Apa yang dimaksud analisis wacana kritis?

books

Wacana dan wacana kritis merupakan dua hal yang berbeda. Geoffrey Leech dan Michael Short mengemukakan bahwa wacana adalah komunikasi linguistik yang merupakan transaksi antara komunikator dan komunikan, sebagai aktivitas interpersonal yang bentuknya ditentukan dari tujuan sosialnya. Sementara itu, teks adalah komunikasi linguistik (baik lisan maupun tertulis) yang merupakan suatu pesan yang disalurkan dalam media.

Beberapa ilmuwan mengkaitkan wacana dengan ideologi seperti Roger Fowler yang menyatakan bahwa wacana merupakan bentuk lisan maupun tertulis dari pandangan keyakinan dan nilai; mode wacana yang berbeda menampilkan representasi pengalaman yang berbeda, dan sumber representasi ini adalah konteks komunikatif dimana wacana tertanam (Hawthorn, 1992).

Analisis wacana dapat dilihat sebagai reaksi terhadap bentuk linguistik tradisional (formal, struktural linguistik) yang berfokus pada unit konstituen dan struktur kalimat dan tidak peduli dengan analisis bahasa yang digunakan. Berbeda dengan linguistik formal, analisis wacana berkaitan dengan menerjemahkan gagasan struktur dari tingkatan kalimat yaitu hubungan gramatikal seperti subjek-kata kerja-objek, ke tingkat teks yang lebih panjang. Komunikasi yang terjadi antara komunikator dengan komunikan tidak dalam bentuk kalimat tunggal saja,oleh karena itu analis wacana kritis terhadap kecenderungan ahli bahasa untuk berkonsentrasi hanya pada struktur kalimat (Mills, 1997).

Sara Mills berpendapat bahwa konteks dan pernyataan merupakan hal yang penting dalam sebuah wacana dan merupakan “blok pembangun wacana yang paling mendasar” karena keduanya adalah ungkapan atau bagian dari teks yang memiliki efek (Mills, 1997). Sara Mills juga mengemukakan bahwa wacana bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri melainkan terdapat elemen seperti efek, konsep, ide, pendapat, cara berperilaku yang menciptakan struktur wacana tersebut

CDA (Critical Discourse Analysis) sendiri berawal dari Linguistik Kritis/ Critical Linguistics” . CDA dapat dilihat sebagai pengembangan “Linguistik Kritis”, yang memperluas perspektif kritis dalam studi analisis wacana. Istilah Critical Linguistics pertama kali dikenal dalam buku Language and Control yang ditulis oleh Roger Fowler dan Gunther Kress pada tahun 1979. Fowler dan Kress adalah dua ahli yang diakui dalam studi tentang Linguistik Kritis. Menurut Fowler dan Kress, Analisis Linguistik Kritis dapat menjadi alat yang ampuh untuk studi proses ideologis, yang memediasi hubungan kekuasaan dan kontrol (Fowler, Hodge, Kress, & Trew, 1979). Fokus penelitian dari studi Roger Fowler dipusatkan pada teori dan metodologi, sedangkan Gunther Kress berkontribusi banyak pada aplikasi spesifik mengenai teori linguistik kritis. Kress percaya bahwa CDA adalah sejenis instrumen linguistik, yang harus digunakan dan dapat diterapkan pada situasi analisis wacana praktis. Melalui penggunaan metode analitis sosial dan linguistik, Roger Fowler, Gunther Kress, dan banyak ahli lingustik kritis lainnya melakukan serangkaian penelitian tentang bagaimana wacana berfungsi baik dalam proses politik maupun proses ideologis (Liu & Guo, 2016).

Beberapa pemikir yang memberikan sumbangsih dalam analisis wacana kritis diantaranya ialah Ruth Wodak, Michael Foucault, Antonio Gramsci , dan Louis Althusser. Ruth Wodak adalah tokoh terkenal dalam studi CDA, yang telah mengusulkan berbagai studi tentang wacana tertentu terkait dengan diskriminasi, prasangka, rasisme, dan sebagainya… Pendekatan analisis wacana historis dari CDA dikembangkan oleh Wodak, yang melakukan studi tentang wacana anti-semitisme pada tahun 1990, dan yang menekankan peran konteks historis dalam analisis wacana. Studi Wodak menekankan pada diskriminasi rasial dan wacana politik dan pendekatan analitisnya didasarkan pada ide-ide dari Frankfurt School , dan sosiolinguistik pada tradisi Bemsteinian (Liu & Guo, 2016)

Menurut Fairclough dan Wodak (dalam Eriyanto, 2001), analisis wacana kritis melihat wacana pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk dari praktik sosial. Gambaran wacana sebagai praktik sosial menyebabkan adanya hubungan dialektis antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi dan struktur sosial yang membentuknya. Selain itu, analisis ini juga dapat menyingkap ideologi yang terkandung didalamnya seperti hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan perempuan, kelompok mayoritas dan minoritas.

Terdapat beberapa karakteristik penting dari analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) menurut Teun A. van Dijk, Fairclough dan Wodak

  • Tindakan
    Analisis wacana kritis dipahami sebagai suatu tindakan (action). Seseorang berbicara atau menulis bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Pada prinsip ini, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan dan sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran.

  • Konteks
    Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana, seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Terdapat konteks dari komunikasi yang diperhatikan seperti; siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak. Selain itu, ada beberapa konteks yang penting dan mempengaruhi produksi wacana. Yang pertama adalah partisipan wacana dan latar siapa yang memproduksi wacana. Jenis kelamin, umur, pendidikan, kelas sosial, etnis, agama. Yang kedua adalah setting sosial tertentu, seperti tempat, waktu, posisi pembicara dan pendengar atau lingkungan fisik.

  • Historis
    Wacana diproduksi dalam konteks tertentu. Konteks historis merupakan salah satu aspek penting untuk memahami teks dengan menempatkan wacana dalam konteks historis seperti situasi sosial dan politiknya. Oleh karena itu, pada waktu melakukan analisis diperlukan tinjauan untuk mengerti mengapa wacana dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang dipakai seperti itu, dan sebagainya

  • Kekuasaan
    Setiap wacana yang muncul bukanlah sesuatu yang netral namun merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat, contohnya seperti kekuasaan laki-laki dalam wacana mengenai seksisme, kekuasaan berbentuk dominasi pengusaha kelas atas kepada bawahan, dan sebagainya. Analisis wacana kritis tidak hanya memahami detil teks atau struktur wacana saja, namun juga menghubungkan dengan kekuatan dan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan budaya tertentu. Menurut Teun A. van Dijk, aspek kekuasaan menjadi suatu hal yang penting dikritisi untuk melihat kontrol karena seringkali kelompok dominan lebih memiliki akses seperti pengetahuan, uang dan pendidikan dibandingkan dengan kelompok tidak dominan.

  • Ideologi
    Wacana yang muncul merupakan bentuk dan cerminan dari praktek ideologi tertentu. Teori klasik menyatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok dominan yang bertujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Wacana dipandang sebagai medium bagi kelompok dominan untuk mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak yang dapat membantu mereka sehingga dominasi yang dimiliki semakin benar.

    Menurut Teun A. Van Dijk, ideologi membuat anggota dari suatu kelompok akan bertindak dalam situasi yang sama, dapat menghubungkan masalah mereka, dan memberikan kontribusi dalam membentuk solidaritas dan kohesi dalam kelompok. Dalam pandangan ini, ideologi memiliki dua implikasi penting. Pertama, ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak personal, atau individual sehingga membutuhkan pembagian di antara anggota kelompok dengan orang lain. Kedua, meskipun bersifat sosial, ideologi digunakan secara internal di antara anggota kelompok sehingga dapat membentuk identitas diri kelompok. Oleh karena itu, analisis wacana tidak bisa menempatkan bahasa secara tertutup, tetapi juga harus melihat konteks mengenai ideologi dari kelompok-kelompok yang berperan dalam membentuk wacana.

Source

Eriyanto. (2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKis Group.

Hawthorn, J. (1992). A Conscise Glossary of Contemporary Literary Theory. London: Edward Arnold.

Liu, K., & Guo, F. (2016). A Review on Critical Discourse Analysis. Theory and Practice in Language Studies , 1076-1084.

Mills, S. (1997). Discursive Structures. Discourse , 1-33.

Dimensi Analisis Wacana Kritis

Dalam jurnal yang ditulis oleh Johann Unger (2016) mengenai The Interdisciplinarity of Critical Discourse Studies Research, dikatakan bahwa terdapat tiga dimensi mengenai analisis wacana kritis yaitu teks, sosial dan kognisi/mental. Namun dua hal yang paling menonjol dalam analisis wacana kritis adalah pendekatan yang lebih berorientasi sosial dan pendekatan yang lebih berorientasi kognitif.

analissi wacana kritis

Gambar diatas menunjukkan kecenderungan ke arah fokus penelitian yang merupakan pendekatan tekstual, sosial, dan kognitif / mental. Semua dimensi tersebut saling terkait dan hampir semua pendekatan memperhitungkan ketiga dimensi dalam batas tertentu sesuai dengan apa yang ingin ditekankan.

Pendekatan yang lebih tua dan lebih mapan cenderung berorientasi di sepanjang sumbu sosial-tekstual (DHA,DRA, CritL, DP), atau poros kognitif/mental - sosial (SCA,SAM), sementara sejumlah pendekatan yang lebih baru bergerak lebih ke arah kognitif / mental-tekstual (CCP, CogLA, CMA) (Unger, 2015) .

CDA (Critical Discourse Analysis) adalah disiplin seperti pragmatik, analisis percakapan, analisis naratif, retorika, gaya bahasa, sosiolinguistik, etnografi, atau analisis media Model ini adalah bidang yang memiliki karakter unik lintas-disiplin dan multi-disiplin. Beberapa bidang terkemuka yang berhubungan dengan CDA adalah: hubungan kekuasaan, hegemoni, ketidaksetaraan gender, wacana media, wacana politik, etnosentrisme, anti-semitisme, nasionalisme, rasisme, wacana profesional dan institusional, pengendalian pikiran dan kontrol wacana publik (Hussain, Jote, & Sajid, 2015).

Beberapa model analisis wacana diantaranya adalah Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, dan Tony Trew; Theo van Leeuwen; Sara Mills; Teun A. van Dijk; dan Norman Fairclough. Ada perbedaan signifikan dari kelima model yang dapat dilihat dalam tabel berikut ini yang diadopsi dari Eriyanto (2001).

Berdasarkan tabel, dapat diketahui bahwa ada tiga tingkatan analisis dalam analisis wacana yaitu: mikro, meso, dan makro.

Pertama, analisis mikro yaitu analisis yang menekankan pada teks terutama unsur bahasa yang dipakai Kedua, analisis meso yaitu analisis individu sebagai pemproduksi teks dan sisi khalayak sebagai konsumen teks. Ketiga yaitu analisis makro yang memusatkan pada struktur sosial ekonomi, politik, dan budaya masyarakat untuk menggambarkan kekuatan dominan yang disebarkan kepada khalayak. Model Roger Fowler dkk, Theo van Leeuwen, dan Sara Mills, menggunakan tingkat analisis mikro dan makro, sedangkan Teun A. van Dijk dan Norman Fairclough menggunakan analisis mikro, meso, dan makro.

Terdapat persamaan pada model-model analisis wacana kritis, diantaranya adalah ideologi, hegemoni dan kekuasaan yang menjadi bagian sentral, wacana yang dapat dimanipulasi oleh kelompok dominan, dan penggunaan bahasa sebagai alat untuk mendeteksi ideologi dalam teks.

Ringkasan

Eriyanto. (2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKis Group.

Hussain, S., Jote, A., & Sajid, S. (2015). Critical Discourse Analysis:Demystifying the Fuzziness. The International Journal of Humanities & Social Studies , 242-249.

Unger, J. (2015). The Interdisciplinarity of Critical Discourse. Palgrave Communications , 1-4.

Analisis Wacana Kritis Teun A. van Dijk

Teun A. van Dijk adalah salah satu tokoh terkemuka mengenai CDA (Critical Discourse Analysis) dan sebagian besar karyanya berkaitan dengan prejudice dan rasisme. Teun A. van Dijk percaya bahwa struktur sosial dan struktur wacana berhubungan dengan kognisi individu dan kognisi sosial. Kognisi ini merupakan bagian yang hilang dari banyak studi linguistik dan analisis wacana kritis; oleh karena itu ia menawarkan konsep segitiga yakni teks, kognisi sosial dan konteks sosial (Ahmadvand, 2009)

Model wacana ini disebut juga sebagai teori proses sosio-kognitif. Teori ini didasarkan dengan asumsi bahwa baik produksi maupun konsumsi teks bertumpu pada model kognitif dan skema yang diberi label superstruktur. Teks media adalah tempat manifetasi dari skema kognitif ini.

Bagi Teun A. van Dijk, skema kognitif ini adalah rantai yang hilang antara teks dan masyarakat dan antara struktur wacana dan struktur sosial. Oleh karena itu, bentuk struktural dan keseluruhan makna teks berita tidak sembarangan, akan tetapi merupakan hasil dari rutinitas sosial wartawan, selain itu pemrosesan kognitif teks berita oleh jurnalis dan pembaca juga merupakan hal yang penting. (Van Dijk T. A., New Approaches to the Analysis of Mass Media, 1985)

Sudut pandang lain yang dimiliki oleh Teun A. van Dijk adalah bahwa hubungan antara wacana dan konteksnya merupakan masalah utama dalam CDA. Hubungan antara wacana dan konteks bukanlah sesuatu yang mutlak melainkan ada lapisan penyesuaian antara dua elemen ini. Teun A. van Dijk percaya bahwa representasi sosial memainkan peran yang sangat efektif sebagai lapisan penyesuaian, yang meliputi pengetahuan, sikap, ideologi, dan sebagainya yang diwujudkan dalam wacana oleh kognitif model mental.

Daripada menggunakan istilah Analisis Wacana Kritis (CDA), Teun A. van Dijk lebih suka menggunakan istilah Studi Wacana Kritis (CDS). Teun A. van Dijk memperkenalkan beberapa gagasan utama terkait dengan kognisi, seperti kognisi, proses kognitif, ideologi, dan lain-lain. Namun, poin penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa apa yang disebut Cognitive Social Approach tidak hanya terbatas pada studi sosial dan kognitif melainkan juga mengeksplorasi representasi mental pengguna wacana, proses produksi dan proses pemahaman wacana, serta ideologi yang dibagikan oleh masyarakat (Liu & Guo, 2016)

Kognisi sosial menjadi perantara antara tingkat mikro dan makro masyarakat, antara wacana dan tindakan, dan antara individu dan kelompok. Meskipun terkandung dalam benak individu, kognisi bersifat sosial karena mereka dibagikan dan diandaikan oleh anggota kelompok, memantau aksi dan interaksi sosial, dan karena mereka mendasari organisasi sosial dan budaya masyarakat secara keseluruhan. Untuk tujuan teoretis, maka, kognisi sosial memungkinkan kita untuk menghubungkan dominasi dan wacana (van Dijk T. A., 1993).

Inti dari analisis wacana kritis: yaitu, deskripsi rinci, penjelasan dan kritik tentang cara wacana dominan (secara tidak langsung) mempengaruhi pengetahuan, sikap dan ideologi, yaitu melalui peran mereka dalam pembuatan model konkrit. Lebih khusus lagi, kita perlu tahu bagaimana struktur wacana spesifik menentukan proses mental tertentu, atau memfasilitasi pembentukan representasi sosial tertentu (van Dijk T. A., 1993).

Sebagai contoh, dalam studi Teun A. van Dijk tentang rasisme (1984, 1987, 1991) dan ideologi (1998), pendekatan analisisnya memuat fenomena sosial dan mental. Baru-baru ini, Teun A. van Dijk melampirkan lebih banyak perhatian pada reproduksi kesenjangan sosial dan penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu, dia juga melakukan upaya untuk mengeksplorasi pentingnya konteks pada produksi wacana dan pemahaman wacana dengan menghadirkan model konteksnya.Hal yang dia yakini dengan kuat adalah bahwa model kontekslah yang mengatur cara-cara kita dalam memproduksi dan menerima wacana. Berikut ini adalah beberapa karya Teun A. van Dijk: News as Discourse (1988), Racism and the Press (1991), Discourse, Power and Access (1995), Political Discourse and Ideology (2000) (Liu & Guo, 2016).

  • Struktur makro (tematik), yakni makna umum dari suatu teks yang dapat dipahami dengan melihat tema dari suatu teks. Elemen utama dari struktur ini adalah topik.

  • Superstruktur (skematik), yakni struktur wacana yang merupakan kerangka suatu teks. Hal ini melihat bagaimana kerangka dan urutan berita diskemakan dalam teks seperti bagian pendahuluan, isi penutup dan kesimpulan. Elemen utama dari struktur ini adalah skema.

  • Struktur mikro (semantik,sintaksis,stilistik,retoris), yakni makna wacana yang ditekankan dari kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar sebagai bagian dari strategi wartawan.

Dalam model analisis Teun A. van Dijk, struktur teks, kognisi sosial dan konteks sosial merupakan bagian yang penting. Apabila suatu teks memiliki ideologi tertentu, maka teks tersebut merefleksikan mental/ideologi dalam memandang persoalan tersebut dan teks merefleksikan skema kognisi/pandangan masyarakat atas peristiwa tersebut (Eriyanto, 2001). Struktur wacana dan struktur sosial memiliki sifat yang berbeda dan hanya dapat dihubungkan melalui representasi mental individu sebagai pengguna bahasa dan sebagai anggota sosial (Wodak & Meyer, 2015).

Ringkasan

Ahmadvand, M. (2009). Critical Discourse Analysis An introduction to major approaches. Advance Writing Course of University of Zanjan, 1-14

Eriyanto. (2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKis Group.

Liu, K., & Guo, F. (2016). A Review on Critical Discourse Analysis. Theory and Practice in Language Studies , 1076-1084.

Van Dijk, T. A. (2011). Discourse Studies: A Multidisciplinary Introduction (second ed.). London: Sage Publications Ltd.

Wodak, R., & Meyer, M. (2001). Methods of Critical Discourse Analysis. London, Thousand Oaks, New Delhi: SAGE Publications.