Apa yang dimaksud dengan disleksia?

Disleksia

Disleksia adalah kondisi otak yang kesulita mengenal dan mengingat huruf. Diseleksia bisa dialami siapa saja, baik anak-anak atau orang dewasa. Penderita diseleksia biasanya kesulitan saat membaca, mengeja, dan menulis. Ketika membaca, penderita diseleksia biasanya melakukannya perlahan-lahan dan sering salah. Ketika mengeja, ia kesulitan memisahkan huruf demi huruf. Saat menulis, penderita diseleksia sering salah meletakkan huruf-hurufnya. Misalnya, seharusnya ia menulis “Book”, tetapi ia malah menulis “Boko”.

Disleksia


Disleksia adalah ketidakmampuan bahasa, yang berpengaruh dalam hal membaca, menulis, berbicara dan mendengarkan. Ini adalah disfungsi atau gangguan dalam penggunaan kata-kata. Akibatnya, hubungan dengan orang lain dan kinerja dalam setiap mata pelajaran di sekolah dapat dipengaruhi oleh disleksia (Bolhasan, 2009). Masalah-masalah membaca dalam anak-anak disleksia dinyatakan dalam kesulitan ekstrim dalam memperoleh subskill dasar membaca seperti identifikasi kata dan decode fonologi (surat suara). Kesulitan seperti ini telah diperkirakan terjadi pada sekitar 10% sampai 15% dari usia anak sekolah dan cenderung disertai dengan kekurangan tertentu dalam kemampuan kognitif yang berkaitan dengan membaca dan keterampilan keaksaraan lainnya. Pola Gejala ini sering disebut disleksia, atau sebaliknya, ketidakmampuan membaca tertentu (Vellutino et al, 2004).

Anak-anak disleksia membutuhkan seorang guru yang mengerti bagaimana frustasi dari anak-anak yang pintar, yang tidak mampu melakukan apa yang murid- murid lain lakukan dengan mudah yaitu membaca dan menghafal. Mereka membutuhkan seseorang yang guru yang memahami bahwa kesulitan ini adalah karena perbedaan otak, bukan karena kemalasan, kurangnya kecerdasan, ataupun kurangnya motivasi. Mereka membutuhkan seorang guru yang tidak akan menyerah pada mereka. Guru yang bersedia untuk belajar bagaimana mengajar semua kelemahan mereka. Mereka juga membutuhkan guru yang tahu bahwa mereka menderita dari kecemasan yang ekstrim. Lebih dari apa pun, siswa ini takut bahwa guru mereka akan membuat mereka terlihat bodoh di depan teman-teman mereka (Borton, 2003). Sejarah penelitian tentang perkembangan disleksia telah didominasi oleh teori visual. Secara historis, teori pengembangan dalam membaca juga diasumsikan bahwa pemrosesan visual adalah inti untuk perbedaan individu dalam akuisisi membaca (Goswami, 2008).

Bentuk Kesulitan Membaca Anak-Anak Disleksia


Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2007, kesulitan membaca anak-anak disleksia adalah :

  • Penambahan (Addition) Menambah huruf pada suku kata.
    Contoh : suruh -> disuruh, buku -> bukuku

  • Penghilangan (Omission) Menghilangkan huruf pada suku kata.
    Contoh : kelapa -> lapa, kelas -> kela

  • Pembalikan kiri-kanan (Inversion)
    Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik kirikanan.
    Contoh : buku -> duku, palu -> lupa

  • Pembalikan atas-bawah (ReversalI)
    Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik atasbawah.
    Contoh : m -> w, u -> n, 6 -> 9

  • Penggantian (Substitusi) Mengganti huruf atau angka.
    Contoh : mega -> meja, nanas -> mamas, 3 -> 8

Ciri-ciri Anak-anak Penderita Disleksia


Masalah disleksia dirujuk kepada beberapa ciri (Ramasami, 2008) yaitu:

  • Sukar dalam berbahasa.
  • Ketidakseimbangan dengan kebolehan intelektual.
  • Tidak lancar ketika membaca sesuatu.
  • Tidak dapat menulis dengan lancar dan tepat (sukar dalam meniru tulisan).
  • Mata mudah menjadi penat setelah beberapa menit jika perhatian menumpu kepada tulisan
  • Pendengaran dan pengamatan visual yang kurang.
1 Like

Disleksia


Kata disleksia diambil dari bahasa Yunani, Dys (yang berarti “sulit dalam….”) dan Lex (berasal dari Legein , yang artinya berbicara). Jadi menderita disleksia berarti menderita kesulitan yang berhubungan dengan kata atau simbol-simbol tulis.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 3 dijelaskan bahwa anak disleksia adalah seorang anak yang menderita gangguan pada penglihatan dan pendengaran yang disebabkan oleh kelainan saraf pada otak sehingga anak mengalami kesulitan membaca.

Sedangkan menurut Drs. H. Koestoer Partowisastro dalam bukunya “Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar Jilid 2” dijelaskan bahwa disleksia adalah seorang anak yang mengalami gagal belajar membaca yang diakibatkan karena fungsi neurologis (susunan dan hubungan saraf) tertentu, atau pusat saraf untuk membaca tidak berfungsi sebagaimana diharapkan.

Dari berbagai definisi tentang disleksia di atas maka dapat disimpulkan bahwa disleksia adalah seorang anak yang menderita gangguan pada penglihatan dan pendengaran yang berhubungan dengan kata atau simbol- simbol tulis yang disebabkan karena fungsi neurologis (susunan dan hubungan saraf) tertentu atau pusat saraf untuk membaca tidak berfungsi sebagaimana diharapkan.

Ciri-ciri Disleksia


Tanda-tanda disleksia tidaklah terlalu sulit dikenali apabila para orang tua dan guru memperhatikan mereka secara cermat. Anak yang menderita disleksia apabila diberi sebuah buku yang tidak akrab dengan mereka, mereka akan membuat cerita berdasarkan gambar-gambar yang ada di buku tersebut yang mana antara gambar dan ceritanya tidak memiliki keterkaitan sedikitpun. Anak yang mengidap disleksia mengalami ketidakmampuan dalam membedakan dan memisahkan bunyi dari kata-kata yang diucapkan. Sebagai contoh : Dennis tidak dapat memahami makna kata “bat” (kelelawar) dan malahan mengeja satu persatu huruf yang membentuk kata itu.

Selain itu anak yang mengidap disleksia memiliki kesulitan dalam permainan yang mengucapkan bunyi-bunyi yang mirip, seperti salah mengucapkan “cat” dan “bat”. Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan diberikan ciri-ciri dari anak disleksia, yaitu :

  • Membaca dengan amat lamban dan terkesan tidak yakin atas apa yang ia ucapkan.
  • Menggunakan jarinya untuk mengikuti pandangan matanya yang beranjak dari satu teks keteks berikutnya.
  • Melewatkan beberapa suku kata, frasa atau bahkan baris-baris dalam teks.
  • Menambahkan kata-kata atau frasa-frasa yang tidak ada dalam teks yang dibaca.
  • Membolak-balik susunan huruf atau suku kata dengan memasukkan huruf- huruf lain.
  • Salah melafalkan kata-kata dengan kata lainnya, sekalipun kata yang di ganti tidak memiliki arti yang penting dalam teks yang di baca.
  • Membuat kata-kata sendiri yang tidak memiliki arti.
  • Mengabaikan tanda-tanda baca.

Semua anak pernah membuat kesalahan-kesalahan seperti diatas ketika mereka baru mulai belajar membaca. Akan tetapi pada anak-anak yang menderita disleksia kesulitan-kesulitan tersebut terus berlanjut dan menjadi masalah tersendiri bagi prestasi akademik mereka.

Sedang menurut Najib Sulhan dalam bukunya “Pembangunan Karakter Pada Anak Manajemen Pembelajaran Guru Menuju Sekolah Efektif” dijelaskan bahwa ciri-ciri anak disleksia adalah sebagai berikut :

  1. Tidak lancar dalam membaca
  2. Sering terjadi kesalahan dalam membaca
  3. Kemampuan memahami isi bacaan sangat rendah
  4. Sulit membedakan huruf yang mirip.

Selain ciri-ciri tersebut di atas, ketika belajar menulis anak-anak disleksia ini kemungkinan akan melakukan hal-hal berikut :

  1. Menuliskan huruf-huruf dengan urutan yang salah dalam sebuah kata.
  2. Tidak menuliskan sejumlah huruf-huruf dalam kata-kata yang ingin ia tulis.
  3. Menambahkan huruf-huruf pada kata-kata yang ia tulis.
  4. Mengganti satu huruf dengan huruf lainnya, sekalipun bunyi huruf-huruf tersebut tidak sama.
  5. Menuliskan sederetan huruf yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan bunyi kata-kata yang ingin ia tuliskan.
  6. Mengabaikan tanda-tanda baca yang terdapat dalam teks-teks yang sedang ia baca.

Dari ciri-ciri anak disleksia di atas dapat diketahui bahwa lebih sulit membaca dari pada mengenali kata-kata. Jika otak tidak mampu menghubungkan ide-ide yang baru diterima dengan yang telah tersimpan dalam ingatan, maka pembaca tidak mampu memahami atau mengingat konsep yang baru.

Tipe-tipe Disleksia


Ada dua tipe disleksia, yaitu tipe auditoris (pendengaran) dan tipe visual (penglihatan), di bawah ini akan dijelaskan mengenai tipe-tipe tersebut.

  • Tipe Auditoris (Auditory Processing Problems)

    Auditory Processeing Problems adalah kemampuan untuk membedakan antara bunyi-bunyi
    yang sama dari kata-kata yang diucapkan, atau untuk membedakan antara bagian-bagian kalimat yang terucap dengan suara-suara lain yang menjadi latar belakang dari dialog ketika kalimat-kalimat tersebut diucapkan.

    Seorang ahli fisika Perancis, Alfred Tomatis, dalam buku “Deteksi dini masalah-masalah psikologi anak” menegaskan bahwa anak-anak yang mengalami gangguan belajar tidak memiliki kemampuan dalam memahami kata-kata atau kalimat-kalimat yang mereka dengarkan.

    Sebuah teori serupa juga dirumuskan oleh seorang dokter di Perancis, Guy Berard, ia menegaskan bahwa beberapa orang mendengar suara-suara melalui cara-cara yang tidak lazim, baik karena suara-suara tersebut berubah ataupun karena pendengaran mereka atas suara-suara tersebut terlalu sensitif.

    Teori lainnya dikemukakan oleh Jean Ayres (1972), dalam buku “Deteksi dini masalah-masalah psikologi anak” seorang praktisi pengobatan, menegaskan bahwa disleksia disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem vestibular. Vestibular merupakan bagian dalam telinga yang menjadi alat detector posisi kepala terhadap gravitasi bumi (apa yang di atas dan apa yang di bawah) dan mentransmisikan informasi ini ke dalam otak.

    Anak-anak yang memiliki permasalahan dengan sistem vestibular mereka memiliki kesulitan dalam hal keseimbangan, misalnya ketika mereka belajar menaiki sepeda.
    Gejala-gejala yang dimiliki oleh tipe auditoris ini adalah sebagai berikut :

    1. Kesulitan dalam diskriminasi auditoris dan persepsi sehingga mengalami kesulitan dalam analisis fonetik. Contohnya : Anak tidak dapat membedakan kata : katak, kakak dan bapak.

    2. Kesulitan analisis dan sintesis auditoris. Contohnya : Kata “ibu” tidak dapat diuraiakan menjadi “i-bu”.

    1. Kesulitan auditoris bunyi atau kata. Jika diberi huruf tidak dapat mengingat bunyi huruf atau kata tersebut, atau jika melihat kata tidak dapat mengungkapkannya walaupun mengerti arti kata tersebut.

    2. Membaca dalam hati lebih baik dari pada membaca dengan lisan.

    3. Kadang-kadang disertai gangguan urutan auditoris.

    4. Anak cenderung melakukan aktivitas visual.

    Dari ciri-ciri diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa anak disleksia dengan tipe auditoris anak lebih mengandalkan pembelajaran dengan visual. Dan pada saat belajar anak tersebut lebih suka membaca dalam hati dari pada dengan lisan.

  • Tipe Visual

    Permasalahan penglihatan yang akut memang sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca anak. Sebuah teori yang dikemukakan oleh Dr.S. Carl Ferrei dan Richard Wainwright dalam buku “Deteksi dini masalah-masalah psikologi anak” mereka berpendapat bahwa permasalahan gangguan dalam belajar disebabkan oleh adanya ketidakcocokan antara Sphenoid dan tulang rawan pada tengkorak. Ketidaksesuaian ini diduga berpengaruh terhadap cara kerja syaraf-syaraf yang mempengaruhi kerja otot-otot mata, yang mana kondisi ini berakibat pada terganggunya koordinasi mata.

    Seorang psikolog pendidikan dari California, Helen Irlen dalam buku “Deteksi dini masalah-masalah psikologi anak” (1980, memperkenalkan sebuah teori bahwa orang-orang yang terkena disleksia memiliki gangguan serius pada indera penglihatan mereka yang menyebabkan matanya mengalami kesulitan ketika harus menyesuaikan cahaya dari sumber- sumber tertentu, dengan tingkat kekontrasan tertentu.

    Gejala-gejala yang dimiliki oleh tipe visual ini adalah sebagai berikut :

    1. Tendensi terbalik, misalnya b dibaca d, p dibaca g, u dibaca n, m dibaca w dan sebagainya.

    2. Kesulitan diskriminasi, mengacaukan huruf-huruf atau kata yang mirip.

    3. Kesulitan mengikuti dan mengingat urutan visual. Jika diberi huruf cetak untuk menyusun kata mengalami kesulitan, misalnya kata “ibu” menjadi “ubi” atau “iub”.

    4. Memori visual terganggu.

    5. Kecepatan persepsi lambat

    6. Kesulitan analisis dan sintesis visual

    7. Hasil tes membaca buruk

    8. Biasanya lebih baik dalam kemampuan aktivitas auditoris.

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anak disleksia dengan tipe visual ini anak lebih mengandalkan pembelajaran dengan auditorial. Dan dalam belajar anak lebih suka mendengar apa yang diterangkan oleh guru dari pada belajar sendiri.

1 Like