Apa yang anda ketahui tentang Karst?

Apa itu karst? Karst adalah kawasan batuan gamping yang mudah larut bila terkena air hujan, sehingga menghasilkan berbagai bentuk permukaan bumi yang unik dan gua-gua bawah tanah.

Karst itu merupakan sebuah kawasan, yang terdiri batuan gamping yang gersang. Ciri-ciri daerah karst adalah adanya bukit-bukit kecil, terdapat aliran sungai di bawah tanah, juga terdapat gua-gua di sekitarnya, serta terdapat banyak cekungan di sekitarnya. Menurut penelitian, di Indonesia terdapat sekitar 15,4 juta hektar karst. Daerah karst tersebar dari Aceh sampai Papua. Salah satu kawasan karst yang terkenal adalah Gunung Kidul di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan karst ini diperkirakan terbentuk sejak 470 juta tahun yang lalu.

Sumber Mata Air
Inilah salah satu rahasia terpenting di balik karst. Kawasan yang tampak gersang dan tandus itu memiliki peran yang sangat penting, yaitu sebagai daerah penyimpan air bersih. Air bersih inilah yang akan mencukupi kebutuhan air di daerah sekitarnya. Selain menyediakan air bersih, karst juga menjadi sumber bahan tambang, yaitu batuan gamping. Sayangnya saat ini banyak kawasan karst yang rusak akibat penambangan yang berlebihan. Batuan karst bisa diolah menjadi aneka bahan bangunan, seperti kapur dan semen. Akibat eksploitasai batuan karst yang berlebihan, kawasan lapisan semakin terkikis. Akibatnya simpanan air tanah di bawahnya pun jadi berkurang. Batuan yang membentuk karst itu memiliki banyak celah dan rongga, sehingga air bisa meresap dengan baik, sampai ke lorong sungai bawah tanah. Kalau batuan itu ditambang terus menerus, maka permukaan karst pun akan rusak dan habis. Akibatnya, cadangan air tanah akan berkurang, sehingga pada musim kemarau akan kekeringan. Sebaliknya pada musim hujan akan terjadi banjir karena lapisan karst sudah hilang.

Karst dan Kehidupannya
Di Indonesia kawasan karst biasanya memiliki pemandangan yang unik dan indah. Sejak zaman nenek moyang, kawasan ini sudah dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan. Mereka ada yang tinggal dan menetap di sana. Ada juga yang menambang batuannya. Bahkan ada yang melubangi tebing bukit karst menjadi makam, seperti makam batu Lemo di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

Sumber:

Karst


Kata karst berasal dari bahasa Yugoslavia dan diperkenalkan oleh Cvijic seorang geolog asal Jerman pada tahun 1850. Kata karst tersebut mengacu pada kawasan batu gamping di Kota Trieste, Slovenia, Yugoslavia (Wirawan 2005). Sampai saat ini, kata karst telah digunakan secara internasional dan telah diserap secara utuh sebagai kata bahasa Indonesia. Salah satu definisi karst yang dikemukakan oleh ahli geologi adalah bentang alam ( landscape ) pada lempeng batuan gamping yang dibentuk oleh pelarutan batuan gamping. Pelarutan batu gamping tersebut menghasilkan bentukan karst dengan ciri celah sinkhole (lubang lari air), sungai bawah tanah, dan gua (Hamilton & Smith 2006; Samodra 2006).

Proses terbentuknya karst ( karstifikasi ) berlangsung selama jutaan tahun melalui peristiwa yang melibatkan faktor-faktor geologi, fisika, kimia, dan biologi. Karstifikasi diawali dengan pergerakan lempeng bumi yang bersifat dinamis. Pergerakan lempeng bumi tersebut menyebabkan lempeng saling bertabrakan dan menghasilkan gaya tektonik yang mendorong sebagian lempeng ke atas. Peristiwa ini menyebabkan sedimentasi sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang mengandung kapur (kalsium karbonat) terangkat dari dasar laut ke permukaan (Gimes 2001). Menurut Yunqiu et al. (2006) biota laut tersebut antara lain, koral ( Pontes, Neandrina, Acropora, Siderastrea, Ginoid ), Briozoa , ganggang ( Halimeda, Lithothamniam, Penicillus, Acialaria, Neomen ), Foraminifera, dan Moluska.

Peristiwa yang disebabkan oleh gaya tektonik ini menghasilkan deretan bukit kapur/gamping di permukaan laut. Gaya-gaya tektonik tersebut dapat menyebabkan terjadinya patahan dan retakan yang saling berasosiasi. Lempeng batuan yang terdeformasi oleh gaya-gaya tektonik ini merupakan area yang sangat potensial untuk masuknya aliran air dan terbentuknya perangkap-perangkap air (Eberhard 2006). Formasi awal terbentuknya karst tersaji pada Gambar dibawah ini

image

Setelah proses yang disebabkan oleh gaya tektonik, peristiwa selanjutnya adalah pelarutan batuan karbonat oleh asam lemah. Reaksi karbon dioksida (CO2) di udara dengan air hujan (H20) menghasilkan H2CO3 yang bersifat asam lemah. Larutan tersebut mengalir melalui aliran air permukaan ( run off ) dan akan melarutkan batu gamping sehingga terbentuk celah. Lebih rinci Samodra (2006) menjelaskan reaksi kimia pelarutan batu gamping oleh asam lemah adalah sebagai berikut :

H2O + CO2 H2CO3

H2CO3 HCO3 + H+

HCO3 + CaO CaCO3 + H2O

CaCO3 + H2O + CO2 CaH2C2O6

Celah yang dihasilkan oleh pelarutan tersebut semakin besar dari waktu ke waktu sampai membentuk patahan dan rongga yang disebut karen (patahan), sinkhole (lubang lari air), collapse sink / doline (rongga), dan gua (Gimes 2001). Gaya tektonik yang terjadi pada masa berikutnya menyebabkan rongga dan gua saling berasosiasi satu sama lain membentuk sistem perguaan dengan lorong yang panjang (Samodra 2006). Persyaratan yang harus dipenuhi supaya lempeng batu gamping dapat membentuk morfologi karst menurut Hamilton & Smith (2006) adalah :

  1. Lempeng batuan gamping mempunyai ketebalan yang cukup,
  2. Berada di wilayah dengan curah hujan tinggi,
  3. Batuan gamping banyak mengandung celah atau rongga,
  4. Berada pada posisi lebih tinggi dibandingkan lingkungan di sekitarnya.

Geomorfologi karst


Ahli geologi membagi geomorfologi karst menjadi karst luar atau exokarst dan karst dalam atau endokarst (gua). Exokarst/epikarst dicirikan dengan: 1) adanya bukit-bukit kapur berbentuk kerucut atau kubah, 2) permukaan kasar berlubang-lubang membentuk dolina (cekungan), dan 3) adanya endapan sedimen lempung berwarna merah hasil pelapukan batu gamping (Samodra 2006). Selain itu menurut Roemantyo & Noerdjito (2006), exokarst biasanya tertutup oleh lapisan tanah yang tipis yang umumnya berasal dari batuan kapur yang hancur dan terdekomposisi secara mekanik dan kimiawi. Lapisan tanah tipis tersebut sebagian terkumpul pada cekungan. Proses pengayaan nutrisi pada lapisan tanah exokarst dapat terjadi oleh adanya debu vulkanis, ataupun aliran air hujan yang membawa humus dari tempat lain. Akibatnya exokarst dapat ditumbuhi oleh jenis-jenis tumbuhan tertentu.

Endokarst (gua) menurut Hamilton & Smith (2006) merupakan ruang dengan sirkulasi udara terbatas dan sangat sedikit atau bahkan sama sekali tidak ada cahaya. Selain itu, menurut Wirawan (2005), ruang dalam gua biasanya dilengkapi dengan ornamen-ornamen gua. Ornamen tersebut merupakan hasil pengendapan kalsium karbonat (CaCO3) yang sebelumnya terlarutkan oleh peristiwa karstifikasi. FINSPAC (1993) membagi ornamen-ornamen dalam gua menjadi:

  1. Stalaktit, yaitu endapan kapur yang menggelantung pada langit-langit gua,
  2. Stalakmit, yaitu endapan kapur yang terdapat pada lantai gua,
  3. Tiang ( column ), yaitu pertemuan antara stalaktit dan stalakmit yang membentuk tiang,
  4. Tirai ( drip curtain / drapery ), yaitu endapan yang berbentuk lembaran tipis vertikal, pada atap gua yang miring, dan
  5. Teras ( travertin), yaitu endapan kalsium karbonat pada lantai gua yang bertingkat sehingga membentuk terrasering.

Geomorfologi karst tersaji pada Gambar dibawah ini

image

Hamilton & Smith (2006) membagi lingkungan dalam gua berdasarkan pengaruh sinar matahari menjadi 3 mintakat, yaitu :

  1. Mintakat I adalah mintakat di dalam gua yang sinar matahari dapat masuk dan iklim dalam gua masih dipengaruhi oleh iklim luar gua,
  2. Mintakat II adalah mintakat di dalam gua yang tidak ada sinar matahari yang masuk, tetapi iklim di dalam mintakat tersebut masih dipengaruhi oleh iklim di luar gua, dan
  3. Mintakat III adalah mintakat yang tidak ada sinar matahari dan iklim di dalam mintakat ini stabil, tidak dipengaruhi oleh fluktuasi iklim di luar gua.

Menurut Russo et al. (2003) dinding dan atap gua merupakan penyangga efektif yang memisahkan lingkungan dalam gua dengan lingkungan luar gua. Oleh karenanya, lingkungan dalam gua memiliki mikroklimat yang berbeda dari luar gua. Menurut Samodra (2006) mikroklimat dalam gua cenderung lebih dingin dan lebih lembap. Hal ini karena ;

  1. Adanya aliran sungai di lantai gua;
  2. Adanya air rembesan di atap gua;
  3. Tidak ada sinar matahari, dan
  4. Sirkulasi udara terbatas.

Selain itu menurut Russo et al. (2003) mikroklimat tersebut dapat berbeda antara satu zona (mintakat) dan zona lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh pengaruh sinar matahari, formasi gua, dan keberadaan mahluk hidup di dalamnya. Penelitian Baudinette et al. (1994) di Gua Kelelawar dan Gua Robertson Afrika Selatan membuktikan gua yang dihuni kelelawar dengan jumlah besar dapat menaikkan suhu dalam gua hingga 3 derajat selsius.

Komunitas fauna gua karst


Dinding dan atap gua merupakan pembatas yang memisahkan lingkungan dalam gua dengan luar gua. Dinding dan atap tersebut tidak tembus sinar matahari. Akibatnya, kondisi dalam gua menjadi gelap dan tumbuhan hijau (autotrof) tidak ditemukan. Meskipun demikian, menurut Ko (2004), ruang dalam gua dapat ditempati oleh mahluk hidup. Hal ini karena sumber energi didatangkan dari luar gua melalui unsur hara yang terlarut dalam aliran air, debu zat-zat organik yang terbawa oleh udara serta bahan nutrisi yang berasal dari hewan yang bersarang di dalam gua tetapi mencari makan di luar gua (hewan Troglozene ).

Menurut Ko (2004), di kawasan karst penghubung utama antara ekosistem luar gua dan ekosistem dalam gua adalah burung dan Mamalia. Jenis-jenis burung di antaranya adalah walet ( Aerodramus fuciphagus) dan sriti ( Hirundo tahitica ), sedangkan kelompok Mamalia adalah ordo Chiroptera (kelelawar). Menurut Whitten et al . (1999) dan Sinaga et al. (2006) fauna troglozene utama di gua-gua karst di Pulau Jawa adalah kelelawar. Bahkan jumlah populasi kelelawar tersebut dapat mencapai jutaan individu dalam satu gua.

Berdasarkan sumber energinya, jenis-jenis fauna yang hidup di gua menurut Ko (2004) dibedakan menjadi:

  1. Necrophagus, yaitu fauna pemakan bangkai
  2. Cocroaphagus, yaitu fauna pemakan kotoran/feses
  3. Parasit, yaitu fauna yang hidup pada fauna lain dan
  4. Predator, yaitu fauna pemakan fauna lain.

Penelitian McCure (1985) di Gua Batu Malaysia mendapatkan necrophagus terdiri atas ; lalat (Muscoidae:Insekta) dan semut (Formicidae: Insekta); cocroaphagus terdiri atas ekor pegas (Collembola: Insekta/Hexapoda), kumbang (Stratiomyiidae: Insekta), kecoa (Blattidae: Insekta), kumbang (Tineidae: Insekta), jangkerik (Gryllothalpidae: Insekta) dan jangkerik (Gryllidae: Insekta); parasit terdiri atas : kutu (Ichneumonidae: Insekta); dan predator terdiri atas : kala jengking (Scorpionidae: Arachnida) , semut (Formicidae: Inseta) dan ular ( Elaphe taeniura : Reptilia). Penelitian Wirawan (2004) di Gua Pawon Jawa Tengah mendapatkan ekor pegas (Collembola: Insekta), lalat (Diptera:Insekta), kecoa (Blatodea:Insekta), dan kumbang (Colleoptera:Insekta) sebagai pemakan guano. Fauna-fauna tersebut kemudian dimakan oleh kodok ( Bufo: Amphibia) dan laba- laba (Arachnidae: Decapoda).

3 Likes