Apa yang dimaksud dengan Inflamasi Kronis?

Inflamasi kronis merupakan inflamasi yang berlangsung lebih lama dari inflamasi akut, dengan durasi dari mingguan hingga bulanan.

Apa yang dimaksud dengan Inflamasi Kronis ?

Radang atau Inflamasi adalah respon pertahanan terhadap jejas seluler pada jaringan berpembuluh darah dan dimaksudkan untuk mengeliminasi penyebab awal dari kerusakan sel maupun nekrosis sel atau jaringan hasil dari perusak asli. Tujuan proteksi dari inflamasi adalah melakukan dilusi, penghancuran atau menetralkan agen berbahaya seperti kuman, bakteri, virus, trauma tajam atau tumpul, suhu sangat dingin atau panas atau terbakar, bahan kimiawi, imunologik yang kemudian akan memperbaiki bagian yang luka.

Inflamasi kronik adalah inflamasi yang durasinya panjang (minggu sampai bulan sampai tahun) pada inflamasi aktif, jaringan yang cedera, dan proses penyembuhan dengan stimulasi.

Inflamasi kronik ini dikarakteristikan sebagai berikut

  • Infiltrasi oleh sel mononuklear, termasuk diantaranya makrofag, limfosit, dan sel plasma

  • Destruksi jaringan, sebagian besar diinduksi oleh produk dari sel- sel yang terinflamasi

  • Perbaikan, keterlibatan proliferasi pembuluh baru (angiogenesis) dan fibrosis.

Inflamasi akut dapat berkembang menjadi inflamasi kronik. Transisi ini terjadi ketika respon akut tidak dapat diselesaikan, bisa oleh karena persisten dari agen perusak atau oleh karena keterlibatan proses normal dari penyembuhan.

Sel-sel dan mediator-mediator inflamasi kronik

Penampilan utama pada inflamasi kronik adalah persistensi, dan hasil dari interaksi kompleks antara sel-sel yang dimasukkan ke dalam daerah inflamasi dan diaktifasikan pada daerah tersebut.

Reaksi inflamasi kronik tidak dapat lepas dari sel-sel dan respon biologi serta fungsi-fungsi mereka, antara lain Makrofag.

Makrofag adalah sel yang dominan terdapat pada inflamasi kronik, merupakan sel-sel pada jaringan yang berasal dari perubahan monosit setelah melakukan emigrasi dari aliran darah.

Makrofag secara normal menyebar secara merata paling banyak di jaringan ikat, dan juga ditemukan pada organ seperti hati (dimana disebut sel Kupfer), limpa, dan nodus limfatikus (disebut sinus histiosit), sistem saraf pusat (sel mikroglial), dan paru-paru (makrofag alveolar). Semua ini disebut sebagai Sistem fagosit mononuklear, atau dahulu sering disebut Sistem reticulo-endothelial.

Pada semua jaringan, makrofag bekerja sebagai penyaring partikel penyebab masalah, mikroba, dan sel tua, yang bekerja baik seperti sentinel untuk memperingatkan komponen spesifik dari sistem imun adaptif (Limfosit T dan B) dalam menstimuli cedera.

Waktu paruh dari sirkulasi monosit sekitar 1 hari, dibawah pengaruh molekul adesi dan faktor kimia, mereka mulai bermigrasi ke daerah cedera selama 24 sampai 48 jam setelah onset dari inflamasi akut. Ketika monosit mencapai jaringan ekstravaskuler, mereka bertransformasi menjadi makrofag, yang memiliki waktu paruh yang lebih panjang dan memiliki kapasitas untuk memfagositosis lebih besar dibandingkan dengan monosit. Makrofag kemudian juga diaktifkan dan menjadi sel yang lebih besar, isi enzim lisosim yang lebih banyak, metabolismenya lebih aktif, dan memiliki kemampuan yang lebih besar untuk membunuh organisme yang ditelan.

Pada gambaran mikroskop cahaya, makrofag terlihat besar, datar, dan berwarna merah muda. Bentuk ini hampir sama pada epitel sel skuamus, dan sel-sel yang gambarannya sering disebut-sebut sebagai sel epiteloid. Sinyal aktifasinya berupa bakteri endotoksin dan beberapa produk mikrobal, sekresi sitokin oleh limfosit T sensitif, variasi mediator yang diproduksi selama inflamasi akut, dan protein ECM seperti fibronektin.

Setelah aktifasi, makrofag mensekresikan variasi biologi akut yang lebar dan fibrosis yang dikarakteristikan sebagai inflamasi kronik. Hasil produknya antara lain

  • Protease asam dan netral. Enzim lain seperti aktivator plasminogen, memperkuat generasi substansi protein inflamasi.
  • ROS dan NO
  • AA metabolit (eicosanoid)
  • Sitokin seperti IL 1 dan TNF, sebaik variasi factor pertumbuhan yang mempengaruhi proliferasi dari sel otot dan fibroblas dan produksi ECM.

Setelah stimulus tadi dieliminasi dan reaksi inflamasi mereda, makrofag mati atau berjalan ke sistem limfatik. Akan tetapi pada daerah inflamasi kronik, akumulasi makrofag persisten, dan makrofag dapat berproliferasi. Pengeluaran kemokin dari derivat limfosit dan sitokin lain adalah sebuah mekanisme penting yang membuat makrofag masuk dan tidak dapat bergerak di daerah inflamasi. IFN-γ dapat juga menginduksi makrofag untuk menjadi besar, sel multinuklead disebut sel raksasa.

Limfosit, Sel Plasma, Eosinofil, dan Sel Mast.

Limfosit bergerak ke beberapa stimulus baik imun spesifik (seperti infeksi) maupun inflamasi non imun mediated (contohnya oleh karena infark atau trauma jaringan). Kedua limfosit T dan B bermigrasi ke dalam jaringan inflamasi menggunakan beberapa dari molekul beradesi sama dan kemokin yang memasukkan leukosit. Limfosit dan makrofag berinteraksi pada jalur bidirectional dan interaksinya berperan penting pada inflamasi kronik. Makrofag menampilkan antigen untuk sel-sel T, memeprcepat molekul membran (disebut kostimulator) dan memproduksi sitokin (notably IL-12) yang menstimulasi respon sel T.

Limfosit T yang sudah diaktifkan, pada gilirannya, menghasilkan sitokin, dan salah satu dari IFN-γ, yang merupakan aktivator kuat dari makrofag, mempromosikan presentasi antigen dan sitokin yang lebih banyak. Hasilnya adalah sebuah siklus reaksi seluler yang menyulut dan menopang terjadinya inflamasi kronik. Sel plasma berkembang dari limfosit B yang diaktifkan dan memproduksi antibodi untuk melawan antigen persisten pada daerah inflamasi atau melawan komponen jaringan yang berubah. Pada reaksi inflamasi kronik yang kuat, akumulasi limfosit, sel- sel presnting antigen, dan sel plasma menganggap tampilan morfologi dari organ limfoid, dan limfonodi yang sama, terdiri dari bentuk baik germinal tengah. Pola organogenesis dari limfoid kadang terlihat seperti sinovium pada pasien artritis rheumatoid lama.

Eosinofil ditemukan pada inflamasi pada daerah yang terinfeksi parasit, alergi. Pengrekrutannya dikendalikan oleh molekul adesi yang seperti digunakan di neutrofil, dan kemokin spesifik dari leukosit atau sel epitel. Granula eosinofil terdiri dari banyak protein dasar, diisi oleh protein kationik tinggi yaitu toksik sampai parasit tetapi juga sel epitel nekrosis.

Sel Mast adalah sel sentenil yang didistribusikan secara luas di jaringan ikat, dan berpartisipasi pada respon inflamasi akut dan kronik. Pada individu atopik (individu yang cenderung memiliki reaksi alergi), sel mast bersama dengan antibodi Ig E spesifik untuk antigen tertentu di lingkungan. Ketika antigen bertemu, sel mas yang beselubung Ig E dipicu oleh keluarnya histamin dan metabolisme AA yang memperoleh perubahan pembuluh darah dari inflamasi akut.

Sel mast yang berlengankan Ig E merupakan pemeran utama pada reaksi alergi, termasuk syok anafilaktik. Sel mast juga menguraikan sitokin seperti TNF, kemokin dan berperan pada peran menguntungkan dari beberapa infeksi.