Apa yang anda ketahui tentang kerajaan Waigeo ?

kerajaan Waigeo

Apa yang anda ketahui tentang kerajaan Waigeo ?

Pengaruh Agama Islam Dalam Kehidupan Potret suasana keagamaan di daerah Papua sangat unik, karena di satu sisi agama Islam telah merupakan ”agama resmi” bagi kerajaan-kerajaan di kepulauan Raja Ampat, Semenanjung Onin dan di daerah Kowiai (Kaimana). Hal ini ditandai dengan raja dan keluarganya telah memeluk agama Islam, serta adanya institusi resmi yang berkaitan pengaturan kehidupan masyarakat. Pengaruh raja umumnya sangat besar dalam membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Akan tetapi di sisi lain tampak pengamalan ajaran Islam sebagian penduduk Papua masih kurang mendalam sehingga terjadi keadaan yang kontradiktif. Diterimanya Islam sebagai agama dan jalan hidup masyarakat Papua, maka pranata-pranata kehidupan sosial budaya memperoleh warna baru. Keadaan ini terjadi karena penerimaan mereka kepada Islam sebagai agama, tidak terlalu banyak mengubah nilai-nilai, kaidah-kaidah kemasyarakatan dan kebudayaan yang telah ada sebelumnya. Apa yang dibawa oleh Islam pada mulanya datangnya, hanyalah urusan-uruasan ‘ubudiyah (ibadat) dan tidak mengubah lembaga-lembaga dalam kehidupan masyarakat yang ada. Islam mengisi sesuatu dari aspek kultural mereka, karena sasaran utama dari pada penyebaran awal Islam hanya tertuju kepada soal iman dan kebenaran tauhid.

dengan pusat kekuasaannya di Wewayai, pulau Waigeo; kerajaan Salawati, dengan pusat kekuasaan di Samate, pulau Salawati Utara;

Penguasa Kerajaan Waigeo (sejak abad ke-16 bawahan Ternate): Gandżun (1900-1918)Tahun 1660, Voc memang sempat menandatangani perjanjian dengan sultan Tidore di mana Tidore mengakui protektorat Belanda atas penduduk Irian barat. Perjanjian ini jelas meliputi penduduk kepulauan antara Maluku dan Irian. Yang jelas juga, Tidore sebenarnya tidak pernah menguasai Irian. Jadi protektorat Belanda hanya merupakan fiksi hukum. Tidore menganggap dirinya atasan Biak. Pada masa itu, pedagang Melayu mulai mengunjungi pulau Irian. Justru pandangan Tidore ini yang menjadi alasan Belanda menganggap bagian barat pulau ini adalah bagian dari Hindia Belanda. Sejak abad ke-16, selain di Kepulauan Raja Ampat yang termasuk wilayah kekuasaan Sultan Bacan dan Sultan Ternate, kawasan lain di Papua yaitu daerah pesisir Papua dari pulau Biak (serta daerah sebaran orang Biak) sampai Mimika merupakan bagian dari wilayah mandala Kesultanan Tidore, sebuah kerajaan besar yang berdekatan dengan wilayah Papua. Tidore menganut adat Uli-Siwa (Persekutuan Sembilan), sehingga provinsi-provinsi Tidore seperti Biak, Fakfak dan sebagainya juga dibagi dalam sembilan distrik (pertuanan).

Sumber-sumber sejarah menunjukkan bahwa penyebaran Islam di Papua sudah berlangsung sejak lama. Bahkan, berdasarkan bukti sejarah terdapat sejumlah kerajaan-kerajaan Islam di Papua, yakni: Kerajaan Waigeo Kerajaan Misool Kerajaan Salawati Kerajaan Sailolof Kerajaan Fatagar Kerajaan Rumbati (terdiri dari Kerajaan Atiati, Sekar, Patipi, Arguni, dan Wertuar) Kerajaan Kowiai (Namatota) . Kerajaan Aiduma Kerajaan Kaimana.

Berdasarkan sumber tradisi lisan dari keturunan raja-raja di Raja Ampat-Sorong, Fakfak, Kaimana dan Teluk Bintuni-Manokwari, Islam sudah lebih awal datang ke daerah ini. Ada beberapa pendapat mengenai kedatangan Islam di Papua. Pertama, Islam datang di Papua tahun 1360 yang disebarkan oleh mubaligh asal Aceh, Abdul Ghafar. Pendapat ini juga berasal dari sumber lisan yang disampaikan oleh putra bungsu Raja Rumbati ke-16 (Muhamad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati ke-17 (H. Ismail Samali Bauw).

Abdul Ghafar berdakwah selama 14 tahun (1360-1374) di Rumbati dan sekitarnya. Ia kemudian wafat dan dimakamkan di belakang masjid kampung Rumbati tahun 1374. Kedua, pendapat yang menjelaskan bahwa agama Islam pertama kali mulai diperkenalkan di tanah Papua di jazirah Onin (Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari negeri Arab. Pengislaman ini diperkirakan terjadi pada abad pertengahan abad ke-16, dengan bukti adanya Masjid Tunasgain yang berumur sekitar 400 tahun atau di bangun sekitar tahun 1587.
Ketiga, pendapat yang mengatakan bahwa Islamisasi di Papua, khususnya di Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui Banda dan Seram Timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi yang telah lama menetap di Ambon. Proses pengislamannya dilakukan dengan cara khitanan. Di bawah ancaman penduduk setempat jika orang yang disunat mati, kedua mubaligh akan dibunuh, namun akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut kemudian penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama Islam.

Keempat, pendapat yang mengatakan Islam di Papua berasal dari Bacan. Pada masa pemerintahan Sultan Mohammad al-Bakir, Kesultanan Bacan mencanangkan syiar Islam ke seluruh penjuru negeri, seperti Sulawesi, Fiilipina, Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa dan Papua. Menurut Thomas Arnold, Raja Bacan yang pertama kali masuk Islam adalah Zainal Abidin yang memerintah tahun 1521. Pada masa ini Bacan telah menguasai suku-suku di Papua serta pulau-pulau di sebelah barat lautnya, seperti Waigeo, Misool, Waigama, dan Salawati. Sultan Bacan kemudian meluaskan kekuasaannya hingga ke semenanjung Onin Fakfak, di barat laut Papua tahun 1606. Melalui pengaruhnya dan para pedagang muslim, para pemuka masyarakat di pulau-pulau kecil itu lalu memeluk agama Islam. Meskipun pesisir menganut agama Islam, sebagian besar penduduk asli di pedalaman masih tetap menganut animisme.

Kelima, pendapat yang mengatakan bahwa Islam di Papua berasal dari Maluku Utara (Ternate-Tidore). Sumber sejarah Kesultanan Tidore menyebutkan bahwa pada tahun 1443 Sultan Ibnu Mansur (Sultan Tidore X atau Sultan Papua I) memimpin ekspedisi ke daratan tanah besar (Papua). Setelah tiba di wilayah Pulau Misool dan Raja Ampat, kemudian Sultan Ibnu Mansur mengangkat Kaicil Patrawar putera Sultan Bacan dengan gelar Komalo Gurabesi (Kapita Gurabesi ). Kapita Gurabesi kemudian dikawinkan dengan putri Sultan Ibnu Mansur bernama Boki Tayyibah.

Kemudian berdiri empat kerajaan di Kepulauan Raja Ampat tersebut, yakni Kerajaan Salawati, Kerajaan Misool atau Kerajaan Sailolof, Kerajaan Batanta, dan Kerajaan Waigeo Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa proses Islamisasi tanah Papua, terutama di daerah pesisir barat pada pertengahan abad ke-15, dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan Islam di Maluku (Bacan, Ternate dan Tidore). Hal ini didukung karena faktor letaknya yang strategis, yang merupakan jalur perdagangan rempah-rempah (silk road)di dunia.