Apa yang dimaksud dengan Gagal ginjal kronik (GGK)?

Gagal ginjal kronis adalah penurunan fungsi ginjal di bawah batas normal. Bila Anda menderita gagal ginjal kronis, itu artinya ginjal tidak dapat menyaring kotoran, tidak mampu mengontrol jumlah air dalam tubuh, juga kadar garam dan kalsium dalam darah.

Apa yang dimaksud dengan Gagal ginjal kronik (GGK) ?

Gagal ginjal kronik (GGK)

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal pada stadium 5.

Gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh beberapa kondisi yang menyebabkan kerusakan permanen pada nefron, termasuk diabetes, hipertensi, glomerulonefritis, dan ginjal polikistik penyakit. Biasanya, tanda-tanda dan gejala gagal ginjal terjadi secara bertahap dan tidak menjadi jelas sampai penyakit ini menjadi parah. Hal ini karena ginjal dapat melakukan kompensasi dengan baik.

Klasifikasi

  1. GGK Stadium 1 : LFG > 90 ml/menit
  2. GGK Stadium 2 : LFG 60 - 89 ml/menit
  3. GGK Stadium 3 : LFG 30 - 59 ml/menit
  4. GGK Stadium 4 : LFG 15 - 29 ml/menit
  5. GGK Stadium 5 : LFG < 15 ml/menit

Patofisiologi


Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.

Dengan menurunnya Glomerulo Filtrat Rate (GFR) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea maupan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensory (Brunner dan Suddarth, 2001).

Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada gagal ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Penderita dapat menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor balance cairannya (Brunner dan Suddarth, 2001).

Semakin menurunnya fungsi renal terjadi asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Terjadi penurunan produksi eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya anemia. Sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktifitas.

Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi (Brunner dan Suddarth, 2001).

Gejala klinis

Gambaran klinis pasien gagal ginjal kronik meliputi (Branner BM, Lazarus JM, 2000):

  1. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES),dll.

  2. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

  3. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).

Komplikasi

Komplikasi yang dapat muncul pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu (Suhardjono, 2001):

  1. Gangguan pada sistem gastrointestinal:

    • Anoreksia, nausea, dan vomitus b/d gangguan metaboslime protein dalam usus.
    • Mulut bau amonia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur.
    • Cegukan (hiccup)
    • Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik
  2. Sistem Hematologi:

    • Anemia
    • Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
    • Gangguan fungsi leukosit
  3. Sistem kardiovaskular:

    • Hipertensi, akibat penimbunan cairan dan garam.
    • Nyeri dada dan sesak nafas
    • Gangguan irama jantung
    • Edema akibat penimbunan cairan
  4. Kulit:

    • Kulit berwarna pucat akibat anemia.
    • Gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik.
    • Ekimosis akibat gangguan hematologis
    • Urea frost akibat kristalisasi urea
    • Bekas-bekas garukan karena gatal
  5. Sistem Saraf dan Otot:

    • Restless leg syndrome: Pasien merasa pegal pada kakinya, sehingga selalu digerakkan.
    • Burning feet syndrome: Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki.
    • Ensefalopati metabolik: Lemah, sulit tidur, konsentrasi turun, tremor, asteriksis, kejang.
    • Miopati: Kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal
  6. Sistem endokrin:

    • Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki.
  • Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin, dan gangguan sekresi insulin.
  • Gangguan metabolisme lemak.
  • Gangguan metabolisme vitamin D.

Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik yaitu (Suhardjono, 2001):

  1. Pemeriksaan laboratorium
    Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK, menentukan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi.Blood ureum nitrogen (BUN)/kreatinin meningkat, kalium meningkat, magnesium meningkat, kalsium menurun, protein menurun.

  2. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
    Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tandatanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). Kemungkinan abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.

  3. Ultrasonografi (USG)
    Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut.

  4. Foto Polos Abdomen
    Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.

  5. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
    Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.

  6. Pemeriksaan Foto Thorax
    Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.

  7. Pemeriksaan Radiologi Tulang
    Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatic

  8. Renogram
    Sebagai pelacak awal yang berperan membantu dokter dalam mendiagnosa fungsi ginjal.

Uji Kesepakatan Antar Rater (Kappa)

Kesepakatan Antar Rater (Kappa) merupakan reliabilitas antar rater yang dipakai untuk menilai/ mengetahui hubungan antara dua variabel. Data yang dihasilkan adalah nominal. Semakin banyak kemiripan hasil pemeriksaan antara satu variabel dan rater lainnya, maka koefisien reliabilitas yang dihasilkan akan tinggi.

Tabel Uji Kappa
image

Menurut Fleiss (1981) tingkat reliabilitas antar rater dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :

  • Kappa < 0,4 : Buruk
  • Kappa 0,4 – 0,60 : Cukup
  • Kappa 0,60 – 0,75 : Memuaskan
  • Kappa > 0,75 : Istimewa

Berdasarkan klasifikasi penyakit ginjal kronik, gagal ginjal kronik termasuk dalam penyakit ginjal stadium 5 dan didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dengan laju filtrasi glomerulus (LGG) < 15 ml/menit/1,73m2.

LFG dapat dihitung dengan rumus Kockcroft-Gault, sebagai berikut :

LFG = ((140 – umur (th) ) x berat badan (kg)) / (72 x kadar kreatinin plasma (mg/dL))

Tabel. Klasifikasi penyakit ginjal kronik Stadium Laju Filtrasi

Stadium Laju Filtrasi Glomerulus (mL/menit/1,73 m2)/LFG Penjelasan
1 >90 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑
2 69-89 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan
3 30-59 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang
4 15-29 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat
5 <5 atau dialisis Gagal ginjal

Etiologi

Karena gagal ginjal kronik merupakan tahapan atau stadium dalam penyakit ginjal kronik, etiologi penyakit ginjal ginjal kronik juga merupakan etiologi gagal ginjal kronik. Etiologi tersebut sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia seperti dicantumkan dalam tabel berikut ini

Tabel. Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000

Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46,39%
Diabetes mellitus 18,65%
Obstruksi dan infeksi 12,85%
Hipertensi 8,46%
Sebab lain 13,65%

(Nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal, dan tidak diketahui)

Patofisiologi


Gagal ginjal kronik merupakan stadium akhir dari penyakit ginjal kronik. Proses patofisiologi penyakit ginjal kronik berhubungan dengan fungsi ginjal abnormal dan penurunan progresif LFG. Hal tersebut melibatkan dua mekanisme kerusakan utama:

  1. mekanisme inisiasi yang spesifik terhadap etiologi yang mendasari (misalnya. kompleks imun dan mediator inflamasi pada glomerulonefritis tipe tertentu) dan

  2. sekumpulan mekanisme progresif yang melibatkan hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron viabel yang tersisa, yang merupakan mekanisme adaptasi akibat reduksi massa ginjal dan tidak berhubungan dengan etiologi yang mendasari.

Mekanisme tersebut dimediasi oleh hormon vasoaktif, sitokin, dan faktor pertumbuhan. Tetapi, adaptasi jangka-pendek tersebut akhirnya menjadi maladaptif seiring dengan peningkatan tekanan dan aliran yang menyebabkan terbentuknya sklerosis dan penurunan jumlah nefron lebih jauh. Adanya aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal turut berkontribusi, mulai dari terjadinya hiperfiltrasi, hipertrofi, sampai sklerosis nefron. Keseluruhan proses tersebut menyebabkan abnormalitas fungsi ginjal dan penurunan LFG yang progresif.

Diagnosis


Manifestasi Klinis

Pada keadaan gagal ginjal, gejala dan tanda dari penyakit ginjal kronik lebih serius. Gejala dan tanda tersebut berupa nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, disertai gejala dan tanda uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, dan muntah. Pasien juga mudah terkena infeksi sehingga dapat ditemukan infeksi saluran napas, saluran kemih, maupun saluran cerna. Selain itu, akan terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

Gambaran Laboratoris

Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum akibat fungsi ginjal yang abnormal. Dari kadar kreatinin kemudian dihitung LFG untuk mengetahui fungsi ginjal. Selain itu, terjadi kelainan biokimiawi darah sehingga didapatkan penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, dan asidosis metabolik. Pada urinalisis didapatkan proteinuria, hematuria, leukosuria, cast , dan isostenuria.

Gambaran Radiologis

Pada foto polos abdomen didapatkan batu radioopak. Ultrasonografi dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, dan adanya hidronefrosis, batu ginjal, kista, massa, atau kalsifikasi. Pielografi antegrad atau retrograd serta pemeriksaan pemindai ginjal atau renografi dikerjakan atas indikasi.

Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak dapat ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Kontraindikasi dilakukannya biopsi adalah ukuran ginjal sudah mengecil ( contracted kidney ), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas, dan obesitas.

Penatalaksanaan


Terapi spesifik terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal (18-27 ml/menit/1,73 m2), seperti pada gagl ginjal. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk gagal ginjal adalah:

  • Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
    Komorbid gagal ginjal antara lain gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, hipertensi yang tidak terkontrol, serta infeksi dan obstruksi saluran kemih.

  • Pembatasan asupan protein dan fosfat
    Asupan protein untuk LFG <60 ml/menit/1,73 m2 sebanyak 0,8 gram/kgBB/hari (+ 1 gram protein tiap gram proteinuria atau 0,3 gram tiap kg tambahan asam amino esensial atau asam keton.

  • Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
    Sekitar 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular, meliputi pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia, dan terapi terhadap gangguan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengendalian penyakit kardiovaskular berhubungan dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.

  • Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

  • Terapi pengganti ginjal ( Renal Replacement Therapy /CRT)
    CRT dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis, atau transplantasi ginjal.

Komplikasi


Penyakit ginjal kronik sendiri dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi, tetapi komplikasi yang berhubungan langsung dengan keadaan gagal ginjal adalah gagal jantung dan uremia.

Prognosis


Mortalitas lebih tinggi pada pasien yang dilakukan dialisis. Mortalitas tiap tahunnya 21,2 kematian per 100 pasien per tahun. Harapan hidup pada kelompok usia 55-64 tahun adalah 5 tahun. Penyebab tersering kematian adalah disfungsi jantung (45%). Penyebab lain termasuk infeksi (14%), penyakit serebrovaskular (6%), dan keganasan (4%). Diabetes, usia, kadar albumin serum yang rendah, status sosio-ekonomi yang rendah, dan dialisis yang tidak adekuat merupakan prediktor kuat mortalitas.

Untuk mereka yang membutuhkan dialisis untuk menunjang kehidupan tetapi memilih untuk tidak melakukan dialisis, kematian terjadi dalam hitungan hari hingga minggu. Secara umum, timbul uremia dan pasien kehilangan kesadaran sebelum akhirnya meninggal

Referensi :

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. p. 570-3.

Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur keseimbangan cairan tubuh dengan cara membuang sampah-sampah sisa metabolisme dan menahan zat-zat yang dibutuhkan tubuh. Fungsi ini amat penting bagi tubuh untuk menjaga homeostasis. Homeostasis amat penting dijaga karena sel-sel tubuh hanya bisa berfungsi pada keadaan cairan tertentu.

Walupun begitu, ginjal tidak selalu bisa mengatur keadaan cairan tubuh dalam kondisi normal. Pada keadaan minimal, ginjal harus mengeluarkan minimal 0,5 l air per hari untuk kebutuhan pembuangan racun. Hal ini tetap harus dilakukan walaupun tubuh berada dalam kondisi dehidrasi berat.

Secara singkat, kerja ginjal bisa diuraikan menjadi:

  • Mempertahankan keseimbangan kadar air (H2O) tubuh.

  • Mempertahankan keseimbangan osmolaritas cairan tubuh.

  • Mengatur jumlah dan konsentrasi dari kebanyakan ion di cairan ekstraselular. Ion-ion ini mencakup Na+, Cl-, K+,Mg2+, SO42-, H+, HCO3-, Ca2+, dan PO 2-. Kesemua ion ini amat penting dijaga konsentrasinya dalam kelangsungan hidup organisme.

  • Mengatur volume plasma.

  • Membantu mempertahankan kadar asam-basa cairan tubuh dengan mengatur ekskresi H+ dan HCO3-.

  • Membuang sampah-sampah sisa metabolisme yang beracun bagi tubuh, terutama bagi otak.

  • Membuang berbagai komponen asing seperti obat, bahan aditif makanan, pestisida, dan bahan exogen non-nutritif lain yang masuk ke tubuh.

  • Memproduksi erythropoietin.

  • Memproduksi rennin untuk menahan garam.

  • Mengubah vitamin D ke bentuk aktifnya.

Sistem ekskresi sendiri terdiri atas 2 buah ginjal dan saluran keluar urin. Ginjal sendiri mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri yang masuk ke medialnya. Ginjal lalu akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah dan mengubahnya menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Dari ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di ke kandung kemih. Bila orang tersebut merasakan keinginan micturisi dan keadaan memungkinkan, maka urin yang ditampung di kandung kemih akan dikeluarkan lewat urethra.

Unit fungsional ginjal terkecil yang mampu menghasilkan urin disebut nefron. Tiap ginjal bisa tersusun atas 1 juta nefron yang saling disatukan oleh jaringan ikat. Susunan nefron-nefron ini membagi ginjal menjadi 2 bagian, yaitu cortex dan medulla. Nefron sendiri terdiri atas glomerulus dan tubulus.Glomerulus tersusun atas pembuluh darah-pembuluh darah yang membentuk suatu untaian di kapsula Bowman. Glomerulus berasal dari arteri ginjal. Arteri ini awalnya terbagi menjadi banyak afferent arterioles yang masing-masing menuju 1 nefron dan menjadi glomrulus. Glomerulus akan berakhir di efferent arterioles. Arteriol terakhir tersebut lalu menjadi kapiler yang berfungsi memberi pasokan oksigen dan energi bagi ginjal. Kapiler ini sekaligus berfungsi menerima zat-zat reabsorbsi dan membuang zat-zat sekresi ginjal.

Tubulus ginjal tersusun atas sel-sel epitel kuboid selapis. Tubulus ini dimulai dari kapsula Bowman lalu menjadi tubulus kontortus proximal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal, dan berakhir di tubulus pengumpul. Seluruh bagian tubulus kontortus berada di korteks, sementara lengkung Henle ada di Medulla. Jalur naik dari tubulus kontortus distal akan lewat di antara afferent dan efferent arterioles. Struktur ini disebut juxtaglomerular apparatus.

Nefron ginjal sendiri terbagi atas 2 jenis, nefron crtical yang lengkung Henlenya hanya sedikit masuk medulla dan memiliki kapiler peritubular , dan nefron juxtamedullary yang lengkung Henlenya panjang ke dalam medulla dan memiliki vasa recta. Vasa Recta dalah susunan kapiler yang memanjang mengikuti bentuk tubulus dan lengkung Henle. Secara makroskopis, korteks ginjal akan terlihat berbintik-bintik karena adanya glomerulus, sementara medulla akan terlihat bergaris-garis karena adanya lengkung Henle dan tubulus collectus.

Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu filtrasi, reabsorsi, dan sekresi. Filtrasi akan mengambil 20% plasma yang masuk glomerulus tanpa menyeleksinya. Kurang lebih akan didapat 125 ml filtrat/menit atau 180 l/hari. Dari jumlah itu, 178,5 l/hari akan direabsorbsi. Maka rata-rata urin orang normal adalah 1,5 l/hari.

Penyakit Ginjal Kronik

1. Batasan dan Definisi

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan tetapi pegganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat pentiriman fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.[1]

Kriteria penyakit ginjal kronik adalah:[2]

  1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi klinis.

  2. Terdapat tanda kelainan ginjal termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73 m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.[2]

Secara umum, etiologi penyakit ginjal kronik mencakup diabetes mellitus, hipertensi, penyakit glomerular non diabetik, penyakit ginjal polikistik, dan penyakit tubulointerstitial. DM dan hipertensi adalah penyebab yang paling utama.[1]

Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain. [2]

2. Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockeroft-Gault sebagai berikut: [2]

*) pada perempuan dikalikan 0, 85

Berdasarkan LFG, penyakit ginjal kronik lalu diklasifikasikan sebagai:[2]

  1. Derajat 1 bila telah terjadi kerusakan ginjal namun nilai LFG masih normal ( > 90 ml/mnt/1,73 m2)

  2. Derajat 2 bila telah terjadi kerusakan ginjal dengan LFG turun ringan (60-89 ml/mnt/1,73 m2)

  3. Derajat bila telah terjadi kerusakan ginjal dengan LFG turun sedang (30-59 ml/mnt/1,73 m2)

  4. Derajat 4 bila telah terjadi kerusakan ginjal dengan LFG turun berat (15-29 ml/mnt/1,73 m2)

  5. Derajat 5 bila telah terjadi gagal ginjal dengan LFG <15 ml/mnt/1,73 m2 atau sudah membutuhkan terapi hemodialisis.

3. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun. [2]

4. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi. struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanari kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhimya diikuti oleh proses, maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis reninangiotansin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growthfactor seperti transforming growthfactorp (TGF- 0).

Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikernia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial.[2]

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah mual nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cema. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan tetapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau tansplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.[2]

5. Gambaran Klinis

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik bisa dibagi atas:[2]

  1. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES), dan lain sebagainya.

  2. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

  3. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida).

6. Terapi

Terapi pada penyakit ginjal kronik bisa dibagi atas terapi untuk penyakit penyebab, memperlambat progresivitas penyakit ginjal kronik, dan penanganan komplikasi. Terapi untuk penyakit penyebab tentu sesuai dengan patofisiologi masing-masing penyakit. Pencegahan progresivitas penyakit ginjal kronik bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain restriksi protein, kontrol glukosa, control tekanan darah dan proteinuria, penyesuaian dosis obat-obatan, dan edukasi. Pada pasien yang sudah gagal ginjal dan terdapat gejala uremia, hemodialisis atau terapi pengganti lain bisa dilakukan.[1]

Referensi:

[1] Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic renal failure in Harrison’s principles of internal medicine 16th ed. USA: McGraw-Hill. 2005. p. 1653-1663
[2] Suardjono, Lydia A. Penyakit ginjal kronik dalam Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 1999. h. 427-437