Apa yang dimaksud Bahasa Gaul atau Bahasa Prokem?

Apa yang dimaksud Bahasa Gaul atau Bahasa Prokem?

Bahasa gaul atau argot atau bahasa prokem adalah penggunaan kata-kata dalam bahasa yang tidak resmi dan ekspresi yang bukan merupakan standar penuturan dialek atau bahasa. Apa yang dimaksud Bahasa Gaul atau Bahasa Prokem?

Menurut Wikipedia dari penelusuran situs google mengatakan bahwa bahasa gaul atau bahasa prokem adalah ragam bahasa Indonesia non standar yang lazim digunakan di Jakarta pada tahun 1970-an yang kemudian digantikan oleh ragam yang disebut sebagai bahasa gaul. Bahasa prokem ditandai oleh kata-kata Indonesia atau kata dialek Betawi yang dipotong dua fonemnya yang paling akhir kemudian disisipi bentuk “ok” di depan fonem terakhir yang tersisa. Misalnya, kata bapak dipotong menjadi bap, kemudian disisipi “ok” menjadi bokap. Diperkirakan ragam ini berasal dari bahasa khusus yang digunakan oleh para narapidana. Seperti bahasa gaul, sintaksis dan morfologi ragam ini memanfaatkan sintaksis dan morfologi bahasa Indonesia dan dialek Betawi.

Kata prokem sendiri merupakan bahasa pergaulan dari preman. Bahasa ini awalnya digunakan oleh kalangan preman untuk berkomunikasi satu sama lain secara rahasia. Agar kalimat mereka tidak diketahui oleh kebanyakan orang, mereka merancang kata-kata baru dengan cara antara lain mengganti kata ke lawan kata, mencari kata sepadan, menentukan angka-angka, penggantian fonem, distribusi fonem, penambahan awalan, sisipan, atau akhiran. Masing-masing komunitas (daerah) memiliki rumusan sendiri-sendiri. Pada dasarnya bahasa ini untuk memberikan kode kepada lawan bicara (kalangan militer dan kepolisian juga menggunakannya).

Bahasa prokem ini mengalami pergeseran fungsi dari bahasa rahasia menjadi bahasa gaul. Dalam konteks kekinian, bahasa gaul merupakan dialek bahasa Indonesia non formal yang terutama digunakan di suatu daerah atau komunitas tertentu (contohnya, kalangan homo seksual atau waria). Penggunaan bahasa gaul menjadi lebih dikenal khalayak ramai setelah Debby Sahertian mengumpulkan kosa-kata yang digunakan dalam komunitas tersebut dan menerbitkan kamus yang bernama “Kamus Bahasa Gaul” pada tahun 1999.

Meskipun bahasa gaul sebenarnya merujuk kepada bahasa khas yang digunakan setiap komunitas atau subkultur apa saja, bahas gaul lebih sering merujuk pada bahasa rahasia yang digunakan dalam kelompok yang menyimpang, seperti kelompok preman, kelompok penjual narkotika, kaum homoseksual/lesbian, pelacur, dsb. Saat ini bahasa gaul telah banyak terasimilasi dan menjadi umum digunakan sebagai percakapan sehari-hari dalam pergaulan di lingkungan sosial bahkan dalam media-media popular seperti TV, radio, dunia perfilman nasional, dan sering pula digunakan dalam bentuk publikasi-publikasi yang ditunjukan untuk kalangan remaja oleh majalahmajalah remaja popular.

Contoh Penggunaan Bahasa Gaul

Masa remaja ditinjau dari segi perkembangan merupakan masa kehidupan manusia yang menarik dan mengesankan. Masa remaja mempunyai ciri antara lain petualangan, pengelompokan, “kenakalan”. Bahasa gaul yang mereka gunakan juga tidak sembarangan, mereka memang sudah mempunyai ciri bahasa yang sudah di sepakati sehingga mereka saling mengerti bahasa yang mereka gunakan. Bahasa gaul memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Kosakata khas: berkata → bilang, berbicara → ngomong, cantik →kece, dia → doi, doski, kaya →tajir, reseh →berabe, ayah → bokap, ibu → nyokap, cinta →cintrong, aku →gua, gue, gwa, kamu → lu, lo, elu, dll.

  2. Penghilangan huruf (fonem) awal: sudah → udah, saja → aja, sama → ama, memang → emang, dll.

  3. Penghilangan huruf “h”: habis → abis, hitung → itung, hujan → ujan, hilang → ilang, hati → ati, hangat → anget, tahu → tau, lihat → liat, pahit → pait, tahun → taon, bohong → boong, dll.

  4. Penggantian huruf “a” dengan “e”: benar → bener, cepat → cepet, teman→ temen, cakap → cakep, sebal → sebel, senang → seneng, putar → puter, seram →serem.

  5. Penggantian diftong “au”, “ai” dengan “o” dan “e”: kalau → kalo, sampai → sampe, satai → sate, gulai → gule, capai → cape, kerbau → kebo, pakai → pake, mau (bukan diftong) → mo, dll.

  6. Pemendekan kata atau kontraksi dari kata/frasa yang panjang: terima kasih → makasi/trims, bagaimana → gimana, begini → gini, begitu → gitu, ini → nih, itu → tuh.

  7. Peluluhan sufiks me-, pe- seperti: membaca → baca, bermain → main, berbelanja → belanja, membeli → beli, membawa → bawa, pekerjaan → kerjaan, permainan → mainan, dst.

  8. Penggunaan akhiran “-in” untuk menggantikan akhiran “-kan”: bacakan → bacain, mainkan → mainin, belikan → beliin, bawakan → bawain, dst.

  9. Nasalisasi kata kerja dengan kata dasar berawalan ‘c’: mencuci → nyuci, mencari → nyari, mencium → nyium, menceletuk → nyeletuk, mencolok → nyolok

  10. Untuk membentuk kata kerja transitif, cenderung menggunakan proses nasalisasi. Awalan “me-”, akhiran “-kan” dan “-i” yang cukup rumit dihindarkan.

  11. Proses nasalisasi kata kerja aktif+ in untuk membentuk kata kerja transitif aktif: memikirkan→ mikirin, menanyakan → nanyain, merepotkan → ngerepotin, mengambilkan → ngambilin

  12. Bentuk pasif 1: di + kata dasar + in: diduakan → diduain, ditunggui → ditungguin, diajari → diajarin, ditinggalkan → ditinggalin

  13. Bentuk pasif 2: ke + kata dasar yang merupakan padanan bentuk pasif “ter-” dalam bahasa Indonesia baku: tergaet → kegaet, tertimpa → ketimpa, terpeleset → kepeleset, tercantol → kecantol, tertipu → ketipu, tertabrak → ketabrak