Apa yang dimaksud dengan Collaborative Governance?

d4c60053-c684-4319-910f-85ee16c71cf0-Sharing a Vision Through Collaborative Governance (1)

Kolaborasi diperlukan oleh pemerintah dengan instansi pemerintah lainnya dengan cara bekerjasama guna memecahkan suatu. Lalu apa yang dimaksud dengan Collaborative Governance?

DEFINISI COLLABORATIVE GOVERNANCE

Collaborative Governance dapat dikatakan sebagai salah satu dari tipe governance. Konsep ini menyatakan akan pentingnya suatu kondisi dimana aktor publik dan aktor privat (bisnis) bekerja sama dengan cara dan proses tertentu yang nantinya akan menghasilkan produk hukum, aturan, dan kebijakan yang tepat untuk publik atau,masyarakat. Konsep ini menunujukkan bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan. Aktor publik yaitu pemerintah dan aktor privat yaitu organisasi bisnis atau perusahaan bukanlah suatau yang terpisah dan bekerja secara sendiri-sendiri melainkan bekerja bersama demi kepentingan masyarakat.

Kolaborasi dipahami sebagai kerjasama antar aktor, antar organisasi atau antar institusi dalam rangka pencapain tujuan yang tidak bisa dicapai atau dilakukan secara independent. Menurut Ansell dan Gash (2007:546) mendefinisikan collaborative governance yaitu adalah serangkain pengaturan dimana satu atau lebih lembaga publik yang melibatkan secara langsung stakeholder non-state di dalam proses pembuatan kebijakan yang bersifat formal, berorientasi consensus dan deliberative yang bertujuan untuk membuat atau mengimplementasikan kebijakan publik atau mengatur program atau aset.

Sementara itu menurut Agranoff dan McGuire dalam Chang (2009:76-77) menyatakan bahwa Collaborative Governance telah menempatkan banyak penekanan pada kolaborasi horisontal sukarela dan hubungan horizontal anatara partisipan multi sektoral, karena tuntutan dari klien sering melampaui kapasitas dan peran organisasi publik tunggal, dan membutuhkan interaksi di antara berbagai organisasi yang terkait dan terlibat dalam kegiatan publik. kolaborasi diperlukan untuk memungkinkan governance menjadi terstruktur sehingga efektif memenuhi meningkatnya permintaan yang timbul dari pengelolaan lintas pemerintah, organisasi, dan batas sektoral.

Berdasarkan definisi dua ahli tersebut pada dasarnay mendefinisikan collaborative governance dalam gagasan yang. Akan tetapi menurut pendapat ahli Ansell dan Gash dapat dilihat jika aspek kolaborasi penyelenggaraan pemerintah lebih pada aspek perumusan dan implementasi kebijakan publik. Sedangkan pada gagasan Agranoff dan McGuire menenkankan pada lingkup yang lebih general yakni penyelenggaraan pemerintah secara kesulurahan dan menitikberatkan pada aspek sukarela

TUJUAN MELAKSANAKAN COLLABORATIVE GOVERNANCE

Kolaborasi merupakah suatu hal yang pemerintah butuhkan dalam praktik pemerintahan sekarang ini. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi adanya kolaborasi tiap lembaga atau institusi . Menurut Junaidi (2015:8) menjelaskan bahwa Collaborative Governance muncul dari berbagai pihak yang mendorong untuk dilakukannya Kerjasama dan koordinasi dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi publik. Kolaborasi pemerintahan ini muncul sebagai respon atas gagalnya implementasi dan tingginya biaya dan adanya politisasi terhadap regulasi.

Munculnya collaborative governance dapat dilihat dari aspek kebutuhan dari institusi untuk melakukan kerjasama antarlembaga, karena keterbatasan kemampuan tiap lembaga untuk melakukan program/kegiatannya sendiri. Selain itu, kolaborasi juga muncul lantaran keterbatasan dana anggaran dari suatu lembaga, sehingga dengan adanya kolaborasi anggaran tidak hanya berasal dari satu lembaga saja, tetapi lembaga lain yang terlibat dalam kolaborasi. Kolaborasi juga dapat sebagai alternatif dalam mengembangkan keterlibatan kelompok kepentingan dan adanya kegagalan dalam manajerialisme salah satu institusi atau organisasi

DIMENSI DALAM COLLABORATIVE GOVERNANCE

Dimensi ini perlu dijadikan acual dalam praktik kolaborasi. Maka dengan adanya pelaksanaan kolaborasi , maka akan terjadi nya suatu perubahan. O’Leary, Gazley, McGuire and Bingham menyebutkan mengenai tiga dimensi yang berbeda ini merefleksikan jenis-jenis sasaran organisasi yang tidak sama yang dicari dari kolaborasi antar organisasi sebagai berikut ini:

  1. Dimensi pertama yaitu pencapaian sasaran klien menunjuk pada tujuan utama dari sebagian usaha sektor publik untuk meningkatkan kolaborasi, yaitu mendapatkan sumber daya yang akan meningkatkan pelayanan.

  2. Dimensi Kedua yaitu hubungan antar organisasi ditingkatkan untuk menangkap kedua hal yakni manfaat kolektif dan potensi kolaborasi organisasi. Jika organisasi dalam kegiatan kolaboratif sama baiknya, hal ini dapat meningkatkan modal social pada masyarakat yang dilayani. Hubungan yang lebih baik antara organisasi bekerja untuk meningkatkan kesempatan memecahkan masalah dan membuka jalan bagi hubungan masa depan yang lebih baik.

  3. Dimensi Ketiga pengembangan organisasi sebagian besar langsung menguntungkan organisasi. Jika kolaborasi meningkatkan pengembangan organisasi, hal ini dapat meningkatkan kapasitasnya untuk bersaing secara efektif atas kontrak masa 37 depan dan dapat meningkatkan kemampuannya untuk mencapai misi dan tujuan

PROSES KOLABORASI

Proses dalam kolaborasi dilakukan dalam beberapa tahapan, hal ini dikemukakan oleh Ansell dan Grash sebagai berikut :

  1. Face to face dialogue
    Semua bentuk kolaborasi pemerintahan dibangun dari dialog tatap muka secara langsung dari tiap stakeholder yang terlibat. Dialog ini merupakan hal yang penting untuk mengetahui peluang dan keuntungan bersama. Dengan adannya dialog ini dapat meminimalisir adanya discrespect antar stakeholder yang terlibat dan dapat bekerjasama

  2. Trust building
    Buruknya rasa percaya antar stakeholder memang merupakan hal yang lumrah di awal proses kolaborasi. Membangun kepercayaan antar stakeholder perlu dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari adanya konflik, maka dari itu dalam membangun kepercayaan ini diperlukan juga pemimpin yang mampu menyadari akan pentingnya kolaborasi

  3. Commintment to process
    Komitmen menjadi hal yang penting untuk terlibat dalam collaborative Governance. Dengan komitmen yang kuat dari setiap stakeholder dapat mencegah terjadinya risiko dari proses kolaborasi, walaupun hal tersebut rumit tetapi harus tetap dilaksanakan sebagai bentuk tanggung jawab dari kedua stakeholder

  4. Share Understanding
    Stakeholder yang bekerjasama harus saling memahai mengenai apa yang mereka dapat jika mencapai kolaborasi yang dilakukan. Saling berbagi pemahaman ini dapat diidentifikasi dari visi, misi dan tujuan bersama.

  5. Intermediate outcomes
    Hasil lanjutan dari proses kolaborasi terwujud dalam bentuk output atau keluaran yang nyata. Intermediate outcomes ini muncul apabila tujuan yang mungkin dan memberikan keuntungan dari kolaborasi yang mana secara relative konkrit dan ketika “small wins” dari suatu kolaborasi dapat dimungkinkan terjadi.

Summary

Sunarta, Fian Alldy Erica (2020) Collaborative Governance dalam Pengembangan Wisata Edukasi Kampung Coklat di Kabupaten Blitar