Apa yang Anda ketahui tentang Operasi Caesar?

Caesar

Ada banyak metode persalinan, salah satunya ialah persalinan melalui operasi Caesar. Apa yang Anda ketahui tentang Operasi Caesar ?

Operasi Caesar atau Seksio Sesarea


Seksio sesarea didefinisikan sebagai kelahiran janin melalui insisi di dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Cunningham, 2005). Definisi ini tidak mencakup laparotomi ambil janin, dengan lanjutan histerektomi atau repair ruptur uteri. Pada kehamilan abdominal kemungkinan plasenta ditinggal bila tidak mungkin mengatasi perdarahan setelah plasenta dilepaskan.

Indikasi Seksio Sesarea


Terdapat 4 indikasi utama untuk melakukan seksio sesarea, yaitu :

  1. Riwayat Seksio Sesarea
    Selama bertahun-tahun, uterus yang mengalami jaringan parut dianggap merupakan kontraindikasi untuk persalinan karena ketakutan akan kemungkinan ruptur uterus. Pada tahun 1996, 28% wanita dengan riwayat sesar melahirkan per vaginam (Vaginal Birth After Prior Cesarean (VBAC)). Pada tahun 1999, American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) menganjurkan VBAC dicoba hanya di institusi yang dilengkapi untuk melakukan perawatan darurat (Cunningham, 2005).

  2. Distosia Persalinan
    Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa penyebab distosia dapat dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak tidak memadai, distosia karena adanya kelainan letak janin atau kelainan fisik janin, dan distosia karena adanya kelainan pada jalan lahir (Cunningham, 2005).

  3. Distres Janin
    Penatalaksanaan yang didasarkan pada pemantauan elektronik denyut jantung janin (electronic fetal monitoring, EFM) menyebabkan meningkatnya angka sesar atas indikasi denyut jantung janin yang tidak meyakinkan, yang disebut “distres janin” (Cunningham, 2005).
    Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan bagian terendahnya bokong, kaki, atau kombinasi keduanya. Penyebab terjadinya presentasi bokong tidak diketahui, tetapi terdapat faktor risiko selain prematuritas, yaitu abnormalitas struktural uterus anomali janin (anensefali, hidrosefalus), dan riwayat presentasi bokong sebelumnya (Prawirohardjo, 2008).

    Kepala adalah bagian janin yang terbesar dan kurang elastis. Pada presentasi kepala, apabila kepala dapat dilahirkan, maka bagian janin lainnya relatif mudah dilahirkan. Tidak demikian halnya pada presentasi bokong. Hal inilah yang menjadikan persalinan pervaginam pada presentasi bokong lebih berisiko (Prawirohardjo, 2008).

    Janin presentasi bokong mengalami peningkatan risiko prolaps tali pusat dan terperangkapnya kepala apabila dilahirkan pervaginam dibandingkan dengan janin presentasi kepala. Hal ini menunjukkan hubungan persalinan pervaginam pada kasus presentasi bokong dengan risiko kematian atau morbiditas perinatal karena terjadinya trauma persalinan, prematuritas, dan kelainan kongenital sehingga kekhawatiran ini menyebabkan kecenderungan dilakukannya persalinan seksio sesarea (Prawirohardjo, 2008).

Syarat Seksio Sesarea


Sebelum memutuskan untuk melakukan opersi Caesar, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, diantaranya :

  1. Uterus dalam keadaan utuh (karena pada seksio sesarea, uterus akan diinsisi). Jika terjadi ruptur uterus, maka operasi yang dilakukan adalah laparotomi, dan tidak disebut sebagai seksio sesarea, meskipun pengeluaran janin juga dilakukan per abdominam.

  2. Berat janin di atas 500 gram.

Teknik Seksio Sesarea

  1. Insisi Vertikal
    Pembedahan ini dilakukan dengan insisi vertikal garis tengah infraumbilikus. Panjang insisi harus sesuai dengan taksiran ukuran janin (Cunningham, 2005).

  2. Insisi Transversal (Lintang)
    Dengan insisi Pfanenstiel modifikasi, kulit dan jaringan subkutan disayat dengan menggunakan insisi transversal rendah sedikit melengkung. Insisi dibuat setinggi garis rambut pubis dan diperluas sedikit melebihi batas lateral otot rektus. Insisi transversal ini jelas memiliki keunggulan kosmetik. Sebagian orang beranggapan bahwa insisi tersebut lebih kuat dan kecil kemungkinannya terlepas. Kerugian dari teknik ini adalah apabila diperlukan ruang lebih banyak, insisi vertikal dapat dengan cepat diperluas melingkari dan ke atas pusar, sedangkan insisi Pfannenstiel tidak dapat. Apabila wanita yang bersangkutan obes, lapangan operasi mungkin lebih terbatas lagi (Cunningham, 2005).

  3. Insisi Uterus
    Inisiasi uterus memiliki beberapa teknik lagi, diantaranya :

    • Insisi Klasik
      Pembedahan ini dilakukan dengan insisi vertikal ke dalam korpus uterus dan mencapai fundus uterus. Keunggulan tindakan ini adalah mengeluarkan janin lebih cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik dan sayatan bisa diperpanjang proksimal dan distal. Kerugian yang dapat muncul adalah infeksi mudah menyebar secara intraabdominal dan lebih sering terjadi ruptur uteri spontan pada persalinan berikutnya (Cunningham, 2005).

    • Insisi Profunda
      Dikenal juga dengan sebutan low cervical, yaitu sayatan pada segmen bawah uterus. Keuntungannya adalah penjahitan luka lebih mudah, kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil dibandingkan dengan seksio sesarea dengan cara klasik, sedangkan kekurangannya yaitu perdarahan yang banyak dan keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi (Cunningham, 2005).

    • Insisi Ekstraperitonealis
      Pada awalnya, tindakan ini dilakukan untuk menangani kehamilan dengan infeksi isi uterus. Tekniknya dengan insisi dinding dan fasia abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum. Antusiasme terhadap prosedur ini hanya beralangsung singkat, sebagian besar mungkin karena tersedianya berbagai obat antimikroba yang efektif (Cunningham, 2005).

Keuntungan dan Kerugian Seksio Sesarea


Keuntungan dari tindakan SC ini adalah proses melahirkan cepat, rasa sakit minimal, dan tidak mengganggu “jalan lahir”. Sedangkan kerugiannya yaitu (Muhammad, 2009) :

  1. Kerugian pada ibu :

    • Resiko kematian empat kali lebih besar dibanding persalinan normal
    • Darah yang dikeluarkan dua kali lipat dibanding persalinan normal
    • Rasa nyeri dan penyembuhan luka pasca operasi lebih lama dibandingkan dengan persalinan normal
    • Jahitan bekas operasi berisiko terkena infeksi sebab jahitan itu berlapis-lapis dan proses keringnya bisa tidak merata
    • Perlekatan organ bagian dalam karena noda darah tidak bersih
    • Kehamilan dibatasi dua tahun setelah operasi
    • Harus disesar lagi saat melahirkan kedua dan seterusnya
    • Pembuluh darah dan kandung kemih tersayat pisau bedah
    • Air ketuban masuk pembuluh darah yang bisa mengakibatkan kematian mendadak saat mencapai paru-paru dan jantung.
    • Harga persalinan dua kali lebih besar dari pada persalinan normal
  2. Kerugian pada bayi :

    • Risiko kematian 2-3 kali lebih besar
    • Cenderung mengalami sesak napas karena cairan dalam paru-parunya tidak keluar
    • Sering mengantuk karena obat penangkal nyeri yang diberikan kepada sang ibu juga mengenai bayi.

Komplikasi Seksio Sesarea


Komplikasi pada seksio sesarea terutama berdampak pada ibu, antara lain :

  1. Endomiometritis
  2. Perdarahan
  3. Infeksi saluran kemih
  4. Tromboembolisme

Pada bayi :

  1. Asfiksia dan gangguan pernafasan lain
  2. Gangguan otak
  3. Trauma
1 Like

Bedah caesar atau operasi sesar adalah suatu persalinan yang dilakukan tanpa melalui jalan lahir dengan cara menginsisi dinding perut bagian bawah pusat atau secara spesifik biasa disebut dinding rahim untuk mengeluarkan janin dalam keaadaan utuh serta berat badan janin diatas 500 gram.

Epidemiologi
Di Indonesia angka kejadian bedah caesar mengalami peningkatan pada tahun 2000 berjumlah 47,22%, tahun 2001 sebesar 45,19%, tahun 2002, sebesar 47,13%, tahun 2003 sebesar 46,87%,
tahun 2004 sebesar 53,2%, tahun 2005 sebesar 51,59%, dan tahun 2006 sebesar 53,68% dan tahun 2007 belum terdapat data yang signifikan. Survei Nasional tahun 2009, sebesar 921.000 persalinan dengan bedah caesar dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8% dari seluruh persalinan.

Sesuai data di Jawa tengah tercatat 35,7% - 55,3% angka persalinan bedah caesar dari 17.665 ibu melahirkan.(23). Laporan dari RSUD Tugurejo pada tahun 2017 periode januari-juni terdapat 354 pasien bedah caesar atau 31,1% dari seluruh persalinan.(24) Menurut statistik tentang 3.509 kasus bedah caesar yang disusun oleh Peel dan Chamberlain, indikasinya adalah disporposi janin panggul 21%, gawat janin 14%, plasenta previa 11%, riwayat bedah caesar 11%, kelainan letak janin 10%, pre eklamsi dan hipertensi 7% dengan angka kematian ibu sebelum dikoreksi 17% dan sesudah dikoreksi 0,5% sedangkan kematian janin 14,5%.

Jenis Bedah Caesar
Bedah caesar di bagi berdasarkan indikasinya, terdapat dua golongan yaitu bedah caesar cito/tidak terencana dan bedah caesar elektif/terencana. Bedah caesar tidak terencana (cito) merupakan suatu tindakan bedah sesar yang tidak diprediksikan sebelumnya dan biasanya bersifat darurat . Berikut beberapa contoh keadaan yang memerlukan bedah caesar segera/cito : partus lama atau partus tak maju (keluarnya bayi lambat atau berhenti sama sekali), ancaman gawat janin (bayi menunjukkan tanda-tanda bahaya seperti detak jantung yang sangat cepat atau lambat), masalah dengan plasenta atau tali pusat menempatkan bayi pada risiko, makrosomia (bayi terlalu besar di lahirkan melalui vagina), ketuban pecah dini.

Bedah caesar terencana adalah tindakan operasi yang sudah terpediksi jadwalnya secara sistematis, ataupun indikasi yang sebelumnya sudah terdeteksi sehingga biasanya ibu datang tidak dalam keadaan gawat darurat. Berikut contoh bedah caesar elektif; bayi tidak dalam posisi dekat turunnya kepala dengan tanggal jatuh tempo persalinan, terdapat faktor risiko misalnya seperti penyakit jantung yang dapat di perburuk karena stres kerja, infeksi yang dapat menular ke bayi selama kelahiran pervaginamm, empat terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak anak, terlalu dekat jarak kehamilannya) ibu yang lebih dari satu bayi ( kelahiran multipel ), riwayat bedah caesar sebelumnya.

Faktor Tindakan Bedah Caesar
Menurut faktor risikonya, bedah caesar dibagi menjadi 2, yaitu :

  • Faktor Maternal
    1. Usia
      Usia ibu saat hamil yang berisiko tinggi adalah usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Ibu yang hamil pada usia
      < 20 tahun atau > 35 tahun memiliki risiko untuk mengalami komplikasi saat persalinan 3 sampai 4 kali lebih besar daripada ibu yang berusia 20 – 35 tahun. Usia ibu pada saat kehamilan merupakan salah satu yang menentukan tingkat risiko kehamilan dan persalinan. Usia reproduksi sehat yang aman untuk seorang wanita hamil dan melahirkan adalah 20-35. Wanita hamil pada umur muda (< 20 tahun) dari segi biologis perkembangan alat- alat reproduksinya belum sepenuhnya optimal. Dari segi psikis belum matang dalam mengahadapi tuntutan beban moril, dan emosional. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun, elastisitas dari otot-otot panggul dan sekitarnya serta alat-alat reproduksi pada umumnya mengalami kemunduran, kadang terdapat penyakit degenerasi seperti hipertensi yang dapat berkembang ke arah pre eklamsi, juga wanita pada usia ini besar kemungkinan akan mengalami kelelahan jika dilakukan persalinan normal.
  1. Paritas
    Paritas menunjukkan jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang wanita. Paritas merupakan faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin baik selama kehamilan maupun selama persalinan. Pada ibu yang primipara (melahirkan bayi satu kali, hidup atau mati dengan usia kehamilan lebih dari 22 minggu atau berat badan lebih dari 500 gram), karena pengalaman melahirkan belum pernah, maka kemungkinan terjadinya kelainan dan komplikasi cukup besar baik pada kekuatan his ( power ), jalan lahir ( passage ), dan kondisi janin ( passenger ). Informasi yang kurang tentang persalinan dapat pula mempengaruhi proses persalinan. sedangkan paritas di atas 4 dan usia tua, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Grande multipara (persalinan lebih dari 4 kali) berisiko dalam kejadian perdarahan postpartum dikarenakan oleh otot uterus yang sering diregangkan sehingga dindingnya menipis dan kontraksinya menjadi lemah. Hal ini mengakibatkan kejadian perdarahan postpartum menjadi 4 kali lebih besar pada multiparitas dimana insidennya adalah 2,7%. Untuk itu, bedah caesar biasanya dilakukan pada ibu sebagai upaya mencegah terjadinya komplikasi saat terjadi persalinan.

  2. Jarak Kehamilan
    Jarak kehamilan (jarak kehamilan < 2 tahun merupakan faktor risiko untuk terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan) Jarak yang terlalu dekat (kurang dari 2 tahun) dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya perdarahan. Persalinan dengan interval kurang dari 24 bulan (terlalu sering) secara nasional sebesar 15%, dan merupakan kelompok risiko tinggi untuk perdarahan postpartum, kesakitan dan kematian ibu. Jarak antar kehamilan yang disarankan pada umumnya adalah paling sedikit dua tahun, untuk memungkinkan tubuh wanita dapat pulih dari kebutuhan ekstra pada masa kehamilan dan laktasi. Penelitian yang dilakukan di tiga rumah sakit di Bangkok memperlihatkan bahwa wanita dengan interval kehamilan kurang dari dua tahun memiliki risiko dua setengah kali lebih besar untuk perdarahan dibandingkan dengan wanita yang memiliki jarak kehamilan lebih lama.

  3. Kunjungan ANC
    Pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan di jalankan oleh tenaga kesehatan terlatih sesuai dengan standar pelayanan ANC. Tujuan pelaksanaan pelayanan antenatal yaitu memantau kemajuan kehamilan serta memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu serta janin, mengenali secara dini kelainan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, mempersiapkan persalinan cukup bulan; melahirkan dengan selamat dan mengurangi seminimal mungkin terjadinya trauma pada ibu dan bayi, mempersiapkan ibu untuk menjalani masa nifas dan mempersiapkan pemberian asi eksklusif, mempersiapkan peran ibu dan keluarga untuk menerima kelahiran dan tumbuh kembang bayi.
    Pemeriksaan antenatal dilakukan minimal 4 kali selama kehamilan, yaitu 1 kali saat trimester 1, 1 kali saat trimester 2, dan 2 kali saat trimester 3. Saat melakukan ANC setidaknya ada 7 standar yang harus dilakukan yaitu “7T” : timbang berat badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus, pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) lengkap, pemberian tablet zat besi minimum 90 tablet selama kehamilan, tes terhadap penyakit menular seksual, temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.

    Apabila seorang ibu melakukan kunjungan ANC kurang dari 4 kali, maka dikhawatirkan timbul faktor penyulit persalinan yang tidak terdeteksi, seperti keadaan ibu hamil dengan anemi, seharusnya keadaan ini dapat ditanggulangi sejak awal karena dalam setiap kunjungan, ibu akan diberikan tablet besi sehingga harapannya dapat mengurangi angka kejadian anemi. Namun karena kunjungan yang kurang dapat menjadi salah satu faktor pencetus anemi berat pada ibu saat persalinan, sehingga ibu datang dengan keadaan gawat darurat dan butuh transfusi segera kemudian untuk itu biasanya tindakan bedah caesar menjadi pilihan karena ibu ditakutkan tidak mampu mengejan dalam persalinan normal.

  4. Penyakit Ibu
    Seorang wanita yang mempunyai penyakit atau riwayat penyakit seperti hipertensi, preeklamsi/eklamsi, penyakit jantung, diabetes melitus (DM) tipe II, HIV/AIDS, malaria. Termasuk dalam kategori ibu risiko tinggi, salah satu dari beberapa riwayat penyakit tersebut yang paling banyak menjadi rujukan tindakan bedah caesar yaitu pre eklamsi/eklamsi.

    Secara fisiologis seorang ibu hamil mengalami peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskuler, peningkatan curah jantung dan penurunan tekanan osmotik koloid. Pada pre eklamsi/eklamsi volume plasma yang beredar justru menurun sehingga terjadi hemokonsentrasi, keadaan ini menyebabkan perfusi organ maternal menurun termasuk perfusi uteroplasenta ke janin, sehingga yang dikhawatirkan adalah janin kurang mendapatkan oksigen oleh sebab terjadinya vasospasme akibat kegagalan masuknya trofoblas (bagian dari sel telur/ovum yang akan berkembang menjadi plasenta) lapisan otot pembuluh darah dari uterus ibu. jika hal tersebut berlangsung terus menerus dan tidak segera ditangani hingga terjadi hipoksia (kekurangan oksigen berat) janin, maka akan menyebabkan sindroma distres napas. Sindroma distres napas sendiri merupakan keadaan darurat dimana janin harus dilahirkan segera sehingga bedah caesar biasanya menjadi salah satu tindakan upaya penyelamatan terhadap janin dan ibu.
    Pre eklamsi terbagi menjadi 2 golongan yaitu pre eklamsi ringan dan pre eklamsi berat/eklamsi, berikut penjelasannya :

    1. Pre eklamsi ringan
      Dikatakan ringan, minimal terdapat 2 keadaan seperti tekanan darah 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu dan proteinuria ≥300 mg/24 jam atau ≥+1 dipstik.
    2. Pre eklamsi berat
      Tekanan darah 160/110 mmHg ditambah proteinuria ≥2,0 gram/24 jam atau ≥+2 dipstik, trombosit <100.000/mm3, kreatinin serum >1,2 mg/dl kecuali sebelumnya terjadi peningkatan maka dikategorikan sebagai faktor lain, nyeri kepala persisten, nyeri epigastrium menetap, hemolisis mikroangiopati, peningkatan aspartat transferase (AST) dan alanin transferase (ALT). Sebagian besar dilakukan bedah caesar adalah pada ibu dengan pre eklamsi berat.
  5. Penyulit persalinan (distosia)

    • Kelainan Tenaga (power) Kelainan kontraksi rahim
      Terdapat 3 macam kelainan kontraksi rahim yaitu inersia uteri (kontraksi rahim lebih lemah dari normalnya), tetania uteri (kontraksi rahim yang terlampau kuat dari normalnya) dan aksi uterus inkoordinasi (kontraksi rahim yang sifatnya berubah-ubah, tidak terkoordinasi, dan tidak terjadi sinkronisasi antara kontraksi dengan pembukaan serviks/mulut rahim). Biasanya hanya 2 kelainan kontraksi rahim yang menjadi indikasi bedah caesar, diantaranya inersia uteri dan aksi uterus inkoordinasi.

      Pada keadaan inersia uteri, kontraksi rahim yang lemah mengakibatkan bayi sulit terdorong keluar melalui vagina ketika persalinan normal. Sedangkan aksi uterus inkoordinasi menyebabkan suatu keadaan terjadinya kontraksi rahim yang adekuat namun pembukaan serviksnya lambat sehingga bayi sulit untuk keluar melalui vagina, dan keadaan tersebut dapat berkembang menjadi partus macet. Maka apabila sudah terjadi partus lama akhiri persalinan dengan bedah caesar.

    • Kelainan Jalan Lahir
      Kelainan Tulang Panggul
      Normalnya tulang panggul seorang wanita, diameter transversanya (samping kanan dan kiri) lebih besar dari diameter anteroposterior (depan dan belakang), pintu tengah panggul (PTP) dan pintu bawah panggulnya (PBP) luas. Pada Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara pervaginamm atau biasa disebut panggul sempit. Tulang panggul sangat menentukan janin dapat lahir secara normal atau lewat intraabdominal yaitu misalnya bedah caesar.

  6. Faktor lainnya

    1. Ketuban Pecah Dini (KPD)
      Ketuban pecah dini merupakan suatu kejadian dimana ketuban pecah sebelum proses persalinan berlangsung, yang disebabkan karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan dalam rahim. Dapat juga disebabkan oleh kombinasi kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan servik. Kondisi ini membuat air ketuban merembes ke luar sehingga air ketuban menjadi sedikit lalu lama kelamaan menjadi habis. Ketika air ketuban habis maka pada keadaan tersebut janin harus segera dilahirkan karena dikhawatirkan mengalami fetal distress yang dapat mengancam janin.

    2. Kelainan Plasenta

    • Plasenta previa
      Posisi plasenta terletak dibawah rahim menutupi sebagian atau bahkan seluruh jalan lahir, sehingga kemungkinannya kejadian tersebut bila dilahirkan secara normal, dapat mengakibatkan perdarahan bahkan jika tidak ditangani secara cepat dapat menimbulkan syok pada ibu. Maka biasanya bedah caesar lebih di sarankan untuk mencegah terjadinya perdarahan hebat saat persalinan.
    • Solusio plasenta
      Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang lepas lebih cepat dari dinding rahim sebelum waktunya persalinan. Persalinan dengan operasi dilakukan untuk menolong janin segera lahir sebelum ia mengalami kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban.
    1. Riwayat bedah Caesar
      Pada dasaranya seorang ibu yang bersalin pertamanya melalui tindakan bedah caesar maka pada kelahiran berikutnya akan dilakukan tindakan bedah cesar kembali, namun hal tersebut bergantung pada indikasi sebelumnya, apakah indikasi tersebut bersifat sementara dan dapat dikendalikan pada persalinan berikutnya ataukah bersifat absolut yakni hal yang menetap dan tidak dapat dikendalikan seperti halnya panggul sempit. Adapun jika pilihan kedua pada persalinan berikutnya yaitu secara pervaginam, maka ibu bersalin tersebut harus memenuhi syarat VBAC (Vaginal Birth After Caesarean) diantaranya :
      • Tidak lebih dari satu bedah caesar sebelumnya
      • Bedah caesar sebelumnya adalah bedah caesar secara insisi segmen bawah atau horizontal
      • Bedah caesar sebelumnya adalah untuk alasan yang tidak berulang
      • Tidak ada komplikasi utama setelah bedah caesar misalnya bekas rupture uteri
      • Ibu yang tidak memiliki indikasi rujuk ke dokter spesialis kandungan

Menurut Hanifa (dalam jurnal ISSN) Sectio Caesaria ialah tindakan pembedahan untuk mengeluarkan janin dengan membuka dinding uterus. Cara ini jauh lebih aman daripada dahulu berhubung dengan adanya antibiotika, transfusi darah tehnik operasi yang lebih sempurna dan anastesi yang lebih baik, karena itu kini ada kecenderungan untuk melakukan sectio caesar tanpa dasar yang cukup kuat.

Winkjosastro (2002) menyebutkan bahwa sectio caesar adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding syaraf rahim dalam keadaan utuh serta berat diatas 5000 gram. Sedangkan menurut Mochtar, (1998) menyebutkan sectio caesar adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina.

Sectio caesar adalah operasi untuk melahirkan janin melalui irisan dinding perut dan irisan dinding rahim, tidak termasuk melahirkan janin dari rongga perut baik oleh karena ruptur uteri maupun kehamilan abdominal (Cunningham, 1995). Saifudin (2001) juga menyebutkan bahwa sectio caesar merupakan suatu tindakan untuk mengeluarkan bayi yang beratnya di atas 5000 gram dengan sayatan di dinding uterus yang masih utuh.

Sectio Caesar (bedah caesar) merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Relatif mudah dan nyamannya tindakan sectio caesar ini mendorong semakin banyaknya cara ini dipilih sebagai pengakhiran kehamilan (Mahdi, 1998). Sectio caesar merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk mengeluarkan bayi yang memiliki berat lebih dari 5000 gram dengan sayatan pada dinding uterus.

Faktor-faktor dilakukannya Sectio Caesar

Menurut Wiknjosastro (2000) Sectio Caesar dilakukan berdasarkan adanya beberpa kendala yang ada. Indikasi ini dapat disebabkan karena faktor dari ibu maupun janin. Faktor dari ibu yang menyebabkan dikukan operasi caesar yaitu:

  • Panggul sempit
  • Tumor-tumor jalan kahir
  • Stenosis servik/vagina
  • Ruptur uteri membakat
  • Penyakit ibu yang tidak memungkinkan untuk melahirkan

Kemudian ada beberapa faktor dari janin yang menyebabkan dilakukan operasi caesar yaitu:

  • Bayi terlalu besar lebih dari 4000 gram
  • Ancaman gawat janin
  • Janin abnormal
  • Faktor placenta
  • Kelainan letak janin

Menurut Mills dan Gibson (1990) ada lima faktor yang mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan:

  • Ada hubungan penghasilan dengan besarnya permintaan akan pelayanan.
  • Harga berperan dalam menentuksn demand terhadap pelayanan kesehatan
  • Sulitnya pelayanan dicapai secara fisik
  • Pendidikan mempunyai hubungan dengan demand terhadap pelayanan kesehatan
  • Kemanjuran kualitas pelayanan sangat berhubungan dalam pengambilan keputusan.

Kusumawati (2006) menjelaskan sectio caesaria dilakukan karena ada beberapa faktor yaitu:

  • Faktor ibu
  1. Umur ibu
    Umur dianggap penting karena ikut menentukan prognosis dalam persalinan, karena dapat mengakibatkan kesakitan (komplikasi) baik pada ibu maupun janin. Umur reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara 20-35 tahun. Penelitian BKKBN (2008) menyebutkan bahwa untuk mencapai kondisi sehat pada reproduksi sehat bagi seorang ibu untuk hamil dan melahirkan yaitu antara usia 20-35 tahun. Skor 21-40 ke atas dipilih karena dari skor tersebut dapat mengetahui depresi yang dialami oleh ibu pasca melahirkan, dengan rentan usia yang telah disebutkan sebagai karakteristik subjek penelitian.

  2. Paritas
    Jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang wanita merupakan faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin baik selama kehamilan maupun selama persalinan. Persalinan yang pertama sekali (primipara) biasanya mempunyai risiko relatif tinggi terhadap ibu dan anak, kemudian risiko ini menurun pada paritas kedua dan ketiga, dan akan meningkat lagi pada paritas keempat dan seterusnya

  3. Jarak kehamilan atau kelahiran sebelumnya
    Seorang wanita setelah melahirkan membutuhkan 2 sampai 3 tahun untuk memulihkan tubuhnya dan mempersiapkan dirinya pada persalinan berikutnya serta memberi kesempatan pada luka untuk sembuh dengan baik. Jarak persalinan yang pendek akan meningkatkan risiko terhadap ibu dan anak. Jarak kehamilan yang terlalu jauh berhubungan dengan bertambahnya umur ibu. Hal ini akan terjadi proses degeneratif, melemahnya kekuatan fungsi-fungsifungsi otot uterus dan otot panggul yang menyebabkan kekuatan tidak adekuat sehingga banyak terjadi partus lama.

  4. Pendidikan ibu
    Seseorang dengan pendidikan yang tinggi akan mudah menerima informasi-informasi kesehatan dari berbagai media dan biasanya ingin selalu berusaha mencari informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan yang belum diketahuinya.

  5. Sosial ekonomi
    Pendapatan keluarga berpengaruh terhadap terjadinya partus lama sehingga perlu tindakan, seperti seksio sesarea. Dimana pendapatan rendah di bawah upah minimum propinsi (UMP). Hal ini berkaitan dengan kemampuan ekonomi untuk mengakses pelayanan kesehatan terutama dalam pemeriksaan kehamilan.

  • Faktor kesehatan
  1. Tekanan darah
    Hipertensi paling sering ditemui pada kehamilan dan merupakan salah satu tanda dari penyulit preeklamsia dan eklamsia yang merupakan indikasi persalinan seksio caesarea. Preeklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan proteinuria dan edema atau keduanya yang terjadi akibat kehamilan pada umur kehamilan kurang lebih dua puluh minggu. Vasospasme arteri spiralis pada preeklamsia dan eklamsia menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang akan berakibat berkurangnya nutrisi dan oksigenasi ke janin sehingga janin mengalami gangguan pertumbuhan serta hipoksia yang akhirnya dapat menyebabkan gawat janin sampai kematian sehingga untuk mempercepat persalinan harus dilakukan dengan tindakan, seperti sektio caesarea.

  2. Penyakit penyerta
    Wanita yang mempunyai penyakit-penyakit kronik sebelum kehamilan, seperti jantung, paru, ginjal, diabetes mellitus, malaria, dan lainnya termasuk dalam kehamilan risiko tinggi yang dapat memperburuk proses persalinan.

  3. Penyakit infeksi bakteri dan parasit
    Penyakit-penyakit infeksi bakteri dan parasit, seperti TORCH (Toksoplasma, Rubella, Citomegalovirus, Herpes Simpleks), penyakit menular seksual, dan virus seperti HIV/AIDS dapat menyebabkan terjadinya kelainan kongenital pada janin dan kelainan jalan lahir. Hal ini merupakan faktor penyulit dari bayi (passanger) dan jalan lahir (passage) sehingga perlu dilakukan persalinan tindakan.

  4. Riwayat komplikasi obstetrik
    Seorang ibu yang pernah mengalami komplikasi dalam kehamilan dan persalinan seperti keguguran, melahirkan bayi prematur, lahir mati, persalinan sebelumnya dengan tindakan seperti ekstraksi vakum, forsep, atau seksio sesarea merupakan risiko untuk persalinan berikutnya. Selain riwayat komplikasi obstetrik di atas, riwayat komplikasi yang dekat dengan proses persalinan adalah ketuban pecah dini (KPD), yaitu ketuban yang pecah sebelum proses persalinan berlangsung. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi. KPD berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Apabila persalinan tidak terjadi dalam 24 jam, akan terjadi risiko infeksi intrauterine sehingga harus dilakukan persalinan sectio caesarea.