Apa yang dimaksud dengan Dermatitis Kontak Iritan ?

Dermatitis Kontak Iritan adalah reaksi imunologis kulit terhadap gesekan atau paparan bahan asing penyebab iritasi kepada kulit. DKI dapat dicirikan dengan kemerahan pada area kulit yang tekena, panas, gatal, dan terkadang nyeri. Pada beberapa kasus tertentu ditemukan juga fissur (kerusakan) pada area kulit yang terpapar

Apa yang dimaksud dengan Dermatitis Kontak Iritan ?

Dermatisis kontak iritan (DKI) adalah reaksi peradangan kulit non-imunologik. Kerusakan kulit terjadi secara langsung tanpa didahului oleh proses sensitisasi. DKI dapat dialami oleh semua orang tanpa memandang usia, jenis kelamin, dan ras. Penyebab munculnya dermatitis jenis ini adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan

Keluhan di kulit dapat beragam, tergantung pada sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala akut, sedangkan iritan lemah memberikan gejala kronis. Gejala yang umum dikeluhkan adalah perasaan gatal dan timbulnya bercak kemerahan pada daerah yang terkena kontak bahan iritan. Kadang-kadang diikuti oleh rasa pedih, panas, dan terbakar.

Faktor Risiko

  1. Ditemukan pada orang-orang yang terpajan oleh bahan iritan
  2. Riwayat kontak dengan bahan iritan pada waktu tertentu
  3. Pasien bekerja sebagai tukang cuci, juru masak, kuli bangunan, montir, penata rambut
  4. Riwayat dermatitis atopik

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

Tanda patognomonis
Tanda yang dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada umumnya, tergantung pada kondisi akut atau kronis. Selengkapnya dapat dilihat pada bagian klasifikasi.

Faktor Predisposisi
Pekerjaan atau paparan seseorang terhadap suatu bahan yang bersifat iritan.

Pemeriksaan Penunjang : Tidak diperlukan

Penegakan Diagnostik (Assessment)

Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

image|400x268
Gambar Dermatitis kontak iritan

Klasifikasi

Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tertentu, DKI dibagi menjadi:

  1. DKI akut:

    • Bahan iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat (H2SO4) atau asam klorida (HCl), termasuk luka bakar oleh bahan kimia.

    • Lesi berupa: eritema, edema, bula, kadang disertai nekrosis.

    • Tepi kelainan kulit berbatas tegas dan pada umumnya asimetris.

  2. DKI akut lambat:

    • Gejala klinis baru muncul sekitar 8-24 jam atau lebih setelah kontak.

    • Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI tipe ini diantaranya adalah podofilin, antralin, tretionin, etilen oksida, benzalkonium klorida, dan asam hidrofluorat.

    • Kadang-kadang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata), penderita baru merasa pedih keesokan harinya, pada awalnya terlihat eritema, dan pada sore harinya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

  3. DKI kumulatif/ DKI kronis:

    • Penyebabnya adalah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor fisis misalnya gesekan, trauma minor, kelembaban rendah, panas atau dingin, faktor kimia seperti deterjen, sabun, pelarut, tanah dan bahkan air).

    • Umumnya predileksi ditemukan di tanganterutama pada pekerja.

    • Kelainan baru muncul setelah kontak dengan bahan iritan berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting.

    • Kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus-menerus dengan deterjen. Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak (fisur). Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita.

  4. Reaksi iritan:

    • Merupakan dermatitis subklinis pada seseorang yang terpajan dengan pekerjaan basah, misalnya penata rambut dan pekerja logam dalam beberapa bulan pertama, kelainan kulit monomorfik (efloresensi tunggal) dapat berupa eritema, skuama, vesikel, pustul, dan erosi.

    • Umumnya dapat sembuh sendiri, namun menimbulkan penebalan kulit, dan kadang-kadang berlanjut menjadi DKI kumulatif.

  5. DKI traumatik:

    • Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi.

    • Gejala seperti dermatitis numularis (lesi akut dan basah).

    • Penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu.

    • Lokasi predileksi paling sering terjadi di tangan.

  6. DKI non eritematosa:

    Merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai dengan perubahan fungsi sawar stratum korneum, hanya ditandai oleh skuamasi ringan tanpa disertai kelainan klinis lain.

  7. DKI subyektif/ DKI sensori:

    Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa seperti tersengat (pedih) atau terbakar (panas) setelah kontak dengan bahan kimia tertentu, misalnya asam laktat.
    Diagnosis Banding Dermatitis kontak alergi
    Komplikasi Infeksi sekunder.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

  1. Keluhan dapat diatasi dengan pemberian farmakoterapi, berupa:

    a. Topikal (2 kali sehari)

    • Pelembab krim hidrofilik urea 10%.

    • Kortikosteroid: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan fluosinolon asetonid krim 0,025%).

    • Pada kasus DKI kumulatif dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan betametason valerat krim 0,1% atau mometason furoat krim 0,1%).

    • Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal.

    b. Oral sistemik

    Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg per hari selama maksimal 2 minggu, atau Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.

  2. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan-bahan yang bersifat iritan, baik yang bersifat kimia, mekanis, dan fisis, memakai sabun dengan pH netral dan mengandung pelembab, serta memakai alat pelindung diri untuk menghindari kontak iritan saat bekerja.

Konseling dan Edukasi

  1. Konseling untuk menghindari bahan iritan di rumah saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
  2. Edukasi untuk menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu boot.
  3. Memodifikasi lingkungan tempat bekerja.

Kriteria Rujukan

  1. Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan patch test
  2. Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu pengobatan standar dan sudah menghindari kontak.

Peralatan

Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit dermatitis kontak iritan.

Prognosis

Prognosis pada umumnya bonam. Pada kasus DKI akut dan bisa menghindari kontak, prognosisnya adalah bonam (sembuh tanpa komplikasi). Pada kasus kumulatif dan tidak bisa menghindari kontak, prognosisnya adalah dubia.

Sumber :
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan primer

Referensi

  1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
  2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of the Skin:
    Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders Elsevier.
  3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. Jakarta.

Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel epidermis dengan respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup (Health and Safety Executive, 2004).

Etiologi

Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita (Djuanda, 2008).

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis.

Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Efek dari iritan merupakan concentration-dependent, sehingga hanya mengenai tempat primer kontak (Safeguards, 2000).

Bahan iritan yang menjadi penyebab dermatitis kontak adalah bahan yang pada kebanyakan orang dapat mengakibatkan kerusakan sel bila dioleskan pada kulit pada waktu tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. Bahan iritan dapat diklasifikasikan menjadi:

  • Iritan kuat
  • Rangsangan mekanik: serbuk kaca /serat,
  • Bahan kimia: air,sabun
  • Bahan biologik: dermatitis popok.

Terdapat empat mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak iritan,yaitu meliputi:

  • Hilangnya lapisan lipid di superfisial dan substansi yang mengikat air
  • Kerusakan dari membran sel
  • Denaturasi keratin pada epidermis
  • Secara langsung timbulkan efek sitotoksik

Dalam respon iritasi, terdapat proses yang menyerupai dengan proses imunologi, yaitu adanya partikel sitokin,yang dihasilkan oleh sel kutannonimun yaitu keratinosit akibat respon dari stimuli kimia. Proses ini tidak didahului oleh proses sensitisasi. Kerusakan dari barier kulit memacu pelepasan sitokin,yaitu interleukin 1α (IL 1α), IL 1β dan tumor nekosis faktor-α ( TNF-α).

Pada dermatitis kontak iritan dapat ditemukan peningkatan TNF-α dan IL-6 sepuluh kali lipat, serta peningkatan macrophagecolony-stimulatingfactor dan IL-2 tiga kali lipat. TNF-α adalah kunci utama dari dermatitis kontak, yang memacu peningkatan ekspresi dari MHC class-II (majorhisto compatibility complex class II) dan ICAM-1 (intracellular adhesion molecule1) dari keratinosit.

Faktor lingkungan juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak dibawah umur 8 tahun lebih muda teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak alergi lebih tinggi pada wanita), penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik (Beltrani dkk, 2006).

Sistem imun tubuh juga berpengaruh pada terjadinya dermatitis ini. Pada orang-orang yang immunocompromised, baik yang diakibatkan oleh penyakit yang sedang diderita, penggunaan obat-obatan, maupun karena kemoterapi, akan lebih mudah untuk mengalami dermatitis kontak (Hogan, 2009).

Gejala klinik

Gejala Dermatitis kontak iritan memiliki manifestasi klinis yang dapat dibagi dalam beberapa kategori, berdasarkan bahan iritan dan pola paparan. Setidaknya ada sepuluh tipe klinis dari dermatitis kontak iritan

  1. Reaksi iritasi
    Timbul sebagai reaksi monomorfik akut yang meliputi bersisik, eritema derajat rendah, vesikel, atau erosi dan selalu berlokasi di punggung tangan dan jari. Hal ini sering terjadi pada individu yang bekerja di lingkungan yang lembap.Reaksi iritasi ini berakhir atau berkembang menjadi dermatitis iritan kumulatif.

  2. Dermatitis kontak iritan akut
    Akibat paparan bahan kimia asam atau basa kuat, atau paparan singkat serial bahan kimia atau kontak fisik. Sebagian kasus dermatitis kontak iritan akut merupakan akibat kecelakaan kerja. Kelainan kulit yang timbul dapat berupa eritema, edema, vesikel, dapat disertai eksudasi, pembentuk bula dan nekrosis jaringan pada kasus yang berat.

  3. Iritasi akut tertunda
    Reaksi akut tanpa tanda yang terlihat akibat reaksi inflamasi hingga 8 sampai 24 jam. Setelah gejala klinis timbul, maka tampilan klinisnya sama dengan dermatitis kontak iritan akut.

  4. Dermatitis kontak iritan kronik kumulatif
    Merupakan jenis dermatitis kontak yang paling sering ditemukan. Jenis ini akibat adanya paparan berulang pada kulit, dimana bahan kimia yang terpapar sering lebih dari satu jenis dan bersifat lemah karena dengan paparan tunggal tidak akan mampu timbulkan dermatitis iritan. Bahan iritan ini biasanya berupa sabun, deterjen, surfaktan, pelarut organik dan minyak. Awalnya, dermatitis kontak kumulatif dapat muncul rasa gatal, nyeri dan terdapat kulit kering pada beberapa tempat kemudian eritema, hiperkeratosis dan fisura dapat timbul. Gejala tidak segera timbul setelah paparan tetapi muncul setelah beberapa hari, bulan atau bahkan tahun.

  5. Iritasi subyektif
    Pasien biasanya mengeluh gatal, pedih, seperti terbakar, atau perih pada hitungan menit setelah kontak dengan bahan iritan tetapi tanpa terlihat perubahan pada kulit.

  6. Iritasi non eritematosus
    Sebuah keadaan dimana iritasi tidak terlihat tetapi secara histopatologi terlihat. Gejala yang sering timbul meliputi rasa terbakar, gatal dan pedih.

  7. Dermatitis gesekan
    Iritasi mekanik dapat timbul akibat mikro trauma dan gesekan yang berulang. Tipe ini biasanya menimbulkan kulit kering, hiperkeratotik pada kulit yang terabrasi dan membuat kulit lebih rentan terhadap terjadinya iritasi.

  8. Reaksi traumatik
    Timbul setelah trauma akut kulit seperti terbakar atau laserasi dan paling sering timbul pada tangan serta dapat bertahan 6 minggu atau lebih. Proses pembengkakan pada dermatitis jenis ini memanjang dan eritema, bersisik, papul atau vesikel dapat timbul.

  9. Reaksi pustula atau acneiform
    Tampak setelah terpapar bahan kimia saat bekerja seperti minyak, tar, logam berat dan halogen, serta dapat pula setelah penggunaan kosmetik. Lesi berupa pustul yang steril dan sementara dapat timbul beberapa hari setelah kontak.

  10. Exsiccation eczema tid
    Sering ditemukan pada usia tua yang sering mandi tanpa mengoleskan pelembap pada kulit setelah mandi. Gambaran klinis yang menjadi karakteristik adalah gatal, kulit kering dan ichtyosiform bersisik.