Apa yang dimaksud dengan fitnah harta?

QS. Al-'Anfal [8] : 28

وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَأَوْلَٰدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥٓ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.

QS. At-Taghabun [64] : 15

إِنَّمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَأَوْلَٰدُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَٱللَّهُ عِندَهُۥٓ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Apa yang dimaksud dengan fitnah harta?

Dalam kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari materi dalam hal ini adalah uang atau harta, karena untuk dapat hidup layak seseorang harus mempunyai kecukupan secara materi. Harta termasuk fitnah paling kuat yang menyerang hak manusia. Allah SWT dan Rasul-Nya memberikan peringatan kepada kita agar tidak disibukkan oleh harta, sebagaimana dalam firman-Nya:

“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allahlah pahala yang besar” (QS. Al-Anfal: 28).

Secara tabiat, harta disukai manusia. penyebabnya adalah kemampuan salah satu sifat kesempurnaan, dan sifat kesempurnaan adalah hal yang paling disukai. Ketidaksempurnaan berarti adanya keadaan yang kekurangan, dan ini hal yang paling dibenci. Hal demikian yang memunculkan fitnah kekayaan (ghina) bagi umat manusia dalam berlomba-lomba dalam mencari dan mengumpulkan harta. Banyak harta akan mendatangkan kekuatan dan kesempurnaan kemampuan manusia. Berdasarkan sebab-sebab yang telah disebutkan, maka manusia pun menyukai harta, serta seluruh hati mereka disibukkan oleh harta, sehingga harta termasuk fitnah yang patut diberikan peringatan.

Fitnah harta sepertinya dapat mendorong banyak manusia tenggelam ke dalam jalan kezaliman yang tak dapat dielakkan. Mereka dijerumuskan kepada fitnah harta oleh segala macam ambisi dan keinginan nafsu yang tiada batasnya.

Kaya menimbulkan fitnah

Dalam kisah-kisah Al-Qur’an ada berbagai petunjuk yang menyadarkan hati, menggerakkan pikiran, dan membuka kesadaran. Sebagaimana kisah Qarun menerangkan bahwa adanya sikap jauh dari sisi Allah SWT, membangkang terhadap perintah-Nya, sombong, keterpedayaan akan segala tipu daya, berbuat kerusakan, kezaliman dan mempergunakan nikmat bukan pada tempatnya.

Hal ini terkandung dalam Al-Qur’an surat Al-Qashash: 76-78.

Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri”.

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
surat Al-Qashash: 76-78

Kisah Qarun menunjukkan kepada kita, bagaimana nikmat kekayaan menjadi fitnah yang menimbulkan kesengsaraan dan bencana, yang disebabkan oleh pengingkaran atas nikmat yang dikaruniakan kepada dari sang Maha Pencipta. Bahwa kekayaan bukanlah tanda keridhaan Allah SWT semata. Allah SWT melapangkan rezeki-Nya kepada hamba-Nya yang dikehendaki, dan menyempitkan rezeki untuk tujuan-tujuan lain.

Menurut pandangan Islam, pencarian dan pengumpulan kekayaan diperbolehkan dan bahkan pada situasi tertentu justru diwajibkan.41 Tetapi kekayaan tidak boleh disalahgunakan karena Allah SWT telah dengan jelas menetapkan perintah-perintah-Nya bagaimana kekayaan tersebut harus didapatkan dan dinafkahkan dengan penuh tanggung jawab sesuai aturan-aturan yang telah ditetapkan agama.

Miskin menimbulkan fitnah

Fakir atau miskin adalah sebuah gambaran kondisi serba kekurangan dari kacamata ekonomi, sehingga hal ini sangat menakutkan dan mengkhawatirkan yang berujung pada fitnah harta yang disebabkan karena standar kemiskinan dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Kefakiran atau kemiskinan sebagai bentuk fitnah yang dimaksud adalah kefakiran yang tertuju pada harta. Kefakiran termasuk fitnah yang Allah SWT turunkan kepada hamba-Nya, sebagaimana dijelaskan:

“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: Tuhanku telah memuliakanku. Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya, maka dia berkata: Tuhanku menghinakanku” (QS. Al-Fajr: 15-16).

Diujinya seorang muslim dengan kekurangan harta, sedangkan ia sangat memerlukannya merupakan sebuah cobaan. Fitnah harta akan bertambah berat ketika seorang muslim mendapatkan keadaan keluarganya mendorong dia mencari harta dengan segala cara demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Cobaan dalam bentuk fitnah kefakiran dan kemiskinan bagi umat Islam sebagai wujud menguji kemantapan hati serta mengukur tingkatan ketabahan dan keteguhannya, jika ia sabar atas cobaan ini lulus dengan menjaga kehormatan dirinya serta tetap berpegang teguh pada kebenaran, maka ia adalah orang yang beruntung.

Hal ini dipertegas dalam firman Allah SWT:

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta dan jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang- orang yang sabar” (Al-Baqarah: 155).

Dari ayat di atas, secara mendalam dapat diketahui bahwa fitnah kefakiran yang diberikan Allah SWT kepada hamba adalah keutamaan yang besar bagi dirinya. Apabila Allah SWT menghendaki seseorang untuk hidup fakir dan miskin merupakan suatu kebahagiaan, karena Allah SWT Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal apa yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya. Hal ini banyak dalil dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits yang memuji orang fakir yang menjaga diri dari meminta-minta, yang menunjukkan kedudukan yang agung di dunia dan akhirat.

Allah Subhanahu wata’aala menjadikan harta sebagai perhiasan dalam hidup ini. Allah Subhanahu wata’aala berfirman:

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. [QS. Al- Kahfi:46].

Harta itu sebagai sarana untuk mencapai keinginan, mencukupi kebutuhan-kebutuhan dan untuk mendapatkan keinginan. Harta itu bisa menjadi sumber kebahagiaan ataupun bisa menjadi sumber kesengsaraan, Naudzubillah, Jika pemiliknya menggunakan harta tersebut dalam kebaikan maka dia bahagia, namun apabila menggunakannya dalam keburukan maka dia sengsara. Dan harta itu akan menjadi fitnah atau ujian baginya.

Allah Subhanahu wata’aala berfirman

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” [QS. At-Taghaabun ayat 15].

Al-Hafidz Ibnu katsir rahimahullah mengatakan dalam menafsirkan ayat tersebut: “Maksudnya sebagai ujian dan cobaan dari Allah Subhanahu wata’aala kepada makhluknya agar jelas siapa yang mentaatinya dan siapa yang bermaksiat kepadaNya.

Di dalam hadits Rasulullah Salallahu a’laihi Wasalam bersabda,

“Setiap umat memiliki fitnah dan fitnah dalam umatku adalah fitnah memiliki harta”.

Beberapa Tanda Fitnah Harta:

1. Riya Ketika Berinfak

Jika Allah subhanahu wata’aala memberikan nikmat harta maka wajib baginya menunaikan sebagian hak Allah Subhaanahu wata’aala dalam harta tersebut berupa zakat. Dan hendaknya ia bersegera untuk bersedekah, berinfak di jalan Allah sebagai bentuk syukur kepada Allah subhanahu wata’aala atas nikmat ini. Akan tetapi jika infak itu tercampur riya’ atau sum’ah maka harta dalam keadaan ini akan menjadi fitnah bagi pemiliknya.

Di dalam hadits disebutkan dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu ia mengatakan, aku mendengar Rasulullah Salallahu a’laihi Wasalam bersabda,

“Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu? Ia menjawab, Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.”

Allah berfirman, Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu). Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka.

Selanjutnya Rasulullah Sahallahu alaihi wasallam melanjutkan sabdanya,

"Berikutnya orang (yang di adili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Qur’an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya, amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan- kenikmatan itu? Ia menjawab, Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca al-Qur-an hanyalah karena Engkau. Allah berfirman, Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang alim (yang berilmu) dan engkau membaca al-Qur-an supaya dikatakan seorang qari (pembaca al-Qur-an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu). Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.”

Rasulullah Sahallahu alaihi wa sallam menceritakan orang selanjutnya yang pertama kali masuk neraka, “Berikutnya (yang di adili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya, Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat- nikmat itu? Dia menjawab, Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau. Allah berfirman, Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu). Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.”

2. Lalai mengingat Allah karena sibuk dengan harta

Manakala hati manusia tidak pernah kosong dari kesibukan mencari harta, dengan demikian hal itu menjadi sumber fitnah baginya. Anda mendapati orang-orang yang memilik harta sangat sibuk sehingga hartanya melalaikannya dari mengingat Allah subhanahu wata’aala, kecuali orang yang dirahmati Allah.

Allah Subhanahu wata’aala berfirman:

“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” [QS. Al- Munafiquun: 9].

Pemilik harta sibuk untuk mengumpulkan dan memperbanyak hartanya sampai seluruh waktu dan perhatiannya dipergunakan untuk itu. Maka orang yang rugi adalah orang yang diperhamba hartanya dimana harta itu mengontrol atau menguasai perilaku-perilakunya, pergerakannya dan perasaannya.

Di dalam hadits disebutkan dari Abu Hurairah Radhiyallohu’anhu ia mengatakan, aku mendengar Rasulullah Salallahu a’laihi Wasalam bersabda,

“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamisah (jenis pakaian). Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah, celaka dan tersungkurlah dia jika terkena duri ia tidak bisa mencabutnya (Kalau terkena musibah ia putus asa dan tidak mampu melepaskan diri darinya). Berbahagialah seorang hamba yang mengambil tali kekang kudanya, rambutnya kusut dan kedua kakinya berdebu, jika ditugaskan dibarisan pengawalan, maka ia berada di barisan pengawalan. Jia ia ditugaskan di barisan belakang, iapun ada di barisan belakang. Apabila ia meminta izin ke pemimpin ia tidak diberi izin, apabila dia membantu orang (menjadi orang tengah) maka bantuannya tidak sampai”.

Dan contoh yang paling benar dalam kecelakaan pemilik harta adalah seperti yang disebutkan Allah Subhanahu wata’aala tentang Fir’aun dalam firmanNya di Surat Al-Qashash ayat 76-82 yang bermaksud:

"Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.” 76

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang berbuat kerusakan. 77

Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. 78

Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” 79

Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar.” 80

Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). 81

Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkata: “Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allah).” 82.

Di dalam ayat-ayat ini Allah Subhanahu wata’aala mengkhabarkan keadaan Qarun, seseorang dari golongan Bani Israil dimana mereka diutamakan atas seluruh umat. tapi qarun menyimpang dari jalan kaumnya dan melampaui batas. Sementara Allah Subhanahu wata’aala telah memberikan Qarun (Harta yang banyak) sampai kunci-kunci gudang hartanya terasa berat dipikul oleh sekelompok orang yang kuat. Ini baru kuncinya, lalu bagaimana dengan gudang-gudangnya?.

Kaumnya telah menasehatinya dengan memberi peringatan kepada Qarun agar tak melampaui batas, tidak terlalu gembira terhadap harta dunia yang banyak, karena Allah Subhanahu wata’aala tidak menyukai orang-orang yang terlalu mencintainya. Juga agar Qarun bersedekah dan mengharap pahala dari Allah serta tidak cukup hanya melampiaskan hawa nafsu , tidak sombong, tidak tersibukan dengan hal yang melalaikan. Tapi Qarun menolak nasehat mereka dan mengingkari nikmat Allah Subhanahu wata’aala keatasnya dengan alasan harta yang ia dapatkan adalah hasil jerih payah dan kepintarannya.

Kemudian Allah Subhanahu wata’aala membantahnya dengan menyebutkan pemberiannya tidak menjadi ciri baiknya keadaan orang yang diberi. Sebagaimana Allah telah membinasakan Qarun terdahulu, maka tidak ada yang bisa mencegahnya untuk membinasakan Qarun yang semisal denganya.

Tapi lagi-lagi Qarun terus-menerus membantah, dzalim dan tidak menerima nasehat kaumnya seraya bangga dan sombong.

Pada suatu hari Qarun keluar dengan kecongkakan yang dimilikinya, dimana terkumpulnya perhiasan dunia keindahan dan kilauannya, maka pandangan mata pun tertuju kepadanya. Lalu pandangan orang-orang yang melihat terbagi menjadi dua: Bagian yang keinginannya tertumpu kepadanya lalu menjadi puncak keinginan mereka, sehingga mereka mempercayai bahwa Qarun benar-benar mendapat bagian yang besar. Kedua, orang-orang yang mengetahui hakekat sesuatu meningkari hal itu, mereka melihat batin dunia tempat berbaringnya mereka itu, seraya menererangkan bahwa kelezatan ibadah di dunia dan surga itulah sebaik-baik yang kalian inginkan.

Setelah habisnya batas waktu Qarun dari melampaui batas dengan kesombongan, Allah Subhanahu wata’aala tiba-tiba mengazabnya dengan azab yang setimpal dengan perbuatannya yaitu sebagaimana dia mengangkat dirinya di atas hamba, maka Allah menurunkan Qarun ke tempat yang paling bawah bersama harta yang ia sombongkan dari rumah dan perhiasannya. Dengan demikian, orang-orang yang sebelumnya menginginkan dunia mengambil pelajaran dan yakin bahwa keluasan rezeki yang Allah limpahkan kepada Qarun tidak menunjukan kebaikan yang ada di dalamnya. Jikalau bukan karena kenikmatan dan rahmat Allah pasti mereka akan mendapatkan azab atas apa yang mereka katakan sebelumnya. Maka kebinasaan Qarun menjadi siksa baginya dan pelajaran dan nasehat bagi orang lain.

3. Penghasilan dan pengeluaran yang haram

Sungguh diantara tanda-tanda terjangkiti fitnah harta ini adalah penghasilan dari semua cara yang haram dan betapa banyak keadaan seperti ini, sebagai contoh diantaranya riba, sogok, mencuri, korupsi, jual beli haram, menipu dan mengurangi timbangan. Termasuk di dalam hal ini tidak disiplinnya seorang pegawai dalam waktu tugasnya padahal dia menerima gaji sempurna.

Bentuk-bentuk terkena dampak fitnah ini diantaranya:

  • Terhalang dari terkabulnya doa apabila dia berdoa
    Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu ia mengatakan Rasulallah Salallahu alaihi wasalam bersabda

    “Wahai sekalian manusia sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan tidak menerima kecuali sesuatu yang baik. Dan Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kaum mukminin dengan perintah yang Allah gunakan untuk memerintahkan para rasul.”

    Maka Allah berfirman dalam QS Al-Mu’minun ayat 51:

    “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

    Dan juga firmanNya QS; Al-Baqoroh ayat 172:

    “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”

    Kemudian Rasulallah Salallahu Alaihi Wasalam menyebutkan tentang sesorang yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya kusut kemudian mengangkat tangan lalu berdoa

    “Ya Tuhanku, ya Tuhanku, sedangkan makanannya haram, minumanya haram, perutnya diisi suatu yang haram, lalu bagaimana kami mengabulkan doanya”

    Lalu siapakah yang tidak butuh dengan bermunajat kepada Rabbul ‘Alamin di dalam urusan dunia maupun agama?

  • Hisab / Perhitungan
    Dari Abu Barzah al-Aslami dari Nabi Salallhu Alaihi wasalam,

    “Tidak bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai diminta pertanggung jawaban tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya darimana diperolehnya dan kemana dibelanjakannya, serta tubuhnya untuk apa digunakannya.”

    Maka hendaknya orang yang memiliki harta mempersiapkan jawaban untuk pertanyaan di atas yang dengannya dia bisa meraih ridha Allah Subahanahu Wa Ta’ala selama masih ada kesempatan, umur dan bisa beramal.

4. Bakhil

Sesunngguhnya diantara ujian besar yang kadang ditimpakan kepada orang yang memiliki harta adalah sifat pelit dalam memberi, sampai-sampai dia tidak menunaikan hak-hak harta tersebut yang telah diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti menuanaikan zakat dan sedekah bahkan dia pelit kepada dirinya, keluarga serta anak-anaknya, dia tidak memberikan sesuatu kecuali sedikit dan tidaklah yang demikian itu melainkan menunjukkan besarnya kecintaan dunia dan terus menerus ingin mendapatkanya di dalam hati orang yang pelit dengan melupakan mengingat akhirat dan beramal untuknya.

Ini merupakan akibat dari lemahnya iman dalam hati dan sedikitnya rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sungguh Allah telah mengancam orang-orang pelit dalam mengeluarkan harta pada hari kiamat dengan azab yang sangat keras. Allah berfirman dalam QS Al-Imran ayat 180:

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

5. Al-Isrof (boros dan menghamburkan harta)

Sungguh mengalirnya harta banyak membawa pemiliknya kedalam perbuatan mubazir dan melampaui batas dalam membelanjakan harta. Orang yang mencermati keadaaan kebanyakan manusia akan mengetahui dengan baik. Cukuplah peringatan keras dari perbuatan boros ini, firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam QS Al-Araf ayat 31:

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

Sumber : Dr. Hamad bin Nasr bin Abdurrahman Al-Amr, Menangkal berbagai macam fitnah dengan al-qur’an dan sunnah. Diterjemahkan Oleh Isnan Efendi Abu Abdus Syahid