Apa yang dimaksud dengan Hiperbilirubinemia?

image

Hiperbilirubinemia neonatal merupakan peningkatan kadar bilirubin serum pada bayi (neonatus).

Apa yang dimaksud dengan Hiperbilirubinemia ?

Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 stansar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari presentil 90 (lihat gambar dibawah ini.


Gambar Nomogram untuk penunjukan risiko dalam 2.840 bayi baru lahir baik di usia kehamilan 36 minggu atau lebih 'dengan berat lahir 2000 g atau lebih atau 35 minggu atau lebih 'kehamilan usia dan berat lahir dari 2500 g atau lebih berbasis pada jam-nilai spesifik bilirubin serum. Sumber : AAP

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Hiperbilirubinemia menyebabkan neonatus terlihat berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin ( 4Z , 15Z bilirubin IX alpha ) yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit.

Pada kebanyakan bayi baru lahir , hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal , tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sekuele neurologis.

60% dari neonatus yang sehat mengalami ikterus dimana sebagian besar dari kasus ini merupakan bagian dari adaptasi kehidupan ekstrauterin. 7 Di Jakarta tahun 2005 kejadian jaundice sebanyak 14% setiap bayi normal yang lahir secara pervaginam.

Hiperbilirubinemia dapat menyebabkan komplikasi seperti ensefalopati (kernikterus ) walaupun hal tersebut jarang terjadi. Kernikterus terjadi bila kadar serum bilirubin meningkat diatas 18mg%.

Peningkatan total serum bilirubin (TSB) > 324 µmol/L pada neonatus cukup bulan atau mendekati cukup bulan berhubungan dengan 10% mortalitas dan 70% perpanjangan morbiditas.

Etiologi hiperbilirubinemia pada neonatus

Pada keadaan normal kadar bilirubin indirek pada tali pusat 1-3 mg/dL dan meningkat kurang dari 5 mg/dL/24 jam sehingga biasanya baru tampak pada hari kedua dan hari ketiga dan memuncak pada hari kedua sampai ke empat dengan kadar 5-6 mg/dL dan turun tiga sampai kelima dan turun kurang dari 2 mg/dL pada hari ke lima sampai ke tujuh. Ikterus yang berhubungan dengan ini disebut sebagai ikterus fisiologis.

Ikterus dipertimbangkan non fisiologis bila timbul dalam 24 jam pertama kehidupan , kadar bilirubin meningkat lebih dari 0.5 mg/dL/jam, ikterus yang menetapsetelah 8 hari pada bayi aterm atau 14 hari pada bayi preterm.

Hiperbilirubinemia menyebabkan neonatus terlihat berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin ( 4Z , 15Z bilirubin IX alpha ) yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit. Isomer bilirubin ini berasal dari degradasi heme yang merupakan komponen hemoglobin mamalia.

Tabel Penyebab neonatal hiperbilirubinemia

Dasar Penyebab
- Peningkatan produksi bilirubin. - Incompatibilitas darah fetomaternal (Rh, ABO )
- Peningkatan penghancuran bilirubin. - Defisiensi enzim kongenital (G6PD, galaktosemia)
- Perdarahan tertutup
(sefalhematom, memar ), sepsis
- Peningkatan jumlah hemoglobin - Polisitemia ( twin-to-twin tranfusion, SGA )
- Keterlambatan klem tali pusat.
- Peningkatan sirkulasi enterohepatik - Keterlamabatan pasase mukonium, ileus mukonium, Muconium plug syndrome
- Puasa atau keterlambatan minum
- Atresia atau stenosis intestinal.
- Perubahan clerance bilirubin hati. - Imaturitas
- Perubahan produksi atau aktifitas Uridine Diphosphoglucoronyl Transverase. - Gangguan metabolik/ endokrin
- Perubahan fungsi dan perfusi hati ( kemampuan konjugasi ) - Asfiksia, hipoksia, hipotermi, hipoglikemi, sepsis ( juga proses inflamasi )
- Obat obatan dan hormon (novobiasin, pregnanediol )
- Obstruksi Hepatik ( berhubungan dengan hiperbilirubinemia indirek) - Anomali kongenital ( atresia biliaris, fibrosis kistik )
- Stasis biliaris ( hepatitis, sepsis)
- Bilirubin load berlebihan (sering pada hemolisis berat)

Sumber : Blackburn ST

Faktor risiko hiperbilirubinemia

Kadar bilirubin merupakan gejala fisiologis yang dipengaruhi oleh banyak faktor / multifaktorial. AAP ( American Academy of pediatrics) menyatakan terdapat beberapa faktor utama atau faktor risiko mayor penyebab hiperbilirubinemia, diantaranya adalah :

  • Sebelum pulang , kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko tinggi.
  • Ikterus muncul dalam 24 jam pertamakehidupan.
  • Incompatibilitas golongan darahdengan tes antiglobulin direk yang positif atau penyakit hemolotik lainnya ( defisiensi G6PD, peningkatan ETCO).
  • Umur kehamilan 35 -36 minggu.
  • Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi.
  • Sefalhematom atau memar yang bermakna.
  • ASI eksklusif dengan cara dan perawatan yang tidak baik dan kehilangan berat badan yang berlebihan.
  • Ras Asia Timur.

Sedangkan untuk faktor Risiko minor adalah :

  • Sebelum pulang , kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko sedang.
  • Umur kehamilan 37 – 38 minggu.
  • Sebelum pulang neonatus tambak kuning.
  • Riwayat anak sebelumnya kuning.
  • Bayi makrosomia dari ibu DM.
  • Umur ibu ≥ 25 tahun.

Faktor risiko kurang ( Faktor faktor ini berhubungan dengan menurunnya risiko ikterus yang signifikan, besarnya risiko sesuai dengan urutan yang tertulis makin ke bawah risiko makin rendah )

  • Kadar nilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko rendah.
  • Umur kehamilan ≥ 41 minggu
  • Bayi mendapat susu formula penuh
  • Kulit hitam
  • Bayi dipulangkan setelah 72 jam.

Hiperbilirubinemia / Ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning ( Ngastiyah, 1997).

EPIDEMIOLOGI


Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.

KLASIFIKASI


Ikterus neonatorum dibagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis ( Ngastiyah,1997).

1. Ikterus Fisiologis

Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987, Ngastiyah, ):

  • Timbul pada hari ke2 dan ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5 dan ke-6.
  • Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan.
  • Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
  • Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
  • Ikterus hilang pada 10 hari pertama
  • Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu

2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia

Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.

Karakteristik ikterus patologis (Ngastiyah,1997 ) sebagai berikut :

  • Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari ( pada bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir BBLR.
  • Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
  • Bilirubin direk lebih dari 1mg%.
  • Peningkatan bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.
  • Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD, dan sepsis).

Ada juga pendapat ahli lain tentang hiperbilirubinemia yaitu Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

ETIOLOGI


1. Penyebab Ikterus fisiologis

  • Kurang protein Y dan Z
  • Enzim glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.
  • Pemberian ASI yang mengandung pregnanediol atau asam lemak bebas yang akan menghambat kerja G-6-PD

2. Penyebab Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia

a. Peningkatan produksi :

  • Hemolisis, misalnya pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
  • Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
  • Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
  • Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
  • Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
  • Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
  • Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.

b. Gangguan transportasi

Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine, sulfonamide, salisilat, sodium benzoat, gentamisisn,dll.

c. Gangguan fungsi Hati

Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Sifilis, rubella, meningitis,dll.

d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.

e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif, hirschsprung.

PATOFISIOLOGI IKTERUS


Untuk lebih memahami tentang patofisiologi ikterus maka terlebih dahulu akan diuraikan tentang metabolisme bilirubin

1. Metabolisme Bilirubin

Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.

2. Patofisiologi Hiperbilirubinemia

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.

Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu, Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).

TANDA DAN GEJALA

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :

  1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.

  2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis)
    Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.

KOMPLIKASI


Komplikasi dari hiperbilirubin dapat terjadi Kern Ikterus yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV. Gambaran klinik dari kern ikterus adalah :

  • Pada permulaan tidak jelas , yang tampak mata berputar-putar
  • Letargi, lemas tidak mau menghisap.
  • Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya epistotonus
  • Bila bayi hidup, pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
  • Dapat terjadi tuli, gangguan bicara dan retardasi mental.

DIAGNOSIS


Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko itu antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes mellitus, gawat janin, malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal, dan lain-lain.

Secara klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa hari kemudian. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit tampak kehijauan. Penilaian ini sangat sulit dikarenakan ketergantungan dari warna kulit bayi sendiri. Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia yang cukup berarti memerlukan penilaian diagnostic lengkap, yang mencakup penentuan fraksi bilirubin langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) hemoglobin, hitung lekosit, golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan apusan darah tepi.

Bilirubinemia indirek, retikulositosis dan sediaan apusan memperlihatkan petunjuk adanya hemolisis akibat nonimunologik. Jika terdapat hiperbilirunemia direk, adanya hepatitis, fibrosis kistis dan sepsis. Jika hitung retikulosit, tes Coombs dan bilirubin indirek normal, maka mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologis atau patologis.

a. Ikterus fisiologis.

Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah 1 – 3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl /24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2 -3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2 – 4, dengan kadar 5 – 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadar 5 – 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5 – 7 kehidupan.

b. Hiperbilirubin patologis.

Makna hiperbilirubinemia terletak pada insiden kernikterus yang tinggi , berhubungan dengan kadar bilirubin serum yang lebih dari 18 – 20 mg/dl pada bayi aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir rendah akan memperlihatkan kernikterus pada kadar yanglebihrendah(10–15mg/dl).

DIAGNOSIS BANDING


Ikterus yang timbul 24 jam pertama kehidupan mungkin akibat eritroblastosis foetalis, sepsis, rubella atau toksoplasmosis congenital. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3 dan dalam minggu pertama, harus dipikirkan kemungkinan septicemia sebagai penyebabnya. Ikterus yang permulaannya timbul setelah minggu pertama kehidupan memberi petunjuk adanya septicemia, atresia kongental saluran empedu, hepatitis serum homolog, rubella, hepatitis herpetika, anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan dan sebagainya.
Ikterus yang persisten selama bulan pertama kehidupan memberi petunjuk adanya apa yang dinamakan “inspissated bile syndrome”. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi parenteral total. Kadang bilirubin fisiologis dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu seperti pada bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis pylorus.

PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan sesuai dengan waktu timbulnya ikterus,
yaitu :

1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.

Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb:

  • Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.

  • Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)

  • Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD. Pemeriksaan yang perlu dilakukan:

  • Kadar Bilirubin Serum berkala.

  • Darah tepi lengkap (blood smear perifer ) untuk menunjukkan sel darah merah abnormal atau imatur, eritoblastosisi pada penyakit Rh atau sferosis pada inkompatibilitas ABO.

  • Golongan darah ibu dan bayi untuk mengidentifikasi inkompeten ABO.

  • Test Coombs pada tali pusat bayi baru lahir
    Hasil positif test Coomb indirek membuktikan antibody Rh + anti A dan anti B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh+, anti A, anti B dari neonatus )

  • Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu.

2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.

  • Biasanya Ikterus fisiologis.

  • Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.

  • Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.

  • Polisetimia.

  • Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll).

Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan:

  • Pemeriksaan darah tepi.
  • Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
  • Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
  • Pemeriksaan lain bila perlu.

3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.

  • Sepsis.
  • Dehidrasi dan Asidosis.
  • Defisiensi Enzim G6PD.
  • Pengaruh obat-obat.
  • Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.

4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:

  • Karena ikterus obstruktif.
  • Hipotiroidisme
  • Breast milk Jaundice.
  • Infeksi.
  • Hepatitis Neonatal.
  • Galaktosemia

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:

  • Pemeriksaan Bilirubin berkala.
  • Pemeriksaan darah tepi.
  • Skrining Enzim G6PD.
  • Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

PENATALAKSANAAN MEDIS


Berdasarkan pada penyebabnya, maka manajemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia.Pengobatan mempunyai tujuan :

  • Menghilangkan Anemia
  • Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
  • Meningkatkan Badan Serum Albumin
  • Menurunkan Serum Bilirubin

Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat, Menyusui Bayi dengan ASI, Terapi Sinar Matahari

1. Fototherapi ( terapi sinar )

Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg%. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

Cara kerja terapi sinar yaitu menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawaan tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air sehingga dapt dikeluarkan melalui urin dan faeces. Di samping itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltic usus meningkat dan bilirubin keluar bersama faeces. Dengan demikian kadar bilirubin akan menurun.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian terapi sinar adalah :

  1. Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam.

  2. Lampu yang dipakai tidak melebihi 500 jam. Sebelum digunakan cek apakah lampu semuanya menyala. Tempelkan pada alat terapi sinar ,penggunaan yang ke berapa pada bayi itu untuk mengetahui kapan mencapai 500 jam penggunaan.

  3. Pasang label , kapan mulai dan kapan selesainya fototerapi.

  4. Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah; telentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata

Komplikasi fototerapi :

  1. Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan Insensible Water Loss (IWL) (penguapan cairan). Pada BBLR kehilangan cairan dapat meningkat 2-3kali lebih besar.

  2. Frekuensi defikasi meningkat sebagai meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan empedu dan meningkatnya peristaltik usus.

  3. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar ( berupa kulit kemerahan)tetapi akan hilang setelah terapi selesai.

  4. Gangguan retina bila mata tidak ditutup.

  5. Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian lampu dimatikan,terapi diteruskan. Jika suhu terus naik lampu semua dimatikan sementara, bayi dikompres dingin dan diberikan ekstra minum.

  6. Komplikasi pada gonad yang diduga menimbulkan kemandulan.

2. Tranfusi Pengganti

Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :

  • Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.

  • Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.

  • Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.

  • Tes Coombs Positif

  • Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.

  • Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.

  • Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.

  • Bayi dengan Hidrops saat lahir.

  • Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus Transfusi Pengganti digunakan untuk :

  • Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.

  • Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)

  • Menghilangkan Serum Bilirubin

  • Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin

Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

3. Therapi Obat

Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

4. Menyusui Bayi dengan ASI

Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan kecilnya. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice). Di dalam ASI memang ada komponen yang dapat mempengaruhi kadar bilirubinnya. Sayang, apakah komponen tersebut belum diketahui hingga saat ini.

Yang pasti, kejadian ini biasanya muncul di minggu pertama dan kedua setelah bayi lahir dan akan berakhir pada minggu ke-3. Biasanya untuk sementara ibu tak boleh menyusui bayinya. Setelah kadar bilirubin bayi normal, baru boleh disusui lagi.

5. Terapi Sinar Matahari

Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda. Seperempat jam dalam keadaan telentang, misalnya, seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan antara jam 7.00 sampai 9.00.

Inilah waktu dimana sinar surya efektif mengurangi kadar bilirubin. Di bawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup efektif, sedangkan di atas jam sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga akan merusak kulit.

Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena dapat merusak matanya. Perhatikan pula situasi di sekeliling, keadaan udara harus bersih.

Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan yang terjadi pada bayi baru lahir di mana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus. Keadaan ini terjadi pada bayi baru lahir yang sering disebut sebagai ikterus neonatorum yang bersifat patologis atau lebih dikenal dengan hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstra vaskuler sehingga konjungtiva, kulit dan mukosa akan berwarna kuning.

Keadaan tersebut juga berpotensi besar terjadi karena ikterus yang merupakan kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Secara umum bayi mengalami hiperbilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut: adanya ikterus terjadi pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau lebih setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus yang kurang bulan, ikterus disertai dengan proses hemolisis kemudian ikterus yang disertai dengan keadaan berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindroma gangguan pernapasan dan lain-lain.

Dalam memahami gejala atau tanda hiperbilirubinemia yaitu adanya ikterus yang timbul, dan ikterus itu mempunyai dua macam yaitu (1) ikterus fisiologis dan (2) ikterus patologis.

  • Ikterus fisiologis apabila timbul pada hari ke dua dan hari ke tiga dan menghilang pada minggu pertama selambat-lambatnya adalah 10 hari pertama setelah lahir, kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus yang kurang bulan, kecepatan peningkatan kadar bilirubinemia tidak melebihi 5 mg% setiap hari, kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.

  • Ikterus patologis di mana ikterus ini terjadi pada 24 jam pertama, kadar biliruin serum melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan melebihi 12,5 mg% pada neonatus yang kurang bulan, terjadi peningkatan bilitubin lebih dari 5 mg% per hari, ikterusnya menetap sesudah 2 minggu pertama dan kadar bilitubin direk melebihi 1 mg%.

Tanda dan gejala hiperbilirubinemia

Bayi dengan hiperbilirubinemia akan memperlihatkan tanda dan gejala sebagai berikut:

  1. Ikterus pada 24 jam pertama
  2. Ikterus disertai dengan proses hemolisis kemudian ikerus yang disertai dengan keadaan berat badan lahir kurang dari 2000 gram.
  3. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau lebih setiap 24 jam.
  4. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus yang kurang bulan.
  5. Asfiksia
  6. Hipoksia
  7. Sindroma gangguan pernafasan
  8. Pada pemeriksaan fisik: bentuk abdomen membuncit, terjadi pembesaran hati, feses berwarna seperti dempul, dapat ditemukan adanya kejang, opistotonus, tidak mau minum, letargi, reflek moro lemah atau tidak ada sama sekali.

Penatalaksanaan Bayi dengan Hiperbilirubinemia

  1. Foto Terapi
    Merupakan tindakan dengan memberikan terapi melalui sinar yang menggunakan lampu, dan lampu yang digunakan sebaiknya tidak lebih dari 500 jam untuk menghindari turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu.

    Cara melakukan foto terapi:

    1. Buka pakaian bayi agar seluruh bagian tubuh bayi kena sinar.
    2. Tutup kedua mata dan gonat dengan penutup yang memantulkan cahaya.
    3. Jarak bayi dengan lampu kurang lebih 40 cm.
    4. Posisi sebaiknya diubah setiap 6 jam sekali.
    5. Lakukan pengukuran suhu setiap 4-6 jam.
    6. Periksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali dalam 24 jam.
    7. Lakukan pemeriksaan HB secara berkala terutama pada penderita mengalami hemolisis.
    8. Lakukan observasi dan catat lamanya terapi sinar.
    9. Berikan atau sediakan lampu masing-masing 20 watt sebanyak 8-10 buah yang disusun secara paralel.
    10. Berikan ASI yang cukup, yang cara memberikan dengan mengeluarkan bayi tempat dan dipangku penutup mata dibuka dan diobservasi ada tidaknya iritasi.
  2. Tranfusi Tukar
    Merupakan cara yang dilakukan untuk mengkuarkan darah dari bayi untuk ditukar dengan darah yang tidak sesuai atau patologis dengan tujuan mencegah peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Pemberian transfusi tukar apabila kadar bilirubin indirek 20mg%, kenaikan kadar bilirubin yang cepat yaitu 0,3-1mg/jam, anemia berat dengan gejala gagal jantung dan kadar Hb tali pusat 14mg% dan uji coombs direk poisitif.

    Cara pelaksanaan transfusi tukar:

    1. Anjurkan pasien untuk puasa 3-4 jam sebelum transfusi tukar
    2. Siapkan pasien di kamar khusus
    3. Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada bayi.
    4. Tidurkan pasien dalam keadaan terlentang dan buka pakaian pada daerah perut.
    5. Lakukan transfusi tukar sesuai dengan prorap.
    6. Lakukan observasi keadaan umum pasien, catat jumlah darah yang keluar dan masuk.
    7. Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada tali pusat.
    8. Periksa kadar Hb dan bilirubin setiap 12 jam.

    Perawatan Setelah Transfusi
    Dapat meliputi perawatan daerah yang dilakukan pemasangan kateter transfusi dengan melakukan kompres NaCl fisiologis kemudian ditutup dengan kassa steril dan difiksasi, lakukan pemeriksaan kadar Hb dan bilirubin serum setaip 12 jam dan pantau tanda vital.

Masalah keperawatan yang sering muncul pada bayi dengan hiperbilirubinemia

Masalah keperawatan yang sering muncul pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya adalah:

  1. Risiko Tinggi Injuri
    Diagnosis atau masalah keperawatan ini dapat terjadi akibat dampak peningkatan kadar bilirubin dan efek dari transfusi tukar yang dapat merusak otak, masalah keperawatan ini dapat diatasi dengan melakukan intervensi keperawatan di antara: apabila risiko tinggi injuri karena dampak peningkatan kadar bilirubin maka intervensi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut mengkaji dan monitoring terhadap dampak perubahan kadar bilirubin seperti adanya jaundice, konsentrasi urine, letargi, kesulitan makan, reflek moro, adanya tremor, iritabilitas, memonitor Hb dan HCT dan catat penurunan, melakukan fototerapi dengan mengatur waktu sesuai dengan prosedur, dan menyiapkan untuk melakukan transfusi tukar.

    Sedangkan risiko injuri karena efek dari transfusi tukar maka intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut memonitor kadar bilirubin,Hb,HCT sebelum dan sesudah transfusi tukar tiap 4-6 jam selama 24 jam post transfusi tukar, memonitor tekanan darah, nadi, temperaturnya, mempertahankan sistem kardiopulmunary, mengkaji kulit pada abdomen, ketegangan, adanya vomiting, cyanosis, mempertahankan kalori, kebutuhan cairan sampai dengan post transfusi tukar dan melakukan kolaborasi dalam pemberian obat untuk meningkatkan transportasi dan konjugasi seperti pemberian albumin atau pemberian plasma dengan dosis 15-20 ml/kbBB dan albumin biasanya diberikan sebelum transfusi tukar karena albumin dapat mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstra vaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikat lebih mudah keluar dengan transfusi tukar.

  2. Risiko Tinggi Kurangnya Volume Cairan
    Risiko tinggi kekurangan cairan pada hiperbilirubinemia ini dapat disebabkan oleh karena selama tindakan foto terapi, untuk itu tindakan yang dapat dilakukan oleh perawat dalam mencegah terjadinya kekurangan volume cairan adalah sebagai berikut dengan mempertahankan intake cairan dengan menyediakan cairan peroral atau cairan parenteral (melalui intra vena), memonitoring pada out put di antaranya jumlah urine, warna dan buang air besarnya, mengkaji perubahan status hidrasinya dengan memonitor temperatur tiap 2 jam serta mengkaji membran mukosa dan fontanela.

  3. Gangguan Integritas Kulit
    Gangguan integritas kulit pada bayi dengan hiperbilirubinemia ini disebabkan karena kemungkinan efek dari fototerapi yang dapat menyebabkan kulit kering, iritasi pada mata dan lain-lain, untuk mengatasi hal tersebut intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut menutup mata dengan kain yang tidak tembus cahaya, mengatur posisi setiap 6 jam, mengkaji kondisi kulit, menjaga integritas kulit selama terapi dengan mengeringkan daerah yang basah untuk mengurangi iritasi serta mempertahankan kebersihan kulit.

  4. Risiko Tinggi Perubahan Menjadi Orang Tua
    Risiko tinggi perubahan menjadi orang tua ini disebabkan adanya kehadiran anak dengan terjadi batasan atau pemisah dengan anak mengingat bayi dilahirkan dilakukan tindakan di tempat khusus, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: mempertahankan kontak orang tua dengan bayi di ruang fototerapi ke tempat kunjungan orang tua.

  5. Kurangnya Pengetahuan
    Kurangnya pengetahuan pada orang tua ini disebabkan tentang perawatan bayi dirumah, meskipun secara fisologis ikterus pada bayi dapat hilang secara sendiri akan tetapi bayi dengan hiperbilirubinemia membutuhkan tindakan khusus dan orang tua harus diberikan pendidikan khusus pula. intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain: menyediakan informasi yang aktual tentang fisiologi dari penyakit dengan melakukan tanya jawab, klarifikasi salah persepsi menyediakan literatur tentang hiperbilirubinemia, mendiskusikan tanda dan gejala serta mengadakan evaluasi terhadap penjelasan yang telah disampaikan pada orang tua.

Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi kern ikterus. Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Ikterus pada hari ke-2 sampai hari ke-5 dapat disebabkan karena ikterus fisiologik, sepsis darah ekstravaskular, polisitemia sferositosis kongenital, dan bayi prematur karena belum berfungsinya hepar.

Ikterus ditandai dengan berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah >5 mg/dL pada bayi yang mengakibatkan jaudice, warna kuning yang jelas pada kulit, mukosa, sklera dan urin bayi dengan hiperbilirubinemia dapat dikelola dengan efektif dengan cara memantau kadar bilirubin dan terapi sinar/fototerapi.

Hiperbilirubinemia merupakan keadaan bayi baru lahir, dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg/dl pada minggu pertama yang ditandai berupa warna kekuningan pada bayi atau di sebut dengan ikterus. keadaan ini terjadi pada bayi baru lahir yang sering disebut ikterus neonatarum yang bersifat patologis atau yang lebih dikenal dengan hiperbilirubinemia.

Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin dalam jaringan ekstravaskuler sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan tersebut yang berpotensi menyebabkan kern ikterus yang merupakan kerusakaan otak akibat perlengketan bilirubin indirek di otak (Hidayat, 2005).

Hiperbilirubinemia adalah suatu istilah yang mengacu terhadap kelainan akumulasi bilirubin dalam darah. Karakteristik dari hiperbilirubinemia adalah jaundice dan ikterus (Wong, 2007).

Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90%. Ikterus neonatarum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus akan secara klinis tanpak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin dalam darah 5-6mg/dl (Soleh, 2010).

Jenis Hiperbilirubinemia

  1. Hiperbilirubinemia patologis apabila terjadi saat 24 jam setelah bayi lahir, peningkatan kadar bilirubin serum > 0,5 mg/dL setiap jam. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau 14 hari pada bayi kurang bulan dan adanya penyakit lain yang mendasari (muntah, alergi, penurunan berat badan yang berlebihan, dan asupan kurang) (Maharani, 2005).

  2. Hiperbilirubinemia fisiologi merupakan konsentrasi bilirubin plasma meningkat dari nilai normal kurang dari 1 mg/dl menjadi rata-rata 5mg/dl selama 3 hari pertama kehidupan. Kemudian secara bertahap turun kembali ke nilai normal sewaktu hati mulai berfungsi dan keadaan ini berhubungan dengan ikterik ringan (kekuningan) pada kulit bayi dan terutama pada sklera mata selama satu atau dua minggu (Guyton & hall, 2008).

Menurut Ganong (2003) hiperbilirubin merupakan akibat dari bilirubin bebas atau terkonjugasi menumpuk dalam darah, warna kuning, sklera dan membran mukosa menjadi kuning.Biasanya dapat terdeteksi apabila bilirubin plasma lebih besar dari pada 2 mg/dl.

Penyebab hiperbilirubinemia:

  1. Pembentukan bilirubin berlebih (anemiahemolitik)
  2. Penurunan ambilan bilirubin oleh sel-sel hati.
  3. Gangguan konjugasi atau peningkatan protein intra sel.
  4. Gangguan sekresi bilirubin terkonjugasi kedalam kanalikulus biliaris.
  5. Sumbatan duktus biliaris intra atau ekstra hepatik.

Sedangkan menurut Price (2005) ada empat mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus:

  1. Pembentukan bilirubin yang berlebih
  2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh sel hati
  3. Gangguan konjugasi bilirubin.
  4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan ekskresi heparik yang bersifat fungsional atau disebabkan oleh obstruksi mekanis.

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme pertama, Sedangkan mekanisme keempat terutama menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.

Tanda hiperbilirubinemia (jaundice)

Jaundice dan ikterus merupakan keadaan diskolorasi kuning pada jaringan (kulit, sclera, dan lain-lain), yang disebabkan oleh deposisi bilirubin. Jaundice berasal dari bahasa prancis: jaune, yang berarti kuning. Ikterus berasal dari bahasa yunani yaitu: ikteros. Jaundice merupakan tanda dari hiperbilirubinemia (misalnya kadar total kadar bilirubin serum lebih dari 1,4 mg/dl setelah usia 6 bulan: 1 mg/dl) (Juffrie, 2010).

Derajat kuning berhubungan dengan kadar bilirubin serum dan jumlah deposisi bilirubin dalam jaringan ekstravaskuler. Hiperkarotemia dapat menyebabkan kulit berwarna kuning, tetapi sclera akan tetap berwarna putih. Banyak keadaan yang berhubungan dengan neonatal jaundice.Beberapa keadaan ini begitu umum sehingga disebut fisiologis. Sebaliknya jaundice dapat merupakn tanda hemolysis, infeksi ataupun gagal hati.

Secara umum tidak ada bayi yang jaundice sejak lahir, walaupun jaundice akan timbul segera setelahnya. Hal ini dikarenakankemampuan plasenta untuk membersihkan bilirubin dari sirkulasi fetus dalam beberapa hari berikutnya, hampir semua bayi mengalami peningkatan kadar bilirubin serum (1,4mg/dl).

Peningkatan kadar bilirubin serum, kulit akan menjadi leih jaundice dengan urutan sefalo-kaudal. Mula-mula ikterus tanpak dikepala dan bergerak kearah kaudal ketelapak tangan dan telapak kaki. Kramer menemukan kadarbilirubin indirek serum sebagai perkembangan jaundice, kepala dan leher= 4-8mg/dl, tubuh sebelah atas= 5-12 mg/dl, tubuh sebelah bawah dan paha= 8-16 mg/dl, lengan dan tungkai bawah = 11-18 mg/dl, telapak tangan dan kaki jika >15mg/dl, walaupun demikian jika kadar bilirubin >15mg/dl, seluruh tubuh akan ikterus. Cara terbaik untuk melihat jaundice adalah dengan menekan kulit secara hati-hati dengan jari dibawah peneranganyang cukup. Setidaknya 1/3 bayi akan jaundice (Juffrie, 2010).