Apa yang dimaksud dengan inflasi ekspektasi?

inflasi ekspektasi atau expected inflation

Apa yang dimaksud dengan inflasi ekspektasi ?

Faktor yang menyebabkan inflasi adalah ekspektasi. Faktor yang menyebabkan inflasi tidak hanya oleh faktor permintaan dan penawaran. Inflasi juga dapat disebabkan oleh ekspektasi para pelaku ekonomi atau yang sering disebut inflasi ekspektasi (Gordon, 2007). Inflasi ekspektasi sangat berperan dalam pembentukan harga dan juga upah tenaga kerja. Apabila para pelaku ekonomi, baik individu, lembaga atau dunia usaha, berpikir bahwa laju inflasi yang terjadi di waktu-waktu yang lalu masih akan terjadi di waktu yang akan datang, maka para pelaku ekonomi akan melakukan antisipasi untuk mengurangi kerugian yang mungkin timbul. Demikian juga pelaku usaha akan memperhitungkan biaya produksi dengan kenaikan tingkat harga seperti pada waktu yang lalu. Contoh : apabila pada waktu-waktu yang lalu rata-rata inflasi sebesar 7%, maka seorang pengusaha akan menaikkan harga jual produknya sebesar 7% pada tahun yang akan datang, meskipun laju inflasi yang akan terjadi mungkin tidak sebesar 7%.

Seorang tenaga kerja atau seorang yang menyewakan rumahnya mungkin akan berperilaku yang sama. Perilaku yang selanjutnya diwujudkan dalam bentuk keputusan-keputusan oleh para pelaku ekonomi tersebut adalah karena adanya ekspektasi yang terbentuk yang didasarkan pada waktu yang lalu. Ekspektasi yang demikian sering disebut ekspektasi inflasi adaptif, yang terbentuk dari peristiwa ekonomi pada periode-periode yang lalu yang diperkirakan masih bertahan hingga kini.

Pembentukan inflasi ekspektasi yang bersifat adaptif (backward expectation) ini dipengaruhi oleh berbagai hal yang antara lain sebagai berikut:

  1. Inflasi permintaan yang persisten di masa lalu
  2. Inflasi penawaran yang besar atau sering terjadi,
  3. Inflasi penawaran yang diperkuat oleh kebijakan moneter yang akomodatif.

Untuk mengurangi dampak ekspektasi inflasi adaptif ini perlu peningkatan kredibilitas (kebijakan) bank sentral. Bank sentral yang kredibel dapat menurunkan ekspektasi inflasi dan mendorong ekspektasi inflasi berdasarkan kondisi ekonomi ke depan (forward looking).

Ekspektasi inflasi juga dapat disebabkan oleh ekspektasi pelaku ekonomi yang didasarkan pada perkiraan yang akan datang akibat adanya kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah pada saat ini. Misalnya, dengan adanya kebijakan moneter ketat yang dilakukan oleh otoritas moneter pada saat ini, pelaku usaha akan mengambil keputusan usahanya didasarkan ekspektasi mereka terhadap dampak kebijakan moneter ketat tersebut pada masa yang akan datang.

Jika masyarakat memperkirakan bahwa dengan adanyakebijakan moneter ketat dan inflasi akan menurun, maka mereka akan mengambil keputusan usahanya berdasarkan perkiraan tingkat inflasi yang akan datang yang diperkirakan akan menurun. Dalam hal ini pelaku usaha mempunyai ekspektasi inflasi yang didasarkan atas kebijakan yang telah dilakukan otoritas moneter pada saat sekarang. Perilaku pelaku ekonomi yang berdasarkan adanya ekspektasi yang terbentuk dan didasarkan pada perkiraan yang akan datang tersebut disebut ekspektasi yang forward looking. Bank sentral mempunyai peran yang besar untuk membentuk ekspektasi tersebut. Kebijakan bank sentral yang kredibel dan konsisten dapat mengarahkan pembentukan ekspektasi inflasi ke depan yang rendah.

Ekspektasi inflasi merupakan determinan inflasi yang berperan penting secara subyektif dalam pembentukan harga dan upah. Jika perusahaan memutuskan kenaikan harga produksinya berdasarkan pengalaman inflasi masa lalu dimana inflasi pada masa lalu masih tetap terjadi atau bertahan, maka perusahaan akan menaikkan harga barang yang diproduksinya meskipun prospek ekonomi tidak menunjukkan tanda-tanda terjadinya tekanan permintaan. Jadi dalam hal ini inflasi yang terjadi terbentuk karena pandangan subyektif dari pelaku ekonomi mengenai apa yang akan terjadi ke depan.

Perilaku pembentukan ekspektasi inflasi ini disebut ekspektasi inflasi adaptif, yang terbentuk dari peristiwa-peristiwa ekonomi di masa lalu yang membuatnya bertahan hingga kini. Pembentukan inflasi ini dipengaruhi oleh:

  1. Inflasi permintaan yang persisten di masa lalu,

  2. Inflasi penawaran yang tinggi dan sering terjadi, atau

  3. Inflasi penawaran yang diperkuat oleh kebijakan moneter yang akomodatif.

Ketiga jenis kejadian inflasi masa lalu tersebut berkontribusi bagi perilaku pembentukan harga yang dianggap normal dalam perekonomian. Jenis inflasi ini disebut juga sebagai built-in inflation, hangover inflation, inertial inflation atau structural inflation. Dari sisi mikro perusahaan, ekspektasi persistensi inflasi dipengaruhi oleh perilaku sejumlah harga yang fleksibel untuk berubah yang bertujuan untuk menyeimbangkan permintaan dan penawaran (market clearing). Di sisi lain harga mempunyai perilaku yang kaku (rigid) untuk turun dalam merespon penurunan permintaan atau biaya.

Ekspektasi inflasi yang terjadi akan berinteraksi dengan spiral harga-upah sehingga dapat memperburuk ekspektasi inflasi dengan membentuk lingkaran setan inflasi yang pada akhirnya akan mendorong inflasi itu sendiri untuk bertahan. Pekerja yang berekspektasi bahwa inflasi akan bertahan atau bahkan meningkat karena prospek kenaikan permintaan dan biaya, maka mereka akan menuntut kenaikan upah nominal untuk mempertahankan upah riil. Jika tuntutan itu berhasil, biaya produksi akan meningkat dan untuk mempertahankan target keuntungan maka pengusaha akan membebankan kenaikan biaya produksi tersebut pada kenaikan harga. Kondisi ini akan mendorong siklus lanjutan spiral harga-upah tersebut.

Kekuatan jalur spiral harga-upah dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu struktur pasar, kekuatan posisi tawar pekerja, dan produktivitas tenaga kerja. Struktur pasar yang semakin kompetitif akan memaksa perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dalam menghadapi tekanan kenaikan biaya sehingga meminimalkan dampaknya terhadap harga produk itu sendiri. Sementara itu, posisi tawar pekerja antara lain dipengaruhi kondisi tingkat pengangguran. Posisi tawar pekerja pada umumnya meningkat dalam kondisi tingkat pengangguran yang rendah. Di samping itu posisi tawar pekerja juga dipengaruhi oleh kemampuan serikat pekerja dan peranan pemerintah dalam memperjuangkan dan menyikapi tuntutan kenaikan upah.

Dampak spiral harga-upah dapat juga dikurangi jika produktivitas tenaga kerja meningkat melebihi kenaikan upah riil sehingga laju kenaikan harga dapat diredam. Dampak negatif perilaku ekspektasi adaptif dan spiral harga-upah terhadap pembentukan built-in inflation dapat dikurangi apabila agen ekonomi menuju perilaku ekspektasi yang forward-looking dengan mengacu pada sasaran inflasi Bank Sentral. Kebijakan anti inflasi Bank Sentral yang kredibel menjadi sangat penting untuk meyakinkan pelaku ekonomi agar mengurangi perilaku pembentukan ekspektasi inflasinya yang adaptif.

Evolusi kredibilitas Bank Sentral ditentukan oleh tiga faktor. Pertama, ketepatan inflasi masa lalu dibandingkan target inflasi. Jalur pembentukan kredibilitas ini lebih berperan untuk agen ekonomi yang lebih berperilaku ekspektasi backward looking. Kedua, perilaku Bank Sentral dalam mencapai target inflasi yang ditetapkan. Mekanisme ini terjadi pada agen ekonomi yang lebih berperilaku forward looking, dimana pelaku ekonomi tidak hanya melihat kinerja pencapaian inflasi tetapi juga menilai prospek pencapaian sasaran inflasi berdasarkan kualitas dan konsistensi kebijakan moneter. Kedua jalur tersebut dapat diperkuat oleh mekanisme penetapan dan pengumuman sasaran inflasi yang jelas.

Untuk memperoleh gambaran bagaimana kebijakan Bank Sentral yang kredibel dapat memperbaiki ekspektasi inflasi pelaku ekonomi sehingga berdampak pada penurunan inflasi, berikut ini disajikan ilustrasi perbandingan kebijakan disinflasi dalam dua kondisi yang sangat berbeda. Pertama, perilaku ekspektasi inflasi pelaku ekonomi yang bersifat adaptif dan kebijakan disinflasi Bank Sentral yang tidak kredibel. Kedua, perilaku ekspektasi inflasi pelaku ekonomi yang bersifat forward looking dan kebijakan disinflasi Bank Sentral yang kredibel. Pada kasus yang kedua, kredibilitas Bank Sentral membuat pelaku ekonomi menetapkan ekspektasi inflasinya kepada sasaran inflasi Bank Sentral.

1. Ekspektasi Inflasi Adaptif dan Bank Sentral Yang Tidak Kredibel
Pada kondisi ini, perilaku ekspektasi adaptif membuat sebagian besar produsen dan pedagang tidak menurunkan laju kenaikan harga sebelum dampak kebijakan Bank Sentral menaikkan suku bunga (memperlambat pertumbuhan uang beredar) terasa pada kondisi likuiditas perekonomian. Akibatnya kebijakan disinflasi berdampak resesi karena pertumbuhan base money (m) yang turun dan inflasi § tetap, menyebabkan pertumbuhan ekonomi (y=m+v-p)³ berkurang sementara sasaran inflasi tidak tercapai.

Keterangan :

E (π) = ekspektasi inflasi

E (i) = ekspektasi suku bunga

m s = money supply

y = pertumbuhan ekonomi

Dampak resesi tersebut akan lebih besar karena terdapat downward price rigidity, misalnya karena perilaku staggered price setting atau coordination failure dalam menurunkan harga. Dalam hal ini sebagian besar produsen/pedagang lebih memilih untuk menurunkan harga secara bertahap, mengurangi produksi, menurunkan biaya atau menunggu pesaingnya menurunkan harga lebih dahulu daripada langsung merespon penurunan permintaan dengan menurunkan harga atau menurunkan laju kenaikan harga secara proporsional. Dalam kondisi ini penurunan inflasi dan pencapaian sasaran inflasi kemungkinan hanya terjadi jika ada penurunan permintaan yang signifikan sebagai akibat dari kebijakan moneter yang sangat ketat. Oleh karena itu disinflasi akan berdampak sangat resesif atau oleh sebagian besar orang dikatakan sebagai disinflasi yang menyakitkan (painful).

Selanjutnya perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut dapat menimbulkan terjadinya inkonsistensi kebijakan disinflasi. Misalnya Bank Sentral kemudian melonggarkan derajat pengetatan kebijakan moneternya untuk mencegah dampak lebih buruk bagi pertumbuhan ekonomi sehingga inflasi meningkat dan sasaran inflasi menjadi semakin sulit dicapai. Kebijakan disinflasi menjadi tidak efektif dan semakin mahal karena pertumbuhan ekonomi jangka pendek akan semakin dikorbankan.

2. Ekspektasi Inflasi Forward Looking dan Bank Sentral Yang Kredibel (Perilaku Penyesuaian Harga Fleksibel dan Simetris)

Pada perilaku ekspektasi inflasi yang bersifat forward looking, maka produsen dan pedagang akan menurunkan laju kenaikan harga dalam mengantisipasi penurunan permintaan yang disebabkan oleh kebijakan Bank Sentral menaikkan suku bunga (memperlambat pertumbuhan uang beredar). Bentuknya dapat berupa penurunan laju kenaikan harga sebelum pengetatan kebijakan moneter atau penurunan laju kenaikan harga yang lebih besar dari penurunan pertumbuhan uang beredar. Perilaku produsen/pedagang tersebut bertujuan mengurangi dampak penurunan konsumsi dari efek substitusi dan kenaikan suku bunga kredit konsumsi dan produksi.

Dari sisi konsumen, ekspektasi inflasi konsumen yang mengacu pada lintasan disinflasi Bank Sentral, akan mengurangi tekanan permintaan pada periode sekarang. Dengan demikian penurunan permintaan tidak hanya disebabkan oleh pengetatan kebijakan moneter tetapi juga oleh perubahan pola konsumsi antar waktu yang menjadi lebih seimbang. Sementara itu dari sisi kebijakan upah, ekspektasi inflasi perusahaan dan pekerja yang mengacu pada sasaran inflasi Bank Sentral akan mengurangi persistensi inflasi dari jalur spiral harga-upah.

Jika kebijakan disinflasi dijalankan secara konsisten, maka dampak pengetatan kebijakan moneter terhadap penurunan likuiditas di sektor riil akan direduksi oleh penurunan harga, sehingga pengaruhnya terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi dapat diminimalkan (disinflasi yang painless).

1 Like