Apa yang dimaksud dengan Gangguan Identitas Disosiatif?

Gangguan Identitas Disosiatif

Gangguan Identitas Disosiatif (Dissociative Identity Disorder/ DID) adalah seseorang yang memiliki dua atau lebih kepribadian di dalam dirinya. Ganguan ini sering disebut kepribadian ganda atau multiple personality disorder.

Apa yang dimaksud dengan Gangguan Identitas Disosiatif ?

Menurut Kendall dan Hammen, gangguan identitas disosiatif adalah bentuk disosiasi yang dramatis dimana penderita mengembangkan dua atau lebih kepribadian yang terpisah dan biasanya jelas berbeda. Hal tersebut disebabkan karena adanya kompleks kejiwaan dimana tata susunan kepribadian yang satu menunjukan ciri-ciri yang terpisah dan berlawanan dengan ciri-ciri tata susunan kepribadian yang lain baik dalam segi emosional maupun dalam segi-segi kognitif. Misalnya teliti dan ceroboh, alim dan gairah, acuh tak acuh, dan sebagainya.

Pergantian pribadi yang satu ke pribadi yang lain mungkin berlangsung beberapa kali dalam sehari, dalam satu minggu, atau dalam beberapa bulan. Penderita biasanya tidak ingat apa yang terjadi atau mengalami amnesia. Jika pribadi yang satu sedang berfungsi, maka pribadi yang lain terdesak ke alam yang tidak sadar.

Pengertian gangguan identitas disosiatif (dissociative identity disorder) atau yang sebelumnya dikenal kepribadian ganda (multiple personality disorder) menurut Davidson, et al (2006) adalah suatu keadaan yang mengisyaratkan bahwa seseorang memilki minimal dua kepribadian atau alter yang terpisah. Dengan tipe, cara berpikir, merasa dan bertindak berbeda satu sama lain dan muncul pada waktu yang berbeda.

Menurut Davison dan Neale, gangguan identitas disosiatif merupakan gangguan disosiatif yang kronis dan paling serius. Kemunculannya biasanya berkaitan dengan adanya pengalaman traumatik dalam kehidupannya. Individu dengan gangguan ini memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda, tingkah laku dan sikap yang ditunjukan oleh individu sangat bergantung pada kepribadian mana yang dominan pada saat itu serta berbeda antara satu kepribadian dengan kepribadian yang lain.

Perubahan atau transisi dari satu kepribadian ke pribadian yang lain biasanya berlangsung secara mendadak dan mengejutkan. Individu biasanya mengalami amnesia terutama berkaitan dengan apa yang dilakukan atau apa yang terjadi ketika suatu kepribadian sedang menguasainya. Individu biasanya tidak mampu mengingat apapun yang terjadi ketika kepribadian yang lain sedang dominan. Namun kadangkala, ada satu kepribadian yang tidak mengalami amnesia dan tetap memiliki kesadaran yang penuh akan keberadaan dan aktivitas kepribadian yang lain.

Kemunculan kepribadian yang lain tersebut dapat secara spontan. Kepribadian yang muncul tidak hanya satu jenis kelamin saja, namun terkadang juga ada laki-laki dan perempuan, berbagai macam usia dan ras, serta dari keluarga yang sangat berbeda dengan keluarga individu yang mengalami gangguan ini. Pada umumnya kepribadian yang muncul sangat bertolak belakang. Di suatu waktu muncul individu yang ekstrovert, di lain waktu muncul individu yang introvert dan menarik diri.

Menurut Kaplan dan Sadock, berdasarkan suatu penelitian, menurut para ahli diketahui bahwa populasi individu yang mengalami gangguan identitas disosiatif berhasil diketahui bahwa 0,5 persen hingga 2 persen pasien gangguan kejiwaan yang dirawat di rumah sakit jiwa mengalami gangguan ini dan 5 persen dari seluruh pasien jiwa (baik yang dirawat maupun tidak) mengalami gangguan identitas disosiatif.

Dari seluruh sempel diketahui bahwa 90 hingga 100 persen individu dengan gangguan identitas disosiatif adalah perempuan, namun peneliti memiliki keyakinan bahwa laki-laki yang mengalami gangguan ini tidak terdeteksi atau tidak dilaporkan karena kebanyakan laki-laki dengan gangguan ini dimasukan kedalam penjara dan bukan kerumah sakit.

Selain itu diketahui pula bahwa dua pertiga dari seluruh individu dengan gangguan identitas disosiatif pernah melakukan percobaan bunuh diri ketika mereka mengalami gangguan ini.

Menurut Fausiah dan Widury (2008) penyebab gangguan identitas disosiatif sejauh ini belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan riwayat kehidupan para psien, hampir seratus persen dari para pasien memiliki peristiwa traumatik, terutama di masa kanak-kanaknya. Peristiwa traumatik di masa kanak-kanak biasanya meliputi penyiksaan fisik dan seksual. peristiwa traumatik lainnya misalnya kematian saudara atau teman dan menyaksikan kematian tersebut ketika individu masih kanak-kanak.

Terapi yang dilakukan dalam penyembuhan gangguan identitas disosiatif adalah dengan menggunakan terapi psikoanalisis. Terapi ini banyak dipilih untuk gangguan identitas disosiatif di banding dengan gangguan psikologis lain. Terapi ini di capai melalui penggunaan teknik psikoanalitik dasar. Hipnosis umum digunakan dalam penanganan gangguan identitas disosiatif (Kluff, 2003).

Menurut Eagle (1998) terdapat beberapa jenis alat ukur yang dapat digunakan untuk pemeriksaan psikologis bagi penderita gangguan identitas disosiatif, yaitu Dissociative Experiences Scale (DES), Dissociative Disorder Interview Schedule (DDIS), Brief Symptom Inventory (BSI), Childhood Trauma Questionnaire (CTQ), The Rorschach Test.

Menurut DSM-IV TR gejala gangguan identitas atau dissociative identity disorder adalah:

  1. Muncul gejala Posttraumatic seperti mimpi buruk, kilasan-kilasan kejadian (flashback) yang tidak nyaman, dan respon-respon yang berlebihan.

  2. Mutilasi diri, percobaan bunuh diri dan berlaku agresif pada diri sendiri, dan orang lain mungkin muncul.

  3. Memilki pola hubungan yang melibatkan penganiayaan fisik dan seksual.

  4. Mungkin mengalami konversi fisik seperti menjadi tahan terhadap sakit.

  5. Muncul gejala-gejala serupa dengan gangguan mood, kecemasan, tidur, makan, dan seksual.

  6. Menjadi impulsif

  7. Intensitas yang tinggi dalam perubahan menjalin hubungan.

Gangguan identitas disosiatif ialah masalah kejiwaan yang dihadapi seseorang dengan memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda. Wade (2007) berpendapat bahwasanya para ahli meyakini bahwa gangguan tersebut bermula sejak masa kanak-kanak, sebagai suatu cara untuk mengatasi trauma, seperti tindakan kekerasan.

Dalam Wade (2007), terdapat kelompok yang meyakini bahwa sebagian besar kasus gangguan kepribadian ganda secara tidak langsung muncul akibat dari interaksi yang terjadi di antara para praktisi klinis dengan klien mereka yang memiliki kerentanan yang disebabkan oleh masalah-masalah psikologis yang mereka miliki.

Bentuk Gangguan Identitas Disosiatif


Menurut Nevid dkk (2005) ada empat bentuk gangguan identitas disosiatif berdasarkan beberapa kasus pasien yang mengalami gangguan identitas disosiatif.

  1. Kepribadian utama yang tidak menyadari hadirnya kepribadian pengganti, kepribadian yang muncul setelah kepribadian yang melekat pada diri pelaku.
    Nevid dkk (2005) dan Durand (2006) menyatakan bahwasanya bentuk ini ditandai dengan adanya kegagalan dalam diri pelaku untuk mengingat kembali informasi pribadi yang terlalu penting untuk dianggap sebagai lupa biasa.

  2. Ada satu kepribadian yang dominan dengan adanya beberapa kepribadian yang tersisihkan.
    Nevid (2005) menyatakan bahwasanya hal ini ditandai dengan adanya kecendrungan salah satu kepribadian yang menunjukkan diri, dan sebaliknya ada kepribadian yang tersisihkan dan jarang muncul menampakkan diri. Melihat kedua penanda tersebut, pada bentuk ini bisa disimpulkan bahwa salah satu kepribadian mempunyai kemampuan untuk menyisihkan kepribadian yang lain.

  3. Kedua kepribadian yang berada dalam diri pelaku tidak saling menyadari satu sama lain.
    Davison (2006) dan Nevid dkk (2005) menyatakan bahwasanya bentuk ini dapat ditandai dengan adanya kesenjangan ingatan atas apa yang telah diperbuat oleh pelaku. Kemudian terjadi karena sekurangkurangnya semua kepribadian hanya memiliki sedikit kontak dengan kepribadian yang lain. Pada bentuk ini semua kepribadian hanya memiliki sedikit ingatan mengenai seperti apa kepribadian yang lain, bahkan tidak mengenali sama sekali bahwa ia memiliki kepribadian yang berbeda.

  4. Kedua kepribadian yang berada dalam diri pelaku saling bertentangan dan bersaing untuk mendapat kontrol diri pelaku.
    Davison (2006), Nevid (2005) dan Durand (2006) menyatakan bahwasanya bentuk ini ditandai dengan setiap kepribadian yang bersifat cukup kompleks, memiliki pola perilaku, ingatan, dan hubungan tersendiri. Masing-masing kepribadian menentukan tindakan pelaku bila sedang memegang kendali. Biasanya masing-masing kepribadian tersebut cukup berbeda, bahkan saling bertentangan.

Penyebab Gangguan Identitas Disosiatif


Kartono (1981) menyatakan bahwasanya ada empat penyebab gangguan identitas disosiatif.

  1. Adanya kelemahan sistem saraf dalam diri pelaku.
    Smeltzer dan Bare (2002) menyatakan kelemahan dalam sistem terjadi aneurisma intracranial (serebral) yang merupakan dinding arteri serebral yang berkembang sebagai hasil dari kelemahan dinding arteri. Pecahnya aneurisma selalu terjadi tiba-tiba, tidak selalu disertai dengan sakit kepala yang berat dan sering kehilangan kesadaran untuk periode yang bervariasi.

  2. Pelaku pernah mengalami kesusahan berat.
    Menurut Davison (2006) kesusahan ini diakibatkan oleh penyiksaan berat secara fisik atau seksual di masa kanak-kanak. Penyiksaan tersebut mengakibatkan dissosiasi dan terbentuknya berbagai kepribadian lain sebagai suatu cara untuk mengatasi trauma. Selain itu Baihaqi (2005) juga menjelaskan jika kesusahan ini juga ditandai dengan adanya tekanan-tekanan dengan apa yang tidak disukai oleh pelaku.

  3. Adanya usaha meredam keinginan pada diri pelaku.
    Hal ini menurut Kartono (1981) ditandai dengan kegagalan pelaku untuk mewujudkan apa yang diinginkan sebab terhalang oleh keadaan, si pelaku pun tidak mempunyai kesempatan untuk mencapai apa yang diinginkannya. Keadaan itu membuat pelaku selalu berandaiandai bisa memiliki sesuatu yang dinginkan tersebut. Pada akhirnya kecendrungan-kecendurungan tersebut dimasukkan ke dalam sifat beberapa kepribadian dan tidak terkendali.

  4. Adanya dorongan dari kemauan yang ingin berdiri sendiri dalam diri pelaku.
    Hal ini menurut Kartono (1981) ditandai dengan kegagalan pelaku untuk mewujudkan apa yang diinginkan sebab terhalang oleh keadaan, si pelaku pun tidak mempunyai kesempatan untuk mencapai apa yang diinginkannya. Keadaan itu membuat pelaku selalu berandaiandai bisa memiliki sesuatu yang dinginkan tersebut. Pada akhirnya kecendrungan-kecendurungan tersebut dimasukkan ke dalam sifat beberapa kepribadian dan tidak terkendali. Sehingga dorongan-dorongan kemauan ini masing-masing sudah berdiri sendiri. Maka terjadilah perpecahan pribadi, pribadi majemuk atau kepribadian ganda.