Apa yang dimaksud dengan Catcalling?

catcalling

Catcalling adalah salah satu pelecehan seksual. Apa yang dimaksud dengan catcalling?

Definisi Catcalling

Definisi menurut Chun adalah bahwa:

“catcalling as the “use of crude language, verbal expression, and non verbal expression that takes place in public areas such as streets, sidewalks, or bus stops. Verbal expressions of catcalling tend to involve wolfwhistles or comment that evaluate a woman’s appearance. Nonverbal expressions often include leers as well as physical gestures that act as a means to rate a woman’s physical appearance.”

Definisi Chun ini menjelaskan bahwa catcallling sebagai penggunaan bahasa kasar, ekspresi verbal maupun nonverbal yang terjadi di tempat umum, seperti jalan, trotoar, atau halte bus. Ekspresi verbal dari catcalling melibatkan sebuah komentar yang mengarah pada penampilan wanita. Bentuk nonverbal sering kali mencakup lear dan juga gerakan fisik yang bertindak sebagai alat untuk menilai penampilan fisik wanita.

Pengertian lain tentang catcalling adalah melakukan hal-hal yang bertendensi seksual (biasanya dengan volume keras meski belum tentu secara eksplisit), termasuk bersiul, berseru, memberikan gestur, atau berkomentar, biasanya kepada perempuan yang lewat dijalan. Selain itu pengertian tentang catcalling adalah menyuarakan bebunyian atau keributan kepada seseorang didepan publik yang
membuat orang itu tidak nyaman.

Di Amerika atau negara Barat, biasanya catcalling ini berupa pujian-pujian iseng (“Hey, gorgeous where are you going?”) sampai yang betul-betul mengerikan dan eksplisit secara seksual (“Nice tits!”, “Why don’t you suck my cock?”).

Kalau di Indonesia, bisa berbentuk siulan-siulan atau bebunyiaan tidak sopan, “pujian” (“Hai, cantik, mau ke mana?”), sapaan absurd (“Cewek, sendirian aja, nih? Mau ditemenin, nggak?”), perhatian yang tidak masuk akan (“Kok, cemberut aja, Neng? Lagi sedih ya?”) dsb. Biasanya jika korban bersikap acuh, catcalling ini akan berkembang menjadi komentarkomentar seperti, “Ih, sombong banget, sih?”, “Jangan malu-malu, dong”, dst. Bahkan fakta dilapangan, menunjukan bahwa perempuan berhijabpun sering mendapatkan catcalling di jalan. Rata-rata korban catcalling akan merasa tidak nyaman, terganggu, malu, bahkan takut. Menurut sebuah survey psikologis yang berbasis di Nex Jersey, catcalling dapat menyebabkan korbannya tanpa sadar melakukan penilaian atas diri sendiri seperti layaknya menilai benda (self-objectification).

Hal seperti ini bermuara kembali pada ketimpangan gender yang diakibatkan oleh kuatnya garis patriarki di dalam masyarakat. Perempuan diperlakukan sebagai objek. Perempuan juga mempunyai hak yang sama dengan laki-laki untuk mewujudkan kebebasan berekspresi dalam kehidupan kesehariannya. Termasuk dalam hal
berpakaian.

Sangat kurang tepat bila mengaitkan peristiwa catcalling dengan menyalahkan pakaian yang dikenakan perempuan karena mau berpakaian seperti apapun, perempuan tetap akan rentan menjadi korban catcalling dari lingkungan di sekitarnya.

Apapun motivasi pelaku terhadap korban, perbuatan catcalling tetap harus diminimalisir agar perempuan dapat memiliki rasa aman dalam menunjukan kebebasan berekspresi dan juga tidak menjadi rentang terhadap street harasshment lainnya.

Bentuk-Bentuk Catcalling

Menurut N.K. Endah Trwjati (fakultas psikologi UniversitasSurabaya, Savy Amira Women’s Crisis Center) dari sisi tinjauan psikologis, wujud pelecehan seksual secara verbal (catcalling) lebih dilakukan dengan wujud ucapan/perkataan yang dilakukan pada orang lain namun mengarah pada sesuatu yang berkaitan dengan seksual yang
biasanya sering disebut perilaku catcalling, pelecehan ini dapat berwujud seperti:

  1. Bercandaan, menggoda lawan jenis atau sejenis, ataupun mengajukan pertanyaan seputar seksual didalam diskusi atau obrolan yang tidak dikhususkan membahas seputar seksual.
  2. Bersiul-siul yang berorientasi seksual.
  3. Menyampaikan atau menanyakan pada orang lain tentang keinginan secara seksual ataupun kegiatan seksual yang pernah dilakukan oleh orang tersebut, yang membuat orang tidak nyaman.
  4. Mengkritik atau mengomentari bentuk fisik yang mengarah pada bagian-bagian seksualitas, misalnya bentuk pantat ataupun ukuran kelamin seseorang.

Dampak Catcalling Terhadap Korban

Bentuk respon perempuan terhadap catcalling yang dialaminya dapat berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh beragam kondisi yang melingkupi konteks terjadinya catcalling dan pemahaman mengenai catcalling yang dialami oleh perempuan.

a. Dampak Pada Kesehatan Psikis

Dampak pelecehan seksual terhadap perempuan bervariasi dan sangat tergantung pada bentuk kasusnya. Dampak psikis terbagi menjadi dua yakni dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Dampak yang terjadi pada jangka pendek,
misalnya dialami sesaat atau beberapa hari setelah kejadian. Korban biasanya marah, jengkel, terhina, dan merasa malu. Hal ini di antaranya ditandai dengan gejala sulit tidur (insomnia) dan berkurangnya selera makan (lost of appetite). Dampak panjangnya adalah sikap atau persepsi negatif terhadap laki-laki karena trauma. Trauma adalah luka jiwa yang dirasakan korban usai mengalami hal-hal yang dirasakannya diluar batas wajar dan abnormal. Jika ini berlangsung lebih dari 30 hari, maka korban mungkin mengalami kekacauan tekanan jiwa pascatrauma (posttraumatic stress disorder).

Ada tiga kategori gejala kekacauan tekanan jiwa pascatrauma yang paling umum, yaitu:

  1. Hyper arousal: Gejala ini dipengaruhi oleh kerja hormon tubuh yang ikut berubah seiring dengan berubahnya kondisi psikis. Gejala paling sering adalah agresi, insomnia, dan reaksi emosional yang intens seperti depresi. Gejala ini adalah perasaan seakan-akan sebuah peristiwa buruk terus-menerus terjadi.
  2. Intrution: Pada diri korban terjadi constant reviling of the traumatic even
    (korban tidak mampu lagi menghentikan munculnya ingatan-ingatan akan peristiwa mengerikan yang dialami) dan flashback ingatan-ingatan yang terus berulang,
    seperti kilas balik dan pada tingkat parah berupa kekacauan ingatan
  3. Numbing: Mati rasa. Gejala ini wajar, namun tidak wajar jika berlangsung terus-menerus hingga korban menjadi indifferent (dingin dan acuh tak acuh) dan akhirnya detached (memanggil dan terpencil dari interaksi sosial). Jika ini terjadi
    berkelanjutan, maka korban akan dianggap karakter rendah diri, tidak percaya diri, selalu menyalahkan diri sendiri dan mengalami gangguan reproduksi (misalnya infertilitas atau gangguan siklus haid) karena korban merasa tertekan atau
    mengalami tekanan jiwa.

b. Dampak Pada Pemenuhan Hak Asasi Manusia Perempuan dan Relasi Sosial

Tindak pelecehan baik dalam bentuk fisik maupun non fisik, mengakibatkan perempuan menderita. Dampak yang dialami korban sering diperparah oleh reaksi masyarakat ketika seorang perempuan menjadi korban. Mereka dipurukkan ke dalam kondisi yang serba menyulitkan bagi mereka untuk mampu menjalankan
peranan sosialnya, yang dapat berakibat lebih lanjut pada eksistensinya dalam relasi sosial di masyarakat. Dampak yang muncul pada korban menunjukan bahwa pada
dasarnya tindak kekerasan jelas menghambat pemenuhan hak asasinya, yakni penghargaan sebagai manusia yang berdaulat dan bebas dari tekanan atau paksaan untuk menerima perlakuan yang ditujukan pada dirinya. Secara sosial, dampak yang biasanya cepat dikenali, yaitu korban mengalami kesulitan untuk membina relasi
dengan orang lain baik dengan lingkungan terdekat maupun dengan lingkungan yang lebih luas.

c. Dampak Secara Ekonomis

Bila korban bermaksud memperkarakan tindak pelecehan yang dialaminya melalui jalur hukum, fakta lapangan menunjukan korban perlu mengeluarkan biaya besar untuk itu, setidaknya untuk biaya operasional selama proses penyidikan sampai di pengadilan. Ini sangat menyulitkan perempuan miskin dan bahkan dapat juga
menimpa perempuan yang mandiri secara ekonomi, bahkan menjadi tulang punggung keluarga atau pencari nafkah untuk keluarga dan akan membuat keuangan keluarga terganggu.

Dalam kamus oxford, catcalling diterjemahkan sebagai siulan, panggilan, dan komentar yang bersifat seksual. Terkadang dibarengi pula dengan tatapan yang bersifat melecehkan yang membuat perempuan menjadi tidak nyaman.

Pengertian lain tentang catcalling adalah melakukan hal-hal yang bertendensi seksual (biasanya dengan volume keras meski belum tentu secara eksplisit), termasuk bersiul, berseru, memberikan gestur, atau berkomentar, biasanya kepada perempuan yang lewat dijalan. Selain itu pengertian tentang catcalling adalah menyuarakan bebunyian atau keributan kepada seseorang didepan publik yang membuat orang itu tidak nyaman.

Fenomena catcalling atau verbal street harassment merupakan sesuatu yang hampir selalu dialami atau disaksikan oleh setiap orang di dalam kehidupannya dengan perempuan sebagai korban sementara laki-laki cenderung untuk tidak diobjektifikasi secara seksual oleh orang-orang asing.

Wujud Catcalling

Di Amerika atau negara Barat, biasanya catcalling ini berupa pujian-pujian iseng (“ Hey, gorgeous where are you going? ”). Kalau di Indonesia, bisa berbentuk siulan-siulan atau bebunyiaan tidak sopan, “pujian” (“ Hai, cantik, mau ke mana? ”), sapaan absurd (“ Cewek, sendirian aja, nih? Mau ditemenin, nggak? ”), perhatian yang tidak masuk akan (“ Kok, cemberut aja, Neng? Lagi sedih ya? ”) dsb. Biasanya jika korban bersikap acuh, catcalling ini akan berkembang menjadi komentarkomentar seperti, “ Ih, sombong banget, sih? ”, “ Jangan malu-malu, dong ”, dst. Bahkan fakta dilapangan, menunjukan bahwa perempuan berhijab pun sering mendapatkan catcalling di jalan.

Trwjati dalam (Savy Amira Women’s Crisis Center, 2005) dari sudut pandang psikologis mengungkapkan, wujud pelecehan seksual secara verbal ( catcalling ) lebih dilakukan dengan wujud ucapan atau perkataan yang dilakukan pada orang lain namun mengarah pada sesuatu yang berkaitan dengan seksual yang biasanya sering disebut perilaku catcalling , pelecehan ini dapat berwujud seperti:

  1. Bercandaan, menggoda lawan jenis atau sejenis, ataupun mengajukan pertanyaan seputar seksual didalam diskusi atau obrolan yang tidak dikhususkan membahas seputar seksual

  2. Bersiul-siul yang berorientasi seksual

  3. Menyampaikan atau menanyakan pada orang lain tentang keinginan secara seksual ataupun kegiatan seksual yang pernah dilakukan oleh orang tersebut, yang membuat orang tidak nyaman.

  4. Mengkritik atau mengomentari bentuk fisik yang mengarah pada bagian- bagian seksualitas, misalnya bentuk pantat ataupun ukuran kelamin seseorang.

Pengertian Catcalling

Catcalling adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau bergerombol orang yang dapat membentuk siulan,sapaan atau bahkan komentar yang bersifat menggoda atau menurunkan martabat dan harkat perempuan bisa juga disebut pelecehan seksual secara verbal. (Lystianingati, M.Psi, 2018).

Aktivitas Catcalling terdengar awam ditelinga remaja saat ini, Catcalling atau kata-kata godaan kepada perempuan sering kali diabaikan oleh kaum perempuan, mereka sangat risih dan terganggu apabila mendapat diri nya sebagai korban Catcalling , namun para perempuan yang pernah mengalami tindak pelecehan seksual secara verbal ini tidak bertindak apa-apa karena para korban ini tidak mengetahui ada undang-undang yang melindungi para perempuan dari tindak Catcalling atau pelecehan seksual secara verbal.

Aktivitas Catcalling dikampus-kampus kerap terjadi, banyak tindakan Pelecehan seksual secara verbal yang terjadi karena keisengan belaka, kebanyakan para pelaku melakukan tindak Catcalling ini kepada perempuan yang berpakaian ketat dan menonjolkan lekuk tubuhnya,akan tetapi tidak jarang perempuan yang memakai pakaian tertutup pun tidak lepas dari tindak Catcalling . selain itu pelaku tindak Catcalling juga melakukan nya bukan hanya kepada orang lain, bahkan kepada teman nya sendiri. para korban Catcalling sering mengabaikan tindakan seperti ini karena mereka beranggapan tindakan Catcalling ini tindakan yang biasa saja, pedahal yang harus kaum perempuan ketahui, dampak dari tindak Catcalling ini bisa menimbulkan trauma, rasa tidak aman, takut untuk bepergian atau keluar rumah, tidak percaya diri dan timbul ingin berhenti sekolah/kuliah. Kemudian dilingkungan pendidikan yaitu dikampus-kampus sangat jarang ada iklan layanan masyarakat tentang pencegahan tindak Catcalling atau pelecehan seksual secara verbal. Dengan demikian, unsur penting dari pelecehan seksual adalah adanya ketidakinginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian yang bersifat seksual. Sehingga bisa jadi perbuatan seperti siulan, kata-kata, komentar yang menurut budaya atau sopan santun (rasa susila) setempat adalah wajar. Namun, bila itu tidak dikehendaki oleh si penerima perbuatan tersebut maka perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual. Jadi, pelecehan seksual dapat dijerat dengan pasal percabulan (Pasal 289 s.d. Pasal 296 KUHP) dan (310-315 KUHP) tentang perbuatan tidak menyenangkan. Maka dari itu penting nya para kaum perempuan tahu bahwa ada undang-undang yang melindungi mereka dari kejahatan pelecehan seksual secara verbal. Tindakan Catcalling juga bisa berdampak ke berbagai jenis pelecehan lain nya, seperti; pelecehan verbal fisik, menyentuh korban, memeluk dan mencium, bahkan sampai melakukan pemerkosaan.

Referensi

http://repository.unpas.ac.id/41035/3/BAB%20I.pdf

Apa itu cat calls? Mengapa kita perlu membahas soal cat calls ? Cat calls atau cat calling sudah menjadi hal yang biasa ditelinga perempuan tetapi tetap saja, itu menjadi sesuatu hal yang disrespectful . Jika sedang berjalan dan mendengar siulan atau panggilan yang bertujuan untuk menggoda, maka itu yang dinamakan cat calling .

Cat calls biasanya juga disebut street harassment . Dan hal itu mungkin sesuatu yang dianggap sebagai bahan bercandaan para lelaki tanpa mereka sadari itu adalah suatu tindakan pelecehan seksual. Karena dengan melakukan hal-hal seperti itu tentu para lelaki sangat meremehkan kita seolah kita adalah suatu objek yang bisa dipermainkan begitu saja. Walaupun para lelaki menganggap itu lucu, tetapi tidak bagi perempuan karena sebenarnya itu sangat mengganggu sehingga perempuan merasa sangat tidak nyaman dan akan merasa was-was seolah mereka sedang diancam.

Panggilan-panggilan cat-calling berupa siulan, atau sering ditegur dengan sebutan “cewek” atau “mbak” dengan nada yang sangat disrespectful dan bukan hanya kaum cowok atau anak muda tetapi terkadang yang melakukan cat-calling adalah pria-pria dewasa juga

Jika dibiarkan menjadi boomerang bagi kita sendiri, kita sendiri yang tidak nyaman karena berasa dilecehnkan maka hal yang lebih baik untuk kita lakukan adalah menegur mereka. Kita juga harus berani untuk menghadapi hal-hal seperti itu. Bahkan terkadang walaupun kita sudah menghampiri mereka dan melarang mereka untuk melakukan cat calls , Mereka hanya tertawa seolah meremehkan perkataan kita. Atau jika ditanya alasan mereka melakukan cat calling biasanya mereka hanya menjawab kalau mereka hanya bercanda. Bukankah itu sangat keterlaluan? Walaupun ada beberapa yang pada akhirnya meminta maaf.

Catcalling atau pelecehan seksual terjadi di seluruh penjuru dunia, dan mendapatkan definisi dari Kamus Oxforda sebagai “siulan keras atau komentar bersifat seksual yang dilontarkan oleh seorang pria kepada perempuan yang melewati nya”. Laki-laki yang melakukan catcalling bersikeras untuk mendapatkan perhatian dari seorang perempuan dengan harapan mereka dapat melakukan hubungan seksual dengan perempuan tersebut. Percobaan ini telah terbukti 99,9% tidak pernah berhasil; tetap saja, hal ini tidak mencegah seorang pria untuk melakukan hal tersebut.

Malah sebaliknya, sebagian besar laki-laki tidak pernah mendapatkan catcalling oleh perempuan. Seorang laki-laki yang berjalan di stasiun kereta dengan muka cemberut tidak akan pernah diminta untuk senyum oleh wanita yang dilewatinya. Dan laki-laki tidak akan pernah mendapatkan perkataan mengenai tubuhnya atau mendengar apa yang dilakukan seorang perempuan tersebut kepadanya tanpa persetujuan lelaki tersebut. Seaneh-anehnya situasi ini terlihat, tapi situasi ini telah mencerminkan bagaimana bentuk pelecehan ini adalah berdasarkan gender.

Meningkatkan Kesadaran

Perempuan yang menjadi korban catcalling , maupun itu di suatu jalanan yang ramai di pagi hari sekalipun ataupun pada lorong yang gelap di malam hari, tidak pernah membuat perempuan tersebut nyaman atau baik. Hal seperti itu menyeramkan dan memalukan. Berbagai macam bentuk usaha untuk meningkatkan kesadaran terhadap hal ini telah bermunculan dari tahun-tahun sebelumnya:

Stop Telling Women to Smile adalah sebuah pergerakan yang dicanangkan oleh seniman asal New York bernama Tatyana Fazlalizadeh. Untuk melawan pelecehan seksual berbasis gender, Ia memutuskan untuk meningkatkan kesadaran dengan seri seni di ruang publik. Tatyana bertemu dengan perempuan-perempuan yang telah menjadi korban komentar-komentar seksual yang tidak dinginkan dari laki-laki, dan Ia menawarkan mereka apakah ada yang ingin mereka sampaikan ke laki-laki semacam itu. Kata-kata dicetak dengan huruf kapital di bawah gambar-gambar wanita yang menjadi korban dan dipampangkan di jalana

This is What it Feels Like adalah proyek yang diciptakan seniman asal California bernama Terra Lopez. Pengunjung-pengunjung di pameran akan berjalan melewati lorong yang redup dan akan mendengarkan rekaman dari 100 wanita yang menjadi korban. Tingkatan pelecehan dan obyektivitas perempuan berbeda-beda dari “Apakah kamu mempunyai pacar?” dan “Boleh aku ikut denganmu?” sampai yang lebih menyeramkan dan berbentuk ancaman eksplisit, seperti “Aku akan menidurimu” dan “Aku ingin memperkosa mu.” Semua pernyataan telah disampaikan sebagaimana adanya oleh perempuan-perempuan yang berpartisipasi pada proyek ini.[2]

DearCatCallers adalah sebuah akun instagram dengan 400 ribu pengikut yang dimiliki oleh Noa Jansma yang berumur 20 tahun, seorang mahasiswa dari Amsterdam. Ia memutuskan untuk mengambil foto dengan laki-laki yang telah melakukan catcalling terhadapnya selama satu bulan. Ide ini dipantik oleh sebuah diskusi yang Ia ikuti di tempat perkuliahannya, dimana semua lelaki dalam kelas Filsafatnya mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui isu ini.[3] Semua gambar diambil dengan persetujuan dari laki-laki yang ada di dalam foto tersebut. Sejak 1 Januari 2018, pelecehan seksual di jalanan dapat dipidana sampai dengan 190 Euro di Negara Belanda.[4]

Memidanakan Pelaku Catcalling

Argentina: Di Argentina, pelaku catcalling yang telah terbukti membuat komentar-komentar seksual terhadap tubuh orang lain, dapat diproses secara hukum. [5] Hukum yang juga memidanakan orang-orang yang melakukan pelecehan seksual dalam bentuk: pengiriman gambar kemaluan mereka tanpa adanya persetujuan, kontak fisik yang tidak dinginkan, mengikuti seseorang di jalanan dan pemaparan yang tidak senonoh juga dapat dipidana.[6] Denda 60$ atau pelayanan masyarakat dapat diberi kepada pelaku-pelaku kejahatan ini. [7]

Perancis : Menteri Kesetaran Gender Perancis, Marlene Schiappa, sedang mengusahakan terbitnya undang-undang yang dapat memidanakan pelaku pelecehan seksual jalanan. Undang-undang ini dapat memungkinkan polisi di Perancis untuk menahan orang yang melakukan hal-hal seperti catcalling .[8] Saat ini Marlene Schiappa masih dalam proses menggodok undang-undang ini. [9]

Belgium: Pada tahun 2014, Belgium mengundangkan peraturan yang dapat memberi pidana denda hingga 1,000 Euro untuk orang yang melakukan “(…) Sebuah sikap atau pernyataan yang telah jelas berniat untuk mengekspresikan penghinaan untuk satu atau lebih orang yang berbeda gender dengan dasar gender mereka atau untuk membuat mereka tampak lebih inferior atau merendahkan dimensi seksual mereka dengan cara yang merupakan penyerangan terhadap harga diri mereka ”.

Contoh-contoh diatas ditujukan untuk mengakhiri budaya catcalling . Baik usaha kreatif dalam bentuk proyek ataupun langkah-langkah hukum yang tersedia untuk memperbaiki situasi di seluruh dunia. Ini menunjukkan bahwa catcalling sudah ewajarnya dianggap sebagai tindak pidana, dan semua pelakunya juga seharusnya diproses secara hukum sesuai dengan peraturan peradilan pidana yang berlaku pada tiap negara.

Memutarkan Meja

Kenapa itu sangat mengakar dalam struktur masyarakat kita bahwa perempuan seperti tidak bisa melakukan apa pun terhadap catcalling dan laki-laki berfikir biasa saja untuk memperlakukan perempuan seperti itu atau bahkan mewajarkan hal tersebut. Tampaknya salah satu solusi yang mudah akan hal itu adalah pelarangan perempuan untuk pergi sendiri. Tetapi itu sama saja menyalahkan korban dan menyangkal akan hak asasi manusia. Argumen itu sama juga seperti menyalahkan korban perkosaan. Kata-kata seperti “kenapa kamu pakai baju seperti ini”, “kan kamu baik-baik saja” , “kenapa kamu keluar malam-malam” adalah cara berpikir yang salah dan menyangkal hak asasi manusia. Semestinya laki-laki yang melakukan kejahatan itulah yang harus diubah, bukan korban. Seorang pencuri akan diminta oleh polisi untuk mengembalikan uang curian, berhenti mencuri di masa depan dan menghadapi konsekuensi perbuatannya. Tak seorangpun akan berfikir orang yang di rumah “mempertanyakan uang yang dicuri” karena uang disimpan di dalam rumah atau perlindungan keamanan tidak bagus.

Akhiri Ketika Itu Bermula

Budaya Catcalling harus diubah dan laki-laki harus menggerti dan mengakui hal yang mereka lakukan salah dan mereka harus menyampaikan itu ke teman-teman, tetangga, keluarga dan rekan. Pendidikan harus mulai sejak dini di di sekolah dan pemerintah harus menyediakan pelatihan. Meskipun hukum yang mengatur tentang catcalling akan sulit ditegakkan, upaya untuk menangani kasus tersebut bisa menjadi salah satu tanda untuk perubahan. Pelecehan seksual di jalan mungkin masih jauh dibandingkan dengan kejahatan dari perkosaan, tetapi itu akan memulai objektifikasi, lelucon seksis, menekankan pelabelan berbasis gender yang akan mengarah pada pelecehan, ancaman, dan pelecehan verbal.[10] Hal tersebut adalah bentuk kekerasan psikologis dan itu menghalangi perempuan untuk merasakan kehidupan nyaman setiap hari dan memperkuat struktur kekuasaan yang timpang. Berbicara tentang “Budaya Catcalling” sedini mungkin dapat mencegah kejehatan yang lebih berbahasa di masa yang akan datang.

Sumber: Rifka Annisa - Budaya Catcalling (Pelecehan Seksual)