Apa Yang Dimaksud Dengan Ikhlas Terhadap Allah SWT?

Ikhlas

Apa yang dimaksud dengan Ikhlas terhadap Allah swt ?

Orang yang tidak ikhlas terhadap Allah swt adalah manusia yang kufur, jika diberikan rahmat sesudah tertimpa kesengsaraan atau kesusahan. Mereka membuat tipu daya untuk mengingkari bahwa itu rahmat Allah. Kemudian Allah mengatakan, bahwa Dia lebih cepat mengatur tipu daya dan malaikat tidak lalai untuk mencatatnya.

Orang-orang yang ingkar terhadap nikmat dan rahmat Allah, bagaikan orang yang tengah berlayar di lautan. Pada mulanya bahtera itu berlayar dengan baik dan tenang, hembusan angin yang sejuk dan penumpang menikmati kesenangan dan kegembiraan. Disaat kesenangan sedang mereka rasakan, tiba- tiba datanglah angin badai gelombang yang besar sehingga goncanglah seluruh laut dan bergejolak seluruh permukaannya.

Pada waktu dirasa kematian mengancam mereka dari segala penjuru, maka dengan keadaan terpaksa mereka akan memohon kepada Allah dengan penuh kepasrahan. segala ucapan dan sebutan keluarlah pada saat itu. Tidak ingat kepada yang lain, melainkan Allah semata, benar-benar agama tauhid. Ma’rifah yang tidak bercabang, dengan permohonan yang penuh keikhlasan itu, mereka mengharapkan keselamatan dari bahaya, karena hanya Dia-lah yang sanggup melepaskan mereka dari bahaya tersebut.

Sebagaimana dalam gelombang kehidupan manusia, ketika menusia senang dengan gemerlapnya dunia mereka lupa terhadap zat yang meuberikan kesenangan, dan mereka menganggap bahwa kenikmatan dunia itu atas keberhasilan usaha yang mereka lakukan dan itu tidak ada sangkut pautnya dengan Allah. Dengan kesombongannya, mereka tidak mengakui keberadaan Allah sebagai zat yang memberikan rezeki. Tetapi, apabila kesenangan itu berubah menjadi suatu kesengsaraan, maka barulah mereka akan ingat terhadap Allah. Dan dengan kepasrahannya mereka akan meminta pertolongan kepada Allah untuk diselamatkan dari kesengsaraan. Ayat tersebut termasuk ayat makiyah (sebelum Nabi hijrah) yang berisi seruan-seruan untuk menyembah Allah dengan mentauhidkan- Nya dilakukan dengan ikhlas dan juga beribadah kepada-Nya.

Demikian juga pada surat al-Saffat ayat 40, setelah panjang lebar Allah menerangkan azab siksaan yang akan diterima oleh orang-orang musyrik penolak kebenaran, yang sombong, tidak mau menerima seruan Nabi kepada Tauhid, kemudian datanglah ayat yang menjelaskan adanya pengecualian terhadap orang-orang yang telah dibersihkan.

Datangnya keberhasilan dari Allah ialah karena orang yang bersangkutan sendiri senantiasa berikhtiar berusaha mengadakan pembersihan dalam dirinya dari kemuksiatan-kemuksiatan yang menjurus kepada kemusyrikan. Dan paling utama mereka menyadari dan selalu ingat bahwa dia adalah hamba Allah. Tidak ada tempatnya menyembah dan memuja yang lain, kecuali hanya kepada Allah saja.
Dengan ikhtiar sendirilah yang menyebabkan dirinya jadi bersih. Dan Allah menolong membersihkannya, mensucikannya dari segala bentuk kemusyrikan.

Dan Allah menjanjikan kepada hamba-hamba yang telah ikhlas dalam menyembah dan menjauhi segala kemaksiatan dan kemungkaran itu, dengan mendapatkan kenikmatan berupa surga sebagaimana firrman Allah swt dalam surat al-Tin ayat 5-6;

“Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”.

Demikianlah orang-orang yang bersih dari syirik dan beramal saleh dengan ikhlas karena Allah, akan diberikan oleh Allah pahala yang berupa kenikmatan surga. Sebaliknya bagi orang-orang yang ingkar, maka akan diberikan azab siksaan kepadanya.

Dalam ayat 74, surat al-Saffat, ayat ini senada dengan ayat di atas, bahwa orang-orang yang tidak menyembah Allah akan mengalami kebinasaan, kahancuran. Kecuali terhadap hamba-hamba Allah yang dibersihkan, terlepas mereka dari azab siksaan itu berkat amalan dan kepatuhan mereka. Jiwa mereka telah dibersihkan dari syirik dan penyembahan atau pemujaan kepada selain Allah.

Itulah orang-orang yang mengikuti ajaran tauhid, mereka yang menyembah Allah akan dibersihkan dari syirik dan Allah juga akan menolong untuk mernbersihkannya. Dan Allah akan mernberikan balasan terhadap perbuatannya. Juga pada ayat 128, Allah melindungi hamba-hamba yang dibersihkan. Pada ayat sebelumnya, kaum Nabi Ilyas mendustakan seruan yang disampaikan oleh Nabi Ilyas itu dan mereka terus menyekutukan Allah dengan menyembah berhala. Dengan perbuatannya itu mereka akan dibalas oleh Al1ah diakhirat kelak dengan azab siksaan. Sedangkan bagi orang-orang yang dibersihkan oleh Allah itu, maka mereka akan diselamatkan dari siksa neraka. Karena mereka telah berpegang teguh kepada kalimah A1lah, sehingga mereka akan tidak terseret ke dalam kesesatan. Dan Allah memberikan tempat yang mulia di sisiAllah bersama Nabi-nabi dan Rasul-rasul.

Surat Luqman ayat 32, pada ayat sebelumnya Allah memerintahkan agar manusia memperhatikan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaranNya yang ada di bumi. Yang nyata bagi orang-orang yan sabar dalam menghadapi segala cobaan dan kesukaran, juga bagi orang-orang yang bersyukur baik dalam perkataan ataupun perbuatan disaat-saat ia menerima kenikmatan.

Ayat ini menjelaskan tentang sifat-sifat orang-orang musyrik dengan melukiskan mereka, yaitu apabila orang-orang musyrik penyembah patung itu berlayar ke tengah lautan, kemudian tiba-tiba datang gelombang besar dan menghempaskan bahtera mereka, dan mereka merasa bahwa mereka tidak akan selamat, bahkan akan mati ditelan gelombang, maka disaat itulah mereka kembali kepada fitrahnya, dengan berdo’a kepada Tuhan yang Maha Esa dengan setulus-tulusnya dan tidak ada sesuatupun yang dapat menyelamatkan mereka kecuali Allah semata, seperti yang pernah dilakukan Firaun disaat-saat ia akan tenggelam ke dasar laut. Setelah Allah menerima do’a mereka, menyelamatkan mereka sampai ke darat, maka di antara mereka hanya sebagian saja yang tetap mengakui ke-Esaan Allah, adapun yang lain mereka kembali memperserikatan Allah.

Ikhlas kepada Allah swt bermakna mengajak kita bahwa segala perbuatan hendaklah dijadikan pengabdian kepada Allah. Jangan dicampuri kepada pengabdian yang lain. Menurut Islam, segala amal dan usaha kita di dalam hidup ini, tidaklah terlepas dari pengabdian atau penghambaan. Oleh sebab itu hendaklah dipasang niat yang murni sejak semula. Dalam segala gerak langkah dan aktivitas kita semuanya ditujukan hanya kepada Allah. Semua kalau dilakukan hanya untuk mencari ridha-Nya maka semua itu akan dinilai ibadah.

Bahwa “hanya kepunyaan Allah lah agama yang bersih/murni (dari syirik)” juga menegaskan bahwa Allah itu Satu, Esa, tidak bersekutu dengan yang lain. Dan tujuan pun hanya ditujukan pada zat yang satu yaitu Allah swt. Pada ayat 3 ini lebih menegaskan lagi, bahwa “ketahuilah hanya untuk Allah agama yang murni”. Allah itu Satu. Dia itu tidak bersekutu dengan yang lain. Maka tujuan pun hanya satu, Allah saja. Segala ibadah dan taat hanya karena Allah semat. Itulah yang dirumuskan dengan kalimat “la ila ha il lallah”. Sedang pada ayat lain Allah telah berfirman:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam". (QS. al-Imran: 19)

Kalau tidak Islam tidaklah agama. Agama yang benar hanyalah Islam selain Islam bukan agama. Sebab arti Islam ialah penyerahan diri secara bulat kepada Yang Satu. Maka kalimat Islam, Tauhid, Ikhlas adalah mengandung satu maksud, yaitu tujuan agama yang murni kepada zat Yang Satu, Allah.

Segala gerak keagamaan hendaklah murni, bersih, tidak ada cacat barang sedikit pun, hanya tertuju kepada Allah saja. Aqidah (kepercayaan), ibadah (perhambaan dan persembahan), syari’ah (peraturan atau tatacara) yang dilakukan hendaklah murni, ikhlas kepada Allah. Dengan kalimat “mukhlisina” yang berarti orang-orang yang berhati jujur, murni, maka berjumpalah kata “ikhlas”.

Orang-orang yang telah beriman disuruh tetap pada pendiriannya, walaupun orang-orang kafir benci dan tidak senang. Karena dengan pendirian itu kita hidup dan dengan pendirian itu kita mati, bahkan dengan itu pula kita Akan bangkit kembali. Karena pendirian adalah pertahanan jiwa sebagai muslim.

Allah memberikan bermacam-macam nikmat kepada manusia yang tidak dapat dihitung dan tidak ternilai. Dengan kenikmatan-kenikmatan dari Allah itu, kemudian Allah mengingatkan kepada manusia bahwa semua itu datangnya dari Allah Yang Maha Esa, Allah menyuruh hanba-hamba-Nya agar beribadah kepada Allah dengan semurni-murninya.

Dialah Yang Maha hidup, tiada mati. Adapun selain Dia hidupnya terputus, tidak langgeng. Tidak ada yang patut disembah dengan sebenarnya selain Allah dalam beribadah kepada-Nya serta jangan jadikan bagi-Nya tandingan maupun sekutu-sekutu terhadap apa saja. Dan sebagai hamba Allah, hendaklah memuji Allah karena nikmat-nikmat-Nya yang banyak dan kebaikan yang besar yang diberikan kepada manusia, karena Dialah pemilik segala jenis makhluk, malaikat, manusia maupun jin. Sebagai hamba yang beriman, janganlah memuji sesembahan-sesembahan yang tidak dapat memberi manfaat maupun mudharat kepada dirinya dan orang lain.

Allah memperingatkan kepada orang-orang musyrik. Bahwa kehidupan ini adalah main-main atau senda gurau saja. Apabila mereka mengetahui hakikat hidup dan meresapinya, tentulah mereka tidak akan tersesat. Dan kehidupan akhirat itulah sebaik-baik kehidupan.

Kehidupan orang-orang musyrik penuh pertentangan dan kontradiksi. Hati mereka percaya kepada kekuasaan dan ke-Esaan Allah, tetapi pengaruh dunia dan hawa nafsu mereka menutup keyakinan hati mereka yang benar, sehingga mereka tidak dapat beramal dan mengingat Al1ah dengan ikhlas. Mereka seperti orang yang bingung di dalam kehidupan mereka yang penuh kemusyrikan.

Mereka diibaratkkan Allah swt dengan seorang yang naik kapal, berlayar mengarungi lautan luas. Tiba-tiba datanglah angin topan yang kencang disertai gelombang dan ombak yang menggunung dan kapal mereka dihempaskan gelombang yang besar itu ke sana kemari. Maka timbul ketakutan dalam hati mereka, dan mereka merasa tidak akan selamat dari gelombang yang akan menelan mereka. Disaat itu mereka ingat kepada Allah, dan meyakini bahwa hanya Dia Yang Maha Kuasalah yang dapat menyelamatkan dan melindungi mereka dari hempasan ombak itu. Kemudian mereka mentauhidkan Allah baik dalam hati dan perasaan maupun dalam ucapan.
Pendeknya dalam setiap tindak tanduk mereka waktu itu, mereka kembali kepada fitrah semula, yang mengakui ke-Esaan Allah dan kekuasaan Allah, mereka tidak percaya lagi bahwa Tuhan yang selama ini disembah sanggup melepaskan dan menyelamatkan mereka dari malapetaka yang sedang mengancam. Karena itu mereka berdo’a dan mohon pertolongan kepada Allah saja. Maka Allah mengabulkan permohonan dan do’a mereka yang ikhlas dengan menyelamatkan mereka dari segala bencana. Tetapi setelah mereka terlepas dari malapetaka dan mereka sudah selamat dan aman, kemudian mereka kembali mengingkari Allah swt yang telah menyelamatkannya.

Allah juga menyebutkan dalam firman-Nya tentang perbuatan orang-orang musyrik tersebut:

“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih”.

Begitulah keadaan manusia yang dipesona oleh hidup keduniaan. Dalam hidup sehari-hari mereka tidak ada tujuan yang pasti, tidak ada dasar. Hati mereka lekat kepada dunia, bukan kepada yang menganugerahkan dunia. Dalam kehidupan pada satu waktu tidak akan lepas dari bencana. Karena hidup itu bukan semata-mata untuk kesenangan saja, tanpa ada cobaan. Diwaktu malapetaka menimpa mereka baru ingat kepada Allah dengan tulus ikhlas. Tetapi kalau telah lepas dari bahaya mereka kembali mempersekutukan Allah. Malah ada yang tidak mau mengkui bahwa Allah ikut campur tangan dalam nikmat yang mereka terima. Tetapi semua itu hanya kebetulan saja atau perjuangan yang mereka lakukan.

Demikianlah sifat-sifat yang ada dalam diri orang-orang musyrik dan bisa jadi terjadi diantara orang-orang mu’min.