Apa yang dimaksud dengan hak moral?

hak moral

Dalam ilmu hukum dikenal istilah hak moral, apa definisi dari hal tersebut?

Hak Moral adalah hak yang bersifat manunggal antara ciptaan dan diri pencipta, atau dapat juga dikatakan integritas dari si pencipta. Hak moral suatu hak cipta dapat mencakup hak untuk mencantumkan nama pencipta dalam ciptaannya dan hak untuk mengubah judul dan/atau isi ciptaan.

Hak Moral


Moral rights” adalah terjemahan dalam bahasa Inggris yang mana pada awalnya merupakan frase dalam bahasa Perancis yang disebut dengan droit moral . A moral right is as safeguard personal and reputational rights, which permit authors to defend both the integrity of their works and the use of their names (Stephanie, C. Ardito, 2002:1). Di dalam konteks hak moral (Pasal 24 UU Hak Cipta), penulis biasanya memiliki kepentingan yang tidak terkait dengan permasalahan uang dalam pekerjaannya, terutama tujuannya untuk memutuskan apakah karya-karya mereka harus dibuat untuk publik sama sekali, untuk menuntut kepemilikan, dan untuk menolak setiap penggunaan yang dapat dianggap akan merugikan integritas atas karya tersebut.

Hak moral merupakan ciri khas dari tradisi yang menganut sistem hukum civil law, seperti di Indonesia. Sistem hukum lain, khususnya negara-negara yang menganut common law, dapat memberikan perlindungan atas hak tersebut melalui hukum di luar rejim Hak Cipta, misalnya di bawah peraturan perbuatan melawan hukum (*tort ), persaingan tidak sehat (unfair competition) dan hukum kontrak (contract law).

Perlindungan ini merupakan elemen utama dalam hukum Hak Cipta di Eropa dan menjadi semakin penting dengan keberadaan Web sekarang, hal tersebut memungkinkan lebih meng-global. Terkadang hak moral dianggap terpisah dari Hak Cipta pengarang, seperti pernyataan “moral rights are a set of rights that are separate from the author’s copyright on a piece” . Hak-hak ini umumnya dianggap tidak dapat dicabut (inalienable), yang berarti bahwa mereka tidak dapat diberikan atau dijual, dan dengan demikian hak ini bertahan walaupun Hak Cipta dari karya tersebut telah beralih ke pihak lain.

Pada dasarnya, hak moral adalah hak untuk menentang segala bentuk perubahan dalam karya Hak Cipta-nya yang dapat mengganggu reputasi pencipta. Sebagai contoh, buku dan makalah-makalah yang mirip aslinya berasal dari penulis, bukan merupakan salinan dari buku lain atau makalah lainnya. Dengan kata lain, hak moral adalah sebagai hak kepemilikan abadi bagi penulis. Konsep hak moral sangat bergantung pada hubungan antara penulis dan hasil karya ciptaannya. Hak moral melindungi nilai pribadi dan reputasi, bukan permasalahan perekonomian semata, melainkan nilai dari sebuah karya penciptanya (Betsy, Rosenblatt, 1998).

Sejarah hukum Hak Cipta dimulai dengan permasalahan hak dini ( early privileges ) dan monopoli yang diberikan kepada percetakan buku. Awalnya hukum Hak Cipta hanya diperuntukan untuk kegiatan penyalinan buku. Seiring waktu hak tersebut digunakan untuk kegiatan terjemahan dan kegunaan lainnya, maka hal tersebut tetap tunduk pada rejim Hak Cipta dan Hak Cipta sekarang ini akhirnya berkembang mencakup berbagai perlindungan terhadap karya-karya lain, termasuk maps, performances, paintings, photographs, sound recordings, motion pictures and computer programs.

Saat ini, hukum Hak Cipta nasional telah distandarisasikan sampai batas tertentu melalui perjanjian internasional dan regional seperti Konvensi Berne dan arahan Hak Cipta Eropa. Meskipun ada konsistensi hukum Hak Cipta diantara bangsa-bangsa, yurisdiksi masing-masing memiliki hukum yang terpisah dan berbeda serta peraturan tentang Hak Cipta yang berbeda juga. Beberapa wilayah hukum juga mengakui adanya hak moral bagi pencipta, seperti adanya pengakuan atas karyanya.

Kaitannya dengan hak moral, ada persepsi yang berbeda antara penganut sistem civil law dan common law . Dalam sistem civil law mengadopsi hubungan yang sangat kuat antara hak dan pribadi penulis itu sendiri (the rights and the person of the author). Oleh karena itu, dalam sistem civil law , hak kepemilikan awal oleh sebuah perusahaan sangat terbatas atau bahkan tidak mungkin diterapkan, seperti di Negara Jerman dan Indonesia.

Hak moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi atau reputasi pencipta. Hak moral melekat pada pribadi pencipta. Apabila hak cipta dapat dialihkan kepada pihak lain, maka hak moral tidak dapat dipisahkan dari pencipta dan penemu karena bersifat pribadi atau kekal.

Sifat pribadi menunjukkan ciri khas yang berkenaan dengan nama baik, kemampuan dan integritas yang hanya dimiliki oleh pencipta atau penemu. Kekal artinya melekat pada pencipta atau penemu selama hidup bahkan setelah meninggal dunia.

Hak-hak moral tercantum dalam Pasal 6 Konvensi Bern yang menyatakan bahwa: “… Pencipta memiliki hak untuk mengklaim kepemilikan atas karyanya dan mengajukan keberatan atas distorsi, mutilasi, atau perbahan-perubahan serta perbuatan pelanggaran lain yang berkaitan dengan karya tersebut yang dapat merugikan kehormatan atau reputasi si Penggarang/ Pencipta”.

Hak moral mempunyai dua asas, yaitu:

  1. Droit de paternite: pencipta berhak untuk mencantumkan namanya pada ciptaannya,
  2. Droit au respect: pencipta berhak mengubah judul maupun isi ciptaannya, jadi dia berhak mengajukan keberatan atas penyimpangan, perusakan, atau tindakan lainnya atas karyanya.

Sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta untuk:

  1. tetap mencantumkan atau tidak tidak mencantumkan namanya pada salinanan sehubungan dengan pemakaian ciptaanya untuk umum;
  2. menggunakan nama aliasnya atau nama samarannya;
  3. mengubah ciptannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
  4. mengubah judul dan anak judul ciptaan; dan
  5. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya. (Distorsi ciptaan adalah tindakan pemutarbalikan suatu fakta atau identitas ciptaan. Mutilasi ciptaan adalah proses atau tindakan menghilangkan sebagian ciptaan. Modifikasi ciptaan adalah pengubahan atas ciptaan).

Hak moral tidak dapat dialihkan dengan alasan apapun selama pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah pencipta meninggal dunia.

Apabila terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral setelah pencipta meninggal dunia, maka penerima pengalihan pelaksanaan hak moral tersebut dapat memilih apakah menerima atau menolak pengalihan pelaksanaan hak moral tersebut.Penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis.