Apa yang dimaksud dengan Budaya Kerja?

Budaya kerja

Budaya kerja merupakan falsafah nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong yang dimiliki bersama oleh setiap individu dalam lingkungan kerja suatu organisasi. Jika dikaitkan dengan organisasi, maka budaya kerja dalam organisasi menunjukkan bagaimana nilai-nilai organisasi dipelajari yaitu ditanam dan dinyatakan dengan menggunakan sarana ( vehicle ) tertentu berkali-kali, sehingga agar masyarakat dapat mengamati dan merasakannya.

Triguno (2005:32) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa: budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja.

Ndraha (2006:45) dalam bukunya Teori Budaya Kerja, mendefinisikan budaya kerja, sebagai berikut : ”budaya kerja merupakan sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat”.

Sedangkan Menurut Osborn dan Plastrik (2005:69) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa: “Budaya kerja adalah seperangkat perilaku perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi”.

Unsur Unsur Budaya Kerja

Menurut Ndraha (2006;47), budaya kerja dapat dibagi menjadi 2 (dua) unsur, yaitu:

  1. Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya.
  2. Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesama pegawai, atau sebaliknya.

Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam organisasi berbeda. Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat membangun dari ruang lingkup pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap individu mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya masing-masing.

Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik membutuhkan waktu yang relatif lama, sehingga memerlukan perlu pembenahan-pembenahan mulai dari sikap dan tingkah laku pemimpinnya kemudian diikuti para bawahannya, terbentuknya budaya kerja diawali tingkat kesadaran pemimpin. Budaya kerja terbentuk dalam satuan kerja atau organisasi itu berdiri, artinya pembentukan budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja atau organisasi belajar dalam menghadapi permasalahan, baik yang menyangkut masalah organisasi (Amnuhai :2003)

Menurut Triguno, (2005). pembentukan budaya kerja terjadi pada saat lingkungan kerja atau organisasi belajar menghadapi masalah, baik yang menyangkut perubahan-perubahan eksternal maupun internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi. Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat dalam, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan

Indikator Budaya Kerja

Nilai-nilai budaya kerja diartikan sebagai suatu kekuatan atau energi yang melekat dalam setiap individu dalam berinteraksi dengan individu lainnya dalam lingkungan kerja. Nilai-nilai budaya kerja meliputi aktualisasi diri, bakat, norma- norma, prinsip-prinsip yang digunakan dalam menjalankan aktifitas kerja. Penerapan nilai-nilai budaya kerja dilingkungan kerja penting dilakukan untuk pengembangan jati diri seseorang, aparatur termasuk pegawai dalam memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.

Menurut Robbin (2003 : 721) budaya kerja dalam organisasi mengacu ke sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi–organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila diamati dengan seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu.

Selanjutnya Luthans (2003 : 125) memaparkan bahwa budaya organisasi memiliki beberapa karakteristik atau indikator :

  1. Peraturan-peraturan yang harus dipenuhi
  2. Norma-norma
  3. Nilai-nilai yang dominan
  4. Filosofi
  5. Aturan-aturan
  6. Iklim budaya

Karakteristik budaya organisasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Artinya unsur-unsur tersebut mencerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis organisasi baik yang berorientasi pada pelayanan jasa atau organisasi yang menghasilkan produk.

Moekijat (2006:47) menjelaskan bahwa indikator budaya kerja tersebut adalah meliputi :

  1. Disiplin; Perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang berlaku di dalam maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, prosedur, berlalu lintas, waktu kerja, berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya.

  2. Keterbukaan; Kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar dari dan kepada sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan.

  3. Saling menghargai; Perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap individu, tugas dan tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja.

  4. Kerjasama; Kesediaan untuk memberi dan menerima kontribusi dari dan atau kepada mitra kerja dalam mencapai sasaran dan target perusahaan.

Menurut Triguno (2005) bahwa orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan mempunyai budaya kerja dengan indikator sebagai berikut :

  • Menyukai kebebasan dialog terbuka bagi gagasan gagasan dan fakta baru dalam usahanya untuk mencari kebenaran.

  • Memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, pemikiran yang kreatif, dan tidak menyukai penyimpangan dan pertentangan.

  • Berusaha menyesuaikan diri antara kehidupan pribadinya dengan kebiasaan sosialnya.

  • Mempersiapkan dirinya sesuai budaya kerja dalam mengelola tugas atau kewajiban bidangnya.

  • Memahami dan menghargai lingkungannya. Berpartisipasi dengan loyal kepada kehidupan rumah tangga, masyarakat dan organisasinya serta penuh rasa tanggung jawab (Said, (2008)).

Sikap budaya kerja diharapkan bermanfat bagi pribadi aparat Negara termasuk pegawai maupun unit kerjanya, dimana secara pribadi memberi kesempatan, berperan, berprestasi dan aktualisasi diri, dan dalam kelompok bisa meningkatkan kualitas kinerja kelompok Sasaran yang ingin dicapai dalam menerapkan dan mengembangkan budaya kerja adalah nilai-nilai moral dan budaya kerja produktif.

Secara praktis dalam buku Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara (2002 ) dapat dikatakan bahwa budaya kerja mengandung beberapa pengertian, yaitu :

  1. Pola nilai, sikap, tingkah laku, hasil karsa dan karya termasuk segala instrument, system kerja, teknologi dan bahasa yang digunakannya.

  2. Budaya berkaitan dengan persepsi terhadap nilai-nilai dan lingkungannya yang melahirkan makna dan pandangan hidup, yang akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku dalam bekerja.

  3. Budaya merupakan hasil dari pengalaman hidup, kebiasaan-kebiasaan, serta proses seleksi (menerima atau menolak) norma yang ada dalan cara berinteraksi social atau menempatkan dirinya di tengah-tengah lingkungan kerja tertentu.

  4. Dalam proses budaya terdapat saling mempengaruhi dan saling ketergantungan (interdepensi), baik social maupun lingkungan social.

Budaya kerja, merupakan sekumpulan pola perilaku yang melekat secara keseluruhan pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi. Membangun budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi positif, serta berupaya membiasakan pola perilaku tertentu agar tercipta suatu bentuk baru yang lebih baik

Adapun pengertian budaya kerja menurut Hadari Nawawi dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menjelaskan bahwa: Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaraan terhadap kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan (Hadari Nawawi, 2003).

Budaya kerja adalah berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat Indonesia yang diolah sedemikian rupa menjadi nilai-nilai baru yang akan menjadi sikap dan perilaku manajemen yang diharapkan dalam upaya menghadapi tantangan baru. Budaya kerja tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus diupayakan dengan sungguh-sungguh melalui proses yang terkendali dengan melibatkan semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem, alat-alat dan teknik-teknik pendukung.

Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang, karena perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan penyempurnaan dan perbaikan.

Komponen-komponen budaya kerja yaitu (Ndraha, 2005):

  1. Anggapan dasar tentang kerja
    Pendirian atau anggapan dasar atau kepercayaan dasar tentang kerja, terbentuknya melalui konstruksi pemikiran silogistik. Premisnya adalah pengalaman hidup empiric, dan kesimpulan.

  2. Sikap terhadap pekerjaan Manusia menunjukkan berbagai sikap terhadap kerja. Sikap adalah kecenderungan jiwa terhadap sesuatu. Kecenderungan itu berkisar antara menerima sepenuhnya atau menolak sekeras-kerasnya.

  3. Perilaku ketika bekerjaDan sikap terhadap bekerja, lahir perilaku ketika bekerja. Perilaku menunjukkan bagaimana seseorang bekerja.

  4. Lingkungan kerja dan alat kerjaDalam lingkungan, manusia membangun lingkungan kerja yang nyaman dan menggunakan alat (teknologi) agar ia bekerja efektif, efisien danproduktif.

  5. Etos kerjaIstilah ethos diartikan sebagai watak atau semangat fundamental budaya, berbagai ungkapan yang menunjukkan kepercayaan, kebiasaan, atau perilaku suatu kelompok masyarakat. Jadi etos berkaitan erat dengan budaya kerja.

Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam upaya untuk membangun sumber daya mnusia, proses kerja dan hasil kerja yang lebih baik. Untuk mencapai tingkat kualitas yang makin baik tersebut diharapkan bersumber dari perilaku setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu sendiri. Setiap fungsi atau proses kerja mempunyai perbedaan cara kerja, yang mengakibatkan berbeda nilai-nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka kerja organisasi.

Budaya kerja, merupakan kelompok pola perilaku yang melekat secara keseluruhan pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi. Membangun budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi positif, serta berupaya membiasakan ( habituating process ) pola perilaku tertentu agar tercipta suatu bentuk baru yang lebih baik.

Adapun pengertian budaya kerja menurut Hadari Nawawi dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menjelaskan bahwa:Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaraan dengan kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan”.

Adapun Menurut Triguno dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa:Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja.

Secara konseptual, budaya kerja secara tekstual tersebut dapat digambarkan, yaitu:

  • Integritas dan profesionalisme, yaitu konsisten dalam kata dan perbuatan serta ahli dalam bidangnya. Orang yang memiliki integritas kepribadian, maka dia akan melakukan sesuatu yang sesuai antara apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan. Kepribadian ini muncul dari keyakinan bahwa bekerja tidak semata untuk meraih prestasi keduniawaian tetapi juga memiliki makna keukhrawian atau ibadah. Bekerja yang didasari oleh semangat ibadah akan menyebabkan orang bekerja tanpa pamrih untuk kepentingan individu tetapi untuk kepentingan kebersamaan. Selain itu juga memiliki kemampuan yang seimbang. Dia akan bekerja dengan pengetahuan, sikap dan keahliannya.

  • Kepemimpinan dan keteladanan, yaitu mampu mendayagunakan kemampuan potensi bawahan secara optimal. Jika ketepatan diberi kekuatan untuk menjadi pemimpin maka tidak akan memanfaatkannya untuk bekerja secara otoriter tetapi secara partisipatif. Seseorang akan secara maksimal mendayagunakan bawahannya sebagai partner untuk mencapai visi dan misi institusi. Selain itu juga berlaku sebagai teladan. Menjadi teladan dalam kerja keras, tanggungjawab, dan kedisiplinan dan sebagainya. Sebagaimana para Nabi yang dicontohkan di dalam teks suci bahwa ”pada diri Nabi adalah contoh dan tauladan yang baik”. Para pemimpin sesungguhnya adalah pewaris para teladan sejati dalam kehidupan ini.

  • Kebersamaan dan dinamika kelompok, yaitu mendorong agar cara kerjanya tidak bersifast individual dan pusat kekuasaan tidak pada satu tangan. Sesuatu yang sangat sulit di dalam relasi kerja adalah membangun kerja sama dalam kerja kelompok. Meskipun manusia itu tahu bahwa tidak mungkin urusan diselesaikan secara individual, namun demikian ketika harus bekerja sama terkadang mengalami kesulitan. Bayangkan saja tidak ada manusia yang bisa memenuhi kebutuhannya secara sendiri kecuali dalam relasinya dengan manusia lainnya. Ada ungkapan yang bagus yaitu TEAM, Together Everyone Achieve More. Justru melalui kebersamaan seseorang akan mendapatkan lebih banyak.

  • Ketepatan dan kecepatan, yaitu adanya kepastian waktu, kuantitas, kualitas dan finasial yang dibutuhkan. Prinsip yang harus dijadikan sebagai pedoman adalah semakin cepat semakin baik. Prinsip pelayanan yang harus dikembangkan dalam suatu institusi adalah pelayanan prima yang berbasis kecepatan dan ketepatan. Bukan prinsip gremet-gremet angger slamet atau lambat-lambat tetapi selamat, tetapi cepet-cepet angger selamet. Makanya yang diperlukan adalah kecepatan dan ketepatan. Kerja yang cepat dan tepat merupakan kerja yang menggunakan keturukuran yang jelas. Jika pekerjaan bisa diselesaikan sehari maka akan diselesaikannya tepat waktu. Jika pekerjaan itu menghabiskan anggaran tertentu, maka akan dilaksanakan sesuai dengan ukuran anggaran yang tepat. Jika bisa seperti itu maka tidak akan terjadi kasus mark up dan sebagainya, juga bukan kerja yang menjadikan sesuatu yang mudah menjadi sulit dan sebagainya.

  • Rasionalitas dan kecerdasan emosi, yaitu keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan emosional. Ternyata di dalam kehidupan ini yang dibutuhkan bukan sekedar orang yang cerdas secara intelektual saja. Kenyataannya banyak orang yang cerdas intelektual tetapi justru tidak berhasil dalam kehidupannya. Kehidupan ini bukan hanya membutuhkan logika akan tetapi juga kecerdasan emosi yang didasari oleh pemahaman tentang perasaan dan kemanusiaan.

Melalui kecerdasan logika manusia akan menyatakan ya atau tidak. Akan tetapi untuk menyatakan ya atau tidak tentu dibutuhkan pertimbangan kemanusiaan. Melalui keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan emosional maka akan memunculkan keteguhan dan ketegasan. Dan yang tidak boleh dilupakan adalah kecerdasan spiritual yang berbasis pada keyakinan dan moralitas kebaikan. Dengan menggabungkan ketiganya dalam kerja maka seseorang akan bisa meraih kebahagiaan yang memadai.
Taliziduhu Ndraha dalam buku Teori Budaya Kerja, mendefinisikan budaya kerja, yaitu; ”Budaya kerja merupakan sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat”.

Sedangkan Menurut Osborn dan Plastrik dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa: “Budaya kerja adalah seperangkat perilaku perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi”.

Budaya kerja menurut Keputusan Menpan no 25/Kep/M.Pan/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya KerjaAparatur Negara adalah : “Sikap dan perilaku individu dari kelompok aparatur Negara yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadisifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari”.

Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam organisasi berbeda. Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat membangun dari ruang lingkup pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap individu mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya masing-masing.

Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk merubahnya, maka itu perlu adanya pembenahan- pembenahan yang dimulai dari sikap dan tingkah laku pemimpinnya kemudian diikuti para bawahannya, terbentuknya budaya kerja diawali tingkat kesadaran pemimpin atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya hubungan antara pemimpin dengan bawahannya sehingga akan menentukan suatu cara tersendiri apa yang dijalankan dalam perangkat satuan kerja atau organisasi.

Maka dalam hal ini budaya kerja terbentuk dalam satuan kerja atau organisasi itu berdiri, artinya pembentukan budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja atau organisasi belajar dalam menghadapi permasalahan, baik yang menyangkut masalah organisasi.

Jika dikaitkan dengan organisasi, maka budaya kerja dalam organisasi menunjukkan bagaimana nilai-nilai organisasi dipelajari yaitu ditanam dan dinyatakan dengan menggunakan sarana ( vehicle ) tertentu berkali-kali, sehingga agar masyarakat dapat mengamati dan merasakannya.

Adapun cakupan dari nilai budaya kerja tersebut, antara lain:

  • Disiplin; Perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang berlaku di dalam maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan dengan peraturan perundang-undangan, prosedur, berlalu lintas, waktu kerja, berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya.

  • Keterbukaan; Kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar dari dan kepada sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan.

  • suatu keyakinan dan komitmen kuat merefleksikan nilai-nilai tertentu, misalnya membiasakan kerja berkualitas, sesuai standar, atau sesuai ekpektasi pelanggan (organisasi), efektif atau produktif dan efisien.

Tujuan fundamental budaya kerja adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat peran pelanggan, pemasok dalam komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efisien serta menggembirakan. Budaya kerja berupaya mengubah komunikasi tradisional menjadi perilaku manajemen modern, sehingga tertanam kepercayaan dan semangat kerjasama yang tinggi serta disiplin.

Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja. (Gering, Supriyadi dan Triguno, 2001).

Pada buku “Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara”, yang diterbitkan oleh Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (2002), budaya kerja diartikan secara bervariasi dengan maksud yang sama. Beberapa pengertian dibawah ini disajikan budaya kerja yang terdapat dalam keputusan tersebut.

Budaya kerja adalah cara pandang seseorang dalam memberi makna terhadap kerja. Dengan demikian, budaya kerja merupakan cara pandang seseorang terhadap bidang yang ditekuninya dan prinsip-prinsip moral yang dimiliki, yang menumbuhkan keyakinan yang kuat atas dasar nilai-nilai yang diyakini, memiliki semangat yang tinggi dan bersungguh- sungguh untuk mewujudkan prestasi terbaik.

Dalam buku “Pengembangan Budaya Kerj Departemen Agama” yang ditebitkan oleh Departemen Agama RI Inspektorat Jendral (2009) yang berhubungan dengan pengertian diatas menjelaskan bahwa secara sederhana, budaya kerja dapat juga berarti cara pandang atau cara seseorang memberikan makna terhadap kerja. Dengan demikian, budaya kerja aparatur Negara dapat dipahami sebagai cara pandang serta suasana hati yang menumbuhkan keyakinan yang kuat atas dasar nilai-nilai yang diyakininya, serta memiliki semangat yang tinggi dan bersungguh- sungguh untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik.

Secara praktis dalam buku Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara (2002) dapat dikatakan bahwa budaya kerja mengandung beberapa pengertian, yaitu :

  1. Pola nilai, sikap, tingkah laku, hasil karsa dan karya termasuk segala instrument, system kerja, teknologi dan bahasa yang digunakannya.

  2. Budaya berkaitan dengan persepsi terhadap nilai-nilai dan lingkungannya yang melahirkan makna dan pandangan hidup, yang akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku dalam bekerja.

  3. Budaya merupakan hasil dari pengalaman hidup, kebiasaan-kebiasaan, serta proses seleksi (menerima atau menolak) norma yang ada dalan cara berinteraksi social atau menempatkan dirinya di tengah-tengah lingkungan kerja tertentu.

  4. Dalam proses budaya terdapat saling mempengaruhi dan saling ketergantungan (interdepensi), baik sosial maupun lingkungan sosial.

Budaya kerja, merupakan sekumpulan pola perilaku yang melekat secara keseluruhan pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi. Membangun budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi positif, serta berupaya membiasakan pola perilaku tertentu agar tercipta suatu bentuk baru yang lebih baik.

Adapun pengertian budaya kerja menurut Hadari Nawawi dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menjelaskan bahwa: Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaraan terhadap kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan (Hadari Nawawi, 2003).

Seminar KORPRI pada November (2001) dalam buku Budaya Kerja Organisasi Pemerintahan, berkesimpulan bahwa:

  1. Budaya kerja adalah salah satu komponen kualitas manusia yang sangat melekat dengan identitas bangsa dan menjadi tolok ukur dasar dalam pembangunan.

  2. Budaya kerja dapat ikut menentukan integritas bangsa dan menjadi penyumbang utama dalam menjamin kesinambungan kehidupan bangsa.

  3. Budaya kerja sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai yang dimilikinya, terutama falsafah bangsa yang mampu mendorong prestasi kerja setinggi-tingginya.

Dari uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan perilaku yang dilakukan berulang-ulang oleh setiap individu dalam suatu organisasi dan telah menjadi kebiasaan dalam pelaksanaan pekerjaan.

Unsur – Unsur Budaya Kerja


Budaya kerja adalah berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat Indonesia yang diolah sedemikian rupa menjadi nilai-nilai baru yang akan menjadi sikap dan perilaku manajemen yang diharapkan dalam upaya menghadapi tantangan baru. Budaya kerja tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus diupayakan dengan sungguh- sungguh melalui proses yang terkendali dengan melibatkan semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem, alat-alat dan teknik- teknik pendukung.

Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang, karena perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan penyempurnaan dan perbaikan
Komponen-komponen budaya kerja yaitu (Ndraha, 2005).

  1. Anggapan dasar tentang kerja
    Pendirian atau anggapan dasar atau kepercayaan dasar tentang kerja, terbentuknya melalui konstruksi pemikiran silogistik. Premisnya adalah pengalaman hidup empirik, dan kesimpulan.

  2. Sikap terhadap pekerjaan
    Manusia menunjukkan berbagai sikap terhadap kerja. Sikap adalah kecenderungan jiwa terhadap sesuatu. Kecenderungan itu berkisar antara menerima sepenuhnya atau menolak sekeras-kerasnya.

  3. Perilaku ketika bekerja
    Dan sikap terhadap bekerja, lahir perilaku ketika bekerja. Perilaku menunjukkan bagaimana seseorang bekerja.

  4. Lingkungan kerja dan alat kerja
    Dalam lingkungan, manusia membangun lingkungan kerja yang nyaman dan menggunakan alat (teknologi) agar ia bekerja efektif, efisien dan produktif.

  5. Etos kerja
    Istilah ethos diartikan sebagai watak atau semangat fundamental budaya, berbagai ungkapan yang menunjukkan kepercayaan, kebiasaan, atau perilaku suatu kelompok masyarakat. Jadi etos berkaitan erat dengan budaya kerja.

Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam upaya untuk membangun sumber daya mnusia, proses kerja dan hasil kerja yang lebih baik. Untuk mencapai tingkat kualitas yang makin baik tersebut diharapkan bersumber dari perilaku setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu sendiri. Setiap fungsi atau proses kerja mempunyai perbedaan cara kerja, yang mengakibatkan berbeda nilai- nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka kerja organisasi.

Budaya Kerja menurut Perspektif Islam


Berbagai tafsiran boleh diberikan terhadap budaya kerja. Budaya didefinisikan sebagai budi dan daya. Budi itu pasti mempunyai akal, berhati dan berbenda. Daya bermaksud daya fikir, daya kerja, daya cipta dan daya tahan. Budaya dikatakan sebagai nyawa kepada sebuah masyarakat yaitu cara hidupnya, ia mempunyai standard atau norma- norma ahli masyarakat untuk berfikir, merasa, berkelakuan dan bekerja untuk mencapai sesuatu tujuan supaya masyarakat dapat hidup dengan baik, makmur dan sejahtera. Oleh sebab itu, sangatlah penting untuk mencari dan mewujudkan sikap supaya setiap orang mempunyai tenaga penggerak, mempunyai ahli yang bertambah maju dan mampu bersaing dalam dunia modern.

Contoh budaya kerja yang diterapkan di institusi syari’ah adalah “SIFAT” yang merupakan singkatan dari Shiddiq, Istiqomah, Fathanah, Amanah, dan Tabliq. (Didin Hafidhuuddin, 2003)

  1. Shiddiq berarti memiliki kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan, serta perbuatan berdasarkan ajaran Islam. Tidak ada kontradiksi dan pertentangan yang disengaja antara ucapan dan perbuatan. Oleh karena itu, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk senantiasa memiliki sifat shiddiq dan menciptakan lingkungan yang shiddiq.

  2. Istiqomah, artinya konsisten dalam iman dan nilai-nilai yang baik meskipun menghadapi berbagai godaan dan tantangan. Istiqomah dalam kebaikan ditampilkan dengan keteguhan, kesabaran, serta keuletan, sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal. Istiqomah merupakan hasil dari suatu proses yang dilakukan secara terus – menerus. Misalnya, interaksi yang kuat dengan Allah dalam bentuk shalat, zikir, membaca Al-Qur’an, dan lain-lain.

    Semua proses itu akan menumbuhkembangkan suatu sistem yang memungkinkan kebaikan, kejujuran, dan keterbukaan teraplikasi dengan baik. Sebaliknya, keburukan dan ketidakjujuran akan tereduksi dan ternafikan secara nyata. Orang dan lembaga yang istiqomah dalam kebaikan akan mendapatkan ketenangan sekaligus mendapatkan solusi serta jalan keluar dari segala persoalan yang ada.

  3. Fathanah berarti mengerti, memahami, dan menghayati secara mendalam segala hal yang menjadi tugas dan kewajiban. Sifat ini akan menumbuhkan kreativitas dan kemampuan untuk melakukan berbagai macam inovasi yang bermanfaat. Kreatif dan inovatif hanya mungkin dimiliki ketika seorang selalu berusaha untuk menambah berbagai ilmu pengetahuan, peraturan, dan informasi, baik yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun perusahaan secara umum.

  4. Amanah, berarti memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan setiap tugas dan kewajiban. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal, dan ihsan (berbuat yang terbaik) dalam segala hal. Sifat amanah harus dimiliki oleh setiap mukmin, apalagi yang memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan bagi masyarakat.

Referensi

http://etheses.uin-malang.ac.id/1817/6/09410014_Bab_2.pdf

Pengertian budaya ( culture ) berasal dari kata latin Colere, yang berarti mengerjakan tanah, mengolah dan memelihara ladang. Sedangkan kata kerja dapat didefinisikan sebagai hukuman, beban, kewajiban, pengabdian, hidup bahkan ibadah.

Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai–nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi, kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita–cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai ”kerja” atau ”bekerja”. Budaya kerja organisasi adalah manajemen yang meliputi pengembangan, perencanaan, produksi dan pelayanan suatu produk yang berkualitas dalam arti optimal, ekonomi dan memuaskan.

Unsur-unsur budaya kerja

Menurut Taliziduhu Ndraha, budaya kerja dapat dibagi menjadi dua unsur, yaitu:

  1. Sikap dengan pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya.

  2. Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesama pegawai, atau sebaliknya.

Manfaat budaya kerja

Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang. Manfaat dari penerapan Budaya Kerja yang baik, yaitu:

  1. Meningkatkan jiwa gotong royong

  2. Meningkatkan kebersamaan

  3. Saling terbuka satu sama lain

  4. Meningkatkan jiwa kekeluargaan

  5. Meningkatkan rasa kekeluargaan

  6. Membangun komunikasi yang lebih baik

  7. Meningkatkan produktivitas kerja

  8. Tanggap dengan perkembangan dunia luar.

Jadi manfaat dari budaya kerja yang baik akan membawa perubahan yang baik dalam mencapai hasil yang diinginkan oleh pimpinan, seperti kegotong royongan, kebersamaan, keterbukaan, kekeluargaan dan juga produktivitas kerja dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepada masing-masing anggota organisasi.

Dimensi Budaya Kerja

Menurut Ndraha dan Maulana dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:

1. Sikap Kerja

Hal ini dimaksudkan bahwa kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya.

2. Integritas

Hal ini berarti karyawan mampu menunjukkan kepribadian yang baik, seperti, jujur, dapat dipercaya, sopan dan menghargai pekerjaan dan mau menjalankan peraturan dengan disiplin, sehingga dapat menunjukkan kesan yang baik di hadapan semua orang.

3. Profesional

Hal ini berarti karyawan mampu menunjukkan seluruh potensi yang dimilikinya berhubungan dengan apa yang telah dikerjakannya selama ini. Karyawan mampu bekerja secara benar, akurat, cepat terhadap bidang yang menjadi tanggungjawabnya.

4. Inovasi

Hal ini berarti karyawan mau dan mampu mengusulkan gagasan serta menciptakan ide yang baru, baik diminta maupun maupun tidak diminta oleh atasan/rekan kerja. Dengan adanya ide yang lebih baik diharapkan dapat meningkatkan kemajuan perusahaan pada umumnya dan karyawan pada khususnya.