan.
  • Secara periodik meninjau dan melakukan evaluasi perkembangan yang telah berlangsung dalam menjangkau tujuan atau hasil yang dikehendaki (Perwita dan Yani, 2005).

Pada dasarnya kebijakan luar negeri merujuk pada fenomena proses dimana negara-negara berupaya memenuhi kepentingan nasionalnya dalam masyarakat global.

Kebijakan luar negeri muncul sebagai suatu fenomena sosial karena setiap negara tidak dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan-kebutuhan sosial, politik, dan ekonominya bila hanya mengandalkan sumber daya yang terdapat di dalam teritorialnya sendiri.

Oleh karena itu, pemerintah suatu negara pada umumnya akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat dipenuhinya sendiri tersebut di luar batas-batas wilayah teritorialnya atau dalam berhubungan dengan negara-negara lainnya pada arena internasional (Amstutz, 1995).

Tindakan-tindakan eksternal negara tertuang dalam kebijakan luar negerinya meliputi berbagai macam jenis dan bentuk. Oleh karena itu, oleh beberapa ilmuwan, jenis dan bentuk tindakan eksternal suatiu negara dikonsepsikan ke dalam beberapa kategorisasi.

Rosenau dalam Perwita dan Yani mengkonsepsikan kebijakan luar negeri ke dalam tiga konsepsi, dimana satu sama lain saling terkait, yaitu:

  1. Kebijakan luar negeri dalam pengertian seperangkat orientasi (a cluster of orientation), yaitu berisikan seperangkat nilai-nilai ideal kebijakan luar negeri suatu negara yang menjadi panduan pelaksanaan kebijakan luar negeri negara yang bersangkutan. Orientasi ini merupakan hasil dari pengalaman sejarah dan persepsi masyarakat terhadap letak strategis negaranya dalam politik dunia.

  2. Kebijakan luar negeri dalam pengertian strategi atau rencana atau komitmen untuk bertindak (as a set of commitment and plans for action), yang berisikan cara-cara dan sarana-sarana yang dianggap mampu menjawab hambatan dan tantangan dari lingkungan eksternalnya. Strategi suatu negara ini didasari dari orientasi kebijakan luar negerinya, sebagai hasil interpretasi elit terhadap orientasi kebijakan luar negerinya dalam menghadapi berbagai situasi spesifik yang membutuhkan suatu strategi untuk menghadapi situasi tersebut.

  3. Kebijakan luar negeri dalam pengertian bentuk perilaku (as a form of behavior), merupakan fase paling empiris dalam kebijakan luar negeri. Konsep ketiga ini merupakan langkah-langkah nyata yang diambil para pembuat keputusan dalam merespon kejadian dan situasi eksternal yang merupakan translasi dari orientasi dan artilukasi dari sasaran dan komitmen tertentu. Perilaku ini berbentuk baik tindakan-tindakan yang dilakukan maupun pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan pemerintah. Perilaku kebijakan luar negeri merupakan implementasi strategi kebijakan luar negeri suatu negara dalam situasi tertentu (2005).

Tindakan-tindakan kebijakan luar negeri pada hakekatnya merupakan teknik- teknik yang digunakan sebagai sarana pencapaian tujuan kaebijakan luar negeri yang ditetapkan dalam strategi kebijakan luar negeri. Tindakan kebijakan luar negeri ini dapat dibedakan berdasarkan teknik yang digunakannya.

Menurut Holsti, tindakan kebijakan luar negeri dapat dibedakan menurut sarana yang digunakannya, yaitu:

  1. Diplomasi, merupakan upaya pemerintah untuk mengkomunikasikan kepentingan-kepentingan nasionalnya, rasionalisasi kepentingan tersebut, ancaman, janji, dan kemungkinan kesepakatan-kesepakatan yang dapat diterima dalam suatu isu kepada pemerintah negara lain.

    Diplomasi pada hakikatnya merupaka proses negosiasi dimana masing-masing pemerintah melakukan tawar-menawar dalam suatu isu tertentu demi mencapai kepentingan nasionalnya secara optimal melalui saluran-saluran resmi yang telah disepakati (Holsti, 1990).

  2. Propaganda, merupakan upaya-upaya pemerintah suatu negara untuk mempengaruhi perilaku dan opini publik asing atau negara lain sehingga sesuai dengan dengan yang diharapkan oleh pemerintah negara yang melakukan propaganda.

    Pemerintah berupaya mempengaruhi opini publik asing atau negara lain, dan atau kelompok etnik, religi, dan kelompok ekonomi tertentu dengan harapan bahwa publik ini pada gilirannya akan mempengaruhi perilaku dan kebijakan pemerintahnya sesuai dengan harapan pemerintah negara yang melancarkan propaganda (Holsti, 1990).

  3. Ekonomi, merupakan upaya-upaya pemerintah untuk memanipulasi transaksi ekonomi internasional demi mencapai tujuan-tujuan nasionalnya. Bentuk manipulasi ini dapat berupa imbalan (rewards) maupun paksaan (coercion).

    Sebagai suatu sarana pemaksa, maka transaksi ekonomi internasional digunakan untuk memaksa pemerintah asing mengubah kebijakan-kebijakannya, baik domestik maupun luar negeri agar sesuai dengan yang diinginkan oleh pemerintah yang melancarkan ancaman tersebut.

    Sedangkan sebagai sarana imbalan, maka transaksi ekonomi internasional digunakan untuk mendukung agar pemerintah asing melakukan atau terus tindakan-tindakan yang diinginkan pemerintah yang melancarkan imbalan (Holsti, 1990).

  4. Militer, merupakan upaya-upaya pemerintah suatu negara untuk mempengaruhi perilaku dan kebijakan negara lain dengan menggunakan ancaman dan atau dukungan militer (Holsti, 1990).

Secara umum politik luar negeri ialah sebuah pedoman bagi suatu negara dalam bertindak terhadap lingkungan eksternalnya. Tidak hanya itu, politik luar negeri (foreign policy) juga diartikan sebagai suatu komitmen dasar berupa sebuah strategi dalam mencapai tujuan atau kepentingan baik dalam konteks luar negeri dan dalam negeri yang turut menentukan keterlibatan suatu negara di dalam isu-isu internasional. Seterusnya, arti lain kebijakan luar negeri turut dimaknai sebagai sebuah strategi ataupun tindakan yang diambil oleh suatu negara dalam berinteraksi dengan negara lain guna untuk mencapai kepentingannya.

Menurut Tayfur (1984), kebijakan luar negeri merupakan sebuah bentuk kegiatan resmi yang dirumuskan dan diimplementasikan oleh agen-agen resmi dari negara berdaulat sebagai sebuah orientasi, rencana, komitmen, dan tindakan yang ditujukan kepada lingkungan eksternal negara. Selanjutnya menurut Kegley dan Wittkopf, kebijakan luar negeri merupakan sebuah kebijakan pemerintah yang berwenang terhadap lingkungan internasional yang didasari adanya kepentingan dan tujuan nasional serta sekaligus terdapat nilai dan instrumen dalam mengejar tujuan tersebut (Kegley, 2001).

Untuk mewujudkan kepentingan nasional suatu negara, maka sebuah negara perlu untuk merumuskan kebijakan luar negeri. Kebijakan yang diterapkan harus memenuhi semua kepentingan masyarakat dan kepentingan nasional negaranya. Meminjam istilah Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, foreign policy merupakan suatu perangkat formula, nilai, sikap, arah serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan, dan memajukan kepentingan nasional didalam percaturan dunia internasional (Perwita, 2006).

Kebijakan luar negeri juga merupakan serangkaian sasaran bagaimana suatu negara berinteraksi dengan negara lain baik dibidang politik, ekonomi, sosial, dan militer. Untuk itu aktor-aktor negara melakukan berbagai macam kerjasama baik kerjasama yang bersifat bilateral, trilateral, regional, dan multilateral. Biasanya kebijakan luar negeri ini dapat dilakukan dengan berbagai cara namun terdapat tiga yang paling umum, yaitu melalui perang, perdamaian dan kerjasama ekonomi (Holsti, 1992).

K J Holsti mengeluarkan argumen bahwa kebijakan luar negeri adalah strategi atau rencana tindakan yang dibentuk oleh para pembuat keputusan suatu negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional. Terdapat lima landasan pembuatan sumber kebijakan luar negeri AS, kelima landasan itu adalah:

  • External Sources (sumber eksternal) meliputi atribut-atribut yang ada pada sistem internasional dan pada karakteristik serta sikap suatu negara dalam menjalaninya. External Sources mencakup perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal, kebijakan dan tindakan dari negara lain baik itu konflik maupun kerjasama, ancaman, dukungan yang baik secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi foreign policy suatu negara.

  • Societal Sources (sumber masyarakat) yaitu seluruh karakteristik sosial domestik dan sistem politik yang membentuk orientasi masyarakat terhadap dunia. Intinya adalah seluruh aspek non pemerintah dari sistem politik yang mempengaruhi foreign policy . Hal ini meliputi keadaan geografis, etnis, nilai atau norma yang berkembang di masyarakat, populasi, opini publik, dan lain- lain.

  • Governmental Sources (sumber pemerintah) meliputi seluruh elemen dari struktur pemerintahan yang memberikan pertimbangan-pertimbangan akan pilihan foreign policy baik yang sifatnya memperluas atau membatasi pilihan yang akan diambil oleh para pembuat kebijakan, tentunya dalam lingkungan serta interaksi antar pihak-pihak didalam pemerintahan.

  • Role Sources (sumber peranan), role disini terkait dengan peranan atau status dari pemerintah sebagai pembuat keputusan.

  • Individual Sources (sumber individu) meliputi nilai-nilai dari seorang pemimpin atau pengambil keputusan sebagai ideologinya, pengalaman hidupnya, masa kecilnya, latar belakang pendidikannya, segala sesuatu yang mempengaruhi persepsinya, karakter, dan lain-lain. Hal-hal inilah yang mempengaruhi persepsi, pilihan-pilihan dan respon atau reaksi dari seorang pengambil keputusan dari pengambil keputusan yang lain.

Kebijakan luar negeri merupakan konsep yang selalu digunakan untuk melakukan hubungan internasional antar negara dalam merefleksikan kepentingan nasionalnya masing-masing. Hal ini dilakukan untuk merumuskan sikap apa yang sebaiknya diambil suatu negara untuk mencapai kepentingannya dalam tataran bilateral, multilateral, regional, bahkan global. Keputusan politik luar negeri yang dirumuskan dalam kebijakan ini pun terkadang menjadi ancaman bagi negara lain karena merasa terancam.

Kepentingan nasional sendiri yang merupakan panduan untuk melaksanakan kebijakan luar negeri, secara harfiah jika kita menggunakan pendekatan realis atau neorealis maka kepentingan nasional diartikan sebagai kepentingan negara sebagai unitary aktor yang penekanannya pada peningkatan national power (kekuasaan nasional) untuk mempertahankan keamanan nasional dan survival dari negara tersebut.

Untuk tetap berdiri sebagai negara berdaulat suatu negara harus mempertahankan kedaulatan atau yurisdiksinya dari campur tangan asing. Selain itu negara itu berkepentingan untuk mempertahankan keutuhan wilayahnya ( territorial integrity ) sebagai wadah bagi entitas politik tersebut. Dengan demikian ada pembedaan antara kepentingan nasional yang bersifat vital atau esensial dan ada juga kepentingan nasional yang bersifat non-vital atau sekunder. Kepentingan nasional yang bersifat vital biasanya berkaitan dengan kelangungan hidup negara tersebut serta nilai-nilai inti ( core values ) yang menjadi identitas kebijakan luar negerinya.

Kalau kepentingan vital atau strategis suatu negara menjadi taruhan dalam interaksinya dengan aktor lain, maka negara tersebut akan menggunakan segala instrumen yang dimilikinya termasuk kekuatan militer untuk mempertahankannya. Kepentingan nasional non-vital atau sekunder tidak berhubungan secara langsung dengan eksistensi negara itu tetapi tetap diperjuangkan melalui kebijakan luar negeri. Dari perspektif rentang waktu, Paul R.Viotti dan Mark V. Kauppi membedakan tujuan kebijakan luar negeri jangka pendek, menengah dan panjang menyangkut tiga isu penting dalam politik global yaitu keamanan, ekonomi dan identitas.

image

Tidak semua negara selalu berhasil dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapinya dalam lingkungan eksternal. Hal ini sangat ditentukan oleh konsep lain yang terkait dengan kebijakan luar negeri yaitu kapabilitas nasional ( national capabilities ). Di tengah arus globalisasi yang penuh dengan persaingan dan meningkatnya ancaman keamanan non-tradisional suatu negara dituntut untuk meningkatkan kapabilitas nasional dalam berbagai aspeknya. Dalam konteks ini yang dimaksudkan kendala atau hambatan dalam pencapaian tujuan kebijakan luar negeri adalah situasi atau kondisi yang menciptakan kesulitan atau resiko dan biaya tinggi bagi aktor untuk mencapai tujuannya.

Kendala eksternal bisa muncul dari negara-negara tetangga yang menunjukkan sikap permusuhan dan secara sengaja menghambat pencapaian tujuan negara lawannya. Di samping kendala eksternal tentu ada juga kendala internal yang berkaitan dengan situasi dan kondisi domestik suatu negara serta kemampuan pemerintahnya untuk memobilisasi sumberdaya yang tersedia untuk pencapaian tujuan kebijakan luar negeri.

Dalam berbagai literatur kebijakan luar negeri penggunaan konsep kekuasaan atau power sering dicampuradukkan dengan penggunaan konsep lain seperti pengaruh ( influence ), otoritas ( authority ), kekuatan ( force ). Tetapi melalui penjelasan dan contoh berikut ini kiranya kita dapat membedakan penggunaannya dalam analisis kebijakan luar negeri. Konsep pengaruh berkaitan dengan kemampuan untuk mengatur atau mengubah perilaku individu atau kelompok. Negara X dikatakan memiliki pengaruh terhadap negara Y bila negara Y mengharuskan dirinya melakukan suatu aktivitas sesuai dengan kehendak negara X. Tanpa pengaruh itu negara Y tidak mungkin mau melakukan kegiatan tersebut (Jemadu, 2008).

Pelaksanaan pengaruh bisa dilakukan dengan cara yang memaksa ( coercive ) dan tidak memaksa ( non-coercive ). Penggunaan paksaan termasuk mengeluarkan ancaman atau penggunaan kekuatan ( force ) untuk mengubah perilaku. Otoritas ( authority ) adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menjamin kepatuhan karena ada penerimaan secara sukarela hak dari pihak yang diberi otoritas tersebut untuk membuat keputusan yang sifatnya mengikat. Karena sifat politik global yang anarkhis, menurut pandangan kaum realis politik global lebih banyak menggunakan konsep power (kekuasaan) daripada otoritas yang lebih banyak digunakan untuk politik domestik.

Konsep kekuasaan ( power ) itu sendiri diartikan sebagai kemampuan untuk menentukan hasil akhir (outcome) dari suatu proses interaksi. Karena itu kekuasaan merupakan bentuk penggunaan pengaruh yang bersifat memaksa individu atau negara lain melakukan sesuatu tindakan yang tidak dikehendainya atau tidak dikehendaki oleh anggota komunitas yang lain. Force atau kekuatan mengacu pada penggunaan atau ancaman penggunaan kekuatan fisik secara nyata untuk memberikan hukuman atau memaksa aktor lain untuk mewujudkan tujuan dari aktor yang menggunakan kekuatan tersebut.

Konsep kapabilitas nasional mengandung arti yang lebih konkrit dan dapat diukur dibandingkan dengan konsep national power . Secara sederhana dapat dikatakan bahwa national power suatu negara dibangun dari kapabilitas yang multidimensional. Selain itu konsep kapabilitas nasional yang sangat penting dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri mencakup aspek yang luas dan karena itu dalam pemakaiannya selalu dalam bentuk jamak ( national capabilities ). Dalam kondisi politik global yang semakin kompetitif dan masih penuh dengan konflik kapabilitas nasional suatu negara menjadi elemen yang penting dalam pelaksanaan kebijakan luar negerinya.

Biasanya negara dengan tingkat pembangunan ekonomi dan teknologi yang kuat juga pada saat yang sama memiliki kapabilitas militer yang kuat. Hal ini disebabkan oleh keterkaitan antara peralatan militer yang canggih dengan biaya yang mahal yang tidak bisa ditanggung oleh negara-negara berkembang.

Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi menyusun suatu kerangka analisis sederhana berdasarkan suatu hipotesis bahwa pencapaian tujuan kebijakan luar negeri sangat ditentukan oleh keterkaitan antara konsep kepentingan nasional yang menjadi acuan perumusan tujuan kebijakan luar negeri, peluang dan kendala yang ada di lingkungan eksternal dan internal, serta kapabilitas nasional untuk mewujudkan pencapaian tujuan tersebut.

Para ahli Hubungan Internasional menggunakan cara yang berbeda-beda dalam mengelaborasi konsep kapabilitas nasional serta komponen-komponen utamanya. Realitas politik global yang sangat kompleks dewasa ini menuntut agar kapabilitas nasional harus memperhitungkan perkembangan teknologi komunikasi dan militer yang semakin canggih sehingga faktor geografis dan kekayaan sumberdaya alam tidaklah lagi secara mutlak menentukan superioritas suatu negara terhadap negara-negara lain. Dalam masyarakat pasca-industri sekarang ini ada kebutuhan untuk meninjau kembali cara kita mengukur national power suatu negara.

Kebijakan luar negeri mempunyai tiga konsep untuk menjelaskan hubungan suatu negara dengan kejadian dan situasi di luar negaranya, yaitu: kebiajkan luar negeri sebagai sekumpulan orientasi (as a cluster of orientation).

  1. Politik luar negeri sebagai sekumpulan orientasi merupakan pedoman bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi kondisi-kondisi eksternal yang menuntut pembuatan keputusan dan tindakan berdasarkan orientasi tersebut. Orientasi ini terdiri dari sikap, persepsi, dan nilai-nilai yang dijabarkan dari pengalaman sejarah, dan keadaan startegis yang menentukan posisi negara dalam politik internasional.

    Karena itu politik luar negeri yang dipandang sebagai sekumpulan orientasi mengacu pada prinsip-prinsip dan tendensi umum yang mendasari tindakan negara di dalam dunia internasional, mislanya UUD’45 dan Pancasila yang dimiliki oleh Indonesia.

  2. Politik luar negeri sebagai seperangkat komitmen dan rencana untuk bertindak (as a set of commitments to and plan for action). Dalam hal ini kebijakan luar negeri berupa rencana dan komitment konkrit yang dikembangkan oleh para pembuat keputusan untuk membina dan mempertahankan situasi lingkungan eksternal yang konsisten dengan orientasi kebijakan luar negeri.

    Rencana tindakan ini termasuk tujuan yang spesisfik serta alat atau cara untuk mencapainya yang dianggap cukup memadai untuk menjawab peluang dan tantangan dari luar negeri. Dalam kenyataannya, rencana tindakan ini merupakan penerjemahan dari orientasi umum dan reaksi terhadap keadaan yang konkret (immediate context).

    Pada fase ini rencana tindakan politik luar negeri ini akan memberikan pedoman bagi:

  • tindakan yang ditujukan pada situasi yang berlangsung lama, misalnya kebijakan luar negeri yang berkenaan dengan konflik Arab-Israel.

  • Tindakan yang ditujukan pada negara-negara tertentu.

  • Tindakan yang ditujukan pada isu-isu khusus, seperti kebijakan luar negeri mengenai pengawasan dan perlucutan persenjataan.

  • Tindakan yang ditujukan pada berbagai sasaran lainnya, misalnya isu lingkungan hidup dan hak asasi manusia.

    Politik luar negeri pada fase ini lebih mudah diamati daripada orientasi umum karena biasanya diartikulasikan dalam pernyataan-pernyataan formal dalam konferensi pers atau dalam komunitas diplomatik.

  1. Kebijakan luar negeri sebagai bentuk perilaku atau aksi (as a form of behaviour). Pada tingkat ini kebijakan luar negeri berada dalam tingkat yang lebih empiris, yaitu berupa langkah-langkah nyata yang diambil oleh para pembuat keputusan yang berhubungan dengan kejadian serta situasi di lingkungan eksternal. Langkah-langkah tersebut dilakukan berdasarkan orientasi umum yang dianut serta dikembangkan berdasarkan komitmen dan sasaran yang lebih spesifik.

Jadi, kebijakan luar negeri dapat dibedakan sebagai sekumpulan orientasi, sekumpulanm komitment dan rencana aksi, dan sebagai suatu bentuk perilaku. Setiap negara menghubungkan negaranya kepada peristiwa dan situasi di luar dengan ketiga bentuk kebijakan luar negeri di atas.

Kebijakan luar negeri suatu negara merupakan hal yang cukup signifikan dan penting di dalam dinamika negara itu sendiri, sehingga proses yang terjadi di dalam kebijakan luar negeri suatu negara tentu cukup menarik untuk dilihat. Seperti hal yang beberapa hal di dalam ilmu hubungan internasional lainnya, arah kebijakan luar negeri ini juga bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor tertentu. Rosenau dalam Dugis (2007) memahami kebijakan luar negeri sebagai tindakan otoritas pemerintah yang dilakukan untuk mempertahankan hal yang diinginkan atau mengubah hal yang tidak diinginkan dari lingkungan internasional, sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan luar negeri berorientasi pada tujuan nasional yang mampu mempengaruhi suatu masyarakat dalam 3 jangka waktu tertentu entah melalui respon secara resmi maupun tidak resmi. Dari pernyataan di atas dapat dilihat ada salah satu faktor utama dari penentuan arah kebijakan luar negeri suatu negara yaitu kepentingan nasional. Selain faktor utama tersebut masih banyak faktor-faktor lain yang bisa mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara dan hal tersebut menunjukan bahwa di dalam menentukan kebijakan luar negeri ada banyak hal yang harus dipertimbangkan, sehingga hal-hal tersebut dapat juga mempengaruhi arah kebijakan luar negeri suatu negara.

Namun di balik semua itu ada beberapa variabel lainnya yang penting untuk dilihat pengaruhnya yaitu identitas, struktur internasional, dan interest. Tiga variabel ini mempunyai keterkaitan satu sama lain di dalam penentuan kebijakan luar negeri suatu negara. Identitas dan interest merupakan sesuatu yang di konstruksi, bukan given, akibat adanya proses intersubjektivitas antaraktor (Viotti dan Kauppi, 2010). Di dalam konteks hubungan antar negara pun struktur internasional mempengaruhi identitas dan interest aktor. Sedangkan di sisi lain, struktur internasional tidak akan ada jika tidak adanya aktor-aktor dengan identitas dan interest tertentu yang mendinamisasi (Reus Smit, 2005). Dalam hal kaitannya dengan pengaruh identitas di dalam membentuk action dan interest suatu negara penulis melihat dari konsep yang di kemukakan oleh Kuniko Ashizawa menggunakan Value Action Framework (VAF) yang berdasar kepada Foreign Policy Analysis (FPA) dalam menjelaskan mengenai hubungan antara identitas, interest, dan action. Menurut Ashizawa (2008) identitas akan memunculkan value s tertentu, dimana value s ini kalau dilihat dalam struktur internasional biasanya adalah elit politik suatu negara.

Dari value s yang muncul tersebut akan muncul satu atau lebih value yang dominan. Value yang dominan ini kemudian mengakomodasi beberapa value lainnya dan akhirnya kelompok tersebutlah yang memunculkan kebijakan. Jika dilihat dari sudut pandang kebijakan luar negeri dapat diartikan bahwa kekuatan politik yang berkuasa di suatu negara dapat mempengaruhi kebijakan negara tersebut dengan cukup signifikan. Dari sini dapat dilihat bahwa kebijakan luar negeri di suatu negara tidak bersifat statis melainkan dinamis mengikuti national interest negara tersebut dan perubahan lingkungan internasional di dalam memenuhi kepentingan tersebut. Modelski (1962 dalam Dugis, 2008) menyatakan ada beberapa konsep dasar dari sebuah kebijakan luar negeri yaitu pembuat kebijakan, tujuan, prinsip, power untuk mengimplementasikan dan memperkirakan konteks keadaan dimana kebijakan tersebut akan direalisasikan. Power menjadi penting karena biasanya jika ada negara dengan power yang tidak begitu besar ingin menerapkan kebijakan luar negeri atau melakukan kerjasama dengan negara yang power nya jauh di atas, negara dengan power besar tersebut bisa saja tidak menanggapi secara serius kerjasama tersebut. Hal tersebut didasari oleh pendapat Rosenau (1976, dalam Dugis 2008: 102) bahwa kebijakan luar negeri terdiri dari orientasi, komitmen untuk merencanakan aksi dan tingkah laku. Disini dapat dilihat bahwa komitmen cukup berkaitan dengan power karena seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya perbedaan power yang besar bisa mempengaruhi komitmen.

Dengan adanya elemen dan faktor yang sudah disebutkan tentunya kebijakan luar negeri suatu negara dapat berubah sesuai dengan kondisi yang ada dari negara yang bersangkutan. Menurut Dugis (2008) perubahan kebijakan luar negeri dibagi menjadi dua yaitu perubahan yang dipengaruhi oleh rezim atau perubahan akibat keputusan pemerintah yang sengaja ingin mengubah arah kebijakan luar negeri negara tersebut. Pertama, perubahan kebijakan luar negeri akibat perubahan rezim kerap berhubungan dengan perubahan sistem politik yang dianut suatu negara. Hal tersebut tentu akan mengubah arah kebijakan luar negeri negara tersebut, namun perubahan arah kebijakan juga dapat terjadi sebagai self-correcting (Herman, 1990 dalam Dugis, 2008)

Ada beberapa penulis yang juga mengkaitkan identitas dengan kebijakan luar negeri suatu negara. Contohnya Renner dan Horelt (2008) dalam artikelnya yang berjudul Competing Identity – Constructions in Post War Croatia . Di dalam artikelnya Renner dan Horelt mengkaitkan konsep identitas ke dalam perubahan arah kebijakan luar negeri Kroasia. Renner dan Horelt (2008) menghubungkan identitas Kroasia sebagai negara Balkan dan negara Eropa dengan kebijakan dilematis mereka terhadap International Crime Tribune for Yugoslavia (ICTY). Dalam analisanya, Renner & Horelt (2008) berpendapat bahwa interaksi baru kroasia dengan Uni Eropa menimbulkan identitas baru Kroasia sebagai bangsa Eropa. Hal tersebut memicu sifat dilematis dalam kebijakan mereka, terutama jika dikaitkan dengan identitas lama mereka sebagai bangsa balkan, dengan kata lain solidaritas etnis Balkan. Dua identitas Kroasia tersebut saling berkompetisi dan mempengaruhi sifat dilematis kebijakan luar negeri mereka. Di dalam contoh lainnya Ashizawa (2008) juga menganalisis kebijakan luar negeri Jepang terhadap negara Asia Tenggara setelah perang dingin terutama dalam kasus APEC dan ARF. Kebijakan luar negeri ini dijelaskan oleh Ashizawa (2008) dengan adanya konstruksi identitas baru bangsa Jepang sebagai partner yang pasif. Dengan identitas baru tersebut, Kepentingan utama Jepang adalah berusaha meraih kembali kepercayaan dari bangsa – bangsa Asia Tenggara yang juga merupakan bekas jajahan Jepang. Kepentingan inilah yang menurut Ashizawa mendasari tindakan Jepang untuk bergabung dalam APEC dan ARF.