Apa yang anda ketahui tentang sejarah perang Karbala ?

Perang Karbala terjadi pada tanggal 10 Muharram, tahun ke-61 dari kalender Islam (9 atau 10 Oktober 680) di Karbala, yang sekarang terletak di Irak. Pertempuran terjadi antara pendukung dan keluarga dari cucu Muhammad, Husain bin Ali dengan pasukan militer yang dikirim oleh Yazid bin Muawiyah, Khalifah Bani Umayyah pada saat itu.

Pihak Husain terdiri dari anggota-anggota terhormat keluarga dekat Muhammad, sekitar 128 orang. Husain dan beberapa anggota juga diikuti oleh beberapa wanita dan anak-anak dari keluarganya. Di pihak lain, pasukan bersenjata Yazid I yang dipimpin oleh Umar bin Sa’ad berjumlah 4.000-10.000.

Terbunuhnya seluruh pasukan Husain bin Ali kecuali Ali Zainal Abidin, sehingga pertempuran ini dimenangkan oleh pasukan Bani Umayyah.

Pertempuran ini kemudian diperingati setiap tahunnya selama 10 hari yang dilakukan pada bulan Muharram oleh Syi’ah seperti halnya segolongan Sunni, di mana puncaknya pada hari kesepuluh, Hari Asyura.

Pada masa pemerintahan Mu’awiyyah terjadi usaha untuk mengangkat puteranya Yazid sebagai putera mahkota. Namun keinginan Mu’awiyyah tidak mendapat sambutan positif dari Husein, karena dalam pandangannya Yazid adalah orang yang banyak dosa, bergelimang seksual dan kehidupannya tidak bermoral serta membanggakan kekayaan.

Kendatipun demikian Mu’awiyyah tetap bertekad melaksanakan cita-citanya itu. Akhirnya Yazid pun dibai’at walaupun rakyat suka atau tidak suka. Setelah Mu’awiyyah meninggal Yazid dibai’at kembali (60-64 H). Sewaktu Mu’awiyyah wafat, Husein berada di Madinah.

Suatu hal yang sangat dipentingkan oleb Yazid ialah agar Husein memberikan bai’at kepadanya, karena Husein adalah pemimpin golongan oposisi, tak ada yang menandinginya dalam hal ini. Untuk itu Yazid mengirim utusannya kepada Gubernur Madinah, meminta kepadanya agar mengambil bai’ah untuknya dari Husein. Yang menjadi gubernur di Madinah pada masa itu adalah al-Walid Ibn ‘Utbah Ibn Abi Sufyan. Al-Walid memanggil Husein dan meminta bai’ah padanya. Husein menjawab:

“Tangguhkanlah aku dan bersikaplah lemah-lembut”.

Walid menangguhkannya. Maka keluarlah Husein malam itu juga ke Mekkah bersama istrinya. Di Mekkah, la banyak menerima surat dari masyarakat Kufah yang mengundangnya kesana dan menjanjikan untuk membai’atnya. hal ini disebabkan banyaknya kekerasan dan penindasan yang dilakukan oleh gubernur-gubernur Yazid terhadap mereka. Sementara itu, Husein masih tetap berfikir untuk mengabulkan permintaan mereka karena ia tidak tahu situasi yang sebenarnya. Husein meminta nasehat kepada orang banyak. Pada waktu itu ada dua macam pendapat mengenai kepergian Husein ke Kufah.

  • Pendapat pertama diwakili oleh ‘Abdullah Ibn Zubeir. Ibn Zubeir menyadari bahwa penduduk Hijaz tidak mau membai’ahnya dan tidak sudi mengikutinya selama Husein ada di antara mereka. Sebab itu la menganjurkan Husein agar memenuhi permintaan penduduk Kufah.

  • Pendapat kedua, kebalikan dari pendapat pertama, dimana Ibn ‘Abbas menasehatinya agar jangan pergi, karena menurutnya penduduk Irak adalah kaum yang curang, suka menyalahi janji. Namun Husein tidak mengindahkan nasehat tersebut. la berangkat juga ke Kufah bersama rombongan kecil.

Di dalam perjalanan menuju Kufah rombongan Husein dihadang oleh sekelompok orang dari Bani Tamim. Halangan itu dapat diatasi dengan cara mengubah jalur perjalanan melalui pantai timur sungai Euphrat. Di samping itu dalam perjalanan tersebut rombongan Husein yang mendirikan tenda di padang Karbala dipaksa untuk menyerahkan did pada Gubernur Irak yakni ‘Ubaidillah. Husein menolak keinginan ‘Ubaidillah dan terjadilah pertempuran yang terkenal dengan nama perang Karbala.

Perang tersebut sangat tragis dan tidak manusiawi. Qasim keponakan Husein adalah korban perdana, berikut sanak keluarga Husein yang terpaksa kehilangan nyawanya lantaran kekejamam musuh. Dan Husein sendiri telah dipisahkan kepala dari badannya. Kepala Husein yang sempat terguling di kaki ‘Ubaidillah dikirimkan kepada Yazid di Damsyik. Yazid menggantungkan kepala Husein di balairung istananya dan diberbagai ruang duduknya. Tragedi di Karbala meruntuhkan sistem khilafah.

Sumber : Nelly Yusra, Diambang kemunduran dan kehancuran Bani Umayyah, UIN Suska Riau