Apa yang dimaksud dengan Angina Pektoris Stabil?

Angina pektoris stabil

Angina pektoris stabil merupakan suatu sindroma klinis berupa rasa tidak nyaman di dada, rahang, bahu, punggung, atau lengan yang timbul saat aktifitas atau stress emosional yang berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin.

Angina pektoris adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium. Pada saat beban kerja jantung meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Akan tetapi, apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, terjadi iskemia miokardium dan sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisi anaerob untuk memenuhi kebutuhan energinya.

Apa yang dimaksud dengan Angina Pektoris Stabil ?

Angina pektoris stabil

Angina pektoris stabil merupakan tanda klinis pertama pada sekitar 50% pasien yang mengalami penyakit jantung koroner. Angina pektoris dilaporkan terjadi dengan rata-rata kejadian 1,5% tergantung pada jenis kelamin, umur, dan faktor risiko. Data dari studi Framingham pada tahun 1970 menunjukkan prevalensi sekitar 1,5% untuk wanita dan 4,3% untuk pria berusia 50 – 59 tahun.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa seperti ditimpa beban yang sangat berat.
Diagnosis seringkali berdasarkan keluhan nyeri dada yang mempunyai ciri khas sebagai berikut:

  1. Letak
    Sering pasien merasakan nyeri dada di daerah sternum atau di bawah sternum (substernal: tidak dapat melokalisasi), atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar ke lengan kiri, dapat menjalar ke punggung, rahang, leher, atau ke lengan kanan. Nyeri dada juga dapat timbul di tempat lain seperti di daerah epigastrium, leher, rahang, gigi, dan bahu.

  2. Kualitas
    Pada angina, nyeri dada biasanya seperti tertekan benda berat, atau seperti diperas atau terasa panas, kadang-kadang hanya mengeluh perasaan tidak enak di dada karena pasien tidak dapat menjelaskan dengan baik.

  3. Hubungan dengan aktivitas
    Nyeri dada pada angina pektoris biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas, misalnya sedang berjalan cepat, tergesa-gesa, atau sedang berjalan mendaki atau naik tangga. Pada kasus yang berat aktivitas ringan seperti mandi atau menggosok gigi, makan terlalu kenyang atau emosi, sudah dapat menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada tersebut segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. Serangan angina yang timbul pada waktu istirahat atau pada waktu tidur malam sering akibat angina pektoris tidak stabil

  4. Lamanya serangan
    Lamanya nyeri dada biasanya berlangsung 1-5 menit, kadang-kadang perasaan tidak enak di dada masih terasa setelah nyeri hilang. Bila nyeri dada berlangsung lebih dari 20 menit, mungkin pasien mengalami sindrom koroner akut dan bukan angina pektoris biasa. Pada angina pektoris dapat timbul keluhan lain seperti sesak napas, perasaan lelah, kadang-kadang nyeri dada disertai keringat dingin.

  5. Nyeri dada bisa disertai keringat dingin, mual, muntah, sesak dan pucat.

angina pektoris stabil

Faktor Risiko

Faktor risiko yang tidak dapat diubah:

  1. Usia
    Risiko meningkat pada pria di atas 45 tahun dan wanita di atas 55 tahun (umumnya setelah menopause)

  2. Jenis kelamin
    Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen endogen yang bersifat protektif pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setara dengan laki- laki pada wanita setelah masa menopause.

  3. Riwayat keluarga
    Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu ayah usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun.

Faktor risiko yang dapat diubah:

  1. Mayor
    a. Peningkatan lipid serum
    b. Hipertensi
    c. Merokok
    d. Konsumsi alkohol
    e. Diabetes Melitus
    f. Diet tinggi lemak jenuh, kolesterol dan kalori

  2. Minor
    a. Aktivitas fisik kurang
    b. Stress psikologik
    c. Tipe kepribadian

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

  1. Sewaktu terjadi serangan angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Walau jarang pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau meningkat pada waktu serangan angina.
  2. Dapat ditemukan pembesaran jantung.

Pemeriksaan Penunjang

  1. EKG
    Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan angina sering masih normal. Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat infark miokard di masa lampau. Kadang-kadang menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada pasien hipertensi dan angina, dapat pula menunjukkan perubahan segmen ST atau gelombang T yang tidak khas. Pada saat serangan angina, EKG akan menunjukkan depresi segmen ST dan gelombang T dapat menjadi negatif.

    Gambaran EKG penderita angina tak stabil/ATS dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, depresi segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang berkas His dan bisa tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T. Perubahan EKG pada ATS bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan.

    Perubahan tersebut timbul di saat serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi evolusi gelombang Q, maka disebut sebagai Infark Miokard Akut (IMA).

  2. X ray thoraks
    X ray thoraks sering menunjukkan bentuk jantung yang normal. Pada pasien hipertensi dapat terlihat jantung membesar dan kadang- kadang tampak adanya kalsifikasi arkus aorta.

Penegakan Diagnostik (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.

Klasifikasi Angina:

  1. Stable Angina Pectoris (angina pektoris stabil)
    Keluhan nyeri dada timbul bila melakukan suatu pekerjaan, sesuai dengan berat ringannya pencetus, dibagi atas beberapa tingkatan:

    • Selalu timbul sesudah latihan berat.
    • Timbul sesudah latihan sedang (jalan cepat 1/2 km)
    • Timbul waktu latihan ringan (jalan 100 m)
    • Angina timbul jika gerak badan ringan (jalan biasa)
  2. Unstable Angina Pectoris (angina pektoris tidak stabil/ATS)
    Angina dapat terjadi pada saat istirahat maupun bekerja. Pada patologi biasanya ditemukan daerah iskemik miokard yang mempunyai ciri tersendiri.

  3. Angina prinzmetal (Variant angina)
    Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan sering timbul pada waktu beristirahat atau tidur. Pada angina prinzmetal terjadi spasme arteri koroner yang menimbulkan iskemi jantung di bagian hilir. Kadang- kadang tempat spasme berkaitan dengan arterosklerosis.

Klasifikasi Angina Pektoris menurut Canadian Cardiovascular Society Classification System:

  1. Kelas I: Pada aktivitas fisik biasa tidak mencetuskan angina. Angina akan muncul ketika melakukan peningkatan aktivitas fisik (berjalan cepat, olahraga dalam waktu yang lama).

  2. Kelas II: Adanya pembatasan aktivitas sedikit/aktivitas sehari-hari (naik tangga dengan cepat, jalan naik, jalan setelah makan, stres, dingin).

  3. Kelas III: Benar-benar ada pembatasan aktivitas fisik karena sudah timbul gejala angina ketika pasien baru berjalan 1 blok atau naik tangga 1 tingkat.

  4. Kelas IV: Tidak bisa melakukan aktivitas sehari-sehari, tidak nyaman, untuk melakukan aktivitas sedikit saja bisa kambuh, bahkan waktu istirahat juga bisa terjadi angina.

Diagnosis Banding

Gastroesofageal Refluks Disease (GERD), Gastritis akut, Nyeri muskuloskeletal, Pleuritis, Herpes di dada, Trauma, Psikosomatik

Komplikasi
Sindrom koroner akut

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan Terapi farmakologi:

  1. Oksigen dimulai 2 L/menit

  2. Nitrat dikombinasikan dengan β-blocker atau Calcium Channel Blocker (CCB) non dihidropiridin yang tidak meningkatkan denyut jantung (misalnya verapamil, diltiazem). Pemberian dosis pada serangan akut :

    • Nitrat 5 mg sublingual dapat dilanjutkan dengan 5 mg peroral sampai mendapat pelayanan rawat lanjutan di pelayanan sekunder.

    • Beta bloker:
      • Propanolol 20-80 mg dalam dosis terbagi atau
      • Bisoprolol 2,5-5 mg per 24 jam.

    • Calcium Channel Blocker (CCB) non dihidropiridine
      Dipakai bila Beta Blocker merupakan kontraindikasi, misalnya:
      • Verapamil 80 mg (2-3 kali sehari)
      • Diltiazem 30 mg ( 3-4 kali sehari)

  3. Antipletelet
    Aspirin 160-320 mg sekali minum pada serangan akut.

Konseling dan Edukasi

Menginformasikan individu dan keluarga untuk melakukan modifikasi gaya hidup antara lain:

  1. Mengontrol emosi dan mengurangi kerja berat dimana membutuhkan banyak oksigen dalam aktivitasnya
  2. Mengurangi konsumsi makanan berlemak
  3. Menghentikan konsumsi rokok dan alkohol
  4. Menjaga berat badan ideal
  5. Mengatur pola makan
  6. Melakukan olah raga ringan secara teratur
  7. Jika memiliki riwayat diabetes tetap melakukan pengobatan diabetes secara teratur
  8. Melakukan kontrol terhadap kadar serum lipid
  9. Mengontrol tekanan darah

Kriteria Rujukan

Dilakukan rujukan ke layanan sekunder (spesialis jantung atau spesialis penyakit dalam) untuk tatalaksana lebih lanjut.

Peralatan

  1. Elektrokardiografi (EKG)
  2. Radiologi (X ray thoraks)

Prognosis
Prognosis umumnya dubia ad bonam jika dilakukan tatalaksana dini dan tepat.

Referensi

  1. Isselbacher, J Kurt. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Volume 3. Jakarta: EGC. 2000. (Isselbacher, 2000)
  2. O’Rouke., Walsh., Fuster. Hurst’s The Heart Manual of Cardiology.12th Ed. McGraw-Hill. 2009. (O’Rouke, et al., 2009)
  3. Priori, S. G., Blanc, J. J., (France), Budaj., A., Camm, J., Dean, V., Deckers, J., Dickstein. K., Lekakis, J., McGregor. K., Metra. M., Morais. J., Osterspey. A., Tamargo, J., Zamorano, J. L., Guidelines on the management of stable angina pectoris, 2006, European Heart Journal doi:10.1093/eurheartj/ehl002 ESC Committee for Practice Guidelines (CPG). (Priori, et al., 2006)
  4. Sudoyo, W. Aaru, Bambang Setiyohadi. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
    IV. Jakarta: FKUI.2007.c (Sudoyo, et al., 2006)