Apa yang dimaksud dengan Al-Muqsith atau Maha Adil ?

al-Muqsit

Nilai yang terkandung di dalam al-Muqsith:

Barangsiapa yang beriman dan membaca “Ya Muqsith” sebanyak 70x setiap selesai shalat fardhu. Insya Allah akan dikaruniai sifat adil dari Allah SWT.

Apa yang dimaksud dengan Al-Muqsith atau Maha Adil ?

Kata Al-Muqsith berasal dari dasar kata aqsatha yang berarti berbuat adil. Sedang pelakunya disebut Al-Muqsith. Kata Al-Muqsith tidak ditemukan dalam Al-Qur`an, tetapi kata yang memiliki kata dasar yang sama dan menunjukkan Allah, disebutkan dalam surat Ali Imran: 18.

”Allah menyatakan bahwasanya tidak ada sembahan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada sembahan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”

Allah Yang Maha Adil memberikan kekayaan kepada sebagian orang dan kemiskinan kepada sebagian orang dan kelemahan kepada sebagian lain; keberanian kepada sebagian orang, dan rasa takut kepada orang lain.

Allah Al-Muqsith, Allah yang Mahaadil dalam segala ketetapan dan keputusan-Nya, baik ketetapan yang berkaitan dengan hukum di dunia berupa ketentuan syariat, atau yang berkaitan dengan keputusan Allah kelak di hari Peradilan. Dia-lah yang Mahaadil, tidak ada seorang pun yang mampu menyamai atau mengalahkan keadilan-Nya. Dia yang Maha Mengetahui dan Mahabijak, menetapkan hukum syariat dengan penuh keadilan, dan memerintahkan para utusan-Nya dan pengikutnya untuk menegakkan keadilan.

Allah berkalam, yang artinya,

”Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa.” (al- Hadîd: 25).

Ayat lain menegaskan perintah untuk berbuat adil kepada siapa pun. Allah berkalam, yang artinya,

”…Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang adil.” (al-Mâ’idah: 42).

Seorang hamba yang meneladani nama Al-Muqsith, dituntut untuk berbuat adil dalam segala hal. Adil tidaklah harus sama. Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya secara proporsional, baik dalam perkara yang berkaitan dengan keluarga maupun orang lain. Kebencian orang terhadap kita, janganlah mencegah kita untuk tetap berbuat adil terhadapnya. Kita tetap dituntut untuk dapat menyelesaikan atau memutuskan perkara yang disengketakan secara adil, meridhakan semua pihak, dan tidak memihak.

Allah berkalam, yang artinya,

”Hai orang-orang yang ber-iman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu mene- gakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Mâ’idah: 8).

Sebagai contoh adalah kejadian tentang perselisihan hukum yang terjadi antara seorang Khalifah, Ali bin Abi Thâlib, dengan seorang Yahudi. Pada akhirnya, hakim memberikan kemenangan kepada orang Yahudi tersebut, karena Ali bin Abi Thâlib tidak mampu menghadirkan saksi atas klaimnya. Kondisi semacam itu tentu berseberangan dengan apa yang terjadi dewasa ini. Hampir bisa dipastikan, bila seorang pejabat tinggi atau kerabatnya memunyai masalah hukum, tentu ia akan dimenangkan dalam perkaranya, atau paling tidak diringankan hukumannya.

Referensi :

  • Dr. Hasan el-Qudsy, The Miracle of 99 Asmaul Husna, Ziyad Book, 2014
  • Sulaiman Al-Kumayi, Asma’ul Husna For Super Woman, Semarang, Pustaka Nuun, 2009