Kata al-Quddus terdiri dari huruf-huruf al-qaf, al-dal, al-sin yang berarti suci,16 dengan arti tersebut Baitul Maqdis dinamakan sebagai tempat yang di dalamnya beberapa dosa disucikan. Surga juga disebut dengan al-Quds karena merupakan tempat yang suci dari segala kejelekan dunia.
Kata al-Quddus yang menunjuk kepada al-Asma al-Husna di dalam Alqur’an terdapat dua kali disebutkan, yakni,
“Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. raja, yang Maha Suci, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana “ (al-Hasyar/59: 23)
“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, raja, yang Maha suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (al-Jum’at/62: 1)
Menurut Al Ghazali bahwa makna al-Quddus adalah Maha Suci dari segala sifat yang dapat dijangkau oleh indera, dikhayalkan oleh imajinasi, diduga oleh waham atau terlintas dalam nurani dan pikiran. Dia Maha Suci dari segala sifat kesempurnaan ilmu, kekuasaan, pendengaran dan penglihatan, tidak seperti yang diduga oleh banyak orang suci dari kekurangan dan kelemahan.
Mensucikan Allah adalah bentuk ibadah yang paling agung, termasuk seluruh penghuni langit yaitu para malaikat beribadah kepada-Nya.
“Mereka berkata, mengapa engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang-orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Pada hal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan mensucikan Engkau”. (Q.s. al-Baqarah/2: 30).
Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dialah Tuhan Yang Maha keras siksa-Nya. (Q.s. al-Ra’d/ 13 : 13).
Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.s.al-Hadid/57:1)
Telah bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.s. al-Hasyr/59:1)
Telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (al-Shaf/61:1)
Demikianlah makhluk yang ada di langit dan di bumi beribadah kepada Allah tiada henti- hentinya. Dan mereka bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya (Q.s. al-Anbiya’/21:20).
Allah yang Maha Suci mengajarkan kepada manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kelalaian, bahwa selain mennyembah Allah dengan mensucikan-Nya juga mensucikan pikiran, menghindarkan diri dari pemikiran-pemikiran yang dipengaruhi oleh keinginan hawa nafsu atau berbagai paham sesat atau kepentingan. Kesucian pikiran akan melahirkan tindakan positif, karya-karya yang bermanfaat, mengantarkan manusia untuk menemukan hakikat bahwa di balik seluruh kejadian baik atau buruk selalu mengandung hikmah. Sebenarnya tidak ada yang buruk jika manusia selalu bisa mengambil hikmah di baliknya. Tetapi begitulah keterbatasan manusia yang seringkali mencampurkan emosi ke dalam akal sehatnya.
Kesucian pikiran dan tindakan akan mampu mengubah hambatan menjadi tantangan, dan dari tantangan itu akan tercipta peluang yang mengantarkannya ke pintu gerbang harapan dan di balik dari itu terbuka peluang menuju jalan kesuksesan. Jadi kesucian pikiran dan tindakan adalah jalan mendekatkan diri kepada Allah karena merupakan pengabdian kepada Allah. Di samping itu memelihara kesucian jasmani dan lingkungan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia.
Oleh karena itu, Islam mengajarkan untuk mensucikan diri dari segala kotoran (ringan atau berat), juga lingkungan sekitarnya. Jadi memelihara kebersihan tidak membuang sampah di sembarang tempat, bahkan memungut kotoran atau sampah sebagai ciri orang yang mencintai kebersihan, yang sesungguhnya adalah Allah yang Mahasuci mencintai orang-orang yang memelihara kebersihan.
Seseorang yang profesinya sebagai tukang kebersihan (cleaning service) tidaklah terhalang menjalankan tugasnya dengan baik karena gajinya masih rendah karena selain disikapi dengan syukur, juga diartikan sebagai pengabdian kepada Allah. Betapa banyak orang yang merasa nyaman dengan kesejukan lingkungan di sekitarnya dengan tugas itu. Tukang kebersihan tidaklah berbeda dengan pimpinannya di hadapan Allah karena sama-sama hamba dari Allah. Ke dua-duanya adalah pengabdi kepada Allah, bisa memperoleh kemuliaan di sisi Allah melalui tugasnya masing-masing atau mungkin lebih mulia tukang kebersihan dari pada pimpinannya, tergantung siapa yang banyak pengabdiannya dengan ikhlas kepada Allah, atau siapa yang banyak melakukan pelanggaran terhadap ketentuan hukum Allah.
Seorang ibu atau siapa saja yang melakukan kegiatan berkaitan dengan kebersihan akan dapat dikerjakan dengan baik, tidak menimbulkan kejenuhan bahkan diiringi dengan kesabaran dan ketekunan karena apa yang dilakukannya itu bernilai ibadah di sisi Allah, sebagai manusia yang mengharapkan ridha Allah. Dengan demikian pengetahuan tentang kebersihan itu tidak sekedar teori semata tetapi diaplikasikan dan dijadikan sebagai “kegemaran”, maka bukan hanya tidak membuang sampah di sembarang tempat apa pun bentuknya, tetapi juga memungut/membersihkannya, sehingga lingkungan bersih dan indah. Itulah tasbih seseorang, sebagai perwujudan dari pengamalan sifat Al-Quddus.
Usaha yang diiringi dengan niat yang suci dan dengan cara yang suci, membedakan mana yang halal dan yang haram. Segala rezeki yang diperoleh berupa harta kekayaan senantiasa diperhatikan kesuciannya, diperoleh dengan cara yang halal bukan dengan cara yang haram. Praktik seperti itu adalah jalan mendekatkan diri kepada Allah. Siapa saja boleh menjadi kaya dengan melakukan berbagai usaha, tetapi dengan catatan tidak ada spekulasi apalagi penipuan atau kecurangan dalam memperolehnya. Jadi transaksi jual-beli adalah pengabdian kepada Allah kalau diiringi dengan kejujuran menjalankan usaha, suka sama suka antara kedua belah pihak dan ada keseimbangan antara keduanya dalam memperoleh manfaat.
Sumber : Abd Rahman R, Memahami esensi Asmaul Husna dalam al-Qur’an (Implementasinya Sebagai Ibadah dalam Kehidupan), UIN Alauddin.