Guideline terbaru untuk Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) menitikberatkan pada perubahan dalam diagnosa, strategi untuk terapi, dan pentingnya komorbiditas dalam manajemen pasien COPD.
The Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of COPD (GOLD) 2017, yang dipublikasi online pada 27 Januari 2017 dalam American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine dan dalam situs web GOLD, dibuat dari kolaborasi 22 ahli COPD yang me-review riset yang telah terbit dalam Oktober 2016.
Seperti yang sebelumnya, guideline merekomendasikan evaluasi COPD pada individu dengan riwayat faktor risiko atau dengan dyspnea, batuk kronik, atau produksi sputum, menggunakan postbronchodilator FEV1/FVC < 0,70 untuk diagnosis. Selain riwayat keluarga, faktor risiko dari masa kecil termasuk berat badan lahir rendah dan infeksi pernapasan. Risiko faktor lain termasuk paparan asap tembakau, asap masakan rumah atau pemanas, dan debu, asap, gas, serta bahan kimia lain dari pekerjaan.
Salah satu perubahan kunci dalam revisi adalah pemisahan evaluasi gejala dari pemeriksaan spirometrik. Meski spirometri tetap diperlukan untuk membuat diagnosis, tujuan pemeriksaan spirometri harus difokuskan pada gejala, risiko eksaserbasi, dan menentukan efek penyakit terhadap kesehatan pasien secara umum. Pemeriksaan tersebut kemudian dapat digunakan untuk menempatkan pasien secara individual ke kelompok A, B, C, atau D yang mengarahkan terapi yang sesuai.
“Perubahan terbesarnya adalah membuat spirometri sebagai penanda diagnosis dan keparahan obstruksi, namun memindahkannya dari pertimbangan farmakologis dalam prinsip, dengan satu pengecualian,” kata penulis laporan tersebut, dr. Fernando Martinez, kepala Division of Pulmonary and Critical Care Medicine di Weill Cornell Medical Center/New York-Presbyterian Hospital di New York City.
“Spirometri tetap menjadi fitur diagnostik kunci dan modalitas penting dalam menunjukan keparahan obstruksi jalan udara,” kata dr. Martinez pada Medscape Medial News. “Secara terapeutik, spirometri memiliki relevansi terbatas untuk opsi farmakoterapik kecuali untuk roflumilast (salah satu obat untuk COPD).”
Namun ambang spirometri tetap penting untuk terapi lain. “Spirometri memiliki relevansi untuk terapi nonfarmakologi,termasuk penurunan volume paru dan transplantasi paru,” tambah dr. Martinez.
Beliau juga mencatat bahwa rekomendasi baru termasuk perubahan kecil dalam definisi eksaserbasi yang lebih disederhanakan dan lebih praktis dalam penggunaan klinis, serta deskripsi manajemen dan pencegahan yang optimal berdasarkan bukti yang lebih baik.
Tambahan lain dalam laporan GOLD terbaru adalah diskusi mendalam terhadap eskalasi dan deeskalasi strategi terapi, dimana laporan sebelumnya terfokus hanya pada rekomendasi terapi awal.
“Kami memiliki rekomendasi farmakoterapeutik yang terevisi yang termasuk algoritme step-up dan step-down terapeutik,” kata dr. Martinez pada Medscape Medical News. “Kami juga telah memodifikasi pertimbangan terapeutik dan telah menghilangkan lini pertama dalam terapi alternatif. Apa yang kami sediakan adalah rasional tambahan untuk rekomendasi farmakoterapi dan opsi alternatif yang mungkin untuk tiap kategori pasien (ABCD).”
Guideline juga termasuk penekanan pada penggunaan bronchodilator kombinasi sebagai terapi lini utama.
Laporan GOLD terbaru ini menambah review mendalam terhadap opsi terapi nonfarmakologi selain vaksinasi influenza dan pneumococcal untuk menurunkan risiko infeksi saluran pernapasan bawah. Aspek terpenting dari terapi seperti berhenti merokok dan rehabilitasi pulmoner tetap sangat menguntungkan.
“Rehabilitasi pulmoner adalah intervensi komperhensif berdasarkan pemeriksaan pasien yang mendalam diikuti dengan terapi yang disesuaikan dengan pasien (contohnya latihan olahraga. Intervensi perubahan gaya hidup pasien untuk merubah kondisi fisik dan psikologis dan mempromosikan kepatuhan minum obat pada pasien dengan COPD),” tulis penulis utama dr. Claus F. Vogelmeier, dosen kedokteran dan kepala Department for Pulmonary Medicine di University of Marburg, Jerman dan kolega.
“Rehabilitasi puloner dapat menurunkan readmisi dan mortalitas pada pasien yang mengalami eksaserbasi.”
Namun, penulis mencatat bahwa insiasi rehabilitasi pulmoner sebelum keluar dari rumah sakit dapat meningkatkan risiko kematian.
Terapi Oksigen dapat meningkatkan tingkat keberlangsungan hidup pasien dengan severe resting hypoxemia, meski terapi oksigen jangka panjang pada orang dengan COPD yang stabil dengan hipoksemia sedang atau berat tidak meningkatkan tahun hidup atau mengurangi risiko masuk rumah sakit. Bukti keuntungan dukungan ventilator tetap tidak jelas, meski pasien dengan obstruktif sleep apnea sebaiknya menggunakan tekanan udara positif secara kontinu untuk meningkatkan keberlangsungan hidup dan menurunkan risiko masuk rumah sakit.
“Tetap ada penekanan kuat pada pengertian diagnosis dan penanganan kondisi komorbid pada pasien COPD,” kata dr. Martinez, merujuk pada diskusi pada komorbiditas dalam laporan.
Selain penanganan obstructive sleep apnea, laporan GOLD mencatat kepentingan kesadaran dan manajemen penyakit kardiovaskular, osteoporosis, kecemasan dan depresi, dan refluks gastroesophageal.
Opsi untuk operasi dapat dipertimbangkan pada beberapa pasien ketika memiliki indikasi, termasuk operasi penurunan volume paru, bulektomi, transplantasi paru, dan beberapa intervensi bronkoskopi. Opsi-opsi tersebut didiskusikan lebih mendetail dalam laporan terevisi dibandingkan dengan laporan sebelumnya.
“Ada juga penekanan pada deskripsi peran palliative care dan manajemen penyakit komperhensif,” kata dr. Martinez pada Medscape Medical News. Topik mengenai end-of-life dan hospice care juga didiskusikan, serta kontrol gejala dan palliative care untuk menangani dyspnea, nyeri, cemas, depresi, pegal, dan nutrisi buruk.
Menurut dr. Martinez, GOLD diperbaharui per tahunnya seperti yang dibutuhkan, namun direvisi besar-besaran setiap beberapa tahun dengan bertambahnya bukti pendukung yang menyebabkan butuhnya pertimbangan perubahan praktek klinik.
“Saat ini adalah batas revisi besar berikutnya dan kami mengambil kesempatan berdasarkan feedback yang kami dapat setelah revisi besar terakhir untuk memodifikasi yang dapat menyederhanakan rekomendasi dan menambah bukti dasar untuk membuat skema terapeutik lebih praktis dan mudah untuk dilakukan dalam cakupan luas situasi klinis,” lanjutnya.
Diterjemahkan dari: Medscape.com
Sumber gambar: myemphysemasymptoms.com