Apa yang anda ketahui tentang kutu daun atau lalat kacang (bean aphid)?

Bean aphid atau lalat kacang adalah lalat yang sangat kecil, berbentuk oval, hitam atau hijau tua. Lalat ini merupakan hama tanaman di musim panas yang menyebabkan tanaman layu. Biasanya disebut juga dengan blackfly.

Kutu daun (Aphid) merupakan hama yang sering menyerang tanaman budidaya. Dampak yang ditimbulkan yaitu kerusakan langsung maupun tidak langsung. Kerusakan langsung yaitu aphid memakan cairan pada tanaman sehingga menimbulkan klorosis, nekrosis, vein banding, kerdil, polong yang tidak maksimal, atau bahkan kematian. Sedangkan kerusakan tidak langsung adalah aphid berperan sebagai serangga vektor virus.

Contoh penyakit virus dengan perantara aphid adalah Bean Common Mosaic Virus (Megasari et al. 2019), Cowpea Aphid-borne Mosaic Virus (Damiri et al. 2013), dan Bean Yellow Mosaic Virus (Damayanti et al. 2009).

Bean Aphid, atau kutu hitam pada polong-polongan merupakan hama penting pada tanaman Leguminoceae di Indonesia. Contoh tanaman Leguminoceae adalah kacang tanah, kedelai, buncis, kapri, kacang hijau, alfalfa, kacang bogor, kacang gude, kacang babi, kacang merah, kacang lima, kacang panjang, kara benguk, kara pedang, lamtoro, petai, jengkol, kecipir, kacang azuki, lens, dan lain sebagainya.

Menurut Maharani dan Hidayat (2019) spesies aphid yang menyerang tanaman leguminoceae di Indonesia adalah sebagai berikut:

  1. Acrythosiphon pisum (Harris)
  2. Aphis (Toxoptera) citricidus (Kirkaldy)
  3. Aphis craccivora Koch
  4. Aphis fabae Scopoli
  5. Aphis glycines Matsumura
  6. Aphis gossypii Glover
  7. Aphis nasturtii Kaltenbach
  8. Aphis spiraecola Patch
  9. Melanaphis sorghi
  10. Myzus ascalonicus Doncaster
  11. Myzus ornatus Laing
  12. Myzus persicae (Sulzer)
  13. Sinomegoura citricola (van der Goot)
  14. Sitobion miscanthi (Takahashi)
  15. Sitobion miscanthi (Takahashi)
  16. Toxoptera auranti Boyer de Fonscolombe
  17. Toxoptera odinae (van der Goot)

Diantara spesies tersebut, yang lebih dikenal sebagai bean aphid adalah Aphis craccivora Koch. Serangan hama ini menyebabkan kerusakan baik secara langsung ataupun secara tidak langsung.

  • Kerusakan secara langsung terjadi karena kutu daun menghisap cairan tanaman sehingga memengaruhi fisiologis tanaman meliputi perubahan bentuk daun, kelayuan, gugur daun, dan kematian tanaman (Darsono 1991).

  • Kerusakan secara tidak langsung yaitu sebagai vektor beberapa virus penyebab penyakit tanaman dan menghasilkan embun madu yang menyebabkan pertumbuhan cendawan embun jelaga, sehingga menghambat proses fotosintesis pada tanaman (Stoll 1988).

Kehilangan hasil yang disebabkan oleh A. craccivora mencapai 50% bahkan lebih dalam kasus infestasi tinggi yang tidak terkendali atau infeksi virus walaupun kepadatan populasi A. craccivora yang rendah (Obopile dan Ositile 2010).
A. craccivora menyerang pada saat tanaman masih muda dan memperoleh makanan serta bereproduksi pada bagian tanaman yang sedang tumbuh. Infestasi awal hama ini tidak mempunyai sayap dan bergerombol. Umumnya hama ini menyerang pucuk muda, batang, bunga, daun dan polong.

Hama ini biasanya berkoloni di bawah permukaan daun atau sela-sela daun, mengisap cairan daun, tangkai daun, bunga, pucuk tanaman, batang daun dan buah. Serangga ini menyerang dengan cara menusukkan stiletnya dan mengisap cairan sel tanaman. Serangan kutu daun menyebabkan pucuk atau daun tanaman keriput, daun tumbuh tidak normal, keriting, menggulung dan akhirnya menyebabkan turunnya hasil dari tanaman kacang panjang (Syahrawati 2013).

Reproduksi


Reproduksi A. craccivora di daerah tropis terjadi tanpa perkawinan (partenogenesis) dan koloni terdiri dari imago betina. Telur berkembang di dalam imago betina dan keluar dalam bentuk nimfa. Kutu daun A. craccivora mempunyai empat instar nimfa dengan pergantian kulit empat kali. Lama perkembangan masing-masing instar nimfa berkisar antara 1-3 hari. Total perkembangan seluruh nimfa berkisar 4-12 hari. Nimfa menyerupai imago, namun tidak mempunyai sayap. Imago betina yang mempunyai sayap berperan untuk memencar dan menghasilkan keturunan (Dixon 2000). Imago betina dapat menghasilkan 2 sampai 20 keturunan per hari pada kondisi yang optimum (Hadiastono 2004). Curah hujan yang rendah dan suhu yang tinggi dapat meningkatkan populasi A. craccivora (Zeyong et al. 1996).

Morfologi


Morfologi A. craccivora berbentuk seperti buah peer, panjang sekitar 4 mm dan lunak. Bagian mulutnya terdiri atas jarum yang tajam untuk menusuk tanaman dan mengisap cairan. Aphis hidup secara bergerombol pada daun dan tunas muda. Aphis dewasa Aphis dewasa dapat menghasilkan 2-20 anak setiap hari dan bila keadaan baik daur hidup aphis mencapai 2 minggu, (Pracaya 1998).

A. craccivora yang baru lahir secara berangsur-angsur berubah menjadi coklat dan akhirnya menjadi hitam. Nimfa yang baru lahir panjangnya lebih kurang 0,35 mm dengan lebar lebih kurang 0,18mm. setelah menjadi imago ukurannya menjadi 1,5-2 mm (Sutarjo 1978 dalam Irwanto 2006).

A. craccivora merupakan hama yang bersifat polifag, mempunyai tanaman inang secara taksonomik sangat beragam antara lain kapas, kacang-kacangan, tomat, ketimun, jeruk, apokat , labu air, labu siam, kubis, cabai, lobak, tembakau, kentang, bayam, lada, ubi jalar dan seledri (Subiyakto dan Kartono 1998). Serangan A. craccivora mengakibatkan tanaman kerdil, daun gugur, dan pertumbuhan terhambat. Pada serangan berat tanaman layu kemudian mati.

Serangga ini, mempunyai empat instar nimfa dengan pergantian kulit empat kali dan bentuknya nyaris sama. Lama perkembangan masing-masing instar nimfa berkisar 1-3 hari. Total perkembangan seluruh nimfa berkisar 4-12 hari. Nimfa menyerupai imago, hanya saja tidak mempunyai sayap (Kessing dan Mau 2004). Nimfa akan berubah menjadi serangga dewasa yang bersayap maupun tanpa sayap. A. craccivora dewasa berkembang biak kembali dalam waktu kurang lebih 2-3 hari kemudian. Dewasa tanpa sayap (apterae) berukuran panjang 1,6-2,6 mm, berwarna keabuan atau hijau muda dengan kepala berwarna hitam dan garis hitam di belakang abdomen. Tubuh diselimuti lilin seperti tepung putih keabu-abuan yang juga terdapat pada tanaman inangnya, sedangkan dewasa bersayap (alatae) berukuran panjang 1,6-2,8 mm, rongga dada dan kepala berwarna gelap dengan garis hitam pada abdomen. Sayap berwarna coklat. Semua yang mempunyai sayap adalah betina yang berfungsi untuk memencar dan menghasilkan keturunan (Dixon 2000).

Berikut ini adalah gambar dari bean aphid atau lebih banyak dikenal sebagai Aphis craccivora Koch.

image

Gambar 1. A. craccivora tanpa sayap (1), A. craccivora bersayap (2), instar pertama A. craccivora (3), instar kedua A. craccivora (4), instar ketiga A. craccivora (5), instar keempat A. craccivora (6). Sumber: Rakhshan dan Ahmad (2017)

image

Gambar 2. Bean aphid yang ditemukan pada pertanaman kacang tanah di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Sumber: Dokumentasi penulis (2019)

image

Gambar 3. Bean aphid A. craccivora yang ditemukan pada pertanaman kacang panjang di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Sumber: Dokumentasi penulis (2020)

Pengendalian Hama Kutu Daun


Cara mengendalikan bean aphids:

  1. Pestisida Kimia dan Pestisida Nabati
    Pengendalian yang paling sering dilakukan oleh para petani yaitu menggunakan pestisida kimia. Penggunaan pestisida nabati ini dianggap mudah didapatkan, cepat dalam mengendalikan aphid serta harganya relatif terjangkau bagi seluruh petani. Namun penggunaan pestisida juga memiliki dampak negatif bagi lingkungan dan memicu resistensi maupun resurjensi aphid. Jenis pestisida yang digunakan untuk menekan pertumbuhan aphid adalah pestisida berbahan aktif imidakloprid dan metomil.

    Metomil secara luas digunakan untuk mengendalikan serangga hama dengan menghambat enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin. Imidakloprid adalah pestisida golongan neonikotinoid yang berperan antagonis pada reseptor nikotinik asetilkolin serangga sebagai target molekul dan bekerja dengan mengganggu transmisi impuls syaraf pada serangga (Mencke dan Jeschke 2002).

Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tanaman atau tumbuhan dan bahan organik lainnya yang berkhasiat mengendalikan serangan hama. Efikasi pestisida nabati saat ini masih belum bisa melampaui pestisida kimia. Namun pestisida nabati lebih ramah lingkungan dan tidak bersifat toksik bagi manusia. Contoh bahan yang bisa digunakan sebagai pestisida nabati adalah daun pepaya, daun mimba, daun sirsak, biji ajeran, tanaman ajeran, biji bengkuang, umbi gadung, biji srikaya, biji jarak, sirih hutan, tembakau, bawang putih, dan masih banyak yang lainnya. Pembuatan pestisida nabati yang paling mudah adalah dengan memarut atau menggerus bahan kemudia ditambahkan dengan air lalu didiamkan beberapa hari. Penggunaannya juga cukup mudah yaitu mengencerkan pestisida nabati dengan air lalu disemprotkan ke tanaman yang terinfestasi hama.

  1. Musuh Alami
    Musuh alami adalah organisme yang berperan sebagai predator, parasitoid, maupun mikroorganisme entomopatogen (jamur, bakteri, atau virus). Mayoritas musuh alami aphid adalah kumbang koksi (Coleoptera: Coccinellidae).

    Contoh spesies musuh alami yang akan memangsa aphid adalah Cheilomenes sexmaculata, Verania lineata, Coccinella transversalis serta masih banyak lagi. Parasitoid adalah serangga yang akan menusukkan telurnya ke dalam tubuh aphid sehingga lama-kelamaan aphid akan mati. Contoh parasitoid adalah beberapa serangga dari ordo hymenoptera dan beberapa dari ordo Diptera. Entomopatogen adalah patogen yang memarasit hama. Contohnya adalah jamur Beauveria bassiana. Penggunaan musuh alami lebih aman bagi lingkungan tetapi belum seefektif menggunakan pestisida.

  2. Tanaman Refugia
    Tanaman refugia adalah tanaman yang berpotensi sebagai tempat berlindung (habitat) dan sumber pakan bagi musuh alami. Apabila kita memperbanyak tanaman refugia maka jumlah musuh alami juga meningkat.

    Contoh tanaman refugia adalah bunga matahari (Helianthus annuus), bunga kertas (Zinnia elegans), bungga jengger ayam (Celosia cristata), bunga kenikir (Cosmos sulphureus), bunga marigold (Tagetes erecta), bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis), bunga wijen (Sesamum indicum) dan masih banyak lagi. Syarat tanaman refugia adalah memiliki mahkota bunga yang warnanya mencolok, regenerasi tanaman cepat, mudah ditanam, dan benih mudah diperoleh. Refugia sebaiknya ditanam sebelum tanaman utama agar bisa menjadi habitat musuh alami terlebih dahulu.

  3. Rotasi Tanaman dan Polikultur
    Sebaiknya tanaman utama diganti jenisnya pada setiap musim tanam. Contoh rotasi tanam selama 1 tahun misalnya kacang panjang – padi – cabai. Hal ini dimaksudkan agar aphid tidak hidup di setiap musim tanam dan mencegah perkembangbiakkan aphid. Polikultur atau tumpangsari bertujuan untuk memanfaatkan jarak tanam yang kosong dan meningkatkan keanekaragaman musuh alami.

    Contoh tanaman yang bisa dipolikulturkan dengan kacang panjang atau tanaman legum lainnya adalah sawi, bayam, dan kangkung atau tanaman yang memiliki aroma menyengat (tidak disukai bead aphid) misalnya bawang merah.

  4. Menjaga Kebersihan Lahan Pertanaman
    Lahan harus rajin dibersihkan dari gulma yang berada di sekitar pertanaman. Hal ini dimaksudkan agar bean aphid tidak semakin banyak karena ketersediaan tanaman inang alternatif (gulma). Jika gulma tidak dibersihkan, ditakutkan bean aphid akan memakan gulma apabila tanaman legum mulai berkurang populasinya. Hal ini akan menyebabkan siklus bean aphid bertahan sepanjang tahun.

Daftar Pustaka

Damayanti TA, Alabi OJ, Naidu RA, Rauf A. 2009. Severe outbreak of a yellow mosaic disease on the yard long bean in Bogor, West Java. Hayati J. Biosci 16(2): 78-82.

Damiri BV, Al-Shahwan IM, Al-Saleh MA, Abdalla OA, Amer MA. 2013. Identification and characterization of Cowpea Aphid-Borne Mosaic Virus isolates in Saudi Arabia. J of Plant Pathology 95 (1): 79-85

Darsono S. 1991. Biologi dan perkembangan Aphis Craccivora Koch (Homoptera: Aphididae) pada tanaman kacang panjang (Vigna Sinensis L.) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Dixon AFG. 2000. Insect predator-prey dynamics, ladybird beetles and biological control. Cambridge (UK): Cambridge University.

Hadiastono T. 2004. Pola sebaran vektor M. pesicae SuIz dan intensitas serangan Potato Leaf Roll Virus pada tanaman kentang. J Agrivita 26(2).

Irwanto. 2006. Pemanfaatan limbah putung rokok filter untuk mengendalikan hama Aphis craccivora Koch pada tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.). [Skripsi]. Pekanbaru: Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.

Maharani Y, Hidayat P. 2019. Aphids (Hemiptera: Aphididae) in the agricultural habitat in Indonesia. Asian J Agric & Biol., Special Issue: 277-285.

Megasari D, Damayanti TA, Santoso S. 2019. Penekanan penularan Bean Common Mosaic Virus oleh efek penghambat makan kitosan terhadap Aphis craccivora Koch. J Hort 29( 2): 209-218. http://dx.doi.org/10.21082/jhort.v29n2.2019.p209-218.

Mencke N, Jeschke P. 2002. Therapy and prevention of parasitic insects in veterinary medicine using imidacloprid. Current Topics in Medicinal Chemistry 2: 701–715.

Obopile M, Ositile B. 2010. Life table and population parameters of cowpea aphid, Aphis craccivora Koch (Homoptera: Aphididae) on five cowpea, Vigna unguiculata (L. Walp) varieties. J Pest Sci 83:9–14.

Pracaya. 1998. Hama dan penyakit tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rakhshan, Ahmad ME. 2017. Changes in Morphological Traits of Aphis craccivora Koch (Hemiptera: Aphididae) in Relation to Different Host Plants of Family Fabaceae American Journal of Life Science Researches 5(4): 134-142. DOI: 10.21859/ajlsr-05042

Stoll G. 1988. Natural crop protection in the tropics. Switzerland : Arecol.

Syahrawati M, Hamid H. 2010. Diversitas coccinellidae predator pada pertanaman sayuran di Kota Padang. Padang (ID): Fakultas Pertanian Universitas Andalas.

Zeyong X, Zongyi Z, Kunrong K, Jinxang C, Reddy DVR. 1996. Current research on groundnut virus disease in China. Proc. Groundnut Virus Disease in the Asia-Pasific Region.

1 Like