Apa yang anda ketahui tentang Raja Kertajaya ?

Sri Maharaja Kertajaya adalah raja terakhir Kerajaan Kediri (atau Kerajaan Panjalu) yang memerintah sekitar tahun 1194-1222. Kerajaan ini beribukota di Daha (Dahanapura) yang terletak di tepi Sungai Brantas, dengan wilayah kekuasaan meliputi Madiun dan daerah bagian barat Kerajaan Medang Kamulan.

Apa yang anda ketahui tentang Raja Kertajaya ?

Raja Kertajaya dalam sejarah dikisahkan sebagai Raja Ke tujuh Kerajaan Kediri. Beliau bertahta dari tahun 1185 sampai 1222, beliau bergelar Sri Maharaja Kertajaya. Eksistesi keberadaan Raja Kertajaya tercatat dalam prasasti Galunggung, prasasti Kamulan, prasasti Palah, dan prasasti Wates Kulon.

Kisah Raja Kertajaya yang mengaku tuhan serta sanggup berbuat kejam bagi siapa saja yang tidak menyembahnya dikisahkaan dalam naskah Pararaton. Perbuatan Raja Kertajaya yang mengaku tuhan itu kemudian di tentang oleh kaum pemuka agama. Para Brahmana menolak ketuhanan Kertajaya, meskipun ia dikisahkan mempertontonkan kesaktiannya didepan para Brahmana.

Penolakan para Brahmana terhadap pengakuan Raja Kertajaya ternyata berakibat buruk bagi para Brahmana, mereka disiksa dengan kejam, bagi yang mengakui ketuhannya akan dibebaskan dari hukuman, sementara bagai yang tetap tidak mengakuinya akan disiksa sampai mati.

Mendapati kelakuan Rajanya yang sudah keluar batas kewajaran, para Brahmana kemudian memilih menyigkir dari Kota Raja Kediri, sambil mendakwahkan kesesatan Rajanya kepada seluruh Rakyat Kerajaan yang ditemuinya.

Berbarengan dengan zaman itu, di Tumapel tersiar kabar bahwa Tunggul Ametung seorang Akuwu Tumapel, Adipati bawahan Kerajaan Kediri yang setia terhadap Raja Kertawijaya dibunuh oleh Prajuritnya yang bernama Ken Arok.

Ken Arok kemudian secara sepihak memproklamirkan diri sebagai penguasa Tumapel yang baru, menggantikan Tunggul Ametung. Mendapati itu, para Brahmana yang sebelumnya terpencar-pencar menghindari kejaran Kerajaan Kediri berbondong-bondong meminta perlindungan kepada Ken Arok.

Ken Arok dengan kecerdasannya memanfaatkan suasana. Ia mencari simpati rakyat melalui para Brahmana, ia berjanji kepada para Brahmana bahwa dirinya akan melakukan pemberontakan terhadap Kediri. Ia juga berjanji akan menaklukan Raja Kertajaya.

Merasa butuh dengan Ken Arok kemudian para Brahmana menganugrahi gelar kesatria pada Kenarok dengan Gelar Bhatara Guru. Mulai setelah itu Ken Arok ditetapkan oleh para Brahmana sebagai perwujudan atau titisan Dewa.

Gelar Bhatara Guru tersebut diyakini sebagai upaya pemberian kepercayaan kepada Ken Arok, karena pada waktu itu Raja Kertawijaya sesumbar bahwa dirinya hanya bisa dikalahkan oleh Dewa Siwa, dan sebagaimana diketahui bahwa Bhatara Guru merupakan nama lain dari Siwa. Oleh karena itulah para Brahmana memberikan gelar Bhatara Guru kepada Ken Arok.

Setelah Para Brahmana memberikan dukungan penuh terhadap Ken Arok, diangkatlah kemudian Ken Arok menjadi Raja Tumapel yang merdeka dari Kerajaan Kediri. Sementara para Brahmana selanjutnya mempengaruhi rakyat agar memberontak bersama-sama Ken Arok melawan Kediri. Rakyat kemudian berbondong-bondong membantu Ken Arok untuk mengalahkan Kediri.

Melihat Tumapel membangkang, maka Raja Kertajaya mengirimkan pasukanya untuk menyerang Tumapel. Tumapel digempur habis-habisan oleh Kediri. Namun karena Tumapel didukung para Brahmana dan Rakyat, maka serangan demi serangan Kediri dapat di tumpas.

Selalu mendapat kemenangan dari setiap pertempuran, Tumapel yang didukung rakyat kemudian bergantian menyerang balik Kediri. Kediri kemudian dapat dikalahkan. Ibu Kota Kerajaan dikisahkan dapat direbut. Dan dalam pertempuran terakhir yang mematikan dikisahkan Raja Kertajaya terbunuh.

Setelah Kediri dapat ditaklukan maka secara otomatis seluruh bekas wilayah Kerajaan Kediri masuk kepada kekuasaan Tumapel. Ken Arok kemudian mengubah nama kerajaannya dengan nama Singasari.

Setelah itu kedudukan Kediri yang semula menjadi pusat Kerajaan berganti menjadi Keadipatian, bawahan Singasari, meskipun demikian, Ken Arok mengangkat anak Raja Kertawijaya yaitu Jayasbaha sebagai penguasa Kediri selanjutnya.

Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya, yang bernama Sastrajaya. Kemudian tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya yang bernama Jayakatwang, Kelak Jaya Katwang ini kemudian melakukan pemberontakan terhadap Singasari dan dalam pemberontakan itu Jaya Katwang dapat menaklukan Singasari, dan untuk selanjutnya beliau membangkitkan lagi Kerajaan Kediri.

Sri Maharaja Kertajaya adalah raja terakhir Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1194-1222. Pada akhir pemerintahannya, ia dikalahkan oleh Ken Arok dari Tumapel atau Singhasari, yang menandai berakhirnya masa Kerajaan Kadiri.

Bukti Sejarah Kertajaya


Nama Kertajaya terdapat dalam Nagarakretagama(1365) yang dikarang ratusan tahun setelah zaman Kadiri.

Bukti sejarah keberadaan tokoh Kertajaya adalah dengan ditemukannya prasasti Galunggung (1194), prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), dan prasasti Wates Kulon (1205).

Dari prasasti-prasasti tersebut dapat diketahui nama gelar abhiseka Kertajaya adalah Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa.

Kekalahan Kediri


Dalam Pararaton Kertajaya disebut dengan nama Prabu Dandhang Gendis. Dikisahkan pada akhir pemerintahannya ia menyatakan ingin disembah para pendeta Hindu dan Buddha. Tentu saja keinginan itu ditolak, meskipun Dandhang Gendis pamer kesaktian dengan cara duduk di atas sebatang tombak yang berdiri.

Para pendeta memilih berlindung pada Ken Arok, bawahan Dandhang Gendis yang menjadi akuwu di Tumapel. Ken Arok lalu mengangkat diri menjadi raja dan menyatakan Tumapel merdeka, lepas dari Kadiri.

Dandhang Gendis sama sekali tidak takut. Ia mengaku hanya bisa dikalahkan oleh Siwa. Mendengar hal itu, Ken Arok pun memakai gelar Bhatara Guru (nama lain Siwa) dan bergerak memimpin pasukan menyerang Kadiri.

Perang antara Tumapel dan Kadiri terjadi dekat desa Ganter tahun 1222. Para panglima Kadiri yaitu Mahisa Walungan (adik Dandhang Gendis) dan Gubar Baleman mati di tangan Ken Arok. Dandhang Gendis sendiri melarikan diri dan bersembunyi naik ke kahyangan.

Nagarakretagama juga mengisahkan secara singkat berita kekalahan Kertajaya tersebut. Disebutkan bahwa Kertajaya melarikan diri dan bersembunyi dalam dewalaya (tempat dewa).

Kedua naskah tersebut memberitakan tempat pelarian Kertajaya adalah alam dewata. Kiranya yang dimaksud adalah Kertajaya bersembunyi di dalam sebuah candi pemujaan, atau mungkin Kertajaya tewas dan menjadi penghuni alam halus (akhirat)

Keturunan Kertajaya


Sejak tahun 1222 Kadiri menjadi daerah bawahan Tumapel. Menurut Nagarakretagama, putra Kertajaya yang bernama Jayasabha diangkat Ken Arok sebagai bupati Kadiri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya, yang bernama Sastrajaya. Kemudian tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya yang bernama Jayakatwang. Pada tahun 1292 Jayakatwang memberontak dan mengakhiri riwayat Tumapel.

Berita tersebut tidak sesuai dengan naskah prasasti Mula Malurung (1255), yang mengatakan kalau penguasa Kadiri setelah Kertajaya adalah Bhatara Parameswara putra Bhatara Siwa (alias Ken Arok). Adapun Jayakatwang menurut prasasti Penanggungan adalah bupati Gelang-Gelang yang kemudian menjadi raja Kadiri setelah menghancurkan Tumapel tahun 1292.

Sumber : wikipedia