Apa yang dimaksud dengan Kebebasan Pers?

Kebebasan pers menurut Amerika Serikat, yang diwakili oleh Komisi Kebebasan pers (1942-1947) atau dikenal pula sebagai Komisi Hutchins (Robert Hutchins) memberikan lima prasyarat yang dituntut masyarakat modern dari pers.

1) Pers harus menyajikan dalam pemberitaan yang benar, komprehensif dan cerdas, pers dituntut untuk selalu akurat, dan tidak berbohong.

Fakta harus disajikan sebagai fakta, dan pendapat harus dikemukakan sebagai murni merupakan sebagai pendapat. komisi membedakan kriteria kebenaran menurut ukuran masyarakat dibagi dalam masyarakat sederhana dan masyarakat modern. dalam ukuran masyarakat sederhana, kebenaran akan dicari dengan cara membandingkan pemberitaan dalam pers dengan informasi dari sumber-sumber lain, sementara dalam masyarakat modern, isi pemberitaan pers dianggap merupakan sumber informasi yang dominan,

Sehingga pers lebih dituntut untuk menyajikan pemberitaan yang benar. sebagai contoh disebutkan bahwa pers harus bisa membedakan secara jelas mana yang merupakan peristiwa politik, dan mana yang merupakan pendapat politisi.

2) Pers harus berperan sebagai forum pertukaran pendapat, komentar dan kritik.

Media dituntut untuk membangun relasi interaktif dengan publik dalam pengertian media menyodorkan suatu masalah kepada khalayak untuk dibahas bersama, meskipun tidak ada aturan hukum yang mewajibkan pers menjalankan fungsi ini.

Menurut tokoh pers, Henry Luce, penerbit majalah Time and Life, mendefinikan tanggung jawab sosial pers sebagai keharusan memastikan bahwa pers adalah wakil masyarakat secara keseluruhan, bukan kelompok tertentu saja

3) Pers harus menyajikan gambaran yang khas dari setiap kelompok masyarakat dan pers harus memahami kondisi semua kelompok dimasyarakat tanpa terjebak pada stereotype.

Kemampuan ini akan menghindari terjadinya konflik sosial dan pers harus mampu menjadi penafsir terhadap karakteristik suatu masyarakat dan memahaminya seperti aspirasi, kelemahan, dan prasangka. Komisi ini terpengaruh dengan idelogi sosialis yang berkembang pada masa-masa perang dunia kedua yang yang membedakan dengan terdahulu dalam teori libertarian.

4) Pers harus selalu menyajikan dan menjelaskan tujuan dan nilai-nilai kemasyarakatan.

Pendapat bahwa hal Ini tidak berarti pers harus mendramatisir pemberitaannya, melainkan berusaha mengaitkan suatu peristiwa dengan hakikat makna keberadaan masyarakat pada hal-hal yang harus diraih karena dianggap bahwa pers merupakan instrumen pendidik masyarakat.

Pers harus “memikul tanggung jawab sebagai pendidik dalam memaparkan segala sesuatu dengan mengaitkannya kepada tujuan dasar kemasyarakatan".

5) Pers harus membuka akses ke berbagai sumber informasi.

Masyarakat industri modern membutuhkan jauh lebih banyak ketimbang dimasa sebelumnya. Alasan yang dikemukakan adalah dengan tersebarnya informasi akan memudahkan pemerintah menjalankan tugasnya. Lewat informasinya sebenarnya media membantu pemerintah menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.

Teori tanggung jawab sosial ini merupakan kontruksi transformatif terhadap pemikiran aliran libertarian yang terdulu dikenal dalam masyarakat pers di Amerika terutama dalam dua hal. yakni

  • Teori libertarian menganggap akses bebas ke informasi akan tercipta dengan sendirinya. Namun, akses itu harus diupayakan. Akses itu tidak akan ada jika khalayak bersikap pasif terhadap informasi terbatas yang disodorkan kepadanya,

  • Teori libertarian menganggap media adalah urusan individu, bukan urusan masyarakat, bahkan menyatakan bahwa individu boleh berbeda kepentingan terhadap media, dan hal itu akan membuahkan hasil positif berupa gagasan atau ide yang lebih baik.


Apakah ada pendapat terkait dengan kebebasan pers dari sudut pandang atau ahli lainnya ?

Kebebasan pers adalah kebebasan berkomunikasi dan berekspresi dalam memberikan informasi kepada publik melalui media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Kebebasan ini menunjuk tidak adanya campur tangan Negara atau pemerintah maupun elemen masyarakat lain, baik individu maupun kolektif dalam memberikan informasi kepada publik, dan secara konstitusional keberadaanya dilindungi oleh negara.

Menurut Prof. Carl Becker, yang berpaham libertarian, mengemukakan pendapatnya sebagai berikut,

”Doktrin demokrasi tentang kebebasan berbicara dan kebebasan pers apakah itu dianggap sebagai hak asasi atau hak yang tidak dapat dipindahkan, berdasarkan pada beberapa asumsi. Salah satu di antaranya adalah bahwa manusia ingin mendapatkan kebenaran dan akan cenderung ingin dibimbing kebenaran itu. Asumsi lain adalah, bahwa satu-satunya cara yang pada akhirnya akan memberikan kebenaran adalah kompetensi opini yang bebas di ”pasar terbuka”.

Asumsi lainnya lagi mengatakan bahwa karena setiap orang berbeda-beda pendapatnya, maka setiap orang harus diperbolehkan menyampaikan secara bebas dan bahkan giat pendapatnya sendiri, asalkan ia mengijinkan pula orang lain menggunakan hak yang sama. Asumsi terakhir mengatakan bahwa dengan adanya saling toleransi dan saling membandingkan opini-opini yang berbeda itu akan muncul opini yang terbukti paling rasional dan dapat diterima semua pihak.”

tetapi dari kebebasan pers tersebut, data yang disampaikan haruslah benar, komprehensif dan cerdas, sesuai dengan prasyarat-prasyarat dari kebebasan pers itu sendiri, yaitu

  • Pers harus menyajikan dalam pemberitaan yang benar, komprehensif dan cerdas, pers dituntut untuk selalu akurat, dan tidak berbohong.
  • Pers harus berperan sebagai forum pertukaran pendapat, komentar dan kritik.
  • Pers harus menyajikan gambaran yang khas dari setiap kelompok masyarakat dan pers harus memahami kondisi semua kelompok dimasyarakat tanpa terjebak pada stereotype.
  • Pers harus selalu menyajikan dan menjelaskan tujuan dan nilai-nilai kemasyarakatan.
  • Pers harus membuka akses ke berbagai sumber informasi.

Kebebasan pers sangat identik dengan sistem pers yang ada di dunia. Menurut Siebert, Peterson dan Schramm (1986) terdapat empat sistem pers di dunia, yaitu :

Sistem Otoriter.

Salah satu ciri utama dari sistem pers otoriter adalah fungsi pers sebagai kepanjangan tangan pemerintah yang sedang berkuasa dan melayani negara. Melalui penerapan hak khusus, lisensi, sensor langsung dan peraturan organisasi media, individu dijauhkan dari kemungkinan mengkritik pemerintah yang berkuasa.

Dalam sistem otoriter, pers dapat dimiliki baik secara publik ataupun perorangan, namun tetap dianggap sebagai alat untuk menyebarkan kebijakan pemerintah (Siebert, 1986; Yin, 2008; Severin & Tankard, 2008).

Sistem Pers Liberal

Sistem ini merupakan suatu bentuk perlawanan dari pandangan otoriter. Pers berfungsi membantu menemukan kebenaran dan mengawasi pemerintah sekaligus sebagai media yang memberikan informasi, menghibur, dan mencari keuntungan.

Penguasa tidak punya hak untuk mengatur isi berita media. Penguasa dalam sistem ini juga
tidak berhak menentukan siapa yang boleh dan tidak boleh menerbitkan media. Pada sistem ini, siapapun sebenarnya punya hak untuk menerbitkan media asalkan mempunyai kemampuan ekonomis.

Tidak ada ijin atau lisensi khusus untuk menerbitkan media. Apa yang baik dan tidak baik tidak ditentukan oleh penguasa, tetapi ditentukan oleh khalayak. Dalam sistem ini, penguasa tidak mempunyai hak untuk menutup (breidel) media (Siebert, 1986; Yin, 2008; Severin & Tankard, 2008).

Sistem tanggungjawab sosial

Pengembangan dari teori liberal menghasilkan teori tanggung jawab sosial, yang dikembangkan pada abad ke 20 di Amerika Serikat. Yaitu media selain bertujuan untuk memberikan informasi, menghibur, mencari keuntungan, juga harus dapat memberikan individu hak untuk mengemukakan masalahnya di dalam forum media, dan jika media tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ada pihak yang harus memaksakannya.

Dibawah teori ini, media dikontrol oleh pendapat masyarakat, tindakan konsumen, kode etik profesional, dan dalam hal penyiaran, dikontrol oleh badan pengatur penyiaran.

Pendorong utama dari teori ini adalah tumbuhnya kesadaran bahwa teori liberal telah gagal untuk memenuhi janji dalam penggunaan kebebasan pers secara bertanggung jawab. Secara khusus, perkembangan teknologi dan industri media telah menyebabkan kurangnya kesempatan akses bagi individu maupun kelompok, serta rendahnya prestasi dalam upaya memenuhi kebutuhan informasi, sosial dan moral pada masyarakat.

Teori liberal dianggap hanya meningkatkan kekuasaan kelas tertentu (Siebert, 1986;Yin, 2008; Severin & Tankard, 2008).

Sistem Totaliter-Soviet.

Teori ini dikembangkan berdasarkan ideologi Marxis dan nilai kebersamaan antar kelas maupun antar partai/golongan. Yaitu, selama kelas kapitalis mengawasi fasilitas fisik media, kelas buruh tidak akan mempunyai akses pada saluran komunikasi. Kebebasan pers yang sebenarnya akan ada dalam masyarakat tanpa kelas.

Kebebasan pada sistem ini adalah bebas dari kapitalisme, individualisme, borjuasi, dan bukan bebas untuk menyatakan pendapat (Yin, 2008; Severin & Tankard, Yin, 2008; Severin & Tankard, 2008:380).

Soviet berpandangan bahwa tujuan utama media adalah membantu keberhasilan dan kelangsungan sistem Soviet. Media dikontrol oleh tindakan ekonomi dan politik dari pemerintah dan badan pengawas, dan hanya anggota partai yang loyal dan anggota partai ortodoks saja yang dapat menngunakan media secara reguler. Media dalam sistem Soviet dimiliki dan dikontrol oleh negara dan ada hanya sebagai kepanjangan tangan negara.

Sistem pers yang mengikuti semangat kebebasan pers adalah sistem pers yang menggunakan pendekatan Sistem Pers Liberal dan Sistem tanggungjawab sosial.

Indonesia sendiri menganut Sistem tanggungjawab sosial, dimana diharapkan kebebasan pers di Indonesia dapat berjalan dengan baik.

Apabila mengacu pada WORLD PRESS FREEDOM INDEX, terdapat beberapa kriteria yang dinilai terkait Kebebasan Pers di suatu negara.

Kriteria-kriteria tersebut adalah ;

  1. Pluralism. Mengukur seberapa jauh opini-opini masyarakat dapat terwakili di media massa.

  2. Media independence. Mengukur tingkat sebuah media dapat berfungsi secara independen, tidak tergantung dan terpengaruh oleh kekuatan apapun dan siapapun, dilihat dari sumber politik, pemerintahan, bisnis dan agama.

  3. Environment and self-censorship. Analisis lingkungan dimana penyedia berita dan informasi beroperasi.

  4. Legislative framework. Mengukur dampak legislative framework yang mengatur aktifitas berita dan informasi.

  5. Transparency. Mengukur transparansi sebuah institusi dan prosedur dalam memproduksi berita dan informasi.

  6. Infrastructure. Mengukur kualitas infrastruktur yang mendukung produksi berita dan informasi.

  7. Abuses. Mengukur level kekerasan dan kesewenang-wenangan terhadap awak media.

Berikut pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan kepada responden, terkait dengan penilaiaan kebebasan pers di suatu negara.


B


In your country, do any of the following exist?
Privately owned print press (1)
Privately owned television networks (2)
Privately owned radio stations (3)

What are the factors apparently preventing the creation of independent, privately owned media?
Political factor (political position, closeness to the opposition) (1)
Religious factor (religious affiliation, status with religious authorities) (2)
Note: “1” signifies that the factor plays no part in preventing the creation of a media company; “10” signifies that the factor makes forming a media company impossible.

How difficult is it to launch an independent private media company in light of the following constraints?
Administrative constraints (tax reporting procedures, professional competence requirements etc.) (1)
Financial constraints (start-up costs, production costs, bank credit etc.) (2)
Note: “1” signifies no difficulty; “10” signifies an insurmountable obstacle.

Is the process for granting TV and radio licences transparent?
Note: “1” signifies that transparency is completely absent; “10” signifies complete transparency.

What is the extent of official interference in appointments to these posts?
Directors of the TV and radio regulatory agency (1)
Directors of public TV and radio stations (2)
Note: Number “1” signifies no interference whatsoever; “10” signifies total interference.

How easy is it for authorities to force the firing of a public radio or TV journalist, public radio or TV executive or private media executive?
Note: ‘1’ signifies that authorities are powerless to force a firing; ‘10’ signifies that authorities can force a firing at will.

To what extent are private media economically dependent on direct or indirect state subsidies?
Note: “1” signifies no dependence at all; “10” signifies complete dependence.

Do private media have to adjust their content in exchange for state subsidies?
 Yes (1)
 No (2)

Is government advertising distributed equitably among different media?
Note: All state paid publicity campaigns in the media should be considered together: public education (health, traffic safety etc.); information (operations of public services, new legislation etc.); employment (recruitment campaigns); public works (bid invitations).
 Yes (1)
 No (2)

Does the government pressure advertisers to favour certain media?
Note: Advertisers are private or public businesses that buy advertising space to promote their products or services.
 Yes (1)
 No (2)

Do officials favour certain media (access, interviews etc.) because of favourable editorial policy?
Do officials favour certain media (access, interviews etc.) because of financial ties between politicians and media owners?
Note: ‘1’ signifies a situation in which officials show no favouritism; ‘10’ signifies that favouritism is firmly established.

----------
C

----------

Is journalism training available at a professional level, with emphasis on developing the capacity for critical judgement in journalism students?
Note: “1” signifies a lack of availability of professional-level journalism training; “10” signifies availability of high-quality journalism training.

Does supply of journalism post-graduate training meet demand?
Note: “1” signifies complete unavailability of training; “10” signifies that availability perfectly meets demand. Availability of post-graduate training concerns individuals who want training in journalism after graduating and practising a profession, whether connected to journalism or not.

Is the practice of journalism prohibited or discouraged for any of the following reasons:
Nationality
Ethnic origin
Social class
Religion
Gender

To what extent can members of the following groups enter media-related professions?
Note: “1” signifies that access is completely blocked; “10” signifies completely open access

How well do media reflect the population’s language diversity?

For the country’s citizens, is professional journalistic quality assessed openly and transparently?
 Totally openly and transparently (1)
 Somewhat openly and transparently (2)
 Rather opaque procedures (3)
 Totally opaque procedures (4)

Are accreditation procedures for foreign journalists applying to work on national territory fair and transparent?
 Completely fair and transparent (1)
 Somewhat fair and transparent (2)
 Rather unfair and opaque (3)
 Completely unfair and opaque (4)

Can journalists cover events in person?
Note: “1” signifies that journalists cannot cover events in person; “10” signifies that journalists have complete access to events.

Have there been cases of restricted access to or coverage of one or more regions (by administrative prohibition, strict document controls, visa denials etc.)?

During the past 12 months, have you seen any of the following actions directed at journalists by government or religious authorities or major economic interests, or by interest groups linked to any of them?
Describe the frequency on the following scale, with “0” representing the absence of such actions, and “10” representing repeated actions.

Do some journalists receive invitations to luxury events, press trips and other benefits of all kinds that would weaken their publications’ objectivity?

Is there any law against these practices?

Are journalists sometimes paid by someone other than their regular employer in order to influence what they write?

Do media professionals enjoy the freedom to form and join unions?
 Unionization is legal and openly practised (1)
 Unionization is legal but does not happen because of official pressure (2)
 Union membership is required for journalists (3)
 Unionization is prohibited (4)

----------
D

----------

Do completely independent media exist - that is, media whose staff may take positions of any kind on public issues with no limits of any kind from owners or the government?

Do media reflect the range of opinions among members of the public?
Note: “1” signifies a situation in which only official opinions may be reflected in media; “10” signifies complete pluralism in the media.

Do public media provide coverage of and access by all political currents?
Note: “1” signifies a situation in which public media are open only to officially authorized political currents; “10” signifies complete openness to all political tendencies.

Is investigative journalism developed enough to uncover matters of significance?
Note: “1” signifies conditions in which investigative journalism is non-existent; “10” signifies the presence of highly developed investigative journalism.

Does the government monitor or threaten journalists?
Note: “1” signifies no monitoring or threats; “10” signifies systematic monitoring accompanied by repeated threats

Overall, are media free to publish revelations concerning…
…political power? (1)
…major economic interests? (2)
…religious or spiritual authorities? (3)
…the military? (4)
…police and criminal justice institutions? (5)
…organized crime? (6)
Note: ‘1’ signifies absence of freedom to publish revelations; ‘10’ signifies the freedom to publish revelations with no constraints beyond those inherent in any journalistic investigation.

Do journalists practise self-censorship for fear of the following consequences?
Civil lawsuits or criminal prosecution (fines, imprisonment) (1)
Professional reprisals or attacks on reputation (2)
Threats to physical safety of the journalist or his family and friends, to his workplace or his home (3)
Note: “1” signifies that fear of such consequences is absent; “10” signifies acute fear to the point of preventing journalists from touching certain topics.

Are media owners’ conflicts of interest frequently the cause of journalists’ self-censorship?
Note: “1” signifies that conflicts of interest are non-existent or don’t affect what journalists publish; “10” signifies a situation in which conflicts of interest often lead to self-censorship.

To what extent do radio and television stations with the largest audiences present independent and critical news?
On private networks (1)
On public networks (2)
Note: “1” signifies an absence of such news; “10” signifies its strong presence

Do public media ignore some news that is sensitive for the government, but which private media cover?

How concentrated is media power?
Note: “1” signifies no concentration, with each proprietor owning only one media property; “10” signifies maximum concentration, with one proprietor owning all media.

What proportion of general-interest media is owned by companies with other interests in non-media sectors of the economy?
(5 if 50%; 10 if 100%)

During election campaigns, do radio and television provide for equitable distribution of appearances by
candidates?
Note: “1” signifies a situation in which the authorities have a monopoly on appearances; “10” signifies a completely equitable distribution of appearances and coverage.

Outside of election periods, does the government demand radio and television time, with no right to criticize what is said?
Note: “1” signifies a situation in which the government never requires airtime under these conditions; “10” signifies a situation in which the government often requires airtime under these conditions.

Can citizens directly and freely contact journalists, with no government controls or monitoring, especially in order to provide information?
Note: “1” signifies that contact is impossible; “10” signifies complete freedom of contact with no constraints or monitoring.

What influence does the government have on the staff of the following media?
Media that favour the government (1)
Opposition media (2)
Public media (3)
Note: “1” signifies no influence at all; “10” signifies maximum influence that gives authorities total control over editorial policy.

What influence do major economic interests have on the staff of the Public media?
Note: “1” signifies no influence whatsoever; “10” signifies maximum influence to the point that major economic interests totally control editorial policy.

To what extent can advertisers, working with media, influence editorial policy in the Print news media
Note: “1” signifies no influence whatsoever; “10” signifies maximum influence to the point that major economic interests totally control editorial policy.

Are press freedom, freedom of information and freedom of expression guaranteed…
…in the Constitution? (1)
…in law or case law? (2)
…by ratification of or adherence to international treaties? (3)

In practice, are these rights enforced?
Note: “1” signifies a situation in which these rights are not enforced; “10” signifies a situation in which these rights are fully respected and diligently enforced.

Is access to public information guaranteed by law?

Does prior censorship or monitoring exist in the print press? (1) and in radio and television? (2)

Is the public disclosure of matters of public interest prevented by the Constitution, by law or by the way they are enforced?

Does a legal mechanism exist to protect the confidentiality of journalists’ sources?

In practice, to what extent is protection of confidential sources threatened by…
…political power? (1)
…major economic interests? (2)
…the military? (4)
…organized crime? (5)
…judges and prosecutors? (7)
Note: ‘1’ signifies a threat-free environment; ‘10’ signifies a situation in which source protection is under permanent threat.

Do laws against cybercrime violate the right to free expression and news access on the Internet?

Legal action against information providers based on what they publish takes the following form:
 Civil law complaint (1)
 Criminal prosecution for press-law violation (2)
 Prosecution for lesser criminal law violation (3)
 Criminal prosecution for major criminal law violation (4)
 Don’t know (5)

During the past 12 months, what penalties have been imposed on information providers?
 Permanent prohibition on practising journalism (4)
 Cancellation of licence (5)
 Prison sentences (8)
 Life sentences (9)
 Torture/corporal punishment (10)
 Death penalty (11)
 None of them (99)

When a journalist is arrested, is he informed of the charges against him, and is he given access to the case file?
 Always (1)
 Almost always (2)
 Most of the time (3)
 Rarely (4)
 Rarely or never (5)

Do laws include opinion crimes such as blasphemy or disrespect for authority?
 Yes (1)
 No (2)

In practice, are people convicted of these crimes?
 Frequently (1)
 Does not occur often but the risk is real (2)
 Never (3)

Do defamation laws pose an obstacle to public debate?
 Debate is unhindered (1)
 Debate is sometimes hindered (2)
 Debate is often limited (3)
 Debate has become impossible (4)

Does the law require that an individual have a right of response to a news article concerning him?
 Yes (1)
 No (2)
 Don’t know (3)

Over the past 12 months, have the authorities done their best to punish those guilty of the murders of journalists/netizens/bloggers?
 To my knowledge, no such murder has occurred (1)
 Authorities have responded adequately (2)
 Authorities have moved in the right direction in all cases, but could have done more in some of them (3)
 Authorities have done nothing to advance the cause of justice in at least one case (4)
 Authorities have hindered the course of law enforcement in at least one case (5)

----------

F

----------

Do news web sites require official authorization before going on line?
 Yes (1)
 No (2)

Do individuals who want to provide news online have access to high-speed Internet at a reasonable price?
 Access is widespread (1)
 Access is guaranteed in principle but not everyone enjoys it (2)
 Access is not guaranteed and many do not enjoy it (3)
 Access is limited to a very few (4)

Does the print press have access to adequate printing and distribution facilities at reasonable cost?
 These resources are widely available (1)
 These resources are available but need expansion (2)
 These resources are limited but the press is able to operate (3)
 These resources are so limited that press operations are threatened (4)

How do you assess the willingness of local and national officials to expand Internet access?
 Wide access already exists (1)
 An active access expansion program is under way (2)
 A satisfactory policy has been decided (3)
 Lack of resources prevents access expansion (4)
 Willingness is non-existent (5)
 Authorities deliberately block access (6)

To what extent do authorities filter news content on the Internet?
 No filtering takes place, to my knowledge (1)
 Some filtering has occurred, but sporadically (2)
 Filtering is closely focused on a small number of topics (3)
 Widespread filtering covers a number of topics (4)
 Extremely widespread filtering may cover virtually any subject (5)

Which topics are filtered most frequently?
Political news (1)
Social topics (2)
Political leaders (3)
Religious authorities (4)
The military (5)
Major economic interests (6)
Note: “1” signifies a situation in which content involving these subjects; “10” signifies filtering blocks all contenton a given topic.

Do authorities block access to technical means for circumventing filtering?
 Yes (1)
 No (2)

Would an individual who publishes general or political news content on a social network have his account
cancelled, blocked, or hijacked?
Note: “1” signifies a situation in which individuals never face these obstacles; “10” signifies a situation in which these responses occur frequently

Does the government monitor internet users who produce independent news content online?
 Yes, frequently (1)
 Yes, somewhat frequently (2)
 Yes, but rarely (3)
 No (4)

Does the government monitor interent users who view independently produced online news content?
 Yes, frequently (1)
 Yes, somewhat frequently (2)
 Yes, but rarely (3)
 No (4)

Do internet users face sanctions for putting up sensitive content concerning political power?
Note: ‘1’ signifies a situation in which internet users face no sanctions whatsoever in these circumstances; ‘10’ signifies a situation in which internet users are certain to face sanctions for putting up this kind of content.

Would internet users risk sanctions simply for viewing the types of content described above?
 Yes (1)
 No (2)

Kebebasan pers merupakan perwujudan dari kebebasan mengeluarkan pendapat dan kebebesan untuk menceritakan suatu peristiwa. Atau, kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan pikiran, dengan cara menyamapaikan suatu informasi kepada massa, dalam semua kondisi . Kebebasan pers adalah kebebasan dalam konsep, gagasan, prinsip, dan nilai cetusan yang bersifat naluri kemanusiaan di mana pun manusia berada. Nilai kemanusiaan adalah naluri mengeluarkan perasaan hati kepada orang lain sebagai pribadi yang suaranya ingin diperhitungkan dan timbul dari keinginannya untuk menegaskan eksistensinya. Untuk itu, jenis kebebasan meliputi hal-hal berikut :

  • Kebebasan pers ( freedom of the press )

  • Kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat ( freedom of the opinion and expression )

  • Kebebasan berbicara ( freedom of the speech )

Kebebasan untuk menyampaikan, mempunyai, dan menyiarkan pendapat melalui pers dijamin oleh konstitusi negara di mana pun pers berada. Oleh sebab itu, jaminan kebebasan pers bersifat universal. Hal ini dijamin dalam Piagam HAM PBB ( Universal Declaration of Human Rights ) Pasal 19 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat. Dalam hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa pun dengan tidak memandang batas-batas wilayah. Kebebasan berbicara untuk memperoleh informasi merupakan salah satu hak asasi manusia. Hak asasi tersebut dijamin dalam ketentuan perundang-undangan dan merupakan hak setiap warga negara. Negara Indonesia telah menjamin hak kebebasan berbicara dan informasi bagi warga negara. Jaminan kebebasan berbicara dan informasi itu, antara lain sebagai berikut:

  1. Pasal 28 UUD 1945, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”
  2. Pasal 28 F UUD 1945, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

Kegiatan tentang pers telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers). UU ini menggantikan UU Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 1967 dan UU Nomor 21 Tahun 1982. Dalam Pasal 5 UU Pers terdapat etika perilaku pers yang harus dijalankan, yaitu:

  • Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah;

  • Pers wajib melayani Hak Jawab;

  • Pers wajib melayani Hak Tolak.

Kebebasan pers sebagai manifestasi dari kebebasan berpendapat dan informasi merupakan salah satu hak asasi manusia. Namun hal itu tidak berlaku mutlak karena hak itu dibatasi oleh hak orang lain. Hal tersebut sesuai dengan sistem pers tanggung jawab sosial yang dianut pers indonesia. Dimana kebebasan pers diindonesia mengemban kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam undang-undang pers.dalam penjelasan UU No.40 Tahun 1999 pasal 4 ayat 1 ditegaskan “ kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam kode etik junalistik.”Masih dalam pers dipertegas dengan pasal 6 butir c yang menyebutkan bahwa “pers nasional melaksanakan peranan untuk mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar.”

Dan pasal 5 Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (KEJ PWI ) disebutkan “wartawan Indonesia menyajikan data secara seimbang dan adil mengutamakan kecermatan dan kecepatan serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini sendiri.” Mengenai tanggung jawab pers juga disebutkan dalam KEJ PWI pasal 2 yang menegaskan bahwa, “ wartawan indonesia dengan penuh tanggungg jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan bangsa dan kesatuan negara.” Makna membahayakan keselamatan dan keamanan negara pada pasal 2 adalah memaparkan rahasia negara atau militer dan berita bersifat fluktuatif seperti berita tentang devaluasi yang bersifat spekulatif. Ada beberapa syarat kelayakan sebuah peristiwa untuk ditulis menjadi sebuah berita yaitu : significance (penting), magnitude, timelines (waktu), proximity (kedekatan), prominance (terkenal), dan human interest.

Jakob Oetama dalam bukunya, Pers Indonesia : Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus, mengatakan kebebasan pers berkaitan dengan paham politik dan konstitusi, yakni jaminan atas hak untuk bebas menyatakan pendapatnya secara lisan dan tertulis. Kebebasan pers sekaligus juga fungsional, melekat pada lembaga pers.

John C. Merril, wartawan asal Amerika menyatakan kebebasan pers sebagai kondisi yang memungkinkan para pekerja pers memilih, menentukan dan mengerjakan tugas mereka sesuai keinginan mereka.

Sementara itu, Nurudin mendefinisikan kebebasan pers sebagai kebebasan yang dimiliki pers untuk menyiarkan kebijakan redaksinya tanpa ada pihak lain yang memaksa untuk berbuat diluar keinginan pers.

Kebebasan pers memerlukan sebuah otonomi khusus yang dimiliki oleh pers dalam mengambil langkah-langkah konkret agar bebas dari pengawasan pihak lain diluar pers. Ketika pers telah memiliki otonominya sendiri maka kebebasan pers bisa dilaksanakan.

Kebebasan pers memberikan ruang kepada masyarakat untuk mengontrol dan menyuarakan pendapatnya kepada Pemerintah. Selain itu, roda pembangunan dan pemerintahan akan berjalan secara transparan. Hal tersebut bisa memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat bukan mengorbankan kehidupan mereka.

Pers Bebas dan Bertanggung Jawab

Sebagaimana diketahui, salah satu indikasi untuk disebut sebagai negara hukum, antara lain ditegakkannya HAM agar cepat tercapai, seperti dikatakan Hans Kelsen sebagaimana dikutip M Hatta. Negara hukum (algemeine staatslehre) akan lahir apabila sudah dekat sekali indetieit der staatsirdnung mit der rechtsirdnung – identitas susunan negara dengan susunan hukum- semakin bertambah keinsafan hukum dalam masyarakat, semakin dekat pada pelaksanaan negara hukum yang sempurna. Dengan demikian negara hukum tanpa mengakui, menghormati sampai melaksanakan sendi-sendi HAM tidak dapat dan tidak tepat disebut sebagai negara hukum.

Salah satu HAM yang tercantum dalam ketentuan The Universal Declaration of Human Right adalah kebebasan untuk mengeluarkan pikiran dan perasaan. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 Deklarasi HAM PBB, “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat”. Salah satu perwujudan kebebasan berpendapat tersebut adalah melalui kemerdekaan pers. Selanjutnya keterkaitan antara HAM dengan kemerdekaan pers juga dapat dilihat dari Pasal 4 angka 1 UU Pers yang menyatakan, “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara”.

Ketentuan tersebut dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk penjabaran dari Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan atau tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang”. Makna kemerdekaan yang disebutkan baik dalam UU Pers maupun UUD 1945 memiliki konotasi yang sama dengan kebebasan. Dengan demikian menyebut kemerdekaan pers pada intinya yang dimaksud sama dengan kebebasan pers.

Pers adalah refleksi dari kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dan refleksi dari hak untuk memperoleh informasi serta media untuk berkomunikasi. Hal ini juga menjadi refleksi dari pemenuhan HAM sebagai dasar operasional pers yang harus senantiasa merujuk pada dasar-dasar HAM. Dalam terminologi pers, kebebasan pers dapat diartikan sebagai kebebasan untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat secara lisan maupun tulisan serta melalui sarana-sarana komunikasi.

Pada kalangan pers, prinsip kebebasan pers sering kali dicontohkan seperti apa yang tercantum dalam Amandemen pertama Konstitusi AS yang menjamin kebebasan pers bahwa, “kongres tidak boleh membuat peraturan apapun yang dapat menghambat kebebasan berbicara atau kebebasan pers”. Menurut Felix Frankfurter, kebebasan pers bukanlah tujuan akhir, melainkan alat untuk menciptakan masyarakat yang bebas. Cakupan dan hakikat jaminan konstitusional terhadap kebebasan pers harus dipahami dalam kerangka itu.

Pengakuan terhadap kebebasan pers juga dapat dilihat dari pengertian pers yang tercantum dalam Menurut Black’s Law Dictionary, yang menyebutkan: “The aggregate of publications issuing from the press, or the giving publicity to one‟s sentiments and opinion through the medium of printing; as in the phrase “liberty of the press” freedom of the press is guaranted by the first amandment”.

Menurut C. Merrill, kemerdekaan pers adalah kondisi yang memungkinkan para pekerja pers memilih, menentukan, dan mengerjakan tugas mereka sesuai dengan keinginan mereka. Jadi, kemerdekaan pers mencakup kebebasan negatif (bebas dari) dan kebebasan positif (bebas untuk). Dengan kata lain, konsep “bebas dari” seseorang dimungkinkan dan tidak dipaksa untuk melakukan suatu perbuatan, sedangkan dengan konsep “bebas untuk” seseorang dimungkinkan berbuat untuk mencapai apa yang diinginkan. Dalam perspektif tersebut, kemerdekaan pers berarti kondisi yang memungkinkan para pekerja pers tidak dipaksa untuk berbuat sesuatu dan mampu berbuat sesuatu untuk mencapai apa yang diinginkannya.

Pers adalah refleksi dari kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dan refleksi dari hak untuk memperoleh informasi serta media untuk berkomunikasi. Kongkretnya, kebebasan pers adalah untuk memenuhi dan mengakomodasi kebutuhan dasar manusia untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi melalui sarana media massa. Namun demikian, pada hakikatnya kebebasan bukan berarti berbuat sekehendak tanpa batas atau tanpa menjaga kebebasan orang lain. Kebebasan mengandung makna sebuah pengakuan dan penghormatan terhadap adanya hak serta kewajiban setiap manusia pada umumnya.

Dalam pelaksanaannya di Indonesia, kebebasan pers mengacu pada pemahaman pers bebas dan bertanggung jawab. Disebut demikian, karena pengakuan terhadap kebebasan pers tidak dapat dilepaskan dari tanggungjawab. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU Pers, kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

Dengan memperhatikan fungsi pers untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat luas berdasarkan fakta dan kebenaran, muncul pemikiran bahwa pers menjadi satu institusi yang mempunyai jiwa besar untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Namun pemahaman ini masih diragukan, karena asumsinya masih dipertahankan tetap seperti itu, namun kenyataannya menunjukkan hal yang berbeda. Sehingga ketika ternyata ada wartawan atau pers yang justru tidak memperjuangkan kebenaran dan keadilan, tidak mengontrol kekuasaan, maka hal tersebut dianggap hanya suatu penyimpangan atau satu perkecualian. Dalam pemikiran Ariel Heryanto, asumsi tersebut pada akhirnya menjadi semacam ideologinya kaum intelektual, jurnalis, profesional termasuk di bidang hukum, yang percaya bahwa dirinya adalah pahlawan kebenaran dan keadilan yang seakan memperjuangkan orang lain tanpa pamrih.

Carolyn Marvin dan Philip Meyer berpendapat, jurnalisme mengemban satu kewajiban yang disebut sebagai spiritual vocation atau pekerjaan spiritual, dengan tugas memerangi kejahatan yang mengancam semangat demokrasi. Kewajiban yang diemban wartawan tersebut kemudian melahirkan tanggung jawab yang harus mereka pikul. Tanggung jawab berasal terutama dari kenyataan bahwa kita selain sebagai individu juga sebagai warga masyarakat, yang dengan keputusan dan tindakan dapat mempengaruhi orang lain.

Louis W. Hodges menjelaskan, tanggung jawab dibedakan antara apa yang disebut dengan responsibility dan accountability, atau antara tanggung jawab untuk (responsible for) dan tanggung jawab untuk (accountable to). Responsibility adalah berbicara tugas dan kewajiban moral tentang apa yang harus dilakukan, sedangkan accountability adalah berbicara tentang siapa yang harus mempunyai kekuasaan untuk menuntut atau meminta, melalui imbalan atau ancaman, sehingga kita melaksanakan tugas dengan baik. Karena itulah, kita bisa mempunyai pers yang bebas dan bertanggungjawab (free and responsible) tapi kita tidak mungkin mempunyai pers yang bebas dan bertanggungjawab dalam pengertian accountable.

Pers menjalankan fungsi bukan atas nama dirinya sendiri, melainkan atas nama kepentigan publik. Bahwa pers tidak mungkin melepaskan diri dari ideologi dan kepentingan pemiliknya, bukan berarti menjadikan pers harus kehilangan jati diri sebagai pembawa aspirasi publik. Hal ini semakin menegaskan bahwa seberapa pun luasnya kebebasan pers, namun ia tetap memiliki tanggung jawab kepada publik.

Pada dasarnya, ada tiga kategori tanggung jawab yang bisa diterapkan dalam dunia pers. Pertama adalah tanggungjawab yang berdasarkan pada penugasan yang disebut assigned responsibilities. Kedua adalah tanggung jawab berdasarkan kontrak atau apa yang disebut contracted responsibilities. Ketiga adalah tanggung jawab yang timbul dari diri sendiri atau self-imposed responsibilities.

Teori pers bertanggungjawab sosial yang ingin mengatasi kontradiksi antara kebebasan media massa dan tanggung jawab sosialnya diformulasikan pada tahun 1949 dalam laporan Comission on The Freedom in The Press yang diketuai Robert Hutckins. Komite ini mengajukan lima persyaratan bagi pers yang menyatakan diri bertanggungjawab kepada masyarakat. Syarat pertama, media harus menyajikan berita-berita peristiwa sehari-hari yang dapat dipercaya, lengkap, dan cerdas dalam konteks yang memberikan makna. Syarat kedua, media harus berfungsi esbagai forum untuk pertukaran komentar dan kritik. Syarat ketiga, media harus memproyeksikan gambaran yang benar-benar mewakili kelompok-kelompok konstituen dalam masyarakat. Syarat keempat, media harus menyiarkan dan menjelaskan tujuan-tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Syarat kelima, media harus menyediakan akses penuh terhadap informasi-informasi yang tersembunyi pada satu saat.

Di Indonesia, kebebasan pers membawa konsekwensi urgensi keberadaan hak untuk tahu (right to know) dan hak untuk memperoleh informasi (right to information). Di antara wujudnya adalah hidup dan berkembangnya pers dengan bebas. Dengan demikian pers merupakan denyut kehidupan sosial di mana ia berada. Meskipun memiliki kebebasan, di sisi lain pers juga memiliki tanggungjawab sosial. Teori pers bertanggungjawab sosial merupakan teori baru dalam kehidupan pers di dunia. Teori ini banyak digunakan oleh pers di negaranegara yang menganut sistem tata negara demokrasi di mana rakyatnya telah mencapai kecerdasan cukup tinggi, sehingga rakyat mempunyai suara yang berpengaruh dan menentukan terhadap pejabat-pejabat yang akan melayani mereka.

Referensi

https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1390561003-3-Bab%20II.pdf