Apa yang dimaksud dengan Disleksia atau dyslexia?

Disleksia

Disleksia (dyslexia) adalah sebuah gangguan dalam perkembangan baca-tulis yang umumnya terjadi pada anak menginjak usia 7 hingga 8 tahun. Ditandai dengan kesulitan belajar membaca dengan lancar dan kesulitan dalam memahami

Apa yang dimaksud dengan Disleksia ?

Disleksia berasal dari bahasa Yunani dyslexia, dys artinya tanpa, tidak adekuat atau kesulitan dan lexis/lexia artinya kata atau bahasa. Disleksia adalah salah satu karakteristik kesulitan belajar pada anak yang memiliki masalah dalam bahasa tertulis, oral, ekspresif atau reseptif (Lerner, 2000)

Masalah yang muncul adalah anak mengalami kesulitan dalam membaca, mengeja, menulis, berbicara, dan mendengar. Disleksia adalah salah satu kelompok dalam kesulitan belajar spesifik. Disleksia bukanlah penyakit, disleksia tidak memiliki obat. Disleksia merupakan kesulitan belajar yang paling sering ditemukan dalam penelitian (Wenar dan Kerig, 2006).

Berikut pengertian disleksia menurut beberapa ahli :

  • Disleksia merujuk pada kesulitan membaca baik itu penglihatan atau pendengaran. Inteligensinya nor mal, dan usia keterampilan bahasanya sesuai. Kesulitan belajar tersebut akibat faktor neurologis dan bukan disebabkan oleh faktor eksternal, misalnya Iingkun gan atau sebab sebab sosial (Corsini).

  • Disleksia sebagai kesulitan membaca berat pada anak yang memiliki kecerdasan normal dan ber motivasi cukup, berlatar belakang budaya yang memadai dan berkesempatan memperoleh pendidikan serta tidak bermasalah emosional (Guszak).

  • Disleksia adalah suatu bentuk kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, yang secara historis menunjukan perkembangan bahasa yang lambat dan hampir selalu bermasalah dalam menulis dan mengeja serta kesulitan dalam mempelajari sistem representasional misalnya berkenaan dengan waktu, arah, dan masa. (Bryan & Bryan; Mercer).

  • Disleksia adalah bentuk kesulitan belaiar membaca dan menulis terutama belajar mengeja dengan benar dan mengungkapkan pikiran secara tertulis, memanfaatkan kesempatan bersekolah dengan normal serta tidak memperlihatkan keterbelakangan dalam mata pelajaran-mata pelajaran lainnya ( Hornsby).

Di antara sekian banyak definisi para ahli di atas, ada kesepakat an secara umum mengenai definisi dan penjelasannya yang dirumuskan ke dalam empat bagian ( Hynd dalam Lerner, 2000), yaitu:

  • Disleksia memiliki dasar biologis dan dikarenakan kondisi neurologis baw aan.

  • Masalah disleksia bertahan sampai remaja dan dewasa.

  • Disleksia memiliki dimensi perseptual, kognitif dan bahasa.

  • Disleksia mengarah pada kesulitan di banyak area kehidupan sebagai individu dewasa.

Mercer (1987) mendefinisikan disleksia sebagai suatu sindrom kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, dan dalam mempelajari segala sesuatu yang berkenan dengan waktu, arah, dan masa.

Menurut Mar’at (2005) disleksia adalah kesukaran dalam membaca yang tidak didasari oleh gangguan neurologis, tidak ada bukti tentang adanya kerusakan otak atau gangguan organis lainnya. Penderita disleksia mengalami gangguan atau kesukaran dalam hal belajar membaca. Penderita tidak mampu mengelompokkan atau menggabungkan fonem-fonem tulisan (the phonemic of writing), sehingga mengalami keterlambatan dalam membaca.

Jenis-jenis Disleksia


Carlson (1994) menyebutkan terdapat 5 macam disleksia, yaitu:

  • Surface Dyslexia

    Surface dyslexia adalah gangguan dalam proses membaca metode whole-word reading (Marshall dan Newcombe, 1973 dan Warrington, 1990). Terminologi surface (permukaan) berkaitan dengan ketidakmampuan individu dengan surface dyslexia mengenali bentuk visual kata dan cara mengucapkannya, bukan pada makna katanya.

  • Phonological Dyslexia

    Phonological dyslexia adalah gangguan pada phonetic reading yang membuat individu dapat membaca kata yang familiar tapi kesulitan membaca yang tidak familiar.

  • Spelling Dyslexia

    Spelling Dyslexia adalah individu tidak dapat membaca dengan metode whole-word reading dan phonological dyslexia. Namun mereka dapat membaca jika mereka membaca satu persatu huruf dalam kata dan akan mengenali maknanya.

  • Direct Dyslexia

    Direct dyslexia adalah individu dapat membaca dengan keras na mun mereka tidak dapat memahami satu kata pun yang mereka bacakan.

  • Comprehension Without Reading

    Comprehension without reading adalah individu dapat memahami makna kata tapi tidak dapat mengenali huruf maupun fonologi huruf dalam kata.

Penyebab Disleksia


Terdapat dua penemuan dari Sperry dan Gazzaniga mengenai etiologi atau penyebab disleksia yaitu:

  1. Adanya kesukaran dalam mengamati dan mengingat urutan waktu (temporal orders). Temporal orders ini dipergunakan dalam membaca. Oleh karena itu, apabila ada kesukaran dalam hal ini, maka akan terjadilah kesukaran dalam membaca. Contohnya dalam suatu percobaan ke pada anak-anak yang mengalami disleksia diberikan cahaya lampu merah dan hijau yang menyala secara bergantian dengan urutan tertentu. Ternyata mereka akan mengalami kesukaran dalam menemukan lampu merah dan hijau yang diberikan tes tersebut.

  2. Dominasi dari hemisphere kiri otak kurang atau bahkan tidak cukup. Hal ini mungkin ada hubungannya dengan kenyataan bahwa hemisphere kiri ini pada anak-anak yang mengalami disleksia matangnya lebih lambat. Oleh karena itu, diduga ada hubungannya dengan temporal order dan persoalan membaca tersebut. Contohnya dua deretan digits pan diberikan kepada kedua anak telinga seorang penderita disleksia pada saat bersamaan. Deretan angka yang didengar dari telinga kanan akan diingat olehnya dengan lebih baik daripada deret angka yang didengar melalui telinga kiri.

Perilaku Anak Disleksia


Menurut Mulyadi (2010) perilaku berbahasa anak disleksia adalah sebagai berikut.

  1. Memiliki kekurangan dalam diskriminasi penglihatan.

  2. Tidak mampu menganalisis kata menjadi huruf-huruf.

  3. Memiliki kekurangan dalam memori visual.

  4. Memiliki kekurangan dalam melakukan diskriminasi auditoris.

  5. Tidak mampu memahani simbol bunyi.

  6. Kurang mampu mengintegrasikan penglihatan dengan pendengaran.

  7. Kesulitan dalam mempelajari asosiasi simbol-simbol ireguler (khusus dalam berbahasa Inggris).

  8. Kesulitan dalam mengurutkan kata-kata dan huruf-huruf.

  9. Membaca kata demi kata.

  10. Kurang memiliki kemampuan dalam berpikir konseptual.

1 Like

Dalam buku How to Create A Smart Kids ( Cara Praktis Menciptakan Anak Sehat dan Cerdas) Vizara Auryn , menjelaskan bahwa disleksi berasal dari kata Yunani, Dys (yang berarti “sulit dalam…”) dan Lex (berasa dari Legein, yang berarti berbicara). Jadi disleksia berarti “kesulitan dengan kata-kata”. Artinya penderita ini memiliki kesulitan untuk mengenali huruf atau kata. Hal ini terjadi karena kelemahan otak dalam memproses informasi. Disleksi juga diartikan sebagai salah satu karakteristik kesulitan belajar pada anak yang memiliki masalah dalam bahasa tertulis, oral, ekspresif atau reseptif. Masalah yang muncul yaitu anak akan mengalami kesulitan dalam membaca, mengeja, menulis, berbicara, dan mendengar. Beberapa kasus menunjukkan adanya kesulitan dengan angka, karena adanya kelainan neurologis yang kompleks, kelainan struktur dan fungsi otak.

Banyak ahli yang mengemukakan pengertian disleksia antara lain:

  • Menurut Corsini, disleksia merujuk pada kesulitan membaca baik itu penglihatan atau pendengaran. Inteligensinya normal, dan usia keterampilan bahasanya sesuai. Kesulitan belajar tersebut akibat factor neurologis dan bukan disebabkan oleh faktor eksternal, misalnya lingkungan atau sebab-sebab sosial.

  • Menurut Guszak, disleksia dinyatakan sebagai kesulitan membaca berat pada anak yang memiliki kecerdasan normal dan bermotivasi cukup, berlatar belakang budaya yang memadai dan berkesempatan memperoleh pendidikan serta tidak bermasalah emosionalnya.

  • Menurut Bryan dan Mercer, disleksia merupakan suatu bentuk kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, yang secara historis menunjukkan perkembangan bahasa yang lambat dan hampir selalu bermasalah dalam menulis dan mengeja serta kesulivan dalam mempelajari system representational misalnya berkenaan dengan waktu, arah, dan masa.

  • Menurut Homsbay dan Sodiq, disleksia merupakan bentuk kesulitan belajar membaca dan menulis terutama belajar mengeja dengan benar dan mengungkapkan pikiran secara tertulis, memanfaatkan kesempatan bersekolah dengan normal serta tidak memperlihatkan keterbelakangan dalam mata pelajaran lainnya.

Dapat disimpulkan bahwa disleksia merupakan suatu gangguan yang berpusat pada sistem saraf, dan dengannya mengalami kesulitan dalam hal membaca, menulis, mengeja, atau dapat dikatakan kesulitan dalam mengenali huruf-huruf. Disleksia sebagai kesulitan belajar spesifik dalam masalah belajar tertentu, seperti membaca, mengeja, dan menulis. Gejala penyerta lain adalah dapat berupa kesulitan menghitung, menulis angka, fungsi koordinasi/keterampilan motorik.

Disleksia adalah gangguan belajar yang menyebabkan kesulitan membaca, menulis, dan mengeja. The International Dyslexia Association, menyatakan bahwa disleksia adalah ketidakmampuan belajar spesifik yang berasal dari faktor neurobiologis. Masalah ini ditandai dengan kesulitan mengenali kata dengan lancar serta kemampuan mengeja yang buruk.

Akibatnya, kesulitan belajar ini bisa mengakibatkan masalah dalam membaca dan memahami bahan bacaan. Selain itu, gangguan belajar yang satu ini juga menghambat pemahaman akan kosakata dan makna di baliknya.

Sekalipun merupakan kondisi yang menyebabkan gangguan belajar, kondisi ini nyatanya sama sekali tidak memengaruhi atau berhubungan dengan tingkat kecerdasan seseorang.

Oleh sebab itu, seorang anak yang memiliki disleksia (dyslexia) bukan berati memiliki IQ yang rendah. Kedua hal ini sama sekali tidak berkaitan.

Seberapa umumkah disleksia (dyslexia)?


Disleksia adalah kondisi yang paling banyak terjadi pada anak-anak dan dapat tidak terdeteksi hingga dewasa. Dilansir dari NHS , sekitar 1 dari 10 orang di Inggris memiliki gangguan belajar ini. Pada setiap orang, tingkat keparahan disleksia bisa bervariasi dari ringan hingga berat.

Gangguan belajar ini akan muncul seumur hidup dan tidak bisa disembuhkan. Meski begitu, dyslexia bisa dikelola. Semakin cepat masalah ini diobati, semakin baik pula kondisi orang yang mengalaminya. Untuk itu, tidak ada kata terlambat bagi pengidap masalah belajar yang satu ini untuk meningkatkan keterampilan berbahasa.

Gejala disleksia (dyslexia)


Gangguan baca tulis ini biasanya akan sulit dikenali apabila anak belum mulai sekolah, Pasalnya, gangguan ini akan benar-benar terlihat saat anak mulai belajar membaca. Akan tetapi sebenarnya ada beberapa petunjuk awal yang bisa orangtua sadari.

Berikut berbagai tanda dan gejala disleksia berdasarkan tahapan usianya:

Gejala disleksia pada usia prasekolah

Anak usia prasekolah yang mengalami disleksia biasanya mengalami gejala, seperti:

  • Kemampuan bicara yang terlambat.
  • Lambat dalam mempelajari kata-kata baru.
  • Kesulitan membentuk kata dengan benar, misalnya terbalik-balik atau sulit memahami kata yang mirip.
  • Kesulitan untuk mengingat huruf, angka, warna.

Gejala disleksia pada usia sekolah

Di usia sekolah, biasanya tandanya akan terlihat semakin jelas seperti:

  • Kemampuan membaca yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan anak seusianya.
  • Kesulitan memproses dan memahami apa yang didengarnya.
  • Sulit untuk menemukan kata atau kalimat yang tepat untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan.
  • Sulit mengingat urutan kejadian.
  • Kesulitan dalam melihat dan kadang mendengar persamaan atau perbedaan dalam huruf dan kata-kata.
  • Tidak bisa mengucapkan kata yang tidak dikenalnya.
  • Kesulitan dalam mengeja.
  • Menghabiskan waktu yang sangat lama untuk menyelesaikan tugas membaca atau menulis.
  • Sering menghindari kegiatan membaca.

Gejala disleksia pada usia remaja dan dewasa

Disleksia juga kerap tidak terdeteksi sampai anak berusia remaja bahkan dewasa. Biasanya gejalanya juga mirip dengan yang muncul pada anak. Adapun berbagai tanda dan gejala yang biasanya muncul, yaitu:

  • Kesulitan dalam membaca terutama membaca dengan suara lantang.
  • Kemampuan membaca dan menulis yang lambat.
  • Memiliki masalah dalam mengeja.
  • Selalu menghindari kegiatan yang berhubungan dengan membaca.
  • Sering kali salah saat mengucapkan nama atau kata-kata.
  • Sulit memahami idiom tertentu, misalnya ringan tangan, keras kepala, dan sebagainya.
  • Menghabiskan waktu cukup lama untuk menyelesaikan tugas yang melibatkan bacaan dan tulisan,
  • Kesulitan meringkas sebuah cerita.
  • Kesulitan belajar bahasa asing.
  • Kesulitan menghafal.
  • Kesulitan mengerjakan soal matematika.

Selain itu, secara umum biasanya anak yang mengalami dyslexia saat remaja akan terlihat:

  • Depresi terutama saat belajar.
  • Menarik diri dari lingkungannya.
  • Kehilangan minat untuk sekolah dan belajar.

Hal-hal ini kerap membuat anak yang memiliki gangguan belajar ini dicap sebagai pemalas. Padahal, ia mengalami gangguan baca tulis yang mungkin tak diketahui oleh orangtua dan gurunya. Akibatnya, anak yang sudah kesulitan dalam belajar ini tak jarang menyerah.

Untuk itu, orangtua perlu peka terhadap berbagai tanda dan gejalanya. Jika buah hati Anda mengalami berbagai tanda yang telah disebutkan, jangan ragu untuk membawanya ke dokter, khususnya neurolog dan psikolog untuk segera diperiksa.

Selain tanda dan gejala yang telah disebutkan, ada berbagai gejala lain yang biasanya juga muncul pada anak disleksia. Bila Anda memiliki kekhawatiran akan sebuah gejala tertentu, konsultasikanlah dengan dokter.

Kapan saya harus periksa ke dokter?

Anda harus menghubungi dokter bila anak Anda memiliki kemampuan membaca yang lebih rendah dari anak-anak lainnya, atau apabila ia memiliki tanda-tanda atau gejala yang disebutkan di atas. Disleksia biasanya tidak disadari pada saat masih kecil dan dapat berlanjut hingga dewasa.

Penyebab disleksia (dyslexia)


Disleksia sama sekali tidak dipengaruhi oleh kecerdasan seseorang, kerusakan otak, atau keterbelakangan mental. Namun, para ahli mengira bahwa kondisi ini disebabkan oleh gen tertentu yang mengendalikan perkembangan otak. Selain itu, gangguan belajar ini juga sering kali muncul karena faktor keturunan.

Faktor risiko disleksia (dyslexia)


Berbagai faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena disleksia, antara lain:

  • Riwayat keluarga yang juga memiliki disleksia atau gangguan belajar lainnya.
  • Bayi lahir prematur atau berat badan rendah.
  • Paparan nikotin, alkohol, atau infeksi saat hamil yang bisa mengubah perkembangan otak janin.
  • Adanya perbedaan di bagian otak tertentu yang mengendalikan kemampuan membaca.

Diagnosis dan pengobatan disleksia (dyslexia)


Mendiagnosis dyslexia pada anak-anak kecil memang sulit karena tanda-tandanya tidak selalu tampak jelas. Selain itu, tidak ada tes khusus yang bisa mendiagnosis gangguan baca tulis ini. Untuk itu, biasanya dokter akan melakukan berbagai hal seperti:

  • Melihat perkembangan, masalah belajar, dan riwayat medis
    Biasanya dokter akan mengajukan berbagai pertanyaan ke orangtua terkait masalah ini. Dokter akan menanyakan apakah ada di antara anggota keluarga Anda yang memiliki riwayat disleksia. Pasalnya, gangguan belajar ini bisa diturunkan dari keluarga.

    Selain itu, dokter juga akan menanyakan perkembangan belajar anak sejak ia mulai belajar berbicara. Ini karena disleksia biasanya ditunjukkan dengan berbagai tanda.

    Pertanyaan lain yang mungkin Anda dapatkan dari dokter adalah terkait masalah belajar yang selama ini dialami anak di rumah. Berbagai informasi ini akan sangat membantu dokter untuk mendiagnosis masalah pada anak Anda.

  • Menanyakan masalah di rumah
    Untuk mengenali masalah ini, dokter biasanya akan meminta keterangan tentang kehidupan di rumah sehari-hari. Biasanya termasuk siapa saja yang tinggal di rumah dan apakah ada masalah tertentu yang sedang dihadapi sekarang-sekarang ini.

    Pasalnya, bisa saja anak bukan mengalami disleksia melainkan depresi karena kondisi rumah yang kurang kondusif hingga berdampak pada kemampuan belajarnya.

  • Memberikan kuisioner
    Biasanya dokter akan meminta anak, orangtua, dan guru di sekolah untuk menjawab sederet pertanyaan yang berkaitan untuk mendiagnosis kondisi buah hati Anda. Dokter juga akan meminta anak untuk mengikuti tes tertentu melalui kuisioner ini untuk melihat kemampuan membaca dan bahasanya.

  • Tes penglihatan, pendengaran, dan otak
    Tes ini biasanya akan membantu menentukan apakah ada kelainan lain yang bisa menyebabkan atau menambah masalah belajar yang dialami anak. Untuk itu, pemeriksaan secara menyeluruh pada kemampuan melihat, mendengar, dan otak anak sangat diperlukan.

  • Tes psikologis
    Biasanya dokter akan mengajukan berbagai pertanyaan pada Anda dan anak untuk melihat kondisi kesehatan mentalnya. Tes ini dapat membantu menentukan apakah masalah sosial, kecemasan, atau depresi membatasi kemampuan anak dalam belajar.

  • Tes baca dan akademik lainnya
    Dokter juga akan menganjurkan anak Anda mengikuti serangkaian tes akademik untuk menganalisis proses dan keterampilan membaca anak. Tes ini akan dilakukan oleh seorang ahli atau pakar baca agar bisa mengenali dengan pasti masalah yang dialami anak Anda. Melalui tes ini, biasanya ahli bisa menentukan apakah anak mengalami disleksia atau tidak.

Pengobatan untuk disleksia (dyslexia)


Disleksia mungkin akan sulit untuk didiagnosis dan diatasi dengan sempurna. Namun, dengan dukungan mental dan stimulasi dari sekolah dan orangtua, keberhasilan pengobatan dan kemajuan kondisi tentu bisa didapatkan. Berikut berbagai perawatan yang biasanya digunakan untuk mengobati disleksia.

  • Stimulasi edukasi
    Anak yang memiliki disleksia biasanya akan diajarkan dengan pendekatan dan teknik khusus. Di sekolah, guru bisa menggunakan teknik yang melibatkan pendengaran, penglihatan, dan sentuhan untuk meningkatkan keterampilan membacanya.

    Lewat cara ini, anak akan dibantu untuk menggunakan beberapa indra sekaligus untuk belajar, seperti mendengarkan materi yang telah direkam sambil menulis dengan jari bentuk huruf dan kata yang diucapkan. Cara ini akan sangat membantu anak dalam memproses informasi yang didapatkannya.

    Selain itu, anak juga akan diajarkan untuk mempraktikkan gerakan mulut saat bersuara dan mengucap kata tertentu. Tak hanya itu, anak juga akan belajar dengan bantuan flash cards .

    Berbagai teknik ini biasanya akan berfokus untuk membantu anak dalam:

    • Belajar mengenali suara dalam kata yang diucapkan.
    • Memahami bahwa huruf mewakili bunyi dan menjadi unsur pembangun kata.
    • Memahami apa yang sedang dibacanya.
    • Membaca dengan suara lantang untuk menciptakan ketepatan, kecepatan, dan kelancaran membaca.
    • Menggabungkan huruf untuk membuat kata dan kalimat yang lebih kompleks nantinya.

    Anak dengan masalah belajar yang satu ini juga biasanya akan diberikan perpanjangan waktu ujian sehingga bisa menyelesaikannya dengan lengkap. Hal ini juga bisa dilakukan untuk melihat kemampuan belajarnya selama ini.

    Anak dengan disleksia perlu mendapat bantuan ekstra saat ia masih duduk di bangku taman kanak-kanak. Perawatan dini akan membantu meningkatkan keterampilan membacanya di sekolah dasar nanti.

    Anak yang terlambat mendapatkan penanganan untuk dyslexia biasanya akan mengalami kesulitan membaca dan menulis. Akibatnya, mereka cenderung tertinggal secara akademis dan tidak bisa mengejar ketinggalannya tersebut.

  • Menggunakan bantuan teknologi
    Untuk remaja dan dewasa, para ahli akan menyarankan bantuan teknologi untuk mempermudah pembelajaran dan pekerjaan. Pasalnya, penggunaan komputer ini biasanya cenderung lebih memudahkan jika dibandingkan dengan buku.

    Program pengolah kata misalnya bisa digunakan untuk membantu memeriksa ejaan secara otomatis sehingga bisa meminimalisir kesalahan dalam tulisan. Selain itu, progam text to speech memungkinkan komputer untuk membaca teks seperti yang tertera di layar. Tujuannya, untuk melatih indra penglihatan dan pendengaran Anda.

    Anda juga bisa menggunakan perekam digital dalam perkuliahan untuk kemudian didengarkan kembali di rumah sambil membaca catatan yang telah ditulis.

Mengatasi disleksia (dyslexia)


Berikut berbagai perawatan di rumah yang bisa dilakukan untuk membantu meningkatkan kemampuan anak disleksia, yaitu:

  • Membacakan buku dengan lantang
    Jika anak mengidap dyslexia, cobalah untuk membacakan dongeng atau buku di depannya dengan suara yang lantang. Jangan membacakan buku cerita dengan berbisik-bisik karena anak akan kesulitan menangkap dan memahami maksudnya.

  • Ajak anak sering membaca
    Meski mungkin sulit, dorong anak untuk membaca. Dorong anak untuk terus berlatih dengan membaca apa pun yang sekiranya bisa dibaca di rumah. Dalam hal ini Anda perlu sabar dan terus mendampingi si kecil dalam mengatasi masalahnya. Kemudian, tunjukkan pada si kecil bahwa membaca adalah hal yang menyenangkan, bukan hanya menyuruh melainkan juga bersama-sama membaca dengan anak Anda.

  • Siapkan tempat belajar yang nyaman
    Sebagai orangtua, Anda perlu menyediakan tempat yang bersih, tenang, dan nyaman untuk belajar. Dengan begitu, kegiatan belajar tidak menjadi momok yang menakutkan meski anak mengalami gangguan belajar yang menghambatnya.

  • Batasi anak bermain gadget
    Anda perlu memberikan batasan tegas dalam bermain gadget . Selain gawai, Anda juga perlu membatasi anak untuk menonton televisi. Kemudian, gunakan ekstra waktu yang dimiliki untuk berlatih membaca.

  • Bersikap suportif
    Sangat penting untuk memberikan dukungan terhadap anak Anda. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan dirinya yang mungkin turun. Anda juga bisa menjelaskan kepadanya mengenai masalah yang dimilikinya. Kemudian, berikan kata-kata penyemangat dan katakan padanya bahwa Anda akan selalu ada untuknya kapan pun ia butuhkan.

  • Bergabung dengan komunitas anak disleksia
    Sebaiknya, jangan malu atau sungkan untuk bergabung dengan komunitas yang memiliki masalah sama. Cara ini bisa membantu Anda sebagai orangtua untuk bisa berbagi cerita dengan orangtua lain yang anaknya memiliki masalah yang sama.

    Selain itu, komunitas ini juga akan sangat berguna bagi anak agar ia merasa tidak sendirian saat bertemu teman-teman yang memiliki masalah sama. Anda bisa menanyakan pada dokter kira-kira adakah komunitas disleksia yang bisa Anda ikuti.

Disleksia adalah suatu kondisi dimana individu menunjukkan kesulitan yang bermakna di area berbahasa termasuk mengeja, membaca, dan menulis. Kesulitan ini tidak sesuai dengan kemampuan yang seharusnya merujuk kepada usia kronologis dan kemampuan intelegensinya yang (sedikitnya) normal.

Di usia dini, tanda tanda disleksia tentu saja bukan dilihat dari kemampuan membacanya karena anak pra sekolah kemampuan wicara yang sarat dengan artikulasi yang tidak tepat, misalnya kesulitan melafalkan ‘pemadam kebakaran’ menjadi ‘pedadam kebaran’, atau melafalkan ‘taksi’ menjadi ‘tasik’, atau melafalkan ‘jendela’ menjadi ‘tembela’, dan sebagainya. Anak anak ini juga seringkali bercerita menggunakan terminologi yang tidak tepat, misalnya ‘aku gak mau berenang di kolam yang itu, sereeem…, kolamnya tebel’, tentu saja yang dimaksud dengan istilah ‘kolam tebal’ adalah ‘kolam yang dalam’.

Di usia sekolah, gejala disleksia mulai nampak sebagai kesulitan di area membaca, menulis dan berhitung. Biasanya kemampuannya di bidang ini senantiasa ‘tertinggal’ dibandingkan dengan teman sebayanya. Anak sulit mengenali bentuk huruf, nama huruf, bunyi huruf, kesulitan membaca dan menuliskan kata-kata. Seringkali jika menulis banyak huruf huruf yang hilang atau bahkan kehilangan beberapa kalimat saat menulis atau menyalin dari papan tulis ke bukunya.

Anak yang lebih besar lagi, bisa jadi sudah mampu baca tulis, namun membutuhkan usaha yang luar biasa untuk mampu memahami kosa kata dan konten dari isi bacaan yang memang belum dituntut untuk mampu baca. Maka di usia prasekolah gejala disleksia yang nampak adalah pada kemampuan berbahasa lisan.

Anak disleksia biasanya dilaporkan telat bicara dimana yang dimaksud adalah anak dengan kemampuan memahami berbagai instruksi sesuai usianya, namun memiliki kosa kata yang terbatas saat berbicara. Selain itu anak juga biasanya menampilkan dibacanya. Anak ini juga kesulitan menjawab pertanyaan deskriptif secara tertulis sekalipun mampu menjawabnya dengan jauh lebih mudah jika jawaban disampaikan secara lisan.

Sebagian dari anak ini juga mengalami kesulitan dalam berhitung, sulit memahami komputasi sederhana, apalagi soal cerita. Anak ini sulit melakukan estimasi atas jawaban matematika yang sederhana, dan sulit memahami berbagai istilah dan lambang operasional dalam matematika.

Selain itu, anak juga nampak grasa grusu, sangat berantakan dalam keseharian aktivitasnya, misalnya banyak buku yang ketinggalan, pr yang kelupaan, isi ransel yang berjatuhan, pensil atau tempat makan yang selalu hilang, sulit menumpukan perhatian dalam rentang waktu yang cukup sesuai usianya.

Anak ini juga sulit untuk mengerjakan segala sesuatu dengan urutan yang benar dan terstruktur, segala kegiatannya nampak rusuh dan juga tidak terampil dalam melakukan berbagai kegiatan yang membutuhkan ketrampilan koordinasi motorik semisal menalikan sepatu, membuka tutup tempat makanannya, mengganti baju seragam dengan baju olah raganya lalu melipatnya dengan rapih, dan sebagainya.

Hal lain yang perlu dicermati sebagai bagian dari gejala disleksia nya adalah aspek perilakunya. Anak disleksia biasanya menunjukkan kesulitan untuk berinteraksi sosial, anak ini cenderung janggal dalam pergaulan, tidak percaya diri untuk bergabung dengan kegiatan permainan dengan sebayanya. Atau kejadian sebaliknya bisa terjadi.

Anak ini justru tampil seperti anak yang agresif, sulit diatur, hanya jalan-jalan saja di kelas, tidak pernah mengerjakan tugas dari guru, provokator di kelas dan dijauhi temantemannya karena perilaku negatifnya ini. Waspadalah karena perilaku negatif yang disebutkan tadi bisa jadi merupakan cara anak untuk menghindar dari paparan terhadap tugas akademis yang dia tidak mampu mengatasinya.

Penyebab Disleksia


Banyak penelitian yang mengungkapkan berbagai teori penyebab terjadiya disleksia, diantaranya adalah teori ‘phonological deficit’, teori ‘rapid auditory processing’, teori ‘visual perceptual deficit’, teori ‘cerebellar deficit’ dan yang terakhir adalah teori ‘genetika’. Berbagai penelitian melaporkan bahwa faktor genetik berperan sangat signifikan pada kejadian disleksia. Seorang ayah yang disleksia mempunyai potensi menurunkan disleksia nya sebesar 40% kepada anak laki-lakinya.

Orang tua yang penyandang disleksia, dilaporkan sekitar 50% anak-anaknya juga menyandang disleksia, dan jika salah satu anak adalah penyandang disleksia dilaporkan 50% saudara kandungnya juga menyandang disleksia. Banyak penelitian genetika yang menunjukkan adanya ‘gen disleksia’ yang kebanyakan ditemukan di kromosom 6 yang merupakan kromosom yang banyak bertanggungjawab atas terjadinya penyakit-penyakit autoimun.

Disleksia penting diketahui sejak dini


Angka kejadian disleksia di berbagai negara cukup bervariatif. Di Inggris dilaporkan kejadian disleksia berkisar 5% sedangkan di Amerika Serikat sampai dengan 17%. Namun rata-rata angka kejadian disleksia adalah sekitar 15%. Suatu angka yang cukup besar karena kita bisa menemukan 3-5 siswa disleksia pada suatu kelas yang berisi 30 siswa.

Apakah guru dan orang tua sudah mampu mengenali anak-anak disleksia tersebut dengan tepat, atau justru salah mengenalinya sebagai anak nakal, anak bodoh, anak malas, anak yang tidak fokus dan lain sebagainya. Mudah dibayangkan jika anak anak yang salah dikenali itu tentu saja salah dikelola dan ini berdampak sangat serius pada kehidupan anak tersebut sendiri.

Selain dia tidak mendapatkan pertolongan atas kesulitan akademis yang dialaminya, maka anak ini juga biasanya perlahan namun pasti terpinggirkan dalam pergaulan karena dianggap tidak mampu dan tidak setara dengan teman teman lainnya. Perlu diketahui bahwa disleksia bukanlah suatu penyakit akut yang bisa sembuh.

Disleksia diturunkan secara genetik sehingga tetap disandang seumur hidup. Disleksia yang dikenali dini dan mendapatkan intervensi dini yang tepat akan menumbuhkan kemampuan anak mencari strategi belajar yang paling tepat bagi dirinya. Performanya menjadi lebih baik dan anak siap untuk menghadapi berbagai tantangan di setiap level kehidupannya. Sebaliknya, disleksia yang salah kelola akan tetap menunjukkan kesenjangan bermakna dengan kemampuan yang seharusnya dicapai.

Anak akan terbiasa gagal dalam setiap aspek kehidupannya sehingga menjadi individu dengan kepercayaan diri yang teramat rendah, minder, dan tidak sedikit kasus yang memilih untuk menarik diri dari kehidupan sosial dan tenggelam dalam berbagai aktivitas soliter yang mungkin membahayakan dirinya sendiri.

Sekali lagi perlu diyakini bahwa disleksia bukan disebabkan karena kebodohan, bukan juga karena gangguan sensoris, bukan karena gangguan penglihatan atau gangguan pendengaran dan juga bukan karena gangguan motorik. Hal ini penting untuk dipahami agar tata kelola disleksia tepat dan tidak melakukan berbagai jenis terapi yang tidak ada dasarnya bagi perbaikan performa disleksia.

Tata kelola/Strategi Menangani Disleksia bagi Pengajar


Secara umum pengelolaan disleksia meliputi remedasi dan akomodasi. Yang dimaksud remediasi adalah mengulang bagian-bagian akademis yang menjadi kesulitannya namun dilakukan dengan teknik yang tepat bagi anak disleksia, dan dilakukan oleh well-trained teacher yang mempunyai kompetensi khusus di bidang disleksia.

Proses remediasi dilakukan dengan materi yang diberikan sedikit demi sedikit atau bertahap dan pastikan dimulai dari materi yang dia sudah kuasai dulu sebelumnya sehingga anak mempunyai pengalaman berhasil. Proses remediasi yang berulang-ulang ini seringkali dikenal sebagai istilah overlearning.

Selain remediasi, maka dibutuhkan berbagai akomodasi setting belajar bagi anak disleksia. Meliputi akomodasi ruang belajar, akomodasi lay out lembar kerja, akomodasi metode pembelajaran dan metode pengetesan, dan lain sebagainya. Disarankan anak disleksia ini berada di kelas yang volume siswa nya tidak terlalu banyak, sekitar 1 guru untuk 7 siswa saja. Anak disarankan untuk duduk di bagian kelas yang mudah ‘terjangkau’ guru sehingga guru lebih mudah memberikan arahan individual kepadanya. Lembar kerja disarankan menggunakan kertas yang berwarna pastel dengan ukuran tulisan dan spasi yang lebih besar dari ukuran biasanya.

Cara pembelajaran dan cara pengetesan pada anak disleksia mungkin sekali membutuhkan teknik lisan atau praktikum (hands-on). Selain itu, sangat disarankan untuk memberikan waktu lebih bagi siswa disleksia untuk menuntaskan pekerjaannya karena seperti sudah dibahas di awal, bahwa mereka biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bisa menyelesaikan tugasnya.

Referensi

http://repository.upy.ac.id/407/1/artikel%20kristiantini.pdf