Apa yang dimaksud dengan Ar Razzaaq atau Maha Pemberi Rezeki ?

ar-Razzaaq

Nilai yang terkandung di dalam ar-Razzaaq:

Barangsiapa yang beriman dan membaca “Ya Razzaaq” sebanyak mungkin, Insya Allah akan dikaruniai kemudahan rezeki dari Allah SWT.

Apa yang dimaksud dengan Ar-Razzaaq atau Maha Pemberi Rezeki ?

Kata Ar-Razzâq memiliki akar kata razaqa yang berarti rezeki. Pada makna awalnya, diartikan pemberi untuk waktu tertentu. Kemudian makna tersebut berkembang luas sehingga mencakup rezeki yang sifatnya materi dan nonmateri.

Allah Ar-Razzâq, artinya Allah-lah yang menjamin rezeki bagi seluruh makhluk- Nya agar dapat hidup secara berkesinambungan. Rezeki tersebut bersifat materi, misalnya berbagai kebutuhan hidup, air, hujan, udara, sinar matahari, dan lainnya. Atau, yang bersifat nonmateri berupa keimanan, keislaman, kenabian, ilmu pengetahuan, kebahagiaan, kesenangan, keberkahan, dan sebagainya.

Allah Ar-Razzâq, Allah yang menciptakan rezeki bagi seluruh makhluk-Nya, serta menciptakan sarana-sarana untuk mencapai dan menikmatinya. Semua pemberian yang dapat dimanfaatkan, baik mendapatkannya dengan cara yang halal atau tidak, baik materi maupun nonmateri, adalah rezeki. Manusialah yang tidak mau berusaha untuk mendapatkan rezeki yang halal, padahal Allah telah menyediakan baginya rezeki yang halal. Karena itu, setiap manusia diperintahkan untuk mengusahakan rezekinya dengan cara-cara yang dibenarkan syariat, sehingga apa yang diperolehnya menjadi berkah dan mendapat ridha Allah.

Memang, Allah yang menjamin rezeki seluruh makhluk- Nya, tetapi bukan berarti mereka mendapatkannya tanpa berusaha. Seluruh kehidupan di alam semesta ini telah Allah atur sedemikian rupa dengan berbagai hukum alam (sunatullah) demi keberlangsungan kehidupan sampai waktu yang ditentukan. Maka, jarak antara rezeki dan manusia lebih jauh daripada rezeki dengan binatang, apalagi tumbuhan.

Hal ini karena adanya ketentuan-ketentuan Allah dalam memperoleh rezeki bagi masing-masing makhluk-Nya. Juga karena selera manusia yang lebih tinggi dibanding makhluk lainnya. Oleh karena itu, manusia diberi oleh Allah sarana yang lebih sempurna dalam mendapatkan rezekinya, agar dapat memaksimalkan usahanya.

Begitu pula jarak rezeki seorang bayi dengan orang dewasa juga berbeda. Rezeki seorang bayimenunggu suapan orang tuanya. Tapi tidak demikian dengan orang dewasa. Allah berkalam, yang artinya,

“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.” (al-Mulk: 15).

Walhasil, jaminan rezeki yang dijanjikan oleh Allah, bukan berarti tanpa usaha. Karenanya, Allah menyertakan manusia dalam mendapatkan rezekinya, seperti dalam firman-Nya :

Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). (al-An’âm: 151).

Bahkan dalam ayat lain, Allah mengisyaratkan perlunya usaha dalam memperoleh rezeki dengan menggunakan kata “dâbbah” atau yang bergerak, seperti dalam firman-Nya :

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (Hûd: 6).

Dengan kata lain, selagi orang masih gerak (hidup) dan mau bergerak (usaha), maka masih ada rezeki untuknya. Dalam istilah Jawa, “nek obah mamah” (kalau mau bergerak, dapat makan). Memang, rezeki dan apa yang kita peroleh sudah ditentukan Allah. Permasalahannya, tidak ada di antara kita yang tahu jatah rezeki kita, karena semua itu hanya diketahui Allah. Bisa jadi, jatah rezeki kita masih banyak, tapi karena usaha kita tidak maksimal, maka kita hanya mendapatkan sedikit.

Kewajiban kita adalah memaksimalkan usaha, adapun hasilnya ada di tangan Allah. Bisa jadi titik maksimal usaha kita, itulah yang menjadi ketentuan Allah untuk kita. Yang dimaksud usaha di sini adalah memaksimalkan ikhtiar yang halal sesuai aturan syariat Islam. Yang termasuk usaha adalah berdoa dan berzikir kepada Allah untuk dimudahkan mendapatkan rezeki.

Di antara zikir yang dianjurkan untuk mempermudah turunnya rezeki adalah berdoa kepada Allah dengan menyebut nama Allah “Ar-Razzâq”. Bagi seorang hamba yang saleh, diperintahkan untuk meneladani nama Allah yang agung, “Ar-Razzâq” dengan menjadi perantara atau sebab seseorang mendapatkan rezeki dari Allah. Hal itu dapat dilakukan dengan membuka seluas-luasnya lapangan kerja, wirausaha, atau sebuah kreativitas yang bisa ditularkan kepada orang lain sebagai mata pencarian.

Referensi :

Dr. Hasan el-Qudsy, The Miracle of 99 Asmaul Husna, Ziyad Book, 2014