Definisi Identitas
Menurut Erikson (dalam Corsini, 2002), identitas adalah suatu perasaan tentang menjadi seseorang yang sama, perasaan tersebut melibatkan sensasi fisik dari tubuh, body image, tujuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dimiliki oleh seseorang, suatu perasaan yang berhubungan dengan rasa keunikan dan kemandirian. Marcia (dalam Papalia, 2007) juga telah mendefinisikan identitas sebagai konstruksi diri dan organisasi dinamis atas dorongan, kemampuan, kepercayaan, dan sejarah diri yang berlangsung secara internal. Erikson (dalam Santrock, 2011) berpendapat bahwa identitas merupakan sebuah aspek kunci dari perkembangan remaja. Identitas merupakan potret diri yang terdiri atas banyak bagian seperti identitas karir, identitas politik, identitas agama, identitas intelektual, minat, budaya, kepribadian, dan lain-lain (Santrock, 2011). Identitas juga dapat diartikan sebagai konsep diri yang terdiri dari tujuan, nilai-nilai dan keyakinan seseorang yang memiliki komitmen (Papalia, Olds, & Feldman, 2007)
Berdasarkan pemaparan mengenai “diri ( self )” dan “identitas ( identity )”, dapat diambil definisi mengenai identitas diri yaitu suatu pengakuan dan perasaan yakin akan identitas personal individu yang membutuhkan proses berpikir yang cukup lama dan rumit untuk menjadi seorang “aku” yang berbeda dengan orang lain disekitarnya demi mendapatkan arti atau makna untuk kehidupannya sendiri. Identitas diri juga merupakan suatu kesadaran dan kesinambungan diri dalam mengenali dan menerima kekhasan pribadi, peran, komitmen, orientasi dan tujuan hidup sehingga individu tersebut mampu berperilaku sesuai kebutuhan dirinya dan harapan masyarakat.
Menurut Erikson seseorang yang sedang mencari identitas akan berusaha “menjadi seseorang”, yang berarti berusaha mengalami diri sendiri sebagai “AKU” yang bersifat sentral, mandiri, unik, yang mempunyai suatu kesadaran akan kesatuan batinnya, sekaligus juga berarti menjadi “seseorang” yang diterima dan diakui oleh orang banyak. Lebih jauh dijelaskan bahwa orang yang sedang mencari identitas adalah orang yang ingin menentukan “siapakah” atau “apakah” yang diinginkannya pada masa mendatang. Bila mereka telah memperoleh identitas, maka ia akan menyadari ciri-ciri khas kepribadiannya, seperti kesukaan atau ketidaksukaannya, aspirasi, tujuan masa depan yang diantisipasi, perasaan bahwa ia dapat dan harus mengatur orientasi hidupnya. Identitas diri diartikan pula sebagai suatu persatuan yang terbentuk dari asas-asas atau cara hidup, pandangan-pandangan yang menentukan cara hidup selanjutnya( Desmita, 2005).
Menurut Erikson (1968), identitas diri adalah mengenal dan menghayati dirinya sebagai pribadi sendiri serta tidak tenggelam dalam peran yang dimainkan, misalnya sebagai anak, teman, pelajar, atupun teman sejawat. Identifikasi diri muncul ketika anak muda memilih nilai dan orang tempat dirinya memberikan loyalitasnya, bukan sekadar mengikuti pilihan orangtuanya. Orang yang sedang mencari identitasnya adalah orang yang ingin menentukan siapakah atau apakah yang dia inginkan pada masa mendatang.
Erikson (1968) juga menjelaskan bahwa identitas diri merupakan sebuah kondisi psikologis secara keseluruhan yang membuat individu menerima dirinya, memiliki orientasi dan tujuan dalam mengarahkan hidup serta keyakinan internal dalam mempertimbangkan beberapa hal. Kemudian Erikson menyebutkan istilah pencarian identitas diri sebagai sebuah upaya untuk meneguhkan suatu konsep diri yang bermakna, merangkum semua pengalaman berharga di masa lalu, realitas keyakinan yang terjadi termasuk juga aktivitas yang dilakukan sekarang serta harapan di masa yang akan datang menjadi sebuah kesatuan gambaran tentang ‘diri’ yang utuh, berkesinambungan dan unik (dalam Muus, 1996).
Sedangkan menurut Waterman (1984), identitas berarti memiliki gambaran diri yang jelas meliputi sejumlah tujuan yang ingin dicapai, nilai, dan kepercayaan yang dipilih oleh individu tersebut. Komitmen-komitmen ini meningkat sepanjang waktu dan telah dibuat karena tujuan, nilai dan kepercayaan yang ingin dicapai dinilai penting untuk memberikan arah, tujuan dan makna pada hidup (LeFrancois, 1993).
Kemudian Marcia (1993) juga mengatakan bahwa identitas diri merupakan komponen penting yang menunjukkan identitas personal individu. Semakin baik struktur pemahaman diri seseorang berkembang, semakin sadar individu akan keunikan dan kemiripan dengan orang lain, serta semakin sadar akan kekuatan dan kelemahan individu dalam menjalani kehidupan. Sebaliknya, jika kurang berkembang maka individu semakin tergantung pada sumber-sumber eksternal untuk evaluasi diri.
Dimensi Identitas
Menurut Erikson (dalam Santrock, 2003) identitas melibatkan tujuh dimensi, antara lain:
-
Genetik
Hal ini bekaitan dengan suatu sifat yang diwariskan oleh orang tua pada anaknya. Orang tua sangat mempengaruhi sifat yang akan dimiliki anaknya di kemudian hari. Sifat inilah yang akan memberikan sesuatu yang berbeda antara individu satu dengan individu lainnya, terutama di dalam menjalankan kehidupannya.
-
Adaptif
Identitas adalah penyesuaian remaja mengenai keterampilan-keterampilan khusus, dan bagaimana remaja tersebut dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Sejauh mana keterampilan atau kemampuannya tersebut dapat diterima oleh masyarakat dilingkungan tempat tinggalnya ataukah masyarakat tidak menerima keterampilan yang dimilikinya.
-
Struktural
Hal ini terkait dengan perencanaan masa depan yang telah disusun oleh remaja, atau dengan kata lain remaja telah mempersiapkan kehidupan di masa depannya. Namun bukan berarti tidak ada hambatan dalam menjalankan rencana masa depannya ini. Seringkali apa yang telah direncanakan tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan bisa jadi rencana tersebut mengalami suatu kemunduran (deficit structural) atau bahkan bisa tidak sama sekali terwujud.
-
Dinamis
Proses ini muncul dari identifikasi masa kecil individu dengan orang dewasa yang kemudian dapat membentuk suatu identitas yang baru di masa depannya ataukah sebaliknya, proses identifikasi tersebut tidak berpengaruh pada identitasnya melainkan yang berpengaruh adalah pemberian peran dari masyarakat terhadap remaja.
-
Subjektif atau berdasarkan pengalaman
Individu yang mempunyai pengalaman akan berbeda dengan individu yang sama sekali belum memiliki pengalaman. Erikson (dalam Santrock, 2003) menjelaskan bahwa individu yang telah memiliki pengalaman sebelumnya, individu tersebut akan merasakan suatu kepastian dalam dirinya. Dengan adanya pengalaman maka akan banyak alternatif yang dapat kita jadikan pedoman untuk melangkah dengan lebih yakin ke arah depan atau semakin banyak pengalaman maka akan semakin timbul antisipasi dalam melakukan berbagai hal yang belum kita ketahui secara pasti konsekuensinya.
-
Timbal balik psikososial
Erikson (dalam Santrock, 2003) menekankan hubungan timbal balik antara remaja dengan dunia dan masyarakat sosialnya. Perkembangan identitas tidak hanya terbentuk oleh diri kita sendiri melainkan melibatkan hubungan dengan orang lain, komunitas dan masyarakat.
-
Status eksistensial
Erikson (dalam Santrock, 2003) berpendapat bahwa remaja mencari arti dalam hidupnya sekaligus arti dari hidup secara umum. Dalam hal ini remaja ingin merasakan apa yang dinamakan dengan makna hidup, ingin diakui keberadaanya di dalam masyarakat dengan peran sosial yang dijalankan serta keterampilan yang dimilikinya.