Apa yang dimaksud dengan Aksi Bersama atau Collective action?

Aksi Bersama atau Collective Action terdiri dari kata aksi dan bersama. Aksi berarti bergerak/ tindakan melakukan sesuatu/kegiatan/tingkah laku untuk merubah keadaan secara bersama-sama. Aksi merupakan suatu tindakan yang mana sebelumnya ada suatu kondisi/ keadaan yang hendak diubah.

Apa yang dimaksud dengan Aksi Bersama atau Collective action ?

Tindakan kolektif atau colletive action adalah tindakan individu-individu dalam kelompok untuk berbagi kepedulian bersama sebagai kelompok.

Menurut Vanni, tindakan kolektif atau collective action adalah keterlibatan suatu kelompok masyarakat yang berbagi perhatian, tindakan-tindakan kebersamaan yang bermuara pada kebaikan bersama.

Vanni menyatakan terdapat 2 (dua) ciri atau tipe collective action sebagaimana dirujuk pada Davies et. al (2004).

  • Tipe kerja sama (cooperation).
    Tipe ini berfokus pada kerja sama dari bawah ke atas, sehingga tindakan kolektif dilihat sebagai kelompok untuk kelompok (Bdk. Bandiera, Barankay dan Rasul, 2005). Dikatakannya dalam tipe ini biasanya ada yang menerima namun ada pula yang menolak dukungan pemerintah;

  • Tipe koordinasi (coordination). Pada tipe ini collective action atau tindakan kolektif berasal dari atas ke bawah, melalui agen-agen atau perwakilan-perwakilan yang memimpin tindakan-tindakan kolektif.

Selanjutnya dikatakan juga oleh Vanni, hubungan sosial dalam kelompok tindakan kolektif merupakan “social capital” karena dalam hubungan-hubungan tersebut orang saling percaya, ada norma-norma, hubungan bersifat timbal balik, ada penghargaan dan harapan, ada nilai-nilai, sebagai suatu budaya, ada informasi dan pengetahuan, ada asosiasi-asosiasi
dan kelompok formal, ada institusi, aturan-aturan dan sanksi-sanksi.

Menurutnya keberhasilan strategi lokal selalu terkait dengan institusi lokal yang kuat, di dalamnya ada aktivitas ekonomi, adanya human capital (sumber pengetahuan), social capital (kepercayaan dan hubungan timbal balik dan relasi-relasi sosial lain), political capital (kapasitas berpolitik).

Secara khusus Vanni menekankan peran social capital dalam colletive action. Menurut Vanni, peran social capital penting karena berhubungan dengan pengaturan sumber daya kolektif yakni:

  • Saling percaya dalam berelasi;
  • Terjadi pertukaran dalam hubungan timbal balik;
  • Adanya aturan bersama, norma-norma dan sanksi-sanksi;
  • Ada hubungan berjejaring dan berkelompok.

Dijelaskannya, unsur kepercayaan dalam berelasi penting karena memungkinkan terjadinya kerja sama sebagai tindakan kolektif yang dapat bertahan lama sebagai tradisi dalam suatu masyarakat dan organisasi. Karena kepercayaan mempunyai hubungan yang amat kuat dengan reputasi sosial yang ditandai oleh penghargaan dan hubungan yang bersifat timbal balik. Kemudian sikap saling percaya dan menghargai menjadi dasar kerja sama, dalam waktu yang lama.

Keberhasilan collective action juga bergantung pada nilai-nilai dan norma-norma bersama dan sanksi dengan kriteria yang lebih terbuka sesuai kepentingan kelompok.

Anthony Gidden menyebutkan bahwa gerakan sosial sebagai upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama, atau gerakan mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif (collective action) di luar lingkup lembaga-lembaga yang sudah mapan.

Gerakan sosial selalu ditempuh dengan jalan tidakan secara kolektif. Sebaliknya, aksi atau tindakan kolektif merupakan salah satu jenis dari gerakan sosial (Wahyudi, 2005). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa aksi atau tindakan kolektif diawali dari sekelompok orang yang berkumpul, kemudian mereka melakukan aksi atau tindakan secara bersama-sama.

Aksi kolektif merupakan bagian yang melekat dalam proses seperti pemberdayaan. Secara konkret, aksi kolektif perlu melalui tahapan:

  • membangun rasa ingin tahu/ketanggapan,
  • melakukan identifikasi atas berbagai kondisi perempuan,
  • berkembangnya kesadaran, bahkan rasa “marah” pada situasi dan kondisi yang dialami perempuan,
  • melakukan konsolidasi internal maupun ke pihak-pihak lain,
  • terbangun identitas kolektif, yang sekaligus mencerminkan kekuatan, baik sebagai individu maupun kelompok kepentingan.

Tahapan ini setidaknya merefleksikan bahwa kesadaran kolektif tidak bisa dipisahkan dari berkembangnya kesadaran personal.

Gerakan sosial berbeda dengan berbagai bentuk aksi massa, seperti kerumunan dan kerusuhan, pemberontakan, dan revolusi.

Kerumunan merupakan aksi massa yang tidak memiliki sebentuk organisasi, sangat cair, meletup, dan hilang secara tiba-tiba. Kerusuhan adalah kekacauan massal yang meletup secara tiba-tiba, dalam periode singkat, dan melakukan perusakan atau menyerang kelompok tertentu. Bedanya dengan kerumunan ialah kerusuhan selalu menggunakan kekerasan. Pemberontakan merupakan aksi terorganisasi untuk menentang atau memisahkan diri dari sistem dan otoritas yang dianggap mapan.

Revolusi mengandaikan partisipasi seluruh masyarakat dalam keseluruhan wilayah suatu negara untuk menggulingkan dan menggantikan tatanan politik dengan suatu yang baru. Revolusi, dalam pengertian ini, merupakan upaya menyusun kembali tatanan sosial, politik, dan ekonomi dengan memasukkan perubahan fundamental dalam struktur masyarakat (Singh, 2001).

Gerakan sosial, menurut Singh (2001), biasanya merupakan mobilisasi untuk menentang negara dan sistem pemerintahannya, yang tidak selalu menggunakan kekerasan dan pemberontakan bersen¡ata, sebagaimana ter¡adi dalam kerusuhan, pemberontakan, dan revolusi. Menurutnya, umumnya gerakan sosial menyatakan dirinya di dalam kerangka nilai demokratik.

Tarrow (1998) mendefinisikan gerakan sosial sebagai tantangan kolektif yang dilakukan sekelompok orang yang memiliki tu¡uan dan solidaritas yang sama, dalam konteks interaksi yang berkelan¡utan dengan kelompok elite, lawan, dan penguasa. Di sini terdapat empat kata kunci penting, yakni tantangan kolektif , tujuan bersama , solidaritas sosial , dan interaksi berkelanjutan . Wilson (1973) menekankan “cara-cara yang tidak melembaga”, gerakan ini tidak ditu¡ukan untuk memperoleh posisi-posisi kekuasaan, tetapi sebagai tawar-menawar untuk memengaruhi pembuat kebi¡akan mengambil solusi yang menguntungkan bagi mereka.

Della Porta dan Diani (1999) menawarkan sedikitnya empat karakteristik utama gerakan sosial, yakni

  • Jaringan interaksi informal;
  • perasaan dan solidaritas bersama;
  • konflik sebagai fokus aksi kolektif; dan
  • mengedepankan bentuk-bentuk protes. Dengan kata lain, gerakan sosial merupakan

Jaringan-jaringan informal yang mendasarkan diri pada perasaan dan solidaritas bersama, yang bertu¡uan memobilisasi isu-isu konfliktual, melalui berbagai bentuk protes yang dilakukan secara terus-menerus. Hal-hal ini pula yang membedakan gerakan sosial dengan gerakan yang dilakukan oleh partai politik, kelompok kepentingan, sekte-sekte agama, protes sesaat, atau koalisi politik sesaat.

Referensi

Della Porta, Donatella and Mario Diani. 1999. Sosial Movements: An Introdustion . Oxford: Blackwell.

Eyerman, Ron and Andrew Jamison. 1991. Sosial Movements: a Cognitive Approash . Pennsylvania: Pennsylvania University Press.

Giddens, Anthony. 1999. The Third Way: Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi Sosial . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tindakan bersama atau aksi bersama atau collective action memiliki pengertian yang cukup luas menurut beberapa ahli, diantaranya Wright, Taylor, & Moghaddam (1990) yang memberikan pengertian bahwa collective action merupakan tindakan yang dilakukan sekelompok individu dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi dari kelompoknya. Selain memperbaiki kondisi, tindakan collective action juga mampu meningkatkan status kelompok tersebut dari kelompok yang lain (Tajfel, & Turner, 1979).

Zomeren dan Louis (2017) menambahkan bahwa kesamaan budaya dari suatu kelompok diklaim sebagai latar belakang dari munculnya tindakan yang dilakukan kelompok secara massal. Dapat dikatakan pula bahwa tindakan collective action merupakan gabungan dari dinamika gender, etnis, agama atau paradigma kelompok yang berbeda dengan kelompok lainnya (Jasper, 2017).

Lang dan Lang menjelaskan bahwa tindakan kolektif diartikan sebagai suatu kajian yang menitikberatkan pada pola-pola dan urutan peristiwa yang terjadi pada situasi-situasi problematis serta mengutamakan koordinasi yang baik antar anggota kelompok. Secara umum, tindakan collective action didasari oleh kesamaan latar belakang kelompok dengan paradigma untuk memperbaiki status kelompoknya dari tekanan kelompok lain. Sehingga, tidak banyak tindakan yang dimunculkan oleh kelompok diantaranya yaitu demonstrasi, penandatanganan petisi, atau bahkan mengarah pada tindakan yang lebih radikal, seperti melakukan sabotase ataupun kekerasan.

Meskipun demikian, terkadang dalam struktur kolektif (seperti sebuah organisasi atau kelompok masyarakat) individu dalam kelompok tersebut bisa saja mengejar tujuan yang mungkin akan berbeda dari kelompoknya (Asrohah, 2016). Berdasarkan penjelasan diatas sehingga diketahui bahwa tindakan collective action merupakan tindakan yang terkemas dari gabungan dinamika- dinamika didalam kelompok yang memiliki tujuan untuk meningkatkan status kelompoknya dari kelompok lain dengan mengutamakan koordinasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara bersama-sama.

Bamberg, Rees, & Seebauer (2015) menyebutkan ada beberapa pertimbangan mewujudkan tindakan collective action, yaitu :

  1. The cost-benefit pathway atau Jalur untung rugi
    Hal ini merujuk pada keuntungan dan kerugian seseorang jika melakukan suatu tindakan, baik individu maupun secara kolektif. Individu akan memperhitungkan dari setiap langkah yang mungkin akan dilakukan dengan mempertimbangkan keuntungan yang akan didapat jika melakukan ataupun tidak tindakan tersebut dan kerugian jika melakukan ataupun tidak melakukan tindakan tersebut.

  2. The collective efficacy pathway atau Jalur efikasi kolektif.
    Hal ini merujuk pada keyakinan individu menghadapi tekanan- tekanan yang berasal dari lingkungan sosialnya. Dengan keyakinan diri tersebut, individu akan memberikan respon untuk ikut serta dalam tindakan yang akan dilakukan kelompoknya atau tidak. Dengan kata lain, individu akan memproses segala informasi dari lingkungan yang kemudian memberikan motivasi untuk keikutsertaannya atau tidak terhadap tindakan kolektif tersebut.

  3. The group-based emotions pathway atau Jalur emosi kelompok.
    Hal ini merujuk pada kuat tidaknya pengaruh yang diberikan kelompok kepada individu untuk turut serta melakukan tindakan yang dilakukan secara kolektif. Pengaruh yang diberikan kelompok tersebut tentu akan mempengaruhi proses kognisi dan afektif dari seorang individu untuk mempertimbangkan keikutsertaannya dalam melakukan tindakan secara kolektif.

  4. The social identity pathway atau Jalur identitas sosial.
    Hal ini merujuk pada keterikatan individu terhadap kelompoknya. Semakin kuat keterikatan individu dalam suatu kelompok, maka kemungkinan yang terjadi individu tersebut akan turut serta dalam melakukan tindakan secara kolektif dengan tujuan sebagai respon menyikapi suatu situasi.

  5. Different contexts: implications for the current research program
    Hal ini merujuk bahwa tindakan kolektif mengikat pada status sosial yang sama. Jika ada suatu program yang datang mengarah pada kelompoknya, maka didalam anggota kelompok tersebut tidak lagi menganggap bahwa “saya” adalah “saya”, melainkan menggantikan dengan “kami” atau “kita”. Hal ini dilakukan sebagai bentuk keterikatan individu terhadap kelompoknya untuk merespon situasi yang mungkin akan mempengaruhi kelompoknya.

    Menurutnya, individu yang tergabung dalam suatu kelompok akan melewati langkah tersebut baik secara sadar ataupun tidak sebelum akhirnya memutuskan untuk terlibat atau tidak dalam tindakan kolektif yang dilakukan kelompoknya.

Aspek Aksi Bersama (Collective Action)


Charles Tilly (1978) menyebutkan ada empat elemen munculnya collective action yaitu :

  • Interest atau kepentingan
    Aspek ini mencakup keuntungan dan kerugian yang diakibatkan dari interaksi dalam kelompok atau kelompok lain sesuai pada kepentingan dengan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapainya. Pada aspek ini individu dalam kelompok juga akan mempersepsikan relevan atau tidak antara dirinya dengan kelompok.

  • Organization atau organisasi
    Aspek ini mencakup pada struktur didalam kelompok sehingga ada pengaruh tekanan dalam melakukan tindakan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki bersama. Didalamnya pun akan diketahui komitmen keterlibatan individu didalam kelompok tersebut.

  • Mobilization atau mobilisasi
    Aspek ini mencakup pada ketersediaan sumber daya sebagai fasilitas penunjang terlaksananya tindakan kolektif yang dilakukan kelompok, seperti kendaraan, jumlah anggota yang terlibat, atau bahkan lebih ekstremnya adalah persenjataan.

  • Opportunity atau peluang
    Aspek ini mencakup peluang yang tercipta dari hubungan interaksi antara anggota dalam kelompok atau dengan kelompok lain untuk mengetahui peluang sebelum melakukan tindakan.

Sedangkan Zomeren, Postmes, dan Spears (2008) berpendapat bahwa aspek collective action diantaranya :

  • Sikap terhadap collective action
    Sikap adalah cara evaluasi individu pada suatu stimulus yang kemudian memunculkan persepsi terhadap rangsangan baik positif atau negatif, menyetujui atau menolak, dan suka atau tidak suka. Pada hal ini, sikap yang dimaksud mengarah pada sikap keturutsertaan dalam melakukan tindakan collective action.

    Terdapat tiga komponen utama yang membentuk sikap menurut Suharyat (2009), yaitu komponen kognitif (berkaitan dengan persepsi individu terhadap stimulus), komponen afektif (berkaitan dengan emosi yang sejalan dengan hasil evaluasi individu terhadap stimulus), dan komponen konatif (berkaitan dengan keinginan individu melakukan suatu tindakan sesuai dengan keyakinan dan keinginannya).

    Namun demikian, sikap dapat dimaknai manakala sudah ditampilkan dalam bentuk lisan ataupun perilaku oleh individu karena sikap dapat diubah, dibentuk, atau dipengaruhi melalui interaksi sosial sesuai dengan kondisi yang terjadi terhadap kelompoknya.

  • Intensi melakukan tindakan collective action
    Intensi adalah niat yang muncul pada individu untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan berdasarkan stimulus yang diterimanya. Intensi kemudian diasumsikan sebagai motivasi individu untuk memunculkan suatu perilaku, dalam hal ini niat keturutsertaan dalam melakukan tindakan collective action.

    Faktor eksternal, khususnya dalam ruang lingkup kelompok sangat berperan dalam mempengaruhi niat individu untuk memunculkan suatu tindakan tertentu sesuai dengan yang dimunculkan oleh kelompoknya (Ajzen dan Madden, 1986).

Berdasarkan teori diatas disebutkan bahwa kecenderungan munculnya tindakan collective action didasari oleh sikap individu dalam mempersepsi suatu stimulus, dan intensi atau niat yang muncul dari individu untuk melakukan suatu tindakan tertentu sebagai bentuk respon terhadap suatu stimus yang datang.

Faktor Aksi Bersama (Collective Action)

Smelser (1962) menjelaskan faktor-faktor terjadinya collective action, yaitu :

  • Pendorong struktural, yaitu kondisi struktural dalam masyarakat yang mempunyai potensi untuk munculnya suatu tindakan kolektif. Dalam hal ini kesamaan strata dalam masyarakat akan lebih memudahkan munculnya tindakan kolektif.

  • Ketegangan struktural, yaitu suatu kondisi ketegangan di lingkungan masyarakat yang diakibatkan oleh kenyataan struktur, seperti penindasan, kesenjangan, dan ketidakadilan.

  • Pertumbuhan dan penyebar luasan kepercayaan umum, adalah kondisi dimana ketegangan struktural menjadi berarti bagi para calon pelaku tindakan kolektif. Sehingga mendorong kelompok tersebut untuk merespon kondisi tersebut secara kolektif

  • Faktor pencetus, merupakan faktor situasional yang menegaskan terjadinya tindakan secara kolektif. Biasanya faktor pencetus hanya berasal dari satu individu saja, namun kemudian memberikan pemahaman kepada kelompoknya sehingga terjadi tindakan secara kolektif.

  • Mobilisasi pemeran serta, yaitu berupa dukungan dari kelompok yang memiliki kesamaan tujuan untuk terwujudnya tindakan kolektif tersebut. Mobilisasi pemeran serta tersebut bisa juga berasal dari kelompok lain.

  • Bekerjanya pengendalian sosial, adalah suatu tahapan yang penting untuk mencegah pecahnya suatu kerusuhan sosial. Dalam hal ini pihak keamanan berwajib memiliki peran penting untuk mengontrol ketika ada tindakan kolektif yang dilakukan oleh suatu kelompok.