Apa yang dimaksud dengan Etika Administrasi Publik?

Public-Service-Illustration

Administrasi publik dimaksudkan untuk memahami hubungan pemerintah dengan publik serta meningkatkan responsibilitas kebijakan terhadap berbagai kebutuhan publik. Namun dalam realitas nya tak sedikit pemerintah yang kurang memiliki akuntabilitas yang tinggi dalam melaksanakan tugas nya, sehingga menimbulkan adanya praktek yang menyimpang (mal-administrasi) seperti korupsi, kolusi dan nepostisme.

Gambaran tersebut menunjukkan pentingnya etika dalam proses administrasi publik. Lalu apa sih yang dimaksud dengan Etika Administrasi Publik?

DEFINISI ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK

Dalam lingkup pelayanan publik, etika administrasi publik diartikan sebagai filsafat dan profesional standar (kode etik) atau right rules of conduct (aturan berperilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik atau administrasi publik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa etika administrasi publik adalah aturan atau standar pengelolaan, arahan moral bagi anggota organisasi atau pekerjaan manajemen, aturan atau standar pengelolaan yang merupakan arahan moral bagi administrator publik dalam melaksanakan tugasnya melayani masyarakat. Aturan atau standar dalam etika administrasi negara tersebut terkait dengan kepegawaian, perbekalan, keuangan, ketatausahaan, dan hubungan masyarakat.

Etika dalam administrasi publik adalah bagaimana mengaitkan keduanya, bagaimana gagasan-gagasan administrasi, seperti efektivitas, efisiensi, akuntabilitas, kemanfaatan, produktivitas dapat menjelaskan etika dalam prakteknya, dan bagaimana gagasangagasan dasar etika, seperti mewujudkan yang baik dan menghindari yang buruk, dapat menjelaskan hakikat administrasi publik. Sehingga diharapkan seorang administratur publik selalu menggunakan pertimbangan etika dalam melakukan segala aktivitas yang menyangkut kepentingan publik.

URGENSI ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK

Pentingnya etika dalam administrasi publik dapat ditelusuri dari paradigma ilmu administrasi publik. Dalam paradigma “dikotomi politik dan administrasi” dimana dijelaskan bahwa pemerintah memiliki dua fungsi yaitu fungsi politik dan fungsi administrasi. Fungsi politik ada kaitannya dengan pembuatan kebijakan atau pernyataan yang menjadi keinginan negara. Sedangkan fungsi administrasi adalah berkenaan dengan pelaksanaaan kebijakan-kebijakan tersebut. Dengan begitu pemerintah dalam membuat kebijakan publik berada pada kekuasaan politik dan dalam menjalankan kebijakan tersebut merupakan kekuasaan administrasi. Tetapi, karena menjalankan kebijakan politik administrator publik memiliki kewenangan yang disebut “discretionary power” yaitu adalah keleluasaan untuk menafsirkan suatu kebijakan politik dalam bentuk program dan proyek, maka tidak ada jaminan bahwa kewenangan tersebut digunakan secara baik dan tidak secara buruk.

Berangkat dari hal tersebut, maka etika dalam administrasi publik diperlukan. Lalu etika menurut Widodo (2001: 252) memiliki dua fungsi yaitu: pertama sebagai pedoman dan acuan bagi administrator publik dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, kedua, etika administrasi publik sebagai standar penilaian perilaku dan Tindakan administrator publik. Etika administrasi publik dapat dijadikan petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh administrator publik dalam menjalankan kebijakan politik, sekaligus dapat digunakan sebagai standar penilaian apakah perilaku mereka dalam melaksanakan kebijakan baik atau buruk.

NILAI - NILAI ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK

Nilai dalam etika administrasi publik diperlukan sebagai acuan dan pedoman bagi penyelenggara administrasi publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya

  1. Nilai efisiensi. Birokrasi publik dikatakan baik jika mereka efisien (tidak boros) artinya mereka akan menggunakan dana publik secara berhati-hati agar memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi publik. Dana publik ini tidak diboleh dibelanjakan secara boros dan tidak boleh digunakan untuk proyek atau program yang tidak menyentuh kepentingan masyarakat luas. Dengan demikian nilai efisiensi ini lebih menekankan pada pengunaan sumber dana dan daya secara tepat.

  2. Nilai membedakan milik pribadi dengan milik kantor. Birokrasi publik yang baik adalah birokrasi publik yang dapat membedakan mana milik kantor dan mana milik pribadi. Artinya mereka tidak akan menggunakan milik kantor untuk kepentingan pribadi. Mereka menggunakan barang publik (milik kantor) hanya betul-betul untuk kepentingan kantor.

  3. Nilai impersonal. Hubungan impersonal ini perlu ditegakkan untuk menghindari menonjolkan unsur perasaan dari pada unsur rasiodalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan peraturan dan pengaturan yang ada dalam organisasi dan tidak mengkotak – kotakan siapapun meski memiliki ikatan saudara, hal tersebut berlaku dalam pemberiam rewards maupun hukuman

  4. Nilai merytal system. Hal ini berkaitan dengan penerimaan dan promosi di suatu birokrasi publik. Merytal system merupakan suatu sistem penarikan atau promosi pegawai yang tidak didasarkan pada hubungan kekerabatan dan keluarga, akan tetapi berdasarkan pengetahuan (knowlegde), ketrampilan (skill), kemampuan (capable) dan pengalaman (experience) yang dimiliki oleh orang yang bersangkutan.

  5. Nilai responsibel. Berkaitan dengan pertanggungjawaban birokrasi publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Birokrasi publik yang baik adalah birokrasi yang responsibel. Birokrasi publik dinilai memiliki responsibilitas apabilai memiliki standar profesionalisme yang tinggi. Maka dari itu diperlukan standar penilaian tersendiri yang sifatnya administratif atau teknis, dan bukan politis sebagai penilaian terhadap apa yang menjadi sikap, perilaku, dan sepak terjang administrator negara (birokrasi publik)

  6. Nilai akuntabilitas (accoutability). Nilai akuntabilitas juga berkaitan dengan pertanggungjawaban birokrasi publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Birokrasi publik dikatakan accountable manakala mereka dinilai secara objektif oleh masyarakat dan dapat mempertanggunggungjawabkan segala macam perbuatan dan sikap nya kepada yang memiliki kekuasaan atau kewenangan.

  7. Nilai responsivitas. Nilai responsivitasberkaitan dengan daya tanggap dan menanggapi apa yang menjadi keluhan, masalah, aspirasi publik. Birokrasi publik yang baik adalah birokrasi yang responsif (mempunyai daya tanggap yang tinggi dan cepat menanggapi) apa yang menjadi keluhan, masalah, aspirasi publik. Responsivitas (responsiveness) merupakan pertanggungjawaban dari sisi yang menerima pelayanan (masyarakat)

PELANGGARAN ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK

Pelanggaran etika administrasi publik disebut juga maladministrasi. Mal-administrasi merupakan suatu praktek yang menyimpang dari etika administrasi atau suatu praktek administrasi yang menjauhkan dari pencapaian tujuan administrasi. Menurut Flippo, mal-administrasi sering dilakukan saat menjalankan tugasnya sebagai berikut

  1. Ketidakjujuran, (dishonesty) dimana pejabat negara selalu mempunyai peluang untuk melakukan tindakan yg tidak jujur

  2. Perilaku yang buruk (unethical behaviour) dalam hal ini melalui peraturan mempunyai celah bagi pejabat yang kurang bermoral melakukan penyimpangan

  3. Konflik Kepentingan, seringkali pejabat publik dihadapkan dengan konflik kepentingan yang menguntungkan dirinya sendiri

  4. Melanggar peraturan perundang-undangan.

  5. Perlakuan yang tidak adil terhadap bawahan, hal ini berkaitan dengan pemberhentian pegawai yang tidak ada kaitannya dengan proses pelayanan publik

  6. Pelanggaran terhadap prosedur.

  7. Tidak menghormati kehendak pembuat peraturan perundangan. Jika suatu keputusan pegawai mengabaikan kepentingan umum maka dapat dikategorikan melakukan mal administrasi

  8. Inefisiensi atau pemborosan, seperti pemborosan dana, waktu dan sumber daya tanpa alasan yang jelas

  9. Menutupi kesalahan, seringkali pejabat merasa bahwa penyimpangan dalam organisasinya adalah tanggungjawabnya sendir

  10. Kegagalan mengambil prakarsa. Pejabat sering gagal membuat keputusan yang positif dalam melaksanakan kewenangan menurut hukum

Summary

Holilah.Etika Administrasi Publik.Jurnal Review Politik
Volume 03, Nomor 02, Desember 2013
Harbani, Pasolong. 2008.Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta