Apa yang dimaksud dengan Explanatory Style (Gaya Penjelasan) ?
Explanatory Style (Gaya Penjelasan)
Explanatory style merupakan cara individu dalam memandang dan menjelaskan penyebab dari suatu peristiwa (Bourne & Russo, 1998). Dalam memandang suatu peristiwa, seseorang dapat menyikapinya secara optimis maupun pesimis dan hal ini akan berpengaruh juga pada cara mereka dalam menghadapi masalah (Seligman, 2005).
Teori mengenai gaya penjelasan pada dasarnya adalah pengembangan dari teori atribusi, oleh karena itu berikut ini akan diuraikan pula beberapa pandangan dalam atribusi yang mendasari teori tentang gaya penjelasan. Teori atribusi menekankan pada bagaimana seseorang mencoba menjelaskan penyebab dari suatu kejadian di lingkungan sekitarnya (Astuti, 1999). Buck (dalam Astuti, 1999) mengatakan bahwa atribusi merupakan proses dalam menjelaskan atau memberi arti dari peristiwa yang terjadi di luar maupun di dalam individu. Menurut Myers (dalam Astuti, 1999), atribusi merupakan proses menerangkan penyebab tingkah laku manusia, baik orang lain maupun dirinya sendiri. Dari teori atribusi inilah kemudian dikembangkan menjadi teori gaya penjelasan.
Menurut Seligman (dalam Hockenbury & Hockenbury, 2003; Gerrig & Zimbardo, 2008; Bourne & Russo, 1998), explanatory style (gaya penjelasan) terdiri dari dua macam tipe :
-
Optimistic explanatory style, individu dalam memandang peristiwa buruk atau kegagalan cenderung sebagai sesuatu yang eksternal, sementara, dan spesifik.
-
Pessimistic explanatory style, individu dalam memandang peristiwa buruk atau kegagalan cenderung sebagai sesuatu yang internal, stabil, dan global. Individu yang pesimis meyakini bahwa apapun usaha mereka tidak akan mengubah situasi menjadi lebih baik.
Menurut Seligman (2005), ada tiga dimensi dalam gaya penjelasan untuk melihat optimisme seseorang, yaitu:
-
Permanent (stabil-sementara)
Penjelasan atau cara pandang tentang situasi yang baik maupun buruk yang berkaitan dengan masalah waktu. Ketika menghadapi situasi yang tidak menyenangkan, individu yang optimis akan memandang situasi tersebut bersifat sementara. Pada situasi ke depan yang hampir sama, ia yakin bahwa ia akan berhasil dan penyebab dari situasi tersebut dapat diatasi. Sebaliknya, peristiwa yang menyenangkan dipandang akan bertahan lama. -
Pervasiveness (spesifik-global)
Penjelasan tentang bagaimana pengaruh peristiwa yang dialami terhadap situasi yang berbeda dalam hidup. Individu yang optimis akan memandang situasi yang tidak menyenangkan sebagai sesuatu yang spesifik atau terjadi pada kondisi tersebut saja dan tidak mempengaruhi segala aktivitas. Pada situasi ke depan, ia yakin bahwa ia akan berhasil pada hal-hal yang lain. Sedangkan pada situasi yang menyenangkan, individu yang optimis akan memandangnya sebagai sesuatu yang menyeluruh dan dapat terjadi pada segala situasi. -
Personalisasi (internal-eksternal)
Penjelasan tentang siapa yang menjadi penyebab suatu peristiwa, baik negatif maupun positif. Dalam menghadapi situasi yang tidak menyenangkan, individu yang optimis akan memandang peristiwa tersebut bukan secara mutlak disebabkan oleh dirinya. Sedangkan ketika menghadapi situasi yang menyenangkan, individu yang optimis akan memandang bahwa hal tersebut terjadi karena usahanya. Namun Seligman (dalam Carver & Scheier, 2003) lebih menekankan pada dua dimensi gaya penjelasan, yaitu permanent dan pervasiveness.
Definisi Explanatory Style
Explanatory style berasal dari reformulasi model teori learned helplessness sebagai cara untuk menerangkan keragaman respon yang ditunjukkan orang terhadap kejadian buruk yang tidak dapat dikontrol (Abraham, Seligman, & Teasdale, dalam Peterson, 1988). Explanatory style merupakan hal penting yang dapat mempengaruhi helplessness dan kegagalan untuk beradaptasi terhadap helplessness (dalam Peterson & Steen, 2002).
Pada umumnya, orang akan bergantung pada kebiasaannya dalam memaknai setiap kejadian, yang disebut dengan explanatory style. Orang akan cenderung memberikan penjelasan yang sama terhadap kejadian yang berbeda. Explanatory style merupakan salah satu atribut psikologis yang mengindikasikan bagaimana seseorang akan menjelaskan kepada dirinya mengenai kejadian yang dialami, baik positif maupun negatif (dalam Peterson & Steen, 2002).
Explanatory style yang dikembangkan oleh seorang individu merupakan salah satu determinan terhadap penjelasan yang dipilih ketika menghadapi suatu kejadian yang buruk (Peterson, Bettes, & Seligman, dalam Peterson, 1988). Explanatory style merupakan suatu cara yang biasa dilakukan orang untuk menjelaskan mengenai kejadian buruk yang menimpa mereka (Peterson & Seligman, dalam Peterson, 1988).
Konsep explanatory style menggambarkan bagaimana setiap individu memiliki cara yang berbeda untuk menjelaskan kepada diri mereka mengenai perasaan learned helplessness . Explanatory style adalah suatu cara untuk menjelaskan kepada diri sendiri mengenai kontrol yang relatif kurang terhadap lingkungan kita (Seligman, dalam Schultz, 1994).
Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan bahwa explanatory style adalah cara yang digunakan untuk menjelaskan dan memaknai setiap kejadian yang dialami, baik kejadian yang positif maupun negatif.
Dimensi Explanatory Style
Ada tiga dimensi utama dalam explanatory style menurut Martin Seligman, Lyn Abramson, dan John Teasdale (1978), antara lain:
a. Permanence
Dimensi ini dikenal juga dengan istilah dimensi stabil atau tidak stabil. Dimensi ini menunjukkan apakah individu percaya bahwa kejadian tertentu akan kembali terulang atau akan berubah (Abramson, Seligman, dan Teasdale, dalam Wadey, 2010).
Orang yang tidak mudah mengalami helpless cenderung percaya bahwa penyebab dari kejadian buruk yang dialami hanya bersifat sementara. Sedangkan orang yang menyerah dan putus asa akan dengan mudah percaya bahwa penyebab dari kejadian buruk yang dialami bersifat permanen. Kejadian yang buruk akan terus bertahan dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan (Seligman, 2006).
b. Pervasiveness
Dimensi ini dikenal juga dengan istilah dimensi global atau spesifik. Dimensi ini menunjukkan apakah individu akan menggeneralisasikan kejadian tersebut ke seluruh aspek kehidupan atau hanya pada area tertentu (Abramson, Seligman, dan Teasdale, dalam Wadey, 2010).
Orang yang membuat penjelasan spesifik akan menjadi helpless pada satu area tertentu dalam kehidupannya namun akan tetap terus berjuang dan berusaha pada area lainnya Sedangkan orang yang membuat penjelasan secara global terhadap suatu kegagalan, cenderung akan menyerah dalam segala hal ketika kegagalan terjadi pada satu area tertentu (Seligman, 2006).
c. Personalization
Dimensi ini juga dikenal dengan istilah dimensi internal atau eksternal. Dimensi ini menunjukkan apakah individu mempunyai kontol terhadap kejadian yang dialami atau tidak (Abramson, Seligman, dan Teasdale, dalam Wadey, 2010).
Ketika suatu hal yang buruk terjadi, maka individu dapat menyalahkan dirinya sendiri (internal) atau dapat menyalahkan orang lain dan lingkungan (eksternal). Orang yang menyalahkan faktor eksternal tidak akan mengalami penurunan self-esteem . Dengan kata lain, mereka akan cenderung lebih menyukai dirinya sendiri. Sedangkan orang yang menyalahkan dirinya sendiri akan membuat self-esteem-nya menjadi rendah ketika mengalami kegagalan. Mereka akan berpikir bahwa mereka itu tidak berharga, tidak mempunyai talenta, dan tidak disukai (Seligman, 2006).