Apa yang anda ketahui tentang thawaf dalam ibadah haji?

Thawaf

Apa yang anda ketahui tentang thawaf dalam ibadah haji?

Tawaf adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran dimulai dan diakhiri dari Rukun Hajar Aswad, sedangkan Ka’bah berada disebelah kiri. Ka’bah adalah pusat/kiblat ibadah umat islam. Disinilah, di baitullah ini kita menjadi tamu Allah SWT.

Putaran tawaf sebanyak 7 kali merefleksikan rotasi bumi terhadap matahari yang menandai putaran terjadinya kisaran waktu, siang dan malam, yang menunjukkan waktu, hari, bulan dan tahun. Subhanalloh…inilah kebesaran Allah SWT, semuanya bukanlah terjadi secara kebetulan, tetapi sudah menjadi sunnatullah.

Tawaf melambangkan nilai-nilai tauhid. Dalam tawaf manusia diarahkan agar selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mendekatkan diri kepada Allah SWT bukan hanya satu kali saja, tetapi berulang kali dan setiap waktu dalam kehidupan, sebagaimana dilambangkan dalam ibadah tawaf yang dilakukan tujuh kali putaran.

Ini melambangkan agar manusia selalu mendekatkan diri kepada Allah selama tujuh hari dalam seminggu, bermakna manusia harus dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT setiap saat dan setiap hari dalam kehidupannya.

Tawaf tersebut dilakukan dengan penuh penghayatan akan kehadiran Allah SWT, berzikir, berdo’a dan memohon ampun kepada-Nya. Ini melambangkan agar setiap manusia harus selalu beribadah kepada Allah SWT dengan merasakan kehadiran-Nya dalam setiap hari, mengingat kepada-Nya, berzikir, berdoa dan memohon ampun kepada-Nya.

Tidak ada hari yang lepas daripada ibadah, zikir, berdoa dan memohon ampun. Inilah kehidupan beribadah seorang muslim. Maksud tawaf ini sesuai dengan lafadz doa iftitah yang dilakukan dalam shalat:

“ inna shalaati wa nusukiy wamahyaaya wa mamaatiy lillahi robbil ‘alamiin “,
(sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah untuk Allah SWT, Tuhan seluruh alam )“.

Dalam tawaf, kita diwajibkan untuk mengucup batu hitam “Hajar Aswad” atau dengan cara memberi isyarat lambaian tangan ( istislam ) kepadanya, sebagaimana yang dilakukan oleh baginda Rasulullah SAW. Ini bermakna dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT, umat Islam harus mengikuti sunnah dan contoh yang dilakukan oleh baginda Rasulullah SAW.

Mengecup batu hitam tersebut juga merupakan lambang bahwa ibadah harus dilakukan dengan penuh kecintaan kepada Allah SWT. Ibadah dilakukan bukan untuk tujuan dunia, bukan tujuan sementara tetapi hanya dengan tujuan mengharapkan keridhaan Allah SWT dengan penuh rasa cinta kepada-Nya.

Referensi : https://www.wisatakhalifa.com/haji-dan-umroh/tawaf/

Thawaf mengandung makna bahwa manusia harus menjadikannya titik orientasinya hanya kepada Allah. Thawaf sebagai simbol ketundukan manusia.

“Ketika engkau mengelilingi Ka’bah (thawaf), apakah engkau sudah memandangi keindahan nonmateriil Tuhan di tempat-Nya yang suci?” “Tidak.” “Berarti engkau tidak mengelilingi Ka’bah.”

Thawaf adalah mengelilingi Ka’bah yang berputar dengan berlawanan arah jarum jam. Ka’bah yang menghadap ke segala arah melambangkan universitalitas dan kemutlakan Tuhan; suatu sifat Tuhan yang tidak berpihak tetapi merahmati seluruh alam (QS. Al-Anbiya: [21]: 107).

Artinya: dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Thawaf pada hakikatnya menirukan gerakan seluruh alam raya. Thawaf yang dilakukan seluruh alam raya ini merupakan pertanda bahwa semua mahluk harus tunduk kepada sang Khalik. Dan ternyata, seluruh jagad raya ini juga melakukan thawaf. Misalnya, bulan thawaf mengelilingi bumi, bumi juga thawaf mengelilingi matahari.

Thawaf mengandung makna bahwa manusia harus menjadikannya titik orientasinya semata-mata hanya kepada Allah dalam setiap gerak dan langkahnya. Sebagaimana bumi berputar pada porosnya. Ketika thawaf harus ada dalam kesadaran, bahwa kita bagian dari seluruh jagad raya yang selalu tunduk dan patuh kepada Allah. Sekaligus gambaran akan larut dan leburnya manusia dalam hadirat Ilahi (al-fana’fi Allah). Jadi ke-aku-annya akan lebur dalam ke-Maha Agung-an Allah swt. Ketika melakukan thawaf, pandanglah keindahan non materiil Tuhan di “tempat-Nya” yang suci.

Seperti kesakasian Ibrahim, bahwa shalat, ibadah, hidup, dan matinya semata-mata hanya untuk Allah (QS. Al-An’am:162- 163)

Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Artinya: Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).

Kesadaran manusia sebagai hamba ini menuntut sebuah pengakuan dan ketegasan sikap, bahwa hanya Allah sebagai satu-satunya yang paling berhak untuk menerima ketundukan dan penyerahan diri. Manusia bila sudah mampu mengorientasikan segala apa yang ada pada dirinya hanya kepada Tuhan, sebagai konsekuensi dari kehambaannya, maka dirinya akan menjadi manusia yang merdeka. Mampu keluar dari hegemoni kepentingan hawa nafsu yang cenderung menjauhkan diri dari menuju Tuhan.