Apa yang dimaksud dengan Ego Intelektualisasi?

Mekanisme pertahanan diri atau ego Intelektualisasi

Mekanisme pertahanan diri atau ego Intelektualisasi merupakan upaya seseorang untuk menghadapi situasi yang menekan perasaannya dengan jalan analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan analisa intelektual yang dilakukannya ia berharap tidak terganggu dengan situasi tersebut.

Apa yang dimaksud dengan mekanisme pertahanan diri atau ego intelektualisasi ?

Teori Freud secara gamblang menjelaskan tentang mekanisme pertahanan diri sebagai bentuk dari ketidaksadaran individu dalam menghadapi realita. Jika konselor memakai konsep teori Freud maka seorang konselor dituntut untuk memahami bentuk-bentuk pertahanan diri yang sering dilakukan seseorang.

Secara singkat bentuk-bentuk mekanisme pertahanan yaitu ;

  1. Represi. Didefinisikan sebagai upaya individu untuk menghilangkan frustrasi, konflik batin, dan bentuk-bentuk kecemasan lain yang ada dalam dirinya. Dalam proses konseling, seseorang yang melakukan represi biasanya tidak bersedia menceritakan permasalahan yang membuat cemas dirinya. Hal ini dilakukan karena sebagai usaha untuk menghilangkan kecemasan dari perasaannya.

  2. Denial. Diartikan sebagai individu yang selalu menyangkal kenyataan tidak menyenangkan yang terjadi dalam dirinya, dalam proses konseling perilaku denial sering terjadi ketika konselor berusaha mengeksplorasi pengalaman yang dirasakan oleh konseli tetapi karena konseli merasa tidak ingin perasaan itu diketahui oleh orang lain maka ia berusaha menolak kenyataan yang dialaminya.

  3. Proyeksi. Konseli melakukan proyeksi dengan mengalihkan perbuatan tidak menyenangkan atau kekeliruan kepada orang lain. Termasuk di dalamnya segala kegelisahan dan perasaan tidak enak yang lain sebagai akibat dari perbuatan orang lain, dengan kata lain konseli berperilaku selalu menyalahkan pihak di luar dirinya sebagai penyebab setiap persoalan.

  4. Rasionalisasi. Merupakan upaya mencari-cari alasan yang dapat diterima secara social untuk membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang buruk. Seorang konseli akan berusaha membuat berbagai alasan dengan harapan konselor tidak mengetahui atau menganggap dia sebagai orang yang berperilaku normal.

  5. Intelektualisasi. Upaya seseorang untuk menghadapi situasi yang menekan perasaannya dengan jalan analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan analisa intelektual paradigma, yang dilakukannya ia berharap tidak terganggu dengan situasi tersebut.

  6. Pembentukan reaksi. Memungkinkan seseorang untuk melarikan diri dari gangguan perasaan atau keinginan dengan mengumpamakan kebalikan dari kejadian tersebut. Seorang konseli yang sakit hati, reaksi yang diperbuat adalah menampakkan kegembiraan, seolah-olah tidak terjadai apa-apa dengan dirinya.

  7. Introyeksi. Terjadi ketika seseorang memperoleh pendapat atau nilai-nilai orang lain, walaupun bertentangan dengan dengan sikap/prinsip yang dipegangnya. Konseli dengan pertahanan ini menerima apa saja yang disarankan oleh orang lain tanpa ada tanggapan dan argumentasi mengapa menerima pendapat tersebut.