Melihat dari sejarah-sejarah Indonesia kuno, Kerajaan Kutai adalah kerajaan tertua di Indonesia. Setelah dipelajari, hal ini terbukti dengan ditemukannya 7 buah prasasti. 7 buah prasasti tersebut dituliskan di atas tugu batu bernama Yupa, dan dituliskan dalam bahasa Sansekerta dengan menggunakan huruf Pallawa. Menurut Paleografi, atau ilmu yang mempelajari bentuk tulisan kuno, prasasti-prasasti tertulis ini diperkirakan sudah ada sejak awal abad ke-5 Masehi.
Dari prasasti-prasasti tersebut dapat diketahui bahwa sebuah Kerajaan yang sudah eksis di abad ke-5 ini pertama kali dimpimpin oleh Sang Raja Mulawarman, seorang putera dari Raja Aswawarman, juga seorang cucu dari Maharaja Kudungga. Pemimpin Kerajaan, Mulawarman, menamakan Kerajaan ini dengan sebutan Kerajaan Kutai Martadipura.
Kerajaan ini diketahui dipimpin oleh Raja Mulawarman karena dari salah satu tulisan yang terdapat di prasasti tersebut, tertulis bahwa pemimpin Kerajaan pada saat itu adalah Mulawarman, nama Mulawarman ditulis di Yupa atas kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana, yaitu kaum-kaum pendeta atau orang-orang yang mengerti tentang Agama dalam ajaran Hindu. Jadi, atas kebaikan Raja Mulawarman kaum Brahmana menuliskan namanya di atas tugu batu bernama Yupa.
Kerajaan Kutai Martadipura letaknya sangat strategis, karena berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India. Sehingga menunjang perkembangan ekonomi Kerajaan ini, dan menjadi pintu masuknya Agama Islam. Kerajaan ini terletak di tepi sungai Mahakam di Muarakaman, Kalimantan Timur dekat dengan kota Tenggarong.
Runtuhnya Kerajaan Kutai Martadipura
Dahulu terdapat dua Kerajaan, yaitu Kerajaan Kutai Martadipura yang mempunyai basis kekuatan di hulu Sungai Mahakam, dan yang kedua yaitu Kerajaan Kutai Kartanegara, yang mempunyai basis di muara Sungai Mahakam, Tepian Batu, Kutai Lama. Pemimpin pada saat itu Kerajaan Kutai Kartanegara adalah Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325). Terjadilah konflik antara kedua Kerajaan ini yang disebabkan oleh proses asimilasi yang gagal.
Konflik inilah yang menjadi pemicu perang antar kedua Kerajaan ini. Kekalahan pun harus diterima di pihak Kerajaan Kutai Martadipura. Sebagai pihak yang menang dalam perang, Kerajaan Kutai Kartanegara menggabungkan Kerajaannya dengan Kerajaan Kutai Martadipura. Lalu kemudian Aji Batara Agung Dewa Sakti mengubah nama Kerajaannya menjadi Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martadipura.
Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martadipura mengumumkan bahwa Kutai Martadipura bukanlah sebuah jajahan dari Kerajaan Kutai Kartanegara, melainkan juga bagian dari Kerajaannya yang memiliki satu visi, misi dan pemikiran.
Referensi :
- Syaukani HR, Kerajaan Kutai Kertanegara , Kutai: Pulau Kumala, 2002.
- Drs. BambangSuwondo dkk, Sejarah Daerah Kalimantan Timur , Jakarta: Depdiknud.