Apa yang dimaksud dengan kafir dalam islam?

Kafir

Kafir (plural : kuffār) artinya adalah menolak atau tidak percaya, atau secara singkat kafir adalah kebalikan dari percaya (beriman). Apa yang dimaksud dengan kafir dalam islam?

Kafir adalah sebuah istilah dalam Islam yang digunakan untuk menyebut manusia yang tidak mau beriman (mengakui rukun Iman).

Ketika seseorang disebut muslim adalah ketika ia telah mengucapkan dua kalimah syahadah. Adapun fungsi syahadah adalah sebagai pintu gerbang masuk Islam, inti pengajaran Islam, furqon (pembeda antara muslim dan kafir), mempunyai banyak keutamaan, sebagai ikrar (penyerahan secara totalitas kepada Allah). Dari sini saja sudah bisa diambil garis tentang apa itu kafir. Ketika seseorang tidak mau mengucapkan dua kalimah syahadah maka dia disebut kafir-yahudi, nasrani, Kristen, protestan, hindu, budha, konghucu dan faham-faham lain yang mengingkari pada ketuhanan terhadap Allah SWT.

Sedangkan syahadah sendiri mempunyai syarat-syarat untuk memenuhi arti dari syahadah itu. Syarat tersebut diantaranya

  1. Memahami Syahadah (QS.47:19). Memahami disini seorang muslim harus benar-benar tahu bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah, sehingga jika ia sudah mengucapkan syahadah namun masih menyembah atau mengimani Tuhan yang lain maka syahadahnya batal.

  2. Membenarkan yang Haq (tidak ragu) QS. Al Hujurat : 15. Orang mukmin adalah orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya, kemudian tidak ragu-ragu (tidak ada keraguan). Berjihad/berjuang dengan hartanya dan jiwanya di jalan Allah mereka itulah orang-orang yang benar. 3)Ikhlas QS. Al Bayyinah : 5

Kembali kemakna istilah kafir, dalam Al Qur’an pun cukup jelas diterangkan tentang makna kafir ini diantaranya adalah :

  1. Jika seseorang itu menyamakan Allah dengan Al Masih putra Maryam .

    Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam”. Katakanlah: “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi kesemuanya?”. Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Surat Al-Ma’idah Ayat 17

  2. Jika mengatakan Allah yang tiga (Bapak, anak, roh khudus).

    Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. Surat Al-Ma’idah Ayat 72

  3. Orang yang mata hatinya dalam keadaan tertutup (tidak mampu) dari memperhatikan tanda-tanda (kebesaran) Allah dan mereka tidak sanggup mendengar dan balasannya adalah jahannam.

    dan Kami nampakkan Jahannam pada hari itu kepada orang-orang kafir dengan jelas,
    yaitu orang-orang yang matanya dalam keadaan tertutup dari memperhatikan tanda-tanda kebesaran-Ku, dan adalah mereka tidak sanggup mendengar. Surat Al-Kahf Ayat 101

    Maksudnya bila seseorang benar-benar menutup hatinya tentang kebenaran Islam, ia tidak sensitif terhadap tanda-tanda yang ada di muka bumi ini, dan parahnya tidak mau mendengar nasehat.

Jika ketiga ciri ini melekat dalam diri seseorang maka dialah yang disebut kafir (dan dapat digolongkan pada kaffir dzimmi karena sampai kapanpun mereka ini akan membenci islam dan memusuhi islam).

Kafir kategori ini didukung pada QS. 22 : 46, 2: 6-7, QS. 64 : 11, QS. 3 : 119, 3 : 113-114, QS. 2 : 62, dan sebagai penutupnya QS. 3 : 85

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. Surat Ali 'Imran Ayat 85

Dalam Islam kelompok kafir ada 3 golongan :

  1. Golongan yang berdamai dan membuat perjanjian,

  2. Golongan yang berperang-termasuk orang munafik wajib untuk diperangi, karena sangat berbahaya dalam menghancurkan fikrah dan keberadaan Islam. Walau bukan kafir tapi ia wajib untuk dimusuhi,

  3. Golongan yang dilindungi (ahluz-zimmah)-termasuk ahlul kitab, dan ahlul kitab yang mau beriman. Dan ketika

Maraoji’ : Al Qur’anul Karim, Ma’alim Fit Thoriq Sayyid Qutb, Allah Jalla Jallaluh Said Hawwa, Materi Kajian Tauhid Ahlussunnah Waljamaah, Makna Syahadah dari materi tarbiyah dzatiyah

Kafir berasal dari kata kufur, dan pelakunya disebut kafir, yaitu menutupi atau menyembunyikan, sehingga tidak kelihatan lagi. Prof Dr. Hamka menjelaskan kufur kepada pengertian yang dalam, bahwa didalam hati seseorang masih mempunyai tempat untuk menerima kebenaran, atau lebih tegas lagi didalam hati tiap-tiap manusia itu ada ruang untuk mengakui kebenaran. Tetapi ruang tersebut yang harusnya bisa terbuka dengan baik itu ditutupinya, dikemukakan berbagai alasan kebenaran dengan berbagai macam cara.

Kafir adalah orang yang tidak percaya kepada Allah dan Rasulnya. Kufur secara bahasa adalah tertutup atau terselubung, sedangkan menurut istilah ialah sesuatu yang menjadikan seseorang berhak mendapatkan siksa besar.

Kufur itu adalah jahil, bahkan jahiliyaḧ hakiki itu adalah kufur. Kufur itu adalah suatu kedzaliman yang paling besar dan paling jahat. Bahkan kufur juga suatu penentangan, pengingkaran dan kekejian yang dilakukan terhadap peraturan Allah.

Ditambahkan oleh Hamka bahwa orang-orang kafir adalah mereka yang menolak kebenaran.

Makna kufur dalam pengertian kedua, banyak dikuatkan oleh adanya bukti-bukti tentang karakteristik yang digambarkan dalam al-Qur’an. Sebagaimana digambarkan dengan hati yang membatu, hati yang tertutup, terkunci, hati yang cacat, seperti binatang ternak, dungu, buta dan tuli.

Secara terminologi, kufur memiliki makna bervariatif, diantaranya bermakna menutupi, menghapus, dalam konteks al-Qur’an kata kerja lampau kata kufur kepada komunitas kafir makkah dan jika dikaitkan dengan literatur pra-Islam, istilah kufur lebih mengarah pada konotasi tidak bersyukur atau tidak berterima kasih, sehingga kata kafir menurut asalnya sebagai lawan kata syakir yakni orang yang berterima kasih.

Dalam konteks Islam, salah satu dasar keimanan adalah bersyukur sebagai konsekuensi dari sifat Tuhan yang pemurah dan pengasih terhadap segenap ciptaannya. Kata kafir yang berarti orang yang tidak percaya pada Tuhan atau lawan dari mu’min,tidak dapat dibantah bahwa kategori kata kufur mengandung aspek penting tentang keimanan. Dalam konteks ini, seorang kafir berarti seorang yang mengingkari terhadap karunia Tuhan. Sikap tidak berterima kasih yang berkaitan dengan rahmat dan kebaikan Tuhan diekspresikan dengan ungkapan yang paling radikal yaitu “mendustakan” Tuhan, rasul-Nya, dan wahyu Ilahi. Yang jelas, setelah lahirnya Islam pengertian kufur semakin berkembang namun dalam konteks keagamaan Islam pengertian kufur ini adalah lawan dari al-Ĩmãn (iman), berarti menolak atau menutupi kebenaran dari Allah yang disampaikan oleh Rasulnya.

Didalam buku berjudul “Landasan-landasan Iman” menjelaskan kufur (kekafiran) kepada dua macam yaitu, kufur besar (akbar) dan kufur kecil (asghar).

  • Ke-kufur-an besar ialah kufur yang mengakibatkan (seseorang) kekal selamanya didalam neraka.
  • Kufur kecil (asghar) ialah yang menyebabkan pelakunya berhak mendapatkan ancaman (azab) yang dahsyat, walaupun tidak kekal abadi (didalamnya).

Allah berfirman QS. An-Nisa’: 136

“Dan barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab- kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”.

Sedangkan yang dimaksud dengan kufur amaliyah ialah tidak mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepadanya (kufur asghar).

Allah berfirman dalam QS. Luqman: 12

“Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".

Term-term Kufur

Term-term kufur tersebut terulang sebanyak 525 kali dalam al-Qur’an, meskipun tidak seluruhnya merujuk kepada arti kufur secara istilah (terminologi), namun semuanya dapat dirujukkam kepada makna kufur secara bahasa. Term-term kufur yang tidak mempunyai keterkaitan makna dengan kufur secara istilah tetapi berhubungan erat dengan arti kufur secara bahasa antara lain:

  • Kaffara-yukaffiru-takfir yang berarti menghapuskan, mnghilangkan.

  • Kaffaraḧ - yang berarti denda penebus dosa atau kesalahan tertentu.

  • Kafur yang pada dasarnya berarti kelopak yang menutupi buah, tetapi al-Qur’an term yang muncul satu kali dalam QS. al-Insan ayat 5 ini, diartikan sebagai nama mata air di syurga yang airnya putih, baunya sedap dan enak rasanya.

  • Term kuffar (bentuk plural dari kafir) yang terdapat dalam QS. al-Hadid ayat 20, secara kontekstual berarti petani-petani. Dalam pengertian secara, lisãnul ‘arab menambahkan bahwa petani adalah kafir karena ia menggali tanah untuk menanam sesuatu yang kemudian menutupinya.

Term-term tersebut diatas sebagaimana Harifuddin Cawidu didalam bukunya menjelaskan bahwa term-term kufur tersebut dirujukkan kepada arti “menutupi” yaitu menjadi bukti esensi kufur dalam al-Qur’an adalah menutup-nutupi nikmat dan kebenaran, baik dalam kebenaran dalam arti Tuhan (sebagai sumber kebenaran) maupun kebenaran dalam arti ajaran-ajaran-Nya yang disampaikan melalui rasul- rasul-Nya.

Dilihat dari segi bentuknya, term-term kufur dalam al-Qur’an muncul dalam enam kata jadian (ishtiqaq), yaitu: fi‘l maḍi (kata kerja yang menunjuk waktu lampau), fi‘l muḍari‘(kata kerja yang menunjukkan waktu kini dan atau akan datang), fi‘l amr (kata kerja yang mengandung perintah), ism fa‘il (kata kerja yang mengandung kata arti pelaku), dan bentuk al-Mubalaghaḧ (bentuk kata benda jadian yang menunjuk penekanan, penegasan atau pergandaan sifat dari obyek yang disifati).

  • Term kufur dalam bentuk kata kerja lampau (maḍi)

    Term kufur dalam bentuk kata kerja lampau (maḍi) dari satu segi, mengandung makna bahwa obyek yang ditunjuk adalah orang-orang yang telah berbuat kufur, baik umat terdahulu (sebelum datangnya muhammad SAW) maupun yang hidup dizaman turunya al-Qur’an, al-Tabata’i menegaskan sebagaimana yang dikutip oleh Harifuddin Cawidu bahwa term al-Ladzĩna kafaru (orang-orang kafir yang ditunjuk dengan kata kerja maḍi) dalam al-Qur’an merujuk kepada orang- orang kafir Mekkah, kecuali jika ada qarinaḧ (dalil isyarat) yang menunjuk lain dari mereka.

    Sebaliknya term al-Ladzĩna ãmanũ (orang-orang yang beriman ditunjuk dengan kata kerja maḍi) merujuk kepada al-Sabiqũn al-Awwalũn (orang yang pertama masuk Islam) kecuali jika ada qarinaḧ yang menunjuk lain dari mereka. Sebagaimana yang diungkapkan oleh al-Tabata’i.

    Harifuddin Cawidu menegaskan bahwa pendapat al-Tabata’i tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa ayat-ayat yang mengandung term al-Ladzĩna kafaru memang banyak yang menunjuk kaum kafir Mekkah, baik eksplisit maupun implisit. Mereka mendapat sorotan dan kecaman dalam al-Qur’an karena merekalah musuh utama yang dihadapi oleh nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya.

    Selain orang-orang kafir Mekkah, term kufur dalam bentuk maḍi juga merujuk kepada umat-umat terdahulu yang ingkar kepada Allah dan membangkang kepada rasul-rasul yang dikirim kepada mereka. Seperti yang diceritakan dalam QS. Ibrahim: 9, QS. al-Ma`idah: 78, al-Saff: 14. Ditinjau dari hal ini bahwa term kufur yang terbentuk dari kata kerja maḍi jauh lebih banyak dibandingkan term-term kufur lainnya. Kisah dan peristiwa kaum kafir dahulu kala adalah justru sebagai tamtsil dan peringatan terhadap kaum Muhammad SAW.

    Term kufur yang terbentuk dari fi‘l maḍi menggambarkan kekafiran yang sangat beragam, yang paling dominan adalah kekafiran dalam arti pengingkaran dan pendustaan terhadap Allah, rasul-rasul-Nya, ayat-ayat-Nya dan hari kemudian. Pengingkaran terhadap nikmat Allah adalah bentuk kufur lain yang diungkapkan dengan kata kerja maḍi. Sebagaimana juga dalam kamus lisãn al-‘Arab menegaskan bahwa kafir juga bermakna pengingkaran terhadap nikmat-nikmat Allah, yaitu yang tujukan kepada term juhud.

    Sebagaimana QS. Luqman: 12, mengaskan bahwa yang mensyukuri nikmat tuhan adalah sama halnya dengan mensyukuri dirinya sendiri. Mengandung arti bahwa akibat baik dari kesyukurannya itu kembali kepada dirinya sendiri dan bagi yang mengkafiri nikmat Tuhan adalah tiada mendatangkan efek apapun terhadap Allah karena Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji. Kekafiran dalam bentuk juhud adalah sangat berbahaya, pertama adalah karena pelaku tersebut menyadari apa yang diingkarinya adalah kebenaran. Yang kedua adalah pelaku benar-benar tidak mengetahuinya.

    Kekafiran dalam bentuk syirik juga diungkap dalam term kufur menggunakan kata kerja maḍi. Dijelaskan juga dalam lisãn al-‘Arab menjelaskan tentang ke-kufur-an adalah lawan dari iman, atau mengaku beriman kepada Allah namun juga beriman kepada taghut (beriman kepada selain Allah) atau mengerjakan amalan bukan seperti yang disyari‘atkan oleh Allah.

    Syirik adalah mempersekutukan Allah dengan makhluk-Nya yang menjadikan makhluk tersebut sebagai Tuhan yang disembah atau sebagai penolong, jenis kekafiran ini sebagaimana yang diungkapkan dalam QS. al-Mu’min: 12, QS. ali-Imran: 151, QS. al-Kahfi: 102 dan lain-lain.

    Bentuk kekafiran lain yang diungkap dengan term kufur yang menggunakan kata kerja maḍi adalah kufur nifaq, yaitu merupakan jenis ke-kufur-an yang tidak diampuni oleh Allah dan mengampuni selainnya dengan segala kehendak- Nya.

    Nifaq adalah sikap bermuka dua yang diperlihatkan oleh orang-orang kafir. Secara lahir mereka mengaku beriman tetapi secara bathin mereka tidak beriman, bahkan berupaya menghancurkan Islam dan umatnya. Hal ini sebagaimana dalam QS. at-Taubaḧ: 54, 74, 80 dan 84, QS. al-Aḥzab: 25, QS. al-Hasr: 11 dan sebagainya.

    Selain mengungkap bentuk-bentuk kekafiran, term-term kufur dalam bentuk kata kerja maḍi, juga menerangkan watak-watak dan karakteristik orang-orang kafir, misalnya :

    • Orientasi dan tujuan hidup yang hanya tertuju kepada dunia QS. al- Baqarah: 212,
    • Menjadikan setan dan taghut sebagai Tuhan, penolong dan teman karib QS. al-Baqarah: 257 dan QS. al-Nisa’: 51 dan 76,
    • Memiliki watak sombong dan angkuh serta rasa superioritas QS al-Ahqaf: 10,
    • Tidak mengambil i‘tibar dan pelajaran dan sunnat-Allah di alam ini QS. al-Baqarah: 26, al-Anbiya’: 30 dan lain sebagainya.

    Karena sifat-sifat itulah, mereka diserupakan dengan binatang gembala yang tidak mengerti seruan pengembala. Mereka di anggap bisu, tuli, buta dan tidak berakal S. Al-Baqarah: 171.

  • Term kufur yang menggunakan kata kerja fi‘l muḍari‘

    Jenis yang diungkap dalam bentuk kata kerja fi‘l muḍari adalah kekafiran terhadap nikmat-nikmat Allah. Sebagaimana ditegaskan dalam QS. al-Ra`du: 30, ditegaskan bahwa orang yang ingkar terhadap nikmat Allah adalah sama halnya mengingkari kepada pemberi nikmat (Allah). Larangan mengingkari nikmat Allah beriringan dengan perintah untuk mensyukuri nikmat Allah sebagaimana ditegaskan dalam QS. al-Baqaraḧ: 152.

    Harifuddin Cawidu menyimpulkan bahwa sebagaimana dalam suatu kaedah tafsir disebutkan bahwa larangan terhadap sesuatu adalah berarti perintah untuk melakukan yang sebaliknya (mensyukuri nikmat Allah).

    Dalam hal ini bahwa kufur adalah pilihan, begitu juga dengan syukur (beriman), adalah hak asasi manusia untuk memilih jalan keduanya, tiada paksaan untuk menjadi beriman juga tiada pula paksaan untuk menjadi kufur, hal ini juga dimuat dalam kamus lisãn ‘Arab bahwa kufur juga bermakna kebebasan. Hal ini dapat dilihat pada QS. al-Baqarah: 256, QS. Yunus: 99 dan al-Kahfi: 29. Namun dapat dipahami bahwa ayat-ayat tentang larangan ke-kufur-an secara implisit muncul dalam bentuk ancaman-ancaman ataupun laknat bagi pelaku kafir.

    Begitu juga sebaliknya, perintah untuk beriman yang berulang kali dalam al-Qur’an, dapat dilihat sebagai petanda kerahmatan Tuhan, yang berwujud ajakan kepada hamba- hamba-Nya untuk menempuh jalan yang di ridhoi-Nya agar mereka memperoleh kebahagiaan. Sebagaimana ditegaskan dalam QS. al-Baqarah: 19, 89, al-Nisa’: 46, at-Taubaḧ: 49, al-Ankabut: 54 dan lain sebagainya.

    Perlu diketahui juga bahwa term kufur dengan pemakaian kata muḍãri‘ dalam penerapannya kata kerja ini tidak selalu menunjuk kepada peristiwa yang sedang atau akan terjadi. Terkadang peristiwa yang sudah berlalu diungkap kembali dengan kata kerja muḍãri‘.

    Dalam hal ini terdapat satu kaedah yang mengatakanbahwa ungkapan seperti itu adalah untuk menggambarkan salah satu dari dua hal yaitu keindahan atau kejelekan peristiwa itu, sebagaimana dalam QS. ali-Imran: 21.

    “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi yang memamg tak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, Maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih”.

    Dalam hal ini sebagaimana disimpulkan oleh Harifuddin Cawidu bahwa peristiwa tersebut merupakan perbuatan kufur dan perbuatan membunuh Nabi-nabi Allah pada masa lalu diungkap dalam bentuk kata kerja muḍãri‘ dengan maksud untuk untuk mengungkapkan betapa jelek dan sadisnya perbuatan itu.

    Selain daripada itu harus diketahui bahwa, dari sekian banyak pengulangan term kufur dalam bentuk muḍãri‘, lima kali diantaranya muncul dalam bentuk pertanyaan yang mengandung keheranan. Ayat-tersebut mempertanyakan, mengapa sampai manusia menjadi kafir, padahal banyak sekali bukti-bukti yang secara gamblang menunjuk eksistensi dan kekuasaan Allah hal ini dapat dilihat dalam QS. al-Baqarah: 28, QS. ali-Imran: 70, 98 dan 101, dan QS. Fuṣṣilat: 9.

    Harifuddin Cawidu menyimpulkan dalam hal ini al-Qur’an ingin menegaskan bahwa, sebenarnya, tidak ada alasan yang dapat dibenarkan bagi manusia unutk menjadi kafir.

  • Term kufur yang menggunakan kata kerja fi‘l amr

    Term kufur yang emnggunakan kata kerja bentuk fi‘l amr, merupakan kata kerja yang berbentuk perintah, dapat dipahami dalam hal ini bahwa bukan berarti Allah yang memerintahkan kepada manusia untuk menjadi kafir. Tetapi merupakan perintah dari makhluk kepada sesama untuk menjadi kafir. Sebagaimana dijelaskan oleh Harifuddin Cawidu bahwa hal ini berkaitan dengan ulah setan yang memerintahkan manusia untuk menjadi kafir, QS. al-Hasr: 15. Dalam ayat itu juga sekaligus perandaian bagi orang-orang munafik yang tidak pernah konsisten antara ucapan dengan perbuatan mereka. Kemudian pada QS. ali- Imran: 72 berkenaan dengan sekelompok Yahudi yang berusaha mempengaruhi orang Islam agar murtad dari Islam.

    Hal ini sebagaimana Harifuddin Cawidu menyimpulkan bahwa dari dua ayat yang mengandung term kufur dalam bentuk amr diatas dapat dipahami bahwa kekafiran bisa terjadi karena pengaruh luar, dimaksudkan disini adalah hasutan setan ataupun karena ajakan sesama manusia. Setan adalah makhluk Tuhan yang memang dicipta dengan tabiat jahat. Seluruh daya upayanya diarahkan pada penjerumusan manusia kejurang kesesatan. Sedangkan ajakan manusia merupakan salah satu bentuk pengaruh lingkungan yang dapat mempengaruhi akidah sesorang.

    Term kufur dalam bentuk maṣdar perbedaannya dengan kata kerja biasa (fi‘l) adalah bahwa pada maṣdar, kejadian atau peristiwa itu tidak terikat dengan waktu tertentu. Sedangkan pada fi‘l, kejadian tersebut dikaitkan dengan salah satu dari tiga waktu (lampau, kini dan akan datang). Dengan kata lain bahwa maṣdar adalah perubahan kata kerja menjadi kata benda (abstrak) setelah ditelanjangi dari unsur waktu. Term kufur dalam bentuk maṣdar (kata benda abstrak, infinitif) muncul dalam al-Qur’an sebanyak 41 kali, dengan kata kufr, tiga kali dengan kata kufur dan satu kali dengan kata kufran.

    Dari sekian banyak pengulangan itu, sebahagian besar diantaranya berisi penegasan tentang iman sebagai lawan dari kufur. Dalam hal ini kufur diperhadapkan dengan iman sebagai dua hal atau atribut yang berlawanan dan tidak dapat dipertemukan. Dari pernyataan itu sebagaimana Harifuddi Cawidu menyimpulkan bahwa bentuk kata kufur dalam al-Qur’an lebih banyak berkonotasi pengingkaran dan pendustaan terhadap Allah dan ajaran-ajaran-Nya sebagai lawan dari iman. Sebagaimana diatas dapat dilihat dalam QS. al-Baqarah: 108, QS. ali- Imran: 177 dan QS. at-Taubaḧ: 23.

    Adapun term kufur yang berbentuk maṣdar dengan kata kufur muncul tiga kali dalam al-Qur’an, secara tekstual terkadang berkonotasi pengingkaran terhadap Allah dan ayat-ayat-Nya (QS. al-Isra’: 88 dan 89) dan terkadang berkonotasi terhadap pengingkaran terhadap nikmat-nikmat-Nya (QS. al-Furqan: 50). Sedangkan term kufur dari bentuk maṣdar dari kata kufran yang hanya muncul satu kali dalam al-Qur’an (QS. al-Anbiya’: 94), secara tekstual berkonotasi kufur nikmat.

  • Term kufur yang terbentuk dari ism al-fa‘il

    Term kufur yang terbentuk dari ism al-fa‘il muncul sebanyak 175 kali. Dari bentuk pengulangan tersebut sebanyak 23 kali muncul dalam bentuk tunggal, yaitu dengan term: kãfir, kãfiraḧ, kãfur dan kaffar. Dua term terakhir adalah bentuk mubalaghaḧ dari kata kãfir. Sedangkan selebihnya (152 kali) muncul dalam bentuk plural, yaitu term: kãfirũn, kãfirĩn, kuffãr, kafaraḧ dan kawafir.

    Harifuddin cawidu didalam bukunya menjelasan bahwa dari bentuk ism fa‘il tersebut menunjukkan tiga hal sekaligus yaitu adanya peristiwa, terjadinya peristiwa dan pelaku peristiwa. Dengan demikian suatu pekerjaan atau peristiwa yang diungkapkan dengan bentuk ism fa`il mengandung ungkapan yang lebih komplit dibanding jika diungkap dalam bentuk lain.

    Dalam hal ini juga dapat dikatakan bahwa term kufur yang terbentuk dari ism fa‘il adalah kekafiran yang sudah mendarah daging pada diri pelakunya, meskipun belum begitu valid untuk diterapkan pada semua bentuk ism al-Fa‘il dalam al-Qur’an. namun secara umum hal tersebut dapat diterima. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. an-Nisa’: 151, QS. az-Zumar: 32 dan lain-lain. Sedangkan dalam bentuk mubalaghaḧ baik dengan kata kaffar maupun kata kafũr lebih mempertegas lagi tentang kekafiran orang-orang kafir itu (QS. al-Haj: 38, QS. Luqman: 32, QS. al-Isra’: 27, QS. al-Baqarah: 276, QS. az-Zumar: 3, QS. Qaf: 24 dan lain-lain).

    Kemudian bila ditinjau dari kandungannya, term-term kufur dalam bentuk ism fa‘il mempunyai makna yang bervariasi. Yang terbanyak adalah kufur inkar yang mencakup pengingkaran terhadap Allah, pendustaan terhadap rasul-rasul-Nya, ayat-ayat-Nya dan hari kemudian. Bentuk kekafiran lainnya sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Harifuddin Cawidu adalah pengingkaran terhadap nikmat- nikmat Allah, kufur nifaq, kufur syirk, dan kufur riddaḧ.

    Selain membawa informasi mengenai bentuk-bentuk kekafiran, ayat-ayat yang mengandung term-term kufur dalam bentuk ism fa‘il secara tekstual juga berisi informasi mengenai sifat, watak dan ciri-ciri orang kafir. Diantara ciri-ciri itu adalah:

    • Bersikap sombong, ingkar dan membangkang terhadap kebenaran (QS. al- Baqaraḧ: 34, QS. Sad: 74, QS. az-Zumar: 59, QS. az-Zukhruf: 30, QS. as-Saff: 8),
    • Mengolok-olok rasul-rasul Allah dan menuduh mereka sebagai tukang sihir (QS. Yunus: 2, QS. al-Anbiya’: 36, QS. Sad: 4, QS. az-Zukhruf: 30),
    • Menghalangi orang dari jalan Allah (QS. al-A’raf: 45, QS. Hud: 19, QS),
    • Membuat kebohongan- kebohongan terhadap Allah (QS. al-A’raf: 37, QS. al-Ankabut: 68, QS.az-Zumar: 32),
    • Lebih mencintai dunia dari pada akhirat (QS. an-Nahl: 107),
    • Bakhil dan menyuruh orang berbuat bakhil (QS. an-Nisa’: 37),
    • Makan riba dan makan harta orang secara batil (QS. an-Nisa’: 161),
    • Memandang baik perbuatan jahat yang mereka lakukan (QS. al-An`am: 122) dan lain sebagainya.

    Dari pernyataan diatas Harifuddin menyimpulkan bahwa term-term kufur dalam bentu ism fa‘il membawa informasi yang beragam mengenai bentuk-bentuk kekafiran serta watak dan karakteristik orang-orang kafir. Dan perlu diketahui juga bahwa secara umum ayat-ayat yang mengandung term-term kufur, baik dalam bentuk kata kerja, khususnya maḍi maupun ism fa‘il, berisi informasi mengenai akibat-akibat buruk atau siksa yang akan menimpa orang-orang kafir.83 Informasi mengenai siksa ini, disamping sebagai ancaman terhadap orang-orang kafir, juga sebagai peringatan bagi orang-orang mukmin agar mereka menghindari perbuatan- perbuatan kufur.

    Dijelaskan dalam lisãnul ‘Arab bahwa apabila seseorang tidak melakukan ketentuan atau tidak menegakkan hukum Allah maka mereka telah kafir. Artinya bahwa barang siapa yang masih mempertanyakan (berdalih) tentang syari`at Allah atau bahkan menolak hukum Allah yang diturunkan kepada Nabi serta menuduh bahwa apa yang disampaikan oleh Nabi-nabi Allah adalah bohong maka ia adalah termasuk orang-orang kafir dan mereka adalah kafir. Namun dengan segala Maha kasih sayang Allah, Allah mengampuni orang-orang kafir yang beriman setelah kekafirannya itu.

Kata kafir apabila ditakwilkan adalah sebagai berikut

  1. kaf ك : ini bermakna sebuah kesombongan (ini akar hurufnya)
  2. alif ا : ini huruf tambahan sebagai penguat huruf kaf, maksudnya bahwa kesombongannya berlebihan.
  3. fa ف : ini bermakna ditujukan kepada
  4. ro ر : ini bermakna Maha pengatur (Allah)

Jadi kafir bermakna suatu kesombongan yang berlebihan kepada Allah (sang maha pengatur)

Selain itu, kafir itu artinya tertutup… Banyak diadopsi dalam berbagai bahasa, dan turunan-turunannya… misal:

  • cover : Inggris
  • keeper : Inggris
  • kapir : Indonesia
  • koper : Indonesia
  • keparat : Indonesia

Kalian pernah marah neriakin orang, “DASAR KEPARAT!!”… Nah, berarti kamu pernah mengkafir-kafirkan orang… heuheuheu. Karena kata “keparat” dan “kapir” itu masih serumpun, nenek moyangnya sama.

Kalian mungkin tidak sadar, kalau yang kalian kafir-kafirkan selama ini, sebenarnya tidak tergantung agamanya apa, tapi karena kamu benci/marah kamu bilang “keparat!!”… Itu menunjukkan secara “bawah sadar”, kamu beranggapan bahwa kafir itu ditinjau dari segi “kelakuan/akhlak” orang…

Benarkah hanya non-muslim saja yang kafir??.. ataukah kafir itu juga bisa ditujukan kepada yang agamanya islam??..

Kafir ada 2, yaitu:

  1. Kafir indallah, maksudnya kafir menurut Allah
  2. Kafir indannas, kafir menurut manusia

Nah, kafir menurut manusia ini, terdiri dari 2:

  1. Kafir secara aqidah : semisal kafir harbi, dzimmy, mu’ahad, musta’min (spt versi fiqih)
  2. Kafir secara akhlak : ini maksudnya secara aqidahnya islam, tapi perilakunya kafir, pikirannya kafir, hatinya kafir, perbuatannya kafir.

Kafir secara akhlak, ini jarang dibicarakan orang… padahal, walau beragama islam sekalipun, orang bisa kafir secara akhlak, walau mungkin tidak dikatakan kafir secara aqidah.

Kembali ke istilah kafir yang bermakna tertutup, ini maksudnya apa yang tertutup dan bagaimana kronologisnya…?? Saya akan jelaskan…

Di dalam hati manusia itu ada pintu yang bernama pintu mustawa’, pintu ini bisa dalam keadaan terbuka, bisa pula dalam keadaan tertutup (pintu hati ini juga bisa disebut sebagai pintu langit)… Tatkala pintu mustawa dalam keadaan tertutup, maka cahaya Tuhan tidak masuk kedalam qolbu, kemudian qolbu menjadi gelap gulita, hasil akhirnya adalah berkumpulkan sifat2 buruk dalam hati.

Keadaan TERTUTUPnya pintu mustawa inilah yang disebut dengan KAFIR/TERTUTUP.

Siapa yang bisa membuka/menutup mustawa?? Hanya Allah saja yang bisa membuka/menutup mustawa… Hanya Allah saja yang bisa membuka/menutup mustawa… Oleh sebab itulah Allah disebut Maha membolak-balikkan hati.

Dari hal itu, kita bisa memahami bahwasanya istilah KAFIR itu bisa untuk NON-MUSLIM, dan juga bisa untuk yang beragama ISLAM…

  • yang non-muslim bisa kafir secara aqidahnya
  • yang muslim bisa kafir secara akhlaknya
    Baik kafir secara aqidah, maupun kafir secara akhlak sama-sama masuk neraka…

“Yang menggelikan adalah jika ada KAFIR teriak KAFIR”

Makanya, saya tidak berani menuding-nuding orang, ngatain orang sebagai kafir… Bukan kenapa-kenapa, karena saya khawatir jangan-jangan saya juga masih kafir… masih KEPARAT… .