Strategi menurut Jim Lukaszewski (Cutlip, 2009) merupakan tenaga penggerak bagi semua bisnis dan organisasi, tanpa terkecuali. Strategi merupakan faktor intelektual yang membantu organisasi untuk memprioritaskan apa yang mereka lakukan.
Tanpa strategi, tidak ada energi. Tanpa strategi, tidak ada arah. Tanpa strategi, tidak ada momentum. Tanpa strategi, tidak ada dampak.
Sedangkan bila dihubungkan dengan komunikasi, maka strategi komunikasi adalah
merupakan perpaduan perencanaan komunikasi (communication planning) dengan cara manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi (Effendy, 2003).
Untuk mengembangkan suatu strategi komunikasi, maka menurut Cutlip, Center dan Broom (2009), seorang komunikator perlu strategi 7C yang merupakan konsep hubungan masyarakat, dimana konsep ini memberikan pedoman bagi pimpinan untuk strategi komunikasi yang akan dijalankan
1. Credibility (kredibilitas)
Komunikasi dimulai dengan iklim kepercayaan. Iklin ini dibangun dengan kinerja pihak lembaga, yang menrefleksikan hasrat untuk melayani stakeholder dan publik. Penerima harus memiliki kepercayaan pada pengirim dan pandangan yang tinggi terhadap kompetensi sumber subyeknya.
2. Context (konteks)
Program komunikasi harus sesuai dengan kenyataan yang ada di lingkungan. Konteks antara komunikasi dengan kenyataan harus bersifat menegaskan, bukan menyangkal pesan. Komunikasi yang efektif memerlukan lingkungan sosial yang mendukung, yang sebagian besar ditetapkan oleh media berita.
3. Content (isi)
Pesan harus memiliki makna bagi penerimanya, dan terlebih harus sesuai dengan sistem nilainya. Pesan juga harus memiliki keterkaitan dengan situasi penerima. Secara umum, orang memilih informasi informasi yang menjan jikan mereka imbalan terbesar. Konten pesan menentukan audiens.
4. Clarity (kejelasan)
Pesan haruslah disamp aikan dengan sederhana. Penerima dan pengirim harus memiliki kesamaan pemahaman akan pesan tersebut. Masalah yang rumit harus diringkas dalam bentuk tema, slogan atau stereotip yang sederhan dan jelas. Semakin jauh perjalanan yang harus ditempuh suatu pesan, maka pesan itu harus semakin sederhana
5. Continuity dan Consistency (kesinambungan dan kekonsistenan)
Komunikasi merupakan proses tanpa akhir. Komunikasi memerlukan pengulangan untuk mencapai penetrasi. Pengulangan, dengan variasi akan mengkontribusikan baik pembelajaran maupun persuasi. Kisah yang disampaikan juga harus bersifat konsisten.
6. Channels (saluran)
Saluran komunikasi yang sudah ada sebaiknya digunakan, yaitu saluran yang digunakan dan dihargai penerima. Menciptakan saluran yang baru mungkin sulit, butuh banyak waktu, dan mahal. Saluran yang berbeda-beda memiliki efek yang berbeda dan efektif di tahap proses difusi yang berbeda pula. Saluran yang efektif dibutuhkan untuk mencapai publik yang menjadi sasaran organisasi. Setiap orang menghubungkan nilai yang berbeda dengan saluran komunikasi yang berbeda beda pula.
7. Capability of the Audience (kesangupan khalayak)
Komunikasi harus memperhitungkan kemampuan khalayak dalam menangkap pesan. Komunikasi yang paling efektif adalah yang komunikasi yang hanya memerlukan paling sedikit usaha di pihak penerima. Ini melibatkan faktor ketersediaan, kebiasaan, kemampuan membaca, dan pengetahuan awal.