Apa yang anda ketahui tentang puasa Ramadhan ?

Puasa Ramadhan

Niat Puasa

Do’a Berbuka Puasa

Khutbah Rasulullah Dalam Menyambut Ramadlan


Ibnu Khuzaimah mengeluarkan dari Salman R.A., ia berkata: ”Rasulullah SAW telah berkhutbah kepada kami pada hari terakhir dari bulan Sya‟ban, beliau bersabda: (”Wahai manusia sungguh telah dekat kepada kalian:

  1. Bulan yang agung lagi penuh berkah

  2. Bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari pada seribu bulan

  3. Bulan yang Allah telah menjadikan puasa di dalamnya sebagai fardlu dan ibadah malam sebagai sunnah muakkadah.

  4. Barang siapa yang mendekatkan diri di dalamnya dengan melakukan amalan sunnat maka seperti orang yang melakukan amalan fardlu pada bulan lainnya. Dan barang siapa melakukan amalan fardlu di dalamnya maka seperti orang yang melakukan tujuh puluh amalan fardlu pada bulan lainnya.

  5. Ia merupakan bulan kesabaran, sedangkan pahalanya sabar adalah surga.

  6. Ia adalah bulan kasih sayang

  7. Dan bulan saat rizki orang mu’min ditambahkan.

  8. Barang siapa pada bulan tersebut memberi makanan/minuman untuk berbuka kepada orang yang berpuasa maka itu menjadi ampunan bagi dosa-dosanya, pembebasan bagi dirinya dari api neraka, dan baginya pahala yang sama dengan pahala orang yang diberi makanan/minuman tersebut, dengan tanpa mengurangi pahala orang itu sedikitpun”. Mereka berkata: ”Wahai Rasulullah! Tidaklah setiap orang dari kami mempunyai makanan buka untuk diberikan kepada orang yang berpuasa.” Beliau menjawab: ”Allah memberikan pahala kepada orang yang memberi buka puasa meski dengan sebutir kurma, seteguk air, atau sesisip susu.

  9. Ia adalah bulan yang awalnya penuh rahmat, tengahnya penuh ampunan, dan akhirnya penuh kebebasan dari api neraka.

  10. Barangsiapa meringankan beban hamba sahayanya pada bulan itu maka Allah akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka.

  11. Perbanyaklah pada bulan itu melakukan empat hal; dua di antaranya dapat membuat ridlo Tuhan kalian, dan dua hal lainnya kalian sangat membutuhkannya. Adapun dua hal yang bisa membuat ridlo Tuhan kalian adalah: bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan memohon ampunan pada-Nya. Adapun dua hal yang sangat kalian butuhkan adalah: memohon surga kepada Allah dan berlindung kepada-Nya dari api neraka.

  12. Barangsiapa memberi minum orang yang berpuasa maka Allah akan memberinya minum seteguk dari telagaku, dimana ia tidak akan merasakan haus sampai ia masuk surga.”)

Al-Mundziri berkata di dalam kitab at-Targhib(II/218): ”Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam kitab Shahihnya, lalu ia berkata: Khabar itu adalah Shahih.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi melalui jalurnya Ibnu Khuzaimah, dan diriwayatkan pula oleh Abu asySyaikh-Ibnu Hibban- dalam kitab ats-Tsawab dengan meringkas dari kedua beliau tersebut. Hadits ini juga dikeluarkan oleh Ibnu an-Najjar dengan panjang, sebagaimana dalam kitab al-Kanz (IV/323)”

Sumber : Risalah Puasa ini disampaikan oleh Ustad Abu Asad Haidar, Yayasan Islam “Fii Dhilalil Qur’an”, Bululawang, Malang.

MAKNA PUASA


Makna puasa (yang diperintahkan dan dianjurkan di dalam alQur’an) ialah: mencegah, mengekang, dan menghalangi. Dengan kata lain, puasa adalah: tidak menuruti syahwatnya perut dan kemaluan yang (aslinya) halal, dengan niatan ingin mendekatkan diri pada Allah SWT.

Allah berfirman:

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.(Q.S. Al-Baqarah: 187)

KEUTAMAAN PUASA


Dari Abu Hurairah R.A., bahwa Rasulullah SAW bersabda: Allah Azza wa Jalla berfirman:”Seluruh amalan anak Adam itu adalah miliknya, kecuali puasa. Maka sesungguhnya ia adalah milik-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya. Puasa itu adalah perisai. Oleh karena itu, bila salah seorang di antara kalian berpuasa, janganlah berkata kotor, berteriak-teriak, dan bertindak bodoh. Maka, apabila ada seseorang yang mencacinya, atau mengajaknya berkelahi, maka hendaknya ia mengatakan: ”Sesungguhnya saya sedang berpuasa ”(2 kali). Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, niscaya perubahan bau mulut orang yang sedang berpuasa -di hari kiamat nanti, bagi Allah- lebih sedap dari pada baunya minyak misik. Ada dua kebahagiaan bagi orang yang berpuasa; kebahagiaan di kala berbuka, dan kebahagiaan di kala berjumpa dengan Tuhannya.” [H.R. Ahmad, Muslim, dan Nasa’iy]

Imam al-Qurtubi berkata: ”Puasa mendapatkan pengakuan khusus dari Allah, bahwa ia milik-Nya, walaupun sebenarnya semua ibadah adalah milik-Nya, karena dua sebab:

  1. Bahwa puasa mampu mencegah nafsu dari kesenangan dan syahwatnya, yang tidak bisa dicegah oleh ibadah-ibadah yang lain.

  2. Bahwa puasa adalah rahasia antara seorang hamba dan Tuhannya; ia tidak tampak kecuali bagi-Nya, oleh karena itu ia menjadi khusus dengan-Nya. Sedangkan ibadah-ibadah yang lain tampak (bagi selain Allah), sehingga bisa jadi seseorang melakukannya bukan karena Allah.

Dari Abdullah bin Amr RA, bahwa nabi SAW bersabda: ”Puasa dan al-Qur’an akan memberikan syafa’at pada seorang hamba di hari kiamat. Puasa berkata: Tuhanku! Aku telah menghalanginya dari makan dan syahwatnya pada siang hari, maka terimalah syafa’atku untuknya. Dan al-Qur’an berkata: Aku telah menghalanginya dari tidur di waktu malam, maka terimalah syafa’atku untuknya. Beliau bersabda: Maka keduanya diterima syafa’atnya.” [H.R. Ahmad dengan sanad yang shahih]

Dari Sahl bin Sa‟ad, bahwa nabi SAW bersabda: ”Sesungguhnya surga itu memiliki pintu yang diberi nama arRoyyan. Pada hari kiamat nanti akan ada panggilan: ”Mana orang-orang yang berpuasa?” Maka berdirilah mereka. Tidaklah memasuki surga dari pintu itu selain mereka. Maka apabila mereka telah memasukinya, ditutuplah pintu tersebut, sehingga tidak seorangpun memasuki surga dari pintu itu.” [HR. Bukhari dan Muslim]

HUKUM PUASA


Puasa Ramadlan adalah wajib, berdasarkan al-Qur‟an, Sunnah, dan Ijma‟. Allah berfirman:

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu.(QS. Al-Baqarah: 183-184)

(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadlan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil). Karena itu barangsiapa di antara kalian menyaksikan bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” [QS. Al-Baqarah: 185]

Rasulullah SAW bersabda:

Islam itu dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shlat, menunaikan zakat, hajji, dan puasa Ramadlan.” [HR. Bukhari dan Muslim]

Dan seluruh ‟Ulama sepakat bahwa puasa Ramadlan adalah wajib, dan merupakan salah satu rukun Islam yang pasti diketahui oleh semua orang. Barangsiapa mengingkarinya, maka kafirlah ia.

SYARAT WAJIB PUASA


Syarat wajibnya puasa ada 6, yaitu:

1. Islam.

Dari Ibnu Abbas RA., bahwa Nabi SAW. telah mengirim Mu‟adz ke Yaman, lalu beliau bersabda:

”Ajaklah mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan bahwa saya adalah Rasulullah. Lalu bila mereka menta’ati hal itu, maka beritahukanlah bahwa Allah telah mewajibkan pada mereka lima kali shalat dalam sehari semalam. . . . .”** [HR. Bukhari dan Muslim]**

2. Dewasa (Baligh)

3. Berakal

Dari Aisyah R.A. bahwa Nabi SAW bersabda:

”Diangkatlah pena (pencatat amal) dari tiga orang, yaitu: orang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai ia dewasa (baligh), dan orang gila sampai ia berakal atau sembuh.[HR. Abu Dawud dan an-Nasa‟iy].

4. Suci dari haidl/nifas.

Dari ‟Aisyah RA, ia berkata -tentang haidl- : ”Kami diperintah mengkodlo’ puasa, dan tidak diperintah mengkodlo’ shalat.” (HR. Muslim)

5. Mampu

Allah berfirman:

Dan Ia sekali-kali tidaklah menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan.” [QS. Al-Hajj: 78]

6. Mukim (Bukan Musafir)

Dari ‟Aisyah RA., ia berkata, bahwa Hamzah bin ‟Amr alAslamiy berkata: Yaa Rasulallah! Saya berpuasa dalam bepergian. Maka Rasulullah bersabda: ”Bila kamu menghendaki puasa, puasalah. Dan bila kamu menghendaki berbuka (tidak berpuasa), berbukalah.” [HR. Bukhari dan Muslim]

RUKUN PUASA


Rukun puasa ada 2, yaitu:

1.Niat.

Allah berfirman:

Padahal mereka tidaklah diperintah kecuali agar mereka meyembah Allah, dengan memurnikan ketaatan pada-Nya” [QS. al-Bayyinah:5]

Rasulullah SAW bersabda:

”(Sahnya) seluruh amal itu hanyalah dengan niat, dan bagi setiap seseorang hanyalah (balasan) apa yang ia niatkan.” [HR. Bukhari dan Muslim]

Dan niat itu haruslah harus dikerjakan tiap malam, berdasarkan hadits yang bersumber dari Hafshah RA., ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

”Barangsiapa tidak melakukan niat puasa sebelum fajar, maka puasanya tidaklah sah.” [HR. Ahmad dan Ashabus Sunan, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban]

2. Imsak (Mengekang diri) dari seluruh perkara yang membatalkan, sejak keluarnya fajar sampai terbenamnya matahari.

Allah berfirman:

“Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” [Q.S. Al Baqarah: 187]

Yang dimaksud dengan benang yang putih dan benang yang hitam adalah terangnya siang dan gelapnya malam, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, bahwa ‟Adi bin Hatim berkata: ”Dikala turun ayat : “hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam”, saya segera mencari igal (tali pengikat kepala) yang berwarna hitam dan igal yang berwarna putih, lalu saya letakkan di bawah bantal, pada malam itupun saya melihatnya, tetapi tidak tampak perbadaan di antara keduanya, kemudian pada esok harinya saya pergi menuju Rasulullah SAW. dan saya sampaikan kepada beliau kejadian semalam, maka beliau bersabda:

“Itu adalah gelapnya malam dan terangnya siang.“

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA


Hal-hal yang membatalkan puasa itu ada 2 bagian:

  • Membatalkan dan mewajibkan qadla‟
  • Membatalkan dan mewajibkan qadla‟ dan kaffarah.

Adapun yang hanya membatalkan dan mewajibkan qadla‟ adalah:

1. Makan dan minum dengan sengaja.

Rasulullah bersabda:

”Apabila orang yang sedang berpuasa itu makan dan minum karena lupa, maka itu merupakan rizki yang diberikan oleh Allah padanya, dan tidak ada kewajiban qadla’ atasnya.” [HR. Ad-Daruquthni dalam kitab Sunan-nya, ia berkata: ”Isnadnya shahih.”]

2. Sesuatu yang sampai ke dalam rongga badan, dengan sengaja.

Berdasarkan ucapan S. Ibnu Abbas RA.:

“Batalnya puasa itu hanyalah dikarenakan sesuatu yang masuk, bukan sesuatu yang keluar.” (HR. alBaihaqi dg isnad hasan)

3. Memasukkan obat melalui qubul/dubur.

Berdasarkan atsar Ibnu Abbas di atas.

4. Muntah dengan sengaja.

Diceritakan dari Abu Hurairah RA., bahwa Nabi SAW bersabda:

”Barangsiapa muntah maka tidak ada kewajiban qadla’ atasnya. Dan barangsiapa muntah dengan sengaja maka ia harus mengqadla’nya.” [HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Ad-Daruquthni, dan Hakim, ia menshahihkannya]

5. Haidl.

6. Nifas.

Dikarenakan suci dari haidl dan nifas merupakan salah satu syarat shahnya puasa.

7. Gila.

8. Riddah (keluar dari Islam).

Karena siapa saja yang mengalami salah satu dari dua perkara tersebut maka ia tidak berhak melakukan ibadah.

9. Mengeluarkan air sperma dengan sengaja,

Mengeluarkan air sperma dengan sengaja, baik dengan sebab mencium istrinya, merangkulnya, ataupun dengan tangannya sendiri.

Yang membatalkan, dan mewajibkan qadla‟ dan kaffarah -menurut jumhur ‟ulama- hanya satu,

1. Jima’ atau bersetubuh.

Diriwayatkan dari Abi Hurairah RA., ia berkata: ”Telah datang seorang lelaki pada Rasulullah SAW., lalu ia berkata: ”Saya binasa, wahai Rasululah!” Beliau bertanya: ”Apa yang membuatmu binasa?” Ia menjawab: ”Saya telah menggauli istri saya di (siang) bulan Ramadlan.”

Beliau bertanya: ”Apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak?” Ia menjawab: ”Tidak.” Beliau bertanya: ”Apakah kamu mampu puasa 2 bulan berturut-turut?” Ia menjawab: ”Tidak.” Beliau bertanya: ”Apakah kamu mampu memberi makan 60 orang miskin?” Ia menjawab: ”Tidak.” Kemudian beliau duduk dengan membawa araq (bejana seukuran 15 sha’ yang berisi kurma, lalu berkata: ”Sedekahlah dengan ini!” Ia bertanya: ”Apakah pada orang yang lebih fakir dari kami?

Tidak ada di seluruh penjuru Madinah keluarga yang lebih membutuhkannya dari pada kami.” Maka beliaupun tertawa sampai tampak gigi gerahamnya, dan beliau bersabda: ”Pergilah dan berikan ini pada keluargamu!” [HR. Jama‟ah]

SUNNAH PUASA

Disunnahkan bagi orang yang sedang berpuasa memperhatikan beberapa adab berikut ini:

1. Segera berbuka, bila matahari telah betul-betul terbenam.

Dari Sahl bin Sa‟ad, bahwa Nabi SAW bersabda:

”Ummat manusia ini akan senantiasa dalam kebaikan selama ia menyegerakan buka puasa.” [HR. Bukhari dan Muslim]

  1. Berbuka dengan kurma, bila tidak ada maka dengan air.

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Salman bin ‟Amir, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

”Bila salah seorang di antara kalian berbuka maka hendaknya ia berbuka dengan kurma, dan bila ia tidak menemukannya maka hendaklah ia berbuka dengan air, karena sesungguhnya air itu sesuatu yang bisa mensucikan.” [HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, ia berkata: Ia adalah hadits hasan shahih]

3. Berdo’a di sepanjang siang.

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA., bahwa Nabi SAW bersabda: ٌ

”Tiga orang yang do’anya tidak tertolak: Orang yang berpuasa sampai ia berbuka, imam yang adil, dan orang yang terdhalimi.” (HR. Tirmidzi, ia berkata: ini hadits hasan)

Khususnya menjelang berbuka, sebagaimana telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abdullah bin ‟Amr bin ‟Ash, bahwa Nabi SAW bersabda:

”Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa -di kala berbukaada do’a yang tidak tertolak.”

Maka hendaknya seseorang berdo‟a mengenai apa saja yang ia inginkan, baik untuk agamanya, dunianya, dan akhiratnya, untuk dirinya, kedua orangtuanya, dan kaum muslimin. Sedangkan do‟a terbaik di kala berbuka adalah do‟a yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar Ra., ia berkata: ”Adalah di kala berbuka Nabi SAW. berdo‟a:
َ

”Semoga hilang rasa haus, otot-otot menjadi segar, dan pahala terwujudkan. Insya Allah.” [HR. Abu Dawud dan Ad-Daruqutni, ia meng-hasan-kan sanadnya, dan al-Hakim, ia berkata: Shahih, sesuai dengan syarat yang ditetapkan oleh al-Bukhari]

4. Makan sahur.

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Anas RA., bahwa Rasululah SAW. bersabda:

”Makan sahurlah kalian. Karena dalam makanan sahur itu terdapatkan barakah.” [HR. Bukhari dan Muslim]

Dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh ‟Amr bin ‟Ash, bahwa Rasululah SAW. bersabda:

”Pembeda antara puasa kita dan puasanya Ahlul kitab (Yahudi & Nasrani) adalah makan sahur.” [HR. Muslim]

Sedangkan waktunya sahur adalah: antara tengah malam sampai terbitnya fajar.

Dan dianjurkan mengakhirkan sahur dengan sekira selesai dari makan dan minum saat fajar hampir tiba. Ibnu Malik meriwayatkan, bahwa Nabi SAW dan Zaid bin Tsabit makan sahur, dikala beliau berdua selesai dari sahurnya maka Nabi berdiri dan melakukan shalat. Kami bertanya kepada Anas:”Berapa lama jarak antara selesainya beliau berdua dari sahur dan pelaksanaan shalat?” Ia menjawab:”Kira-kira waktu yang cukup untuk membaca 50 ayat.” (HR. Bukhari)

5. Bermurah hati.

6. Memperbanyak membaca dan Mudarasah al-Qur‟an,

Memperbanyak membaca dan Mudarasah al-Qur‟an, yaitu: seseorang membaca al-Qur‟an dan yang lain mendengarnya, demikian secara bergantian. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA., ia berkata:

”Rasulullah SAW. adalah merupakan manusia paling bermurah hati. Dan beliau akan lebih bermurah hati dalam bulan Ramadlan, di saat berjumpa dengan malaikat Jibril. Adalah malaikat Jibril menjumpai beliau tiap-tiap malam dari bulan Ramadlan, lalu beliau berdua ber-mudarasah al Qur‟an. Maka, sesungguhnya Rasulullah SAW -di kala dijumpai malaikat Jibril- lebih bermurah hati dari pada angin yang kencang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

7. Bangun (untuk beribadah) di malam-malam Ramadlan dan shalat Tarawih.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA., adalah Rasulullah SAW mentarghib (memberikan dorongan) agar bangun (untuk beribadah) di malam-malam Ramadlan, dengan tanpa mewajibkannya. Dan beliaupun bersabda:

”Barangsiapa bangun (untuk beribadah) di (malam-malam) Ramadlan dengan dasar iman dan mengharap balasan dari Allah semata, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah berlalu.” [Muttafaq ‟alaih]

Dan barangsiapa melakukan shalat Tarawih dengan semestinya (mengikuti aturan agama, bukan mengikuti kehendak nafsunya, pent.), maka ia berarti telah bangun (untuk beribadah) di (malam-malam) Ramadlan.

8. Menjaga diri dari keinginan nafsu

Menjaga diri dari keinginan nafsu, karena inilah rahasia dan maksud puasa yang paling besar. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA., bahwa Nabi SAW bersabda:

”Bila salah seorang di antara kalian sedang berpuasa, janganlah berkata kotor dan dan bertindak bodoh. Oleh karena itu, bila ada seseorang yang mencacinya atau mengajaknya bertengkar, maka hendaknya ia mengucapkan: ”Sesungguhnya saya sedang berpuasa. Sesungguhnya saya sedang berpuasa.” [HR. Bukhari dan Muslim]

Diriwayatkan pula darinya, bahwa beliau SAW. bersabda:

”Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dan tindakan bohong, maka Allah tidaklah berkepentingan (memberikan balasan) pada perbuatannya dalam meninggalkan makanan dan minumannya.” [HR. Bukhari]

Diriwayatkan pula darinya, bahwa beliau SAW. bersabda:

”Bukanlah puasa itu dari makan dan minum saja. Tetapi puasa itu adalah dari tindakan yang sia-sia dan perkataan kotor.” [HR. Baihaqi, dan diriwayatkan pula oleh al-Hakim dalam kitab al Mustadrak, ia berkata: Shahih sesuai dengan syarat yang ditetapkan oleh Muslim]

9. Meningkatkan kesungguhan dalam beribadah pada 10 hari terakhir dari bulan Ramadlan.

Diriwayatkan dari ‟Aisyah RA., bahwa: ”Bila Nabi SAW. memasuki 10 hari terakhir, maka beliau menghidupkan malam, membangunkan keluarganya, dan mengencangkan kain penutupnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan di dalam salah satu riwayat milik Muslim disebutkan:

”Adalah Nabi SAW. bersungguh-sungguh dalam 10 hari terakhir, melebihi hari-hari sebelumnya.”

10. I’tikaf,

Terutama pada 10 hari terakhir. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar dan ‟Aisyah R.Anhuma, bahwa Rasulullah SAW. beri‟tikaf pada 10 hari terakhir dari bulan Ramadlan. [HR. Bukhari dan Muslim]

Terdapat pula dalam sebuah hadits shahih dari riwayat yang bersumber pada Abi Sa’id al-Khudri RA., bahwa Rasulullah SAW. beri‟tikaf pada 10 hari pertama dan 10 hari pertengahan.

YANG DIMUBAHKAN SAAT PUASA


Ada beberapa yang dimubahkan saat puasa:

1. Berendam dan menyelam di dalam air.

Berdasarkan hadits yang bersumber dari Abu Bakar RA., dari sebagian shahabat Rasulullah SAW., ia bercerita padanya:

”Sesungguhnya saya telah melihat Rasulullah SAW. sedang menumpahkan air ke atas kepalanya, karena haus atau karena panas.” [HR. Malik, Ahmad, Abu Dawud, Nasa’iy, Hakim, Baihaqi, dan lain-lainnya, dengan beberapa sanad yang shahih].

2. Berbekam.

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA., bahwa Nabi SAW. telah berbekam, saat itu beliau sedang berpuasa. [HR. Bukhari] Kecuali bila orang yang berpuasa bisa menjadi lemah karenanya, maka berbekam menjadi makruh.

Tsabit al-Bannani berkata kepada Anas RA:

”Adakah kalian menganggap makruh berbekam bagi orang yang sedang berpuasa, pada zaman Rasulullah SAW.?” Ia menjawab: ”Tidak, kecuali karena alasan (mengakibatkan) lemah.” [HR. Bukhari dan lainnya]

3. Berkumur dan menghirup air ke dalam hidung,

Diriwayatkan dari Laqit bin Shabrah dari bapaknya RA., bahwa Nabi SAW bersabda:

”Dan berkumurlah dengan mubalaghah (menyangatkan), kecuali bila kamu sedang berpuasa.” [HR. Ashhabus Sunan, Tirmidzi berkata: ”Hasan Shahih”]

4. Jinabat (berhadats besar)

Diriwayatkan dari Ummil Mu‟minin Ummi Salamah binti Abi Umayyah RA., ia berkata:

”Adalah Nabi SAW pernah memasuki waktu subuh dalam keadaan berhadats besar, dikarenakan jima’. Kemudian beliau mandi dan puasa. Dan beliaupun tidak mengkodlonya. [HR. Bukhari dan Muslim, ini adalah redaksi milik Muslim]

5. Bersentuhan kulit antara suami dan istri,

Bila tidak mengobarkan nafsu birahi, tetapi sebaiknya ditinggalkan. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA., bahwa ada seorang lelaki bertanya pada Rasulullah SAW. mengenai persentuhan kulit bagi orang yang sedang berpuasa, maka beliau memperbolehkannya. Kemudian datanglah orang lain, dan beliau melarangnya. Orang yang diberi keringanan tersebut adalah orang yang sudah tua, sedangkan yang dilarang adalah orang yang masih muda. [HR. Abu Dawud dengan isnad yang bagus, dan ia tidak melemahkannya].

6. Sesuatu yang tidak bisa dihindari, seperti menelan ludah, debu jalanan, hamburan tepung, dahak, dan lain-lain.

Ibnu Abbas RA. berkata: ”Bolehlah seseorang mencicipi makanan, dan sesuatu yang ingin dibelinya.”

7. Injeksi,

Baik dilakukan melalui otot ataupun di bawah kulit, baik untuk kesembuhan ataupun untuk kekuatan.

YANG DIMAKRUHKAN SAAT PUASA


Ada beberapa hal yang dimakruhkan bagi orang yang sedang berpuasa, antara lain:

  1. Mubalaghah dalam berkumur dan menghirup air ke dalam hidung, berdasarkan hadits yang telah lampau.

  2. Bersiwak setelah masuknya waktu Dhuhur, diceritakan dari Abi Hurairah, dari Nabi SAW., beliau bersabda:

    ”Demi Dzat yang menguasai diriku, sungguh perubahan bau mulut orang yang sedang berpuasa itu -di sisi Allah- lebih wangi dari pada bau minyak kasturi.”[HR. Bukhari dan Muslim]

  3. Berbekam, jika menyebabkan lemahnya badan, berdasarkan hadits yang telah lampau.

YANG DIHARAMKAN SAAT BERPUASA


Ada beberapa yang diharamkan bagi orang yang sedang berpuasa, antara lain:

  1. Bersentuhan kulit, bila mengobarkan nafsu birahi, berdasarkan hadits yang telah lampau.

  2. Wishal, yaitu: puasa 2 hari atau lebih (berturut-turut) dengan tanpa makan / minum di malam hari. Diceritakan dari Abi Hurairah RA., dari Nabi SAW., beliau bersabda:

    ”Hindarilah wishal! Hindarilah wishal!” Para shahabat berkata: ”Sesungguhnya engkau mekukan wishal, wahai Rasulullah.” Beliaupun menyahut: ”Sesungguhnya keadaan kalian dalam hal itu tidaklah sama dengan keadaan saya. Sesungguhnya saya bermalam dan Tuhanku memberiku makan dan minum.” [HR.Bukhari dan Muslim]

  3. Membatalkan puasa dengan tanpa adanya udzur. Berdasarkan firman Allah:
    ”Lalu sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam.” [QS. AlBaqarah: 187]
    Rasululllah SAW bersabda:

    “Barangsiapa tidak berpuasa sehari saja dalam bulan Ramadlan dengan tanpa ada udzur atau sakit, maka itu tidak bisa diganti dengan puasa setahun, walaupun ia mengerjakannya” [HR.Bukhari,Ahmad, Tirmidzi, Nasa‟i, dll]

MEREKA YANG MENDAPATKAN KERINGANAN DALAM PUASA

Ada beberapa keringanan dalam puasa, dan masing-masing memiliki hukum tersendiri:

1. Mereka yang mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa, tetapi diwajibkan mengeluarkan fidyah.

Mereka itu ialah:

  1. Lelaki / wanita yang tua renta
  2. Orang sakit yang tidak ada harapan sembuh
  3. Pekerja berat yang tidak mendapatkan rizki kecuali dari pekerjaannya tersebut.

Apabila puasa itu, dalam seluruh musim selama setahun tersebut, betul-betul memberatkannya. Mereka itu semua mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa, tetapi mereka wajib memberi makan, sebagai ganti puasa yang ditinggalkan, pada 1 orang miskin untuk setiap harinya.

Sedangkan jumlah makanan tersebut kira-kira 1 sha’, setengah sha’, atau 1 mud, dalam hal ini, ulama berbeda pendapat, karena tidak ada keterangan dari as-sunnah yang menjelaskan ketentuan tersebut.

Al-Bukhari meriwayatkan dari Atha’, ia mendengar Ibnu Abbas RA. sedang membaca ayat:

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.”[QS. Al-Baqarah: 185]

2. Mereka yang mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa, tetapi diwajibkan mengqadla‟nya.

Mereka itu adalah: Orang sakit yang ada harapan sembuh, dan Musafir.

Allah berfirman:

Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu.” [QS. Al-baqarah: 185]

Diceritakan dari ‟Aisyah Ra., bahwa Hamzah bin ’Amr alAslamiy - ia adalah orang yang banyak berpuasa- berkata pada Nabi SAW.:

Apakah saya berpuasa dalam bepergian?”Beliau menjawab: ”Jika kamu ingin berpuasa, berpuasalah! Dan jika kamu ingin berbuka (tidah berpuasa), berbukalah!” [Muttafaq ‟alaih]

Dalam salah satu riwayat milik Muslim, diceritakan bahwa ia (A’isyah) berkata pada Nabi SAW.:

”Wahai Rasulullah! Saya mampu melakukan puasa dalam bepergian. Maka apakah saya bersalah (bila melakukan puasa)?” Beliau menjawab: ”(Tidak berpuasa) itu merupakan keringanan dari Allah. Oleh karenanya, barangsiapa mengambilnya maka itu adalah sebuah kebaikan. Dan barangsiapa memilih untuk berpuasa, maka tidak ada kesalahan padanya.”

Keterangan:

  • Sakit yang dibolehkan tidak berpuasa adalah: sakit berat yang bertambah parah/ lama sembuhnya, bila puasa.
  • Safar (bepergian) yang dibolehkan tidak berpuasa adalah: safar yang mencapai jarak diperbolehkan mengqashar shalat.

3. Mereka yang wajib tidak puasa, dan wajib qadla‟

Para ahli fiqh bersepakat, bahwa wanita yang sedang haidl atau nifas wajib tidak puasa, dan haram baginya berpuasa. Jika ia tetap (memaksakan diri) untuk berpuasa maka puasanya tidak sah. Dan ia wajib mengqadla’ puasa yang ditinggalkannya.

Diceritakan dari ‟Aisyah RA., ia berkata: ”Kami pada masa Rasulullah dulu pernah mengalami haidl, maka kami diperintah mengqadla’ puasa, dan kami tidak diperintah mengqadla’ shalat.” [HR. Bukhari dan Muslim]

WANITA YANG HAMIL DAN YANG MENYUSUI

  • Apabila mereka berdua mengkhawatirkan pada (kesehatan) dirinya, maka meraka boleh tidak berpuasa, tetapi harus mengqadla‟nya, dengan tanpa membayar fidyah. Diceritakan dari Anas bin Malik al-Ka‟biy RA., dari Rasulullah SAW., beliau bersabda:

”Sesungguhnya Allah Ta’ala meringankan (kewajiban) puasa dan separuh shalat bagi musafir, dan meringankan(kewajiban) Wanita yang sedang hamil atau menyusui apabila ia mengkhawatirkan akan kesehatan dirinya, kandungan, atau bayinya, ia boleh tidak berpuasa (HR. Nasa’I dan Ibnu Majah).

Dan para „Ulama‟ berbeda pendapat mengenai kewajiban yang harus dilakukannya bila ia meninggalkan puasa di bulan Ramadlan, sebagaimana berikut:

  • Membayar fidyah, demikian menurut Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Sa’id bin Jubair

  • Mengkodlo puasa, demikian menurut Atha’ bin Abi Rabah, alHasan, Dlahhak, Nakha’i, Zuhri, Rabi’ah, Auza’i, Abu Hanifah, Tsauri, Abu Ubaid, dan Abu Taur.

  • Mengkodlo puasa dan membayar fidyah, demikian menurut Imam AsySyafi’i dan Imam Ahmad.

  • Mengkodlo puasa bagi wanita hamil, dan mengkodlo serta membayar fidyah bagi wanita yang sedang menyusui, demikian menurut Imam Malik. ( alMajmu’, Syarah Muhadzdzab 6/268)

Dari keempat pendapat tersebut, pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas adalah sangat cocok bagi wanita yang terus menerus dalam keadaan hamil dan menyusui, sebagaimana keadaan wanita-wanita zaman dulu.

Adapun bagi wanita yang jarang hamil dan menyusui, sebagaimana keadaan wanita-wanita di zaman kita ini, maka seyogjanya ia mengkodlo puasanya, sebagaimana pendapat jumhur. Demikianlah hasil tarjih yang dilakukan oleh Syaikh Yusuf al Qaradlawi. (Fiqh Shiyam) puasa bagi wanita yang hamil dan yang menyusui.” [HR. Tirmidzi, Abu Dawud, dll]

  • Apabila mereka berdua mengkhawatirkan pada (kesehatan) anaknya, maka meraka boleh tidak berpuasa, tetapi harus mengqadla‟ dan membayar kaffarah, untuk setiap hari 1 mud.

Diceritakan dari Ibnu Abbas RA., beliau membaca:

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Kemudian beliau berkata: ”Ayat tersebut merupakan keringanan untuk tidak berpuasa bagi lelaki dan wanita yang tua renta, karena mereka tidak mampu berpuasa. Tetapi untuk setiap hari harus memberi makan 1 orang miskin. Wanita yang hamil dan yang menyusui bila mengkhawatirkan (pada kesehatan) -anaknya-, boleh tidak berpuasa, tetapi harus membayar kaffarah”